Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS DIABETES MELLITUS TIPE II


DI PUSKESEMAS PAITON, KAB. PROBOLINGGO

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
Sulaiman Baihaqi, S. Kep
14901.07.20050

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KASUS DIABETES MELLITUS TIPE II
DI PUSKESEMAS PAITON, KAB. PROBOLINGGO

Paiton, Desember 2020

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Kepala Puskesmas
LEMBAR KONSUL

No Hari/ Evaluasi paraf


tanggal
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS TIPE II

1. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas adalah suatu organ berupa kelenjar yang terletak retroperiontenial dalam
abdomen bagian atas, didepan vertebrae lumbalis I dan II dengan panjang dan tebal
sekitar 12,5 cm dan tebal 2,5 cm yang terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar
dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran duodenum atau 12 usus jari
(Syarifuddin, 2014).

Berikut jaringan penyusun pankreas (Syarifuddin, 2014) :


a. Jaringan Asini, berfungsi memproduksi getah pencernaan duodenum
b. Pulau Langerhans, berikut fungsinya :
1) Fungsi eksokrin pankreas ( asinar )
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan.
ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. Getah
pankreas juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang
memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang dikeluarkan
oleh lambung ke dalam duodenum.
2) Fungsi endokrin pankreas.
Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau langerhans.
Pulau-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu :
a) Sel α (alpha) yang menghasilkan glukagon
Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan
epineprin. Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon
merangsang glikogenolisis (pemecahan glukogen menjadi glukosa) dan
meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta meningktakan
glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari yang bukan karbohidrat). Dalam
metabolisme lemak, glukagon, meningkatkan lipolisis ( Pemecahan lemak ).
b) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin
Insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan
difusi glukosa melalui membran sel jaringan. Efek metabolik penting
lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut :
1) Efek pada hepar
 Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa
 Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis
 Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
dihepar
2) Efek pada otot
 Meningkatkan sintesa protein
 Meningkatkan tranportasi asam amino
 Meningkatkan glikogenesis
3) Efek pada jaringan lemak
 Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
 Meningkatkan penyimpanan trigliserida
 Menurunkan lipolisis
c) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum jelas
diketahui. Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan kedalam
peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus untuk membantu
metabolisme karbohidrat
Berikut bagian-bagian pankreas (Syarifuddin, 2014) :
a. Kelenjar pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip denga kelenjar ludah
panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa
dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis I & II
dibelakang lambung.
b. Bagian-bagian pankreas
1) Kepala pankreas
Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan
deudenum yang melingkarinya.
2) Badan pankreas
Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang lambung dan
didepan vertebra umbalis utama.
3) Ekor pankreas
Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.
c. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi
pankreas ke dalam duodenum.
d. Pulau-pulau langerhans
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau
berbeda-beda yang menjadi system endokrinologis dari pankreas terbesar dari
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas
berukuran 76 x 175 mm dengan diameter 20 sampai 300 mikron yang tersebar
diseluruh pankreas meskipun banyak ditemkan di ekor dari pada kepala dan
badan pankreas. Pada manusia terdapat 1-2 juta pulau.

2. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2019) DM tipe II adalah suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat dari kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya sekaligus.DM tipe II adalah penyakit kronis
yang terjadi ketika pankreas tidak lagi mampu memproduksi insulin, atau ketika tubuh
tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkannya dengan baik.
3. ETIOLOGI
Faktor penyebab dari terjadinya DM tipe II yaitu resistensi insulin atau kegagalan
produksi insulin oleh selβ pankreas (ADA, 2019).
Pada kondisi resistensi insulin, insulin dalam jumlah yang cukup tidak dapat
bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi
(PERKENI, 2015).
4. KLASIFIKASI
Beberapa klasifikasi dari diabetes mellitus, yaitu :
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecendrungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1.
2) Faktor imunologi (autoimun).
b. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. DM tipe II
bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai efek insulin disertai resistensi insulin.
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2,
yaitu (Hupfeld, 2016) :
1) Genetik
DM tipe II sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Seorang anak
memiliki risiko 15 % menderita DM tipe II jika kedua salah satu dari kedua
orang tuanya menderita DM tipe II. Anak dengan kedua orang tua menderita
DM tipe II mempunyai risiko 75 % untuk menderita DM tipe II dan anak
dengan ibu menderita DM tipe II mempunyai risiko 10-30 % lebih besar
daripada anak dengan ayah menderita DM tipe II (Garnita, 2016).
2) Stres
Stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini sangat berpengaruh
besar terhadap kerja pankreas. Stres juga meningkatkan kerja metabolisme
dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada
peningkatan erja pankreas. Beban kerja yang tinggi membuat pankreas
mudah rusak sehingga berdampak pada produksi insulin (Aini, 2016).
3) Lifestyle dan Nutrisi
Ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian
diabetes melitus tipe II. Pola makan yang buruk merupakan faktor risiko
yang paling berperan dalam kejadian diabetes melitus tipe II. Pengaturan diet
yang sehat dan teratur sangat perlu diperhatikan terutama pada wanita. Pola
makan yang buruk dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas
yang kemudian dapat menyebabkan DM tipe II (Aini, 2016).
Perilaku hidup sehat dapat dilakukan dengan melakukan aktivitas fisik
yang teratur. Manfaat dari aktivitas fisik sangat banyak dan yang paling
utama adalahmengatur berat badan dan memperkuat sistem dan kerja
jantung. Aktivitas fisik atau olahraga dapat mencegah munculnya penyakit
DM tipe II. Sebaliknya, jika tidak melakukan aktivitas fisik maka risiko
untuk menderita penyakit DM tipe II akan semakin tinggi (Aini, 2016).
Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan
kejadian DM tipe II. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko DM tipe II
karena memungkinkan untuk terjadinya resistensi insulin. Kebiasaan
merokok juga telah terbukti dapat menurunkan metabolisme glukosa yang
kemudian menimbulkan DM tipe II (Aini, 2016).
4) Obesitas
Pola makan yang buruk seperti terlalu banyak mengkonsumsi
karbohidrat, lemak dan protein dan tidak melakukan aktivitas fisik
merupakan faktor risiko dari obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko yang
berperan penting dalam DM tipe II karena obesitas dapat menyebabkan
terjadinya resitensi insulin di jaringan otot dan adipose (Aini, 2016).
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi
sehingga berpengaruh terhadap fungsinya dalam memproduksi insulin. Pada
kondisi obesitas juga menyebabkan penurunan adiponektin, yaitu hormon
yang dihasilkan adiposit yang berfungsi untuk memperbaiki sensitivitas
insulin dengan cara menstimulasi peningkatan penggunaan glukosa dan
oksidasi asam lemak otot serta hati sehingga kadar trigliserida menurun.
Penurunan adiponektin menyebabkan resistensi insulin. Aiponektin
berkolerasi positif dengan High Density Lipoprotein (HDL) dan berkolerasi
negatif dengan Low Density Lipoprotein (LDL) (Renaldy, 2009; Umar dan
Adam, 2009 dalam Aini, 2016).
5) Usia
Usia yang semakin bertambah akan berbanding lurus dengan
peningkatan risiko menderita penyakit diabetes melitus karena jumlah sel
beta pankreas yang produktif memproduksi insulin akan berkurang. Hal ini
terjadi terutama pada umur yang lebih dari 40 tahun. Penurunan fisiologis ini
berisiko pada penurunan funsi endokrin pankreas untuk memproduksi
insulin (Aini, 2016).
6) Jenis kelamin
Wanita lebih memiliki potensi untu menderita DM tipe II daripada pria
karena adanya perbedaan anatomi dan fisiologi. Secara fisik wanita
memilikipeluang untuk mempunyai indeks massa tubuh di atas normal.
Selain itu, adanya menopouse pada wanita dapat mengakibatkan
pendistribusian lemak tubuh tidak merata dan cenderung terakumulasi (Aini,
2016).
5. PATOFISIOLOGI

DM merupakan suatu penyakit gangguan metabolik yang diawali dengan


berkurangnya sekresi insulin atau berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap insulin
karena ketidakmampuan reseptor insulin menyediakan transporter glukosa (Annisa,
2014).
Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab utama DM tipe II.
Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja secara optimal juga menjadi penyebab
dari DM tipe II (Perkeni, 2015).
Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 2 hal yaitu pertama karena
kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus
dan bakteri. Kedua, penyebabnya adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah,
2015).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi insulin.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post reseptor
sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan
kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa
darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta
menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga
menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati,
2012).
6. PATHWAY

Glukotoksisitas, Lipostoksisitas, Penumpukan amiloid, Efek Obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang
inrektin, Umur >40 tahun dan Genetik gerak badan, faktor keturunan (herediter), stress

Penurunan fungsi sel β Kadar lemak tinggi


pankreas
Insulin tidak dapat bekerja maksimal membantu
Produksi insuli turun
tubuh menyerap glukosa

Kerusakan pankreas menghasilkan banyak insulin

Diabetes Melitus Tipe II Resistensi Insulin

Insulin menurun Kerusakan


Sel tubuh kekurangan glukosa
pembuluh
Reseptor insulin tidak
berikatan dengan darah kapiler di
Glukosa tidak dapat masuk ke mata
sel Tubuh
penggunaan
Glukosa tidak dapat produksi
proein dan glukogen Perdarahan
masuk ke sel Proses penyembuhan luka Luka oleh jaringan
terhambat lama
Sortisol tidak
sembuh
kadar gula darah diserap tubuh
Luka tidak mendapat Penurunan BB Trombus dan
suplai O2 dari darah Resiko jaringan parut
infeksi Berat badan
Hiperglikemia
Kerusakan dan Ketidakseimbanga menurun,
Gangguan
Kematian jaringan Nyeri n Nutrisi : kurang tubuh makin
Glikosuria suplai darah
Resiko Ketidakstabilan dari kebutuhan kurus,
Kadar Glukosa Darah ke mata
tubuh mudah lelah
Kerusakan Integritas
Kulit dan letih
Retinopati
Intoleransi
Aktivitas
Poliuri

Polidipsi Dehidrasi Kehilangan cairan Klien merasa lapar


berlebihan (makan terus
menerus)
Resiko Syok Defisien Volume Cairan
Polifafagia

Kebutaan

Resiko Gangguan
cedera Persepsi
Sensori
Brunner & Suddart, 2015 (Penglihatan)
7. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dari DM tipe II menurut (Aini, 2016), yaitu :
1) Poliuri (peningkatan pengeluaran urine), terjadi karena diuresis dan hiperglikemia.
2) Polidipsi (peningkatan rasa haus), poliuri menyebabkan hilangnya glukosa, elektrolit
[na , klorida, dan kalium] dan air sehingga pasien mersa haus.
3) Polifagi (peningkatan rasa lapar), sel-sel tubuh mengurangi kekurangan energi karena
glukosa tidak dapat masuk ke sel,akibatnya pasien merasa sering lapar.
4) Rasa lemah dan kekerasan otot
Kekurangan energi sel menyebabkan pasien cepat lelah dan lemah,selain itu
kondisi ini juga terjadi karena katabolisme protein dan kehilangan kalium lewat urine
(Aini, 2016).
5) Kelainan ginekologis (keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
kandida)
DM tipe II akan menurunkan sistem kekebalan tubuh secara umum, sehingga
tubuh rentan terhadap infeksi. Selain itu jamur dan bakteri mampu berkembang biak
pesat di lingkungan yang tinggi gula (hiperglikimia) (Aini, 2016).
6) Kepala
Rambut tipis dan mudah rontok, telinga sering mendenging (berdesing) dan jika
keadaan ini tidak segera diobati dapat menjadi tuli. Mata dapat menjadi katarak,
glaukoma (peningkatan bola mata), produksi air mata menurun, dan rerinopati diabetik
(penyempitan bulu darah kapiler yang disertai eksudasi dan pendarahan pada retina
sehingga mata pendertita menjadi kabur dan tidak dapat sembuh dengan kacamata
bahkan menjadi buta) (Aini, 2016).
7) Rongga mulut
Lidah terasa membesar atau tebal, kadang-kadang timbul gangguan rasa
pengecapan. Ludah penderita diabetes melitus sering kali lebih kental, sehingga mulut
terasa kering yang disebut xerostomia diabetik. keadaan ludah kental ini dapat
mengganggu kesehatan rongga mulut dan mudah mengalami infeksi. Kadang-kadang
terasa ludah yang amat berlebihan yang disebut hipersalivasi diabetilk (Aini, 2016).
Jaringan yang mengikat gigi pada rahang/periodontium mudah rusak sehingga
gigi penderita diabetes melitus mudah goyah bahkan mudah lepas. Gusi penderita
diabetes melitus mudah mengalami infeksi, kadang-kadang bernanah dan karena
sering mengalami infeksi, rongga mulut dan ludah penderita diabetes melitus semakin
mengental sehingga bau mulut penderita sering kurang enak (foetor ex oris diabetic)
(Aini, 2016).
8) Paru-Paru dan jantung
Penderita DM tipe II bila batuk biasannya berlangsung lama karena pertahanan
tubuh menurun dan penderita diabetes melitus lebih mudah menderita TBC penderita
DM juga lebih mudah menderita infark jantung dan daya pompa otot antung lemah
sehingga penderita mudah sesak napas ketika jalan atau naik tangga (payah jantung
atau dekompensansi kordis) (Aini, 2016).
9) Hati
Penderita DM tipe II yang tidak dirawat dengan baik, akan mengalami atau
menderita penyakit liver akibat dari diabetesnya, bukan karena kekurangan glukosa
dalam dietnya. Penyakit ini disebut dengan pnenyakit parlemakan hati non-alkohol,
yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun setelah menderita obesitas atau DM tipe 2.
Mekanisme terjadi penyakit ini karena akumulasi lemak hepatosit melaluli mekalisme
lipolisis dan hiperinsulisme. Penderita diabetes melitus juga lebih mudah mengidap
penyakit radang hati karena virus hipatitis B dan C dibandingkan dengan penderita
non-diabetes (Aini, 2016).
10) Saluran pencernaan
a. Lambung
Serabut saraf yang memelihara lambung akan merusak sehingga fungsi
lambung untuk meng hancurkan makanan menjadi lemah, kemudian lambung
menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan makanan
lebih lama tertinggal di dalam lambung. Keadaan ini tertumbul rasa mual, perut
terasa penuh, kembung, makanan tidak dapat turun, kadang-kadang timbul rasa
sakit di uluh hati atau makanan terhenti di dalam dada (Aini, 2016).
b. Usus
Gangguan pada usus yang paling sering dialami penderita diabetes melitus
adalah sukar buang air besar,perut kembung,kotoran keras,buang air besar hanya
sekali dalam 2-3 hari.kadang terjadi sebaliknya yaitu penderita menunjukkan
keluhan diare 4-5 kali sehari,kotoran banyak mengandung air,sering timbul pada
malam hari.semua ini akibat komplikasi saraf pada usus besar (Aini, 2016).
11) Ginjal dan kandung kemih
a. Ginjal
Dibandingkan dengan ginjal orang normal,penderita diabetes melitus
mempunyai kecenderungan 17 kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi
ginjal.semuanya ini disebabkan oleh faktor infeksi berulang yang sering timbul dan
adanya faktor penyempitan pembulu darah kapiler yang disebut mikroangiopati
diabetik di ginjal (Aini, 2016).
b. Kandung kemih
Penderita sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK) yang berulang. Saraf
yang memelihara kandung kemih sering merusak,sehingga dinding kandung kemih
menjadi lemah. Kandung kemih akan menggelembung dan kadang-kadang
penderita tidak dapat BAK secara spontan, urine tertimbun dan tertahan di kandung
kemih. Keadaan ini disebut retensio urine. Sebaliknya, bila kontrol saraf terganggu
penderita sering ngompol atau urine keluar sendiri yang di sebut inkontinesia urine
(Aini, 2016).
12) Impotensi
Penyebab utama terjadi inpotensi pada diabetes adalah neuropati (kerusakan
saraf) sehingga tidak terjadi pada A.Helicina penis.Ini menyebabkan saluran darah
dalam penis tidak lancar sehingga penis tidak dapat ereksi (Aini, 2016).
13) Kondisi saraf
Peningkatan dalam glukosa dalam darah akan merusak urat saraf
penderita.keadaan ini disebut neuropati diabetik.Berikut adalah gejala-gejala neuropati
diabetik (Aini, 2016) :
a. Kesemutan
b. Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum.
c. Rasa tebal ditelapak kaki sehingga penderita merasa seperti berjalan di atas kasur.
d. Kram.
e. Keseluruhan merasa sakit terutama pada malam hari
f. Kerusakan yang terjadi pada banyak serabut saraf yang di sebut polineuropati
diabetik.Pada keadaan ini jalan penderita akan pincang dan otot-otot kakinya
mengecil (atrofi)
14) Pembuluh darah
Komplikasi DM tipe II yang paling berbahaya adalah komplikasi pada pembuluh
darah. Pembulu darah penderita diabetes melitus muda menyempit dan tersumbat oleh
gumpalan darah. Penyempitan pembulu darah pada penderita diabetes melitus disebut
angiopati diabetik. Angiopati diabetik pada pembulu darah besar atau sedang disebut
makroangiopati diabetik, sedangkan pada pembulu darah kapiler disebut
mikroangiopati diabetik (Aini, 2016).
15) Kulit
Pada umumnya kulit penderita DM tipe II kurang sehat atau kuat dalam hal
pertahananmya, sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur (Aini, 2016).
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kriteria diagnosis DM tipe II (ADA, 2019) :
1) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam, atau
2) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
3) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik (poliuria,
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya),
atau
4) Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien DM tipe II menurut Perkeni (2015) dan Aini, dkk.,
(2016) dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1) Penatalaksanaan Farmakologis
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan
pola hidup sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat injeksi, yaitu:
a. Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni (2015), berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi
beberapa golongan, antara lain :
a) Pemicu sekresi insulin
Obat golongan ini adalah Sulfonilurea dan Glinid. Efek utama dari obat
sulfonilurea adalah memicu sel β pankreas untuk memproduksi insulin.
Sedangkan, fungsi dari obat glinid adalah melakukan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama sehingga mengatasi kondisi
hiperglikemia post prandial (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
b) Penurunan sensitivitas terhadap insulin
Obat golongan ini adalah Metformin dan Tiazolidindion. Efek utama dari
obat metformin adalah mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis)
dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan, fungsi dari obat tiazolidindion
(TZD) adalah mengurangi resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut
glukosa sehingga meningkatkan glukosa perifer (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
c) Penghambat absorpsi glukosa
Obat ini adalah penghambat glukosidase alfa, yang bekerja dengan
memperlambat absorpsi glukosa dalam usus sehingga berefek menurunkan
kadar glukosa darah sesudah makan (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
d) Penghambat Dipeptydil Peptidase-IV (DPP-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat kerja
enzim DPP-IV sehingga glucose like peptide-1 (GLP-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon sesuai kadar
glukosa darah (glucose dependent) (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
b. Kombinasi obat oral dan injeksi
Kombinasi obat oral antihiperglikemia dan insulin yang banyak digunakan
adalah kombinasi obat oral antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin yang
bekerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari
sebelum tidur. Terapi tersebut biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah
dengan baik jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah
adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar pukul 22.00, kemudian dievaluasi dosis
tersebut dengan melihat nilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah
mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan (Perkeni, 2015;
Aini, 2016).
2) Penatalaksanaan Non-farmakologis
Terapi non-farmakologi menurut Perkeni (2015) dan Aini (2016), yaitu :
a. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi sehat. Hal
ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan sebagai
pengelolaan diabetes melitus secara holistik (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
Edukasi sangat komprehensif serta upaya motivasi sangat dibutuhkan untuk
tercapainya perubahan perilaku. Perubahan perilku bertujuan agar penderita
diabetes melitus dapat menjalani pola hidup sehat. Beberapa perubahan perilaku
yang diharapkan seperti mengikuti pola amkaan sehat, meningkatkan kegiatan
jasmani, menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus,
melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data
yang ada, melakukan perawatan kaki secara berkala, memiliki kemampuan untuk
mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat, mempunyai
keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau bergabung dengan
kelompok penyandang diabetes, mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan
penderita diabetes serta memnfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Perkeni,
2015; Aini, 2016).
b. Terapi Nutrisi Medis
Penderita diabetes melitus perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal
makan yang teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya (3J)
terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun
insulin (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin,
umur, aktivitas fisik atau pekerjaan, dan berat badan. Hal yang terpenting adalah
tidak terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar
glukosa darah menurun atau rendah (hipoglikemia) dan juga tidak terlalu banyak
mengonsumsi makanan yang memperparah konsisi penyakit DM (Perkeni, 2015;
Aini, 2016).
Menurut Perkeni (2015) dalam Aini (2016), komposisi makanan yang
dianjurkan terdiri atas beberapa unsur gizi penting berikut :
1) Karbohidrat
a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
b) Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
c) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
d) Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penderita diabetes dapat makan
dengan jenis makanan yang sama dengan anggota keluarga yang lain.
e) Sukrosa tidak bleh lebih dari 5% total asupan energi.
f) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asalkan tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake).
g) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari, kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagi bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2) Lemak
a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b) Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori.
c) Lemak tidak jenuh ganda < 10% selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
d) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
e) Anjuran konsumsi kolesterol , 300 mg/hari.
3) Protein
a) Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi
b) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi dan lain-lain),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, dan tempe.
c) Pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kgBB per hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% harusnya bernilai
biologis tinggi.
4) Natrium
a) Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak boleh lebih dari 3.000 mg atau sama
dengan 6-7 g (1 sendoh teh) garam dapur.
b) Pada penderita hipertensi, pembatasan natrium sampai 2.400 mg garam
garam dapur.
c) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan dahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
5) Serat
a) Seperti halnya masyarakat umum penderita diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayur-sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. Oleh karena mengandung
vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan
b) Anjurkan konsumsi serat adalah kurang lebih 25 g/1.000 kkal/hari.
6) Pemanis alternatif
a) Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan tak bergizi
b) Pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain
isomalt, lacticol, maltitol, sorbitol, dan xylitol. Penggunaan pemanis bergizi
perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan penggunaannya bagi penderita
diabetes karena efek samping pada lemak darah.
c) Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfame potasium,
sukralose, dan neotame.
d) Pemanis alternatif penggunaannya tidak akan mengganggu kesehatan
sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake).
c. Latihan Jasmani dan Olahraga
Olahraga selain untuk menjaga kebugaran , namun juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah yang bersifat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni, 2015;
Aini, 2016).
Prinsip lahraga pada pasien DM tipe II adalah :
1) Continue (terus-menerus)
Latihan harus berkesinambungan terus-menerus tanpa berhenti dalam
waktu tertentu, contohnya speerti berlari, istirahat lalu mulai berlari lagi (Aini,
2016).
2) Rhytmical (berirama)
Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksasi
secara teratur, contohnya jalan kaki, berlari, berenang, dan bersepeda (Aini,
2016).
3) Interval (berselang)
Latihan dilakukan secara berselang-selang antara gerak lambat atau cepat,
contohnya lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan cepat diselingi jalan
biasa (asalkan tidak berhenti) (Aini, 2016).
4) Progressive (meningkat)
Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai kemampuan dari
ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit dengan intensitas latihan
mencapai 60-70% maximum heart rate (MHR). Sementara frekuensi latihan
dilakukan 3-5 kali perminggu (Aini, 2016).
5) Endurance (daya tahan)
Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk meningkatkan
kemampuan pernapasan dan jantung. Contoh aktivitasnya berupa jalan kaki,
berenang, atau bersepeda (Aini, 2016).
Penderita DM tipe II harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5
hari dalam seminggu selama 30-45 menit dengan total 150 menit perminggu dan
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Jenis latihan yang
dianjurkan bersifat aerobik dengan intensitas sedang yaitu 50% sampai 70%
denyut jantung maksimal seperti berjalan cepat, sepeda santai, berenang dan
jogging (Aini, 2016).
d. Terapi komplementer
1. Terapi bekam
Terapi bekam merupakan salah satu metode efektif untuk menurunkan
kadar gula darah, namun terapi ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Karena jika dilakukan tanpa pengetahuan yang cukup, dikhawatirkan akan
berdampak negatif terhadap pasien. Hal itu dikarenakan terapi bekam basah
yakni dengan mengeluarkan darah tidak boleh dilakukan oleh mereka yang
belum memahami terapi bekam. Selain itu tidak semua pasien diabetes bisa
diterapkan dengan terapi bekam, akan tetapi harus dilakukan pengecekan gula
darah sebelum terapi bekam dilakukan, jika kadar gula darah puasa dibawah
150 mg/dl dan ketika setelah makan tak lebih dari 250 mg/dl maka pasien
diabetes boleh untuk dilakukan tindakan terapi bekam.Jika kadar gula darah
melebihi ambang batas, tidak dianjurkan untuk melakukan pembekaman
terhadap pasien tersebut, karena bekam darah yang mengharuskan adanya luka
pada penderita diabetes sehingga bisa mengalami infeksi dan lama
penyembuhannya.
Terapi bekam diabetes bisa diulang minimal 1 minggu setelah terapi
pertama selesai dilakukan, dan tergantung dari kondisi penderita jika
memungkinkan untuk dibekam. Jika tidak memungkinkan karena kondisi
pasien yang masih lemah, maka terapi selanjutnya bisa dilakukan 2 meinggu
sekali.
Berikut titik bekam pada pasien diabetes mellitus :
Nama titik : weiwanxiashu Ex-B 3 (Extra-Back 3).
Lokasi : pada punggung, di bawah prosessus spinosus vertebrae torachalis VIII,
1,5 cun lateral dari garis tengah posterior.
Mekanisme : menguatkan limpa dan mengharmoniskan lambung.
Indikasi : diabetes, masalah lambung, nyeri abdomen, mual, intercostal
neuralgia
10. KOMPLIKASI
Komplikasi dari DM tipe II dibedakan menjadi 2 yaitu (Aini, 2016) :
1) Komplikasi akut
a. Koma hipoglikemia, kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa darah
kurang dari 60 mg/dl yang disebabkan oleh puasa disertai olahraga. Gejala
hipoglikemia dibedakan menjadi gejala ringan, sedang, dan berat. Gejala ringan
hipoglikemia meliputi tremor, takikardia, palpitasi, gelisah dan rasa lapar. Gejala
sedang hipoglikemia meliputi penurunan konsentrasi, sakit kepala, vertigo, gerakan
tidak terkoordinasi, bicara pelo, kebas pada bibir dan lidah, perubahan emosional,
serta gejala beratnya adalah kejang dan kehilangan kesadaran.
b. Krisis hiperglikemia,
a) Ketoasidosis diabetes (KAD), adalah dampak dari patogenesis primer DM
yaitu defisiensi insulin. KAD pada penderita Dm tipe II dikarenakan
ketidakmampuan transpor glukosa ke dalam sel dan metabolisme glukosa
seluler menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi dan
akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa darah dari 300 hingga 800 mg/dl.
Lemak akan dipecah menjadi asam aseto asetat, asam beta hidroksibutirat, dan
aseton. Ketoasidosis pada pasien DM adalah asidosis metabolik ditandai
dengan gejala mual, muntah, haus dan dehidrasi, poliuri, penurunan elektrolit,
nyeri abdomen, nafas bau keton, hipotermiapernafasan Kussmaul dan
penurunan kesadaran.
b) Hiperglikemia hiperosmolar nonketonik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe 2 yang merupakan akibat dari tingginya kadar
glukosa darah dan kekurangan insulin secara relatif, biasanya ditemukan pada
orang dewasa dan lansia yang mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat.
Perbedaaannya dengan ketoasidosis adalah, pada HHNK tidak terjadi ketosis
karena kadar insuli n masih cukup sehingga tidak terjadi lipolisis besar-
besaran. Kadar gula adarah yang tinggi meningkatkan dehidrasi hipertonik
sehingga terjadi penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena
pengeluaran urine berlebih. Dalam kondiis ini terjadi pengeluaran urine
berliter-liter, defisit cairan sekitar 6 sampai 10 liter dan potasium (kalium)
sekitar 400 mEq. Gejala lainnnya meliputi hipotensi, dehidrasi berat (membran
mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardia ( nadi lemah dan cepat), rasa haus
yang hebat, hipokalemia berat, tidak ada hiperventilasi dan bau napas serta
tanda-tanda neurologis (perubahan sensori, kejang, hemiparesis) (Hudak dan
Gallo, 1996; Corwin, J.E., 2001 dalam Aini 2016).
c) Efek Somogyi
Efek simogyi adalah penurunan unik kadar glukosa pada malam hari, di
ikuti oleh peningkatan rebound pada paginya Ditemukan oleh ilmuan
Hongaria,Michael somogyi pada tahun 1949. Penyebab hipoglikimiamalam
hari kemungkinan besar berkaitan dengan penyuntikan insulin disore harinya.
Hipoglikimia itu sendiri kemudian menyebabkan peningkatan glukagon,
katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini
merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi harinya terjadi hiperglikimia.
Resiko terjadi efek somogyi juga meningkatkan dengan menggunakan insulin
NPH dalam terapi diabetes. Oleh karena menyebab utama efek simogyi adalah
dosis insulin yang berlebihan, maka langkah pertama pencegahan adalah denga
memodofikasi dosis insulin, misalnya mengganti NPH dengan apeaklees
analog long-acting, seperti glargine atau detemir (Corwin,J.E.,2001;
Rybicka,M, dkk.,2011 dalam Aini, 2016).
d) Fenomena fajar (dawn phenomenon)
Fenomena fajar adalah hiperglikimia pada pagi hari (antara jam 5 dan 9,
referensi lainya menyebutkan antara jam 3 dan 5 pagi)yang tampak di sebabkan
oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi hari. Fenomena ini dapat
di jumpai pada penderita diabetes tipe 1 dan 2. Hormon lain yang melihatkan
variasi sirkardian pada pagi hari adalah kortisol dan hormon pertumbuhan,
yang keduanya merangsang glukoneogenesis (Corwin,J.E.,2001., Rybicka,M,
dkk.,2011 dalam Aini, 2016).
2) Komplikasi kronik
a. Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar,pembuluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Pembuluh darah besar dapat
mengalami aterosklerosis sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi
makroangiopati adalah penyakit vaskular otak (stroke), penyakit arteri koroner,
dan penyakit vaskuler perifer (hipertensi dan gagal ginjal).
b. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,
nefropati diabetik, dan neuropati. Nefropati terjadi karena perubahan
mikrovaskular pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan komplikasi pada
pelvis ginjal.
Retinopati (perubahan dalam retina) terjadi karena penurunan protein dalam
retina dan kerusakan endotel pembuluh darah.Perubahan ini dapat berakibat
gangguan dalam penglihatan (Aini, 2016).
Neuropati terjadi karena perubahan metabolik dalam diabetes mengakibatkan
fungsi sensorik dan motorik saraf menurun,yang selanjutnya akan menyebabkan
penurunan persepsi nyeri. Neuropati dapat terjadi pada tungkai dan kaki (gejala
yang paling di rasakan adalah kesemutan, kebas), saluran pencernaan (neuropati
pada saluran pencernaan menyebabkan diare dan konstipasi), kandungan kemih
(kencing tidak lancar), dan reproduksi (impotensi) (Aini, 2016).
c. Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati menyebabkan
perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi gangguan
sirkulasi,terjadi infeksi,gangren,penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf
sensorik. Semua ini dapat menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya
infeksi yang akhirnya menjadi gangren (Aini, 2016).

11. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
Identitas pada DM beresiko tinggi terjadi pada umur > 45 tahun, dan jenis
kelamin perempuan, untuk pekerjaan bisa terjadi pada pekerjaan apapun, akan
tetapi lebih beresiko pada orang yang bermalas masalan dalam melakukan
aktifitas. Pada pendidikan rendah juga bisa terjadi diabetes mellitus
dikarenakan kurangnya pengetahuan akan informasi tentang pola hidup sehat.
b. Keluhan utama
Keluhan yang di alami oleh klien seperti poliuria, polidipsi, penurunan
berat badan, frekuensi minum dan berkemih, peningkatan nafsu makan,
penurunan tingkat kesadaran. Sering menjadi alasan klien meminta bantuan
kesehatan adalah dengan alasan pusing dan kaki kesemutan pada ekstremitas.
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Jenis gangguan kesehatan yang dialami sebelumnya oleh anak,
seperti, obesitas, riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital
,kerusakan arteial septal, trauma dada, dan riwayat shock hipovolema.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Riwayat kesehatan yang dialami klien pada saat sudah dilakukan
pemeriksaan oleh tim medis seperti perkembangan sang anak terhambat,
dan sang anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi atau masalah
kesehatan lainnya
c) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh orang tua
seperti ibu pasien mengalami penyakit diabetes militus.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: lemah, lelah, atau tegang
b. Tingkat kesadaran : composmentis
c. Berat badan : Biasanya berat badan klien menurun atau meningkat
d. Tanda-Tanda vital
o Tekanan darah : hipertensi
o Suhu :normal
o Pernafasan : Biasanya mengalami takipnea
o Nadi : Biasanya tekanan nadi meningkat
e. Kepala: Mengamati bentuk kepala, adanya kelainan, hematom/oedema
Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar, cekung atau cembung
f. Rambut: Pada klien biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala bersih, dan
tidak rontok
g. Wajah: dilihat kesimetrisan wajah
h. Mata : tampak adanya mata cowong dan renopati, kekaburan pandangan,
konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan adanya refleksi
pada cahaya
i. Hidung: inspeksi terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lender atau ada tidak
j. Mulut: inspeksi bibir berwarna pucat atau merah ada lender atau tidak serta
dilihat mukosa kering atau tidak
k. Leher: inspeksi kebersihannya dan adanya tanda-tanda kebesaran kelenjar
tiroid atau tidak,palpasi adanya pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
l. Dada/Thorak
o Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,terdapat nyeri tekan
,frekuensi lebih dari 60 kali/permenit
o Palpasi : rasakan getaran vocal fremitus,apakah ada masa atau tidak
o Perkusi : terdapat bunyi sonor
o Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi dll
m. Jantung
o Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung normalnya datar
dan simetris pada kedua sisi
o Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung
o Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi
o auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal
n. Perut/Abdomen
o Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut buncit atau cekung, keras
o Auskultasi : dengarkan suara bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi
o Palpasi : rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran hati dan masa
atau tidak
o Perkusi : untuk menentukan suara timpani
o.Genetalia
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
o. Sistem integrumen
Inspeksi warna kulit tubuh dan biasanya turgor kulit kering, tampa ada
atropi otot, tornus otot menurun.
p. Ekstermitas
Biasanya kekuatan otot lemah.
3. Pola fungsi kesehatan
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan
persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan
menggambarkan persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan persepsi
terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan
2. Pola Nurtisi –Metabolik
Menggambarkan masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit nafsu
makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, reaksi mual muntah, penurunan berat badan haus,
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan Kulit
Kebiasaan defekasi,ada tidaknya masalah defekasi,masalah miksi
(oliguri,disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,masalah
bau badan, perspirasi berlebih, perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia,
anuria,diare).
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, letih lemah,sulit
bergerak atau berjalan, kram otot, tunus otot menurunan.
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang energy. Jumlah
jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi
buruk, penggunaan obat, mengeluh letih
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan.Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri,
peran, identitas dan ide diri sendiri.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien
Pekerjaan.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat
haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex.
10. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan
system pendukung penggunaan obat untuk menangani stress.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk
spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya.

B. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Gangguan aktivitas
3. Ansietas
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Medis          : DM

Diagnosa Perencanaan
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Perubahan pemenuhan Kebutuhan nutrisi 1. Timbang berat badan secara 1. Dapat Mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan criteria teratur tingkat penyimpangan dan
berhubungan dengan 1.Jangka Pendek : 2. Tentukan program diet dan perkembangan GD klien;
peningkatan glukosa – Mempertahankan pola makan pasien serta berperan untuk
dalam darahDS: kadar gula mendekati bandingkan dengan makanan menyesuaikan kadar/dosis
– Klien mengatakan normal. yang dapat dihabiskan pasien. terapi.
sering lapar – BB stabil – Ingatkan pada klien agar 2. Dengan pemberian Insulin
walaupun telah – Menunjukan tingkat tidak makan selain diet DM yang cepat dapat membantu
makan. energi biasanya. 1700 kalori. memindahkan glukosa darah
– Klien mengatakan 2.Jangka Panjang : – Berikan diet DM 1700 ke dalam jaringan.
berat badannya turun – Klien dapat mencerna kalori sesuai program. 3. Karena metabolisme mulai
dari 59 Kg menjadi makanan dengan kadar – Lakukan pemeriksaan GD terjadi, gula dalam darah
55 Kg sejak 10 hari gula dan protein stabil. secara teratur. akan berkurang dan
yang lalu – Gula darah stabil. 3. Berikan pengobatan insulin sementara insulin tetap
(actrapid) sesuai program . diberikan maka hipoglikemi
DO :   4. Pantau tanda-tanda dapat terjadi.
– Program diet  1700 hiperglikemi, seperti penurunan
klori tingkat kesadaran, kulit lambab,
– Gula darah puasa dingin, denyut nadi cepat, lapar,
152 mg/ dL peka rangsang, sakit kepala,
– Gula darah 2 JPP pusing, sempoyongan.
264   mg/dl – Dapat
–     Klien tampak lemah Mengkaji pemasukan
  makanan yang adekuat
(termasuk absorbsi dan
utilisasinya.
– Dapat
Mengidentifikasi
kekurangan dan
penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.

2 Intoleransi Aktivitas Kebutuhan nutrisi 1. Timbang berat badan secara 1. Dapat Mengkaji pemasukan
berhubungan dengan sel terpenuhi dengan kriteria : teratur makanan yang adekuat
yang tidak mendapatkan 1. Jangka Pendek : 2. Tentukan program diet dan (termasuk absorbsi dan
energi dari glukosa yang – Mempertahankan pola makan pasien serta utilisasinya.
ditandai dengan :DS: kadar gula mendekati bandingkan dengan makanan 2. Dapat Mengidentifikasi
– Klien mengatakan normal. yang dapat dihabiskan pasien. kekurangan dan
selama sakit  dia tidak – BB stabil – Ingatkan pada klien agar tidak penyimpangan dari
lagi mampu bekerja – Menunjukan makan selain diet DM 1700 kebutuhan terapeutik.
dan beraktivitas tingkat energi kalori. 3. Dapat Mengidentifikasi
seperti biasanya. biasanya. – Berikan diet DM 1700 kalori tingkat penyimpangan dan
– Klien sering merasa 2. Jangka Panjang : sesuai program. perkembangan GD klien;
pusing . – Klien dapat 3. Lakukan pemeriksaan GD berperan untuk
– Klien mengatakan mencerna makanan secara teratur. menyesuaikan kadar/dosis
sering merasa lapar dengan kadar gula 4. Berikan pengobatan insulin terapi.
sehingga tubuhnya dan protein stabil. (actrapid) sesuai program 4. Dengan pemberian Insulin
lemas. – Gula darah stabil. 5. Pantau tanda-tanda yang cepat dapat membantu
DO : hiperglikemi, seperti penurunan memindahkan glukosa darah
– Selama di rumah tingkat kesadaran, kulit lambab, ke dalam jaringan.
sakit klien  terlihat dingin, denyut nadi cepat, lapar, 5. Karena metabolisme mulai
hanya berbaring dan peka rangsang, sakit kepala, terjadi, gula dalam darah
duduk-duduk di pusing, sempoyongan. akan berkurang dan
tempat tidur. sementara insulin tetap
– Porsi makan diberikan maka hipoglikemi
habis. dapat terjadi.
3. Ansietas berhubungan dgn Pengetahuan klien 1. Memberikan penjelasan 1. Dapat Menjadi tolak ukur dan
kurangnya pengetahuan bertambah dengan kepada keluarga dan klien patokan pemberian Health
ttg perawatan penyakitnya kriteria : mengenai penyakit, Education (HE).
di tandai dengan 1.Jangka pendek : penyebab, gejala, - Adanya perubahan
DS : Klien dan keluarga komplikasi, pengobatan perilaku yang mendukung
mengerti tentang (pemberian insulin dan usaha perawatan.
klien sering bertanya penyakit, penyebab, obat-obatan oral), 2. Dengan memberikan
kepada perawat tentang gejala, komplikasi, perawatan meliputi diet. penyuluhan klien mengerti dan
penyakitnya pengobatan 2. Memberikan pemahaman memahami tentang
(pemberian insulin,diit yang sederhana tapi penyakitnya
DM dan obat-obatan memadai kepada klien dan
oral), perawatan dan keluarga mengenai  
latihan. penyakit, penyebab, gejala,
2.Jangka panjang : komplikasi, pengobatan
Adanya perubahan (pemberian insulin dan
perilaku yang obat-obatan oral),
mendukung usaha perawatan meliputi diet,
perawatan. dan latihan.

 
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N, 2016 Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin dengan Pendekatan NANDA NIC
NOC. Jakarta, Salemba Medika.
Alavi, Afsaneh, Gary, Sibbald, Dicter, Meyer, Goodman, Lauric, Botros, Mariam, Amstrong,
DG, Woo, Kevin, Boeni, Thomas, Ayello, EA, Kisners, RS, 2014. Diabetic foot ulcers
Part I. Pathophysiology and prevention. The American Academy ofDermatology, Inc.
(http://dx.doi.org/10.1016/j.jaad.2013.06.055)
American Diabetes Association, 2019. Standards of Medical Care in Diabetes. The Journal of
Clinical and Applied Research and Education. Volume 42 Suplement 1.
Anggraini, et al, 2018. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Diabetes Mellitus (DM) tipe
II sebelum dan sesudah diberikan Edukasi Dengan Media Audio Visul Penderita DM
tipe II di dusun Sentong, desa Karangduren, kecamatan Pakisaji, kabupaten Malang.
Nurse News, Volume 3 Nomor 1, 1-9.
Aru. W Sudoyo. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta : Interna Publishing.
Brunner & Suddart. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta : EGC.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). CVMocomedia.
Elsevier.
Heardman, T. Heather. 2015-2017. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi.
Jakarta :EGC.
Moorhead, Sue & Marion Johnson dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC).
CV Mocomedia. Elsevier
Boulton, J, Amstrong, D, Kirsner, R, Attinger C, Lavery L, Lipsky B, Mills J, Steinberg, J,
2018. Diagnosis and Management of Diabetic Foot Complication. The American
Diabetes Association, Inc.
Brunner & Suddart, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2, Jakarta, EGC.
Cho, NH, Shaw JE, Karuranga, S, Huang, Y, Fernandes JDR, Ohlrogge AW, Malanda B,
2018. IDF Diabetes Atlas : Global estimates of diabetes prevalence for 2017 and
projections for 2045. Diabetes Research and Clinical Practice 138 (271-281). Elsevier.
Damayanti, A, 2015. Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta, Nuha
Medika.
Fatimah, RN, 2015. Diabetes Mellitus Tipe II. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Review artikel, 93-101
International Diabetes Federation, 2019. IDF Diabetes Atlas Nine Edition, (online),
(http://www.diabetesatlas.org/ diakses 20 Desember 2019).
Standar Keperawatan Indonesia, 2018. Definisi Dan indikator Diagnosik. Edisi 1:
Jakarta:DPP PPNI
Standar Luaran Keperawatan Indonesia, 2018. Definisi Dan Kriteria Hasil. Edisi 1:
Jakarta:DPP PPNI
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2018. Definisi Dan Tndakan Keperawatan. Edisi
1: Jakarta:DPP PPNI
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

1. Latar belakang
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolik, dan dapat mengenai
pada semua orang. Penyakit ini ada empat tipe yaitu tipe 1, tipe 2, diabetes masa
kehamilan dan diabetes tipe lain. Diabetes tipe 1 merupakan penyakit keturunan
sedangkan tipe 2 adalah dikarenakan oleh gaya hidup. Diabetes masa kehamilan
terjadi dan berkembang selama kehamilan dan selesai setelah melahirkan, sedangkan
diabetes tipe lain adalah pemicu awal penyakit diabetes. Diabetes Mellitus sangat
berbahaya bila tidak terkontrol dan tidak ada pengobatan. Oleh karenanya penyakit ini
perlu pengobatan dan perawatan yang baik guna untuk meminimalkan komplikasi.
2. Tujuan
a. Umum
Setelah mengikuti penyuluhan, keluarga pasien mampu memahami tentang
perawatan Diabetes Mellitus
b. Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan, keluarga pasien diharapkan dapat memahami
tentang :
1. Definisi Diabetes Mellitus
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
3. Tanda dan gejala Diabetes Mellitus
4. Faktor resiko Diabetes Mellitus
5. Komplikasi Diabetes Mellitus
6. Lima pilar perawatan dm
7. Pencegahan
3. Sasaran dan target
Pasien dan Keluarga
4. Strategi pelaksanaan
a. Metode
Ceramah dan diskusi
b. Materi penyuluhan
Terlampir
c. Waktu dan tempat
Hari, tanggal : Jumat, 11 Desember 2020
Waktu : 09.00 wib
Tempat : BP (Balai Pengobatan umum)
d. Media
Leaflet
e. Kriteria evaluasi
1. Evaluasi persiapan
- Satuan Acara Kegiatan sudah dibuat sebelum kegiatan dimulai
- Media telah disiapkan
- Tempat telah disiapkan
- Kontrak waktu telah disepakati
2. Evaluasi proses
- Mahasiswa mengkoordinir kegiatan penyuluhan kemudian dilakukan
evaluasi.
- Klien mengikuti proses dari awal sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
- Klien mampu mengikuti dan menyimak dengan baik.
- Klien mengulang kembali materi yang sudah disampaikan.
f. Susunan acara
No Kegiatan Respon peserta waktu
1 Pendahuluan
- Memberi salam -Menjawab salam 5 menit
- Menyampaikan pokok bahasan - Menyimak
- Menyampaikan tujuan - Menyimak
- Melakukan apersepsi - Menyimak
2 Isi
Penyampaian materi -Memperhatikan 15 menit
3 Penutup
- Diskusi -Menyampaikan jawaban 10 menit
- Kesimpulan -Mendengarkan
- Evaluasi -Menjawab salam
- Memberikan salam penutup
Lampiran
DIABETES MELLITUS

A. DEFINISI
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang
ditandai oleh hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi karena akibat dari kekurangan
insulin ataumenurunnya kerja insulin.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari Diabetes Melitus berdasarkan PERKENI (2011) adalah sebagai berikut
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 terjadi bila pancreas tidak dapat memproduksi insulin sama sekali.
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan
hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan
insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe
I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Bila insulin yang tersedia tidak cukup atau tidak dapat berfungsi secara efektif.
Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Diabetes tipe lain dapat terjadi karena :
A. Defek Genetik fungsi sel Beta :
- Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)
- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
- Kromosom 20, HNF-4α (dahulu MODY 1)
- Kromosom 13, insulin Promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY4)
- Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
- Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
- DNA Mitochondria, dan lainnya
B. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom
Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya
C. Penyakit eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya
D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma, hipertiroidisme
somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya
E. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormone tiroid, diazoxid, agonis β edrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa,
lainnya
F. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya
G. Imunologi (jarang) : sindrom “Stiff-man”, antibody anti reseptorN insulin
lainnya
H. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, sindrom Turner,
sindrom Wolfram’s, Ataksia Friedreich’s, Chorea Hutington, sindrom Laurence-
Moon-Biedl, Distrofi Miotonik, Porfiria, Sindrom Prader Willi, lainnya
4. Diabetes kehamilan
Diabetes kehamilan terjadi dan berkembang selama kehamilan, dan dapat selesai
setelah melahirkan namun dapat berlangsung terus walaupun sudah melahirkan.
C. Gejala
a) Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b) Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c) Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
d) Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus
menurun, Bisul/luka, Keputihan.
D. Faktor Resiko
1. Riwayat keluarga
2. Obesitas
3. Usia siatas 45 tahun
4. Gaya hidup tidak sehat
5. Hipertensi
6. Gangguan kolesterol tinggi
7. Riwayat jantung koroner
8. Stroke
E. Komplikasi
1. Komplikasi akut berupa coma diabetikum
2. Komplikasi kronis :
 Perubahan pembuluh darah kapiler
 Pada ginjal : nephoros klerosis, pielonefritis
 Pada mata : katarak diabetika
 Pada jantung : jantung koroner
 Pada saraf : neuritis dan poli neuritis
 Pada kulit : gangrene
F. LIMA PILAR PERAWATAN DM
1. Edukasi Diabetes
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi.
2. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari - hari dan latihan jasmani secara teratur (3 - 4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan Diabetes Melitus. Kegiatan sehari – hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi Diabetes Melitus dapat dikurangi
3. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain dan pasien itu sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes
meliputi :
1. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien Diabetes Melitus
2. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti
vitamin dan mineral
3. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
4. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada
pasien Diabetes Melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi
penyakit makrovaskuler akan menurun
5. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari Diabetes Melitus
Prinsip untuk jenis makanan ini adalah beragam dan memiliki kadar
glikemik yang rendah misalnya seperti :
1) Makanan yang TIDAK BOLEH dikonsumsi:
Manisan, Gula pasir, Susu kental manis, Madu, Kecap, Abon, Sirup,
dan Es krim. Makanan ini tidak boleh dikonsumsi karena memiliki
kadar glikemik yang tinggi.
2) Makanan yang BOLEH DIMAKAN TETAPI HARUS DIBATASI:
Nasi, Singkong, Jagung, Roti, Telur, Tempe, Tahu, Kacang hijau,
Kacang tanah,dan Ikan
3) Makanan yang DIANJURKAN DIMAKAN :
Kol, Tomat, Kangkung, Bayam, Oyong, Kacang panjang, Pepaya,
Jeruk, Pisang, dan Labu siam
4. Intervensi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olah raga yang teratur, dan obat - obatan yang diminum atau suntikan
insulin. Pasien Diabetes tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiap hari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat
antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan
suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan
insulin dan tablet.
5. Monitoring keton dan gula darah
Ini merupakan pilar kelima yang dianjurkan kepada pasien Diabetes
Melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi
kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia dan pasien dapat
melakukan keempat pilar diatas untuk menurunkan resiko komplikasi dari
Diabetes Melitus.
G. PENCEGAHAN
pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum yang
meliputi: pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat
pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan
khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi
diagnosa dini serta pengobatan yang tepat, pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya cacat dan rehabilitasi.
1. Pencegahan Tingkat Dasar
Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha mencegah
terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah dalam
masyarakat terhadap penyakit secara umum
2. Pencegahan Tingkat Pertama.
Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya mencegah
agar tidak timbul penyakit diabetes mellitus. Tindakan yang dapat dilakukan:
- makan makanan yang sehat dan seimbang
- Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi
badan.
- Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan
kemampuan.
3. Pencegahan Tingkat Kedua
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam
akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosa dini serta pemberia
pengobatan yang cepat dan tepat. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala,
penyaringan (screening) yakni pencarian penderita dini untuk penyakit yang
secara klinis belum tampak pada penduduk secara umum pada kelompok
resiko tinggi
4. Pencegahan Tingkat Ketiga
Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan dengan
sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah
bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program
rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC
Hasnah. 2009. Pencegahan penyakit diabetes mellitus tipe 2. Media Gizi Pangan: Vol. VII
Heitzman, J. 2010. Foot Care for Patients with Diabetes.LippincotWillian& Wilkins Wolter
Kluwer Health vol 26, No. 3, pp. 250-263
www.perkeni.org
CARA PENCEGAHAN DIBETES
Siapa Saja Yang Bisa Apakah Diabetes
1. Lakukan lebih banyak aktivitas fisik
Terkena Diabetes ? Itu?
Olahraga dapat membantu meningkatkan
\
TANDA dan GEJALA
DIABETES
1. Orang Dengan Riwayat Keluarga
sensitivitas tubuh terhadap insulin, yang
membantu kadar gula darah dalam kisaran  Cepat Merasa Lelah & Mengantuk
normal. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit
Diabetes.  Sering Kencing
MELLITUS
2. Obesitas (Kegemukan)
2. Perbanyak
berserat
dimana mengkonsumsi makanan
kadar gula dalam darah tinggi
karena tubuh tidak dapat menghasilkan atau
 Banyak Minum
3. Kurang Gerak (Malas Olahraga) Makanan berserat dapat mengurangi resiko  Rasa Lapar Yang Terus Menerus
menggunakan insulin secara efektif. Untuk mengontrol diabetes anda
4. Penderita Hipertensi diabet dengan meningkatkan kontrol gula  Sering Kesemutan
diperlukan keseimbangan antara 3 hal
darah. Makanan berserat yang terbukti dapat
5. Riwayat Kehamilan dengan Kelahiran  Penglihatan Kabur
penting berikut ini, yaitu :
mengendalikan diabet adalah bekatul atau
Bayi  4000 gr dedak padi. 1. Diet Muncul Gatal-Gatal/Bisul Terutama
3. Makanlah kacang-kacangan dan biji-bijian 2. Olah raga danLuar
Bagian aktivitas
Kelaminfisik
Menurut hasil penelitian kacang-kacangan 3. Obat anti diabetes
Infeksi (pengendali
Yang Sering gula
Kambuh
dipercaya dapat membantu menjaga kadar gula darah)
 Gangguan Ereksi
dalam darah.
4. Turunkan berat badan  Keputihan
Sekitar 80% penderita diabetes adalah orang-  Penurunan Berat Badan Secara Drastis
orang dengan kegemukan atau kelebihan berat
badan.
5. Kurangi konsumsi gula
 Luka yang sulit sembuh Orang yang meminum satu atau lebih minuman
bergula setiap hari 2X lipat lebih beresiko
 Gangguan pada pembuluh darah otak
terkena diabetes daripada mereka yang tidak.
 Penyakit jantung 6. Berhenti merokok
Diabetes berdampak besar di seluruh
 Impotensi Merokok cenderung mendorong bentuk tubuh
“apel” yang merupakan faktor resiko untuk aspek kehidupan, tetapi kita dapat
 Kebutaan
diabetes. mencegah maupun mengendalikannya agar
 Gangguan fungsi ginjal Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh

B
7. Hindari lemak trans
pankreas yang bertanggungjawab
Lemak trans banyak terdaopat pada produk
dalam Bagaimana
tidak mengakibatkan komplikasi yang
mempertahankan kadar gula darah yang normal. fatal.
makanan olahan dan cepat saji yang dapat
Insulin memasukkan
menyebabkan diabetes. gula ke dalam sel sehingga
Mengendalikan Diabetes
bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai Anda ?
cadangan energi.

Anda mungkin juga menyukai