Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN

DENGAN DIABETES MELLITUS DI IGD MEDIK RSUP Prof. Dr. I. N. G. G NGOERAH

Disusun untuk memenuhi tugas Program Studi Pendidikan Profesi Ners (PSP2N)

Stase Keperawatan Gawat Darurat

oleh:
Elok Lailatul Qadriyah, S.Kep

NIM 222311101053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2023
A. Anatomi Fisiologis Pankreas
1. Anatomi
Kelenjar pankreas termasuk kedalam suatu organ aksesori pencernaan di dalam
tubuh pada retroperitoneal rongga abdomen bagian atas serta tergelar secara mendatar
mulai di cincin duodenal sampai ke lien. Posisi pankreas sendiri terletak pada regio
epigastrium kuadran kiri atas posterior abdomen dan berbatasan dengan limpa pada
bagian kiri serta dengan duodenum pada bagian batas kanan dan bawah. Selain itu,
pankreas dan duodenum akan dihubungkan oleh suatu saluran pancreatic duct yang
bertujuan untuk dapat mengalirkan enzim dan hormon. Pankreas merupakan organ yang
memiliki panjang kurang lebih 10-20 centimeter dan lebarnya kurang lebih 2,5-5
centimeter dan memiliki 2 kegunaan seperti perannya selaku endokrin dan eksokrin.
Arteri mesenterika superior dan splenikus merupakan penyuplai aliran darah bagi
pankreas

Gambar 1.1 Letak Pankreas


Pankreas dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
a. Head of Pancreas ( kepala pankreas)
Head of Pancreas merupakan suatu bagian dari organ pankreas yang melekat
pada bagian dinding duodenum. Pada bagian ini ditemukan adanya otot
sphimcter yang terdapat pada ductus pancreaticus utama, bile duct, dan pada
muara pertemuan dengan duodenum. Otot sphimcter tersebut memiliki peran
dalam hal mengatur dan mencegah terjadinya aliran balik cairan empedu dan
pankreas ke arah pankreas
b. Body of Pancreas ( Badan pankreas)
Pada bagian tengah body of pancreas dapat ditemukan adanya ductus
pancreaticus utama yang merupakan muara dari saluran saluran pankreas yang
berukuran lebih kecil
c. Taeil of Pancreas ( ekor pankreas)
Taeil of Pancreas merupakan bagian pankreas yang letaknya berada pada
posisi paling kiri dan berbatasan langsung dengan limpa

Pankreas terbagi menjadi tiga, yaitu


a. Caput
Caput pankreas memiliki bentuk seperti cakram. Posisi caput terletak pada bagian
cekung duodenum. Processus uncinatus adalah sebagian dari caput pankreas
dimana ada perluasan ke bagian kiri di belakang vasa mesenterica superior
b. Collum
Pankreasa memiliki suatu bagian dimana mengalami pengecilan dan bagian ini
disebut dengan collum. Selain itu collum merupakan penghubung antara caput
dan corpus. Collum dapat ditemukan pada bagian depan ujung vena porta dan
merupakan tempat percabangan dari a.mesenterica superior
c. Corpus
d. Cauda
Gambar 1.2 Pankreas

Pankreas tersusuan atas beberapa sel, yatiu

a. Pancreatic Acini Cell ( Sel Acini)


Sekumpulan sel asini akan berkumpul membentuk lingkaran yang berukuran
besar dimana pertengahannya ada saluran untuk mengalirkan getah pankreas
(enzim pankreas) yang dihasilkan oleh sel asini itu sendiri. Terdapat tiga enzim
pankreas. Adapun enzim tersebut antara lain enzim amilase pankreas,
tripsinogen, dan lipase steapsin
b. Islet of langerhans ( Pulau Pulau Langerhans)
Pulau pulau langerhans memiliki peran untuk dapat menghasilkan hormon
insulin dan glukagon
Sel asini dan pulau langerhans akan berhubungan dengan saluran pankreas yang
lebih kecil di ductus pancreaticus utama dan akan bermuara di usus duodenum
(Kuntoadi, 2019)
Gambar 1.3 Pula Langerhans dan Sel Asini
2. Fungsi
Terdapat dua fungsi, yaitu dapat berfungsi sebagai organ eksokrin maupun
endokrin. Fungsi eksokrin berkaitan dengan kemampuan sel sekretoria lobula pankreas
dalam membentuk suatu getah pankreas yang berisikan enzim dan elektrolit. Enzim
tersebut antara lain Amilase , Lipase, dan dua protease yang terdiri atas enzim tripsin
dan kimotripsin. Sedangkan, pankreas disebut selaku organ endokrin dikarenakan
terdapat pankreas mengandung pulau Langerhans dimana ada 4 jenis sel
a. Sel alfa akan menghasilkan glukagon yang memiliki peran dalam proeses
pembentukan glukosa yang ada didalam darah. Sedangkan
b. Sel beta akan memproduksi hormon insulin dimana memiliki tugas untuk
penurunan kadar glukosa dalam darah
c. Sel delta akan mengeluarkan somatostatin yang berfungsi untuk mengatur proses
pelepasan hormon dari sel α dan sel β
d. Sel polipeptida pankreas akan mengasilk polipeptida pankreatik yang berfungsi
untuk mengatur kerja enzim eksokrin (Banjarnahor & Wangko, 2019).

B. Definisi
Salah satu penyakit kronik yaitu diabetes melitus menyebabkan terjadinya
permasalahan di proses metabolisme protein, karbohidrat, serta lemak yang mampu
ditandai dengan adanya hiperglikemia (peningkatan kandungan gula dalam darah)
diakibatkan adanya kekurangan atau resistensi insulin bahkan bisa jadi dua-duanya
(Hardianto, 2020). Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit kronik dimana ada
tanda-tanda seperti meningkatknya kandungan glukosa didalam darah dengan hasil di
atas batas normal ( untuk kanddungan glukosa sewaktu lebih dari 200 mg/dl sedangkan
yang puasa diatas 126 mg/dl) (Petersmann et al., 2018).

C. Epidemiologi

Didasarkan pada data internasional Federasi Diabetes di tahun 2019 didapatkan


bahwa total penderita diabetes melitus saat ini berkisar 463 juta jiwa di dunia , dan
angka ini dimungkinkan untuk terus mengalami adanya peningkatan dan akan menjadi
sekitar 700 juta jiwa di tahun 2045. Indonesia ada di urutan ke 7/10 negara dimana
jumlah pasien yang menderita diabetes melitus tertinggi di dunia. Berdasarkan pada data
yang berasal di Riset Kesehatan Dasar, proporsi angka pasien diabetes melitus di
masyarakat Indonesia yang umurnya diatas 15 tahun didasarkan pada inspeksi darah
yaitu 5,7% ditahun 2007, kemudian angka ini menunjukkan adanya peningkatan
menjadi 6,9% di tahun 2013. Angka ini selalu menunjukkan adanya angka kenaikan
dan pada tahun 2018 sebesar 8,5%. (PERKENI, 2021).

Diagnosis Diabetes Melitus dapat diidentifikasi dengan memeriksa kandungan


gula darah, seperti :
1. Gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau ≥7,0 mmol/L
2. Glukosa plasma pasca-beban 2 jam > 200 mg/dl atau ≥11,1 mmol/L
3. Gula darah acak > 200 mg/dl atau ≥11,1 mmol/L
4. HbA1c ≥ 6,5% (48 mmol/mol)
Pra-diabetes merupakan kondidi dimana seseorang memiliki hasil kandungan
glukosa puasa diantara 100 - 125 mg/dl; atau nilai Glukosa plasma pasca-beban 2 jam
sebesar 140 - 199 mg/dl (IGT), atau kandungan HbA1C diantara 6,0 – 6,4% (Widiasari
et al., 2021)

D. Etiologi
Etiologi diabetes melitus sendiri dapat berupa abnormalitas mitokondria, faktor
genetik, gangguan di sel islet dari pankreas, hormon yang memiliki peran secara
berlawanan dengan insulin mampu memicu terjadinya diabetes melitus, faktor
lingkungan, serta ketidaknormalan metabolik yang mana dapat menyebakan gangguan
pada sekresi insulin, (Lestari et al., 2021)

E. Faktor Risiko
Terdapat dua pembagian faktor risiko terjadinya diabetes melitus, yaitu (Widiasari
et al., 2021)
a. Modified Risk Factor
- Obesitas atau dikatakan BB berlebih dimana IMT lebih dari 23 kg/m2
Berat badan berlebih atau obesitas akan memicu berkurangnya respon sel beta
pankreas dalam hal menghasilkan insulin ketika terjadi peningkatan glukosa
dalam darah. (Yanita et al., 2016)
- Hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg)
Hipertensi dapat memicu terjadinya resistensi insulin yang mana menjadi
penyebab munculnya hiperinsulinemia karena adanya gangguan pada sel beta
pankreas
- Rendahnya aktivitas fisik
Akan memberikan manfaat, seperti memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,
menurunkan berat badan yang berleibih, serta meningkatkan sirkulasi darah
- Pola makan yang tidak sehat(Kabosu et al., 2019).
Seseroang yang rutin mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan tinggi
glukosa dan kurang serat akan memiliki risiko tinggi agar terkena prediabetes
dan DM tipe 2
b. Unmodified Risk Factor
Umur, gender, riwayat keluarga diabetes, ras dan etnis, riwayat kelahiran anak
dengan berat >4 kg saat lahir, riwayat diabetes gestasional, riwayat berat badan
lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)

F. Patofisiologi
Pasien diabetes melitus akan terkena metabolisme protein , karbohidrat, dan juga
lemak. Hal ini adalah dampak dari terjadinya gangguan di sel beta yang dapat
disebabkan karena adanya genetik atau penyakit autoimun, resistensi insulin,
menurunnya reseptor glukosa yang berada pada jaringan perifer sehingga insulin tidak
dapat menjalankan perannya dalam tubuh secara optimal
Resistensi insulin merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan respons
metabolik dengan kerjanya insulin yang merupakan dampak dari kerusakan pada pre
reseptor, reseptor, dan post reseptor. Hal ini menyebabkan kadar insulin dibutukan
lebih banyak untuk dapat mempertahankan kandungan glukosapada darah supaya
menetap di daerah yang normal. Penurunan tingkat kesensitivitas insulin ini akan
menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang menyebabkan kandungan glukosa di
darah mengalami peningkatan. Adanya resistensi insullin juga akan melakukan
stimulasi penggunaan glukosa pada jaringan-jaringan otot & lemak sehingga akan
meminimalisir proses produksi glukosa di dalam hati. Kandungan tingginya glukosa
akan menggagu penyaringan darah di ginjal. Hal ini akan mengakibatkan glukosa yang
berlebih akan dimasukan kedalam dalam urin maka terjadilah diuresis osmotik. Hal ini
dimulai dengan keluarnya urin yang berlebih (poliuria) pada malam hari. Akibat dari
keluarnya cairan yang belebihan melalui urin yang menyebabkan munculnya perasaan
haus terus menerus (polidipsia) pada pasien diabetes melitus. Glukosa yang turut
terbuang bersamaan dengan urin serta adanya resistensi insulin sehingga terjadi
kekudangan pengubahan glukosa jadi energi, Hal inilah yang dapat memunculkan
peningkatan perasaan lapar (polifagia) yang merupakan kompensasi dari diperlukannya
akan energi pada pasien diabetes melitus. Hal inilah yang menyebabkan pasien diabetes
melitus akan merasa untuk cepat capek serta merasakan kantuk apabila tidak
tersedianya kompensasi itu.
faktor genetik faktor lingkungan kerusakan pada sel islet dari
pankreas
Kerusakan pada sel β

Defisiensi Insulin

Proses metabolisme karbohidrat,


lemak ,protein yang mengalami gangguan

Karbohidrat Lemak Glukoneogenesis meningkat

merombak protein
Penurunan Glikolisis dan Peningkatan Oksidasi
glikogenesis asam lemak

Anabolisme protein
Hiperglikemia Lipolisis meningkat menurun

Lipogenesis menurun
Tubuh tidak dapat Sintesis Protein
menyerap glukosa menurun
menghasilkan asam lemak dan Asam lemak bebas
gliserol. plasma akan
meningkat Leukosit menurun
Kelebihan glukosa
dikeluarkan melalui urine penumpukan asam asetoasetat Imunitas tubuh
Aterosklerosis
menurun
penumpukan Keton
Glikosuria
Risiko Infeksi
Mengalami Ketoasidosis
pengurangan jumlah jaringan
Diesresis Osmotik
Kadar glukosa otot dan jaringan adiposa
Mikrovaskuler Neuropati sensori
dalam sel menurun
perifer
Sering buang air kecil Berat badan menurun
(poliuria) Ginjal Mata Neuropati
Proses metabolisme
pada sel terganggu Sensitifitas terhadap
Defisit Nutrisi
Dehidrasi Nefropati Retinopati Aliran darah goresan menurun
menurun
Merangsang
Riisko Ketidakseimbangan Makrovaskuler
Hipotalamus Terjadi luka
Elektrolit

Sering merasa haus Iskemik Jaringan


Jantung Cerebral
dan lapar
Nekrosis jaringan
Hieprtensi Infark Miokard Stroke
Polidipsi dan
Polifagi
Gangguan Integritas
Nyeri Akut Riisko Perfusi
Kulit / Jaringan
Serebral Tidak
efektif
3. Tipe-Tipe Diabetes Melitus (DM)
a. DM Tipe 1
Pada tipe satu ini terdapat tanda-tanda adanya destruksi pada sel yang
menghasilkan insulin (sel β pankreas) karena adanya autoimun pada organ
pankreas oleh sel T (CD4+ dan CD8+) serta makrofag. DM tipe 1 bagian
besarnya ada pada rentang umur sebelum 30 tahun yang mana kira-kira muncul
sekitar 5 -10 % dari seluruh kasus DM yang ada (Marzel, 2020). Reaksi
autoimun yan dialami penderita DM tipe satu merupakan akibat adanya
peradangan di sel beta yang berdampak pada kemunculan antibodi terhadap sel
beta adat dusebut dengan Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen terhadap
antibodi diabetes melitus yang berdampak pada kerusakan sel beta.
Penyebab lainnya juga karena adanya virus seperti cocksakie, rubella,
Citomegalo Virus (CMV), herpes dll. (Marzel, 2020). (Syakbania &
Wahyuningsih, 2020)
b. DM Tipe 2
Kelainan pada fungsi sel β dapat memicu terjadinya diabetes melitus tipe dua. Hal
merupakan akibat dari terjadi resistensi insulin serta gangguan pada proses sekresi
insulin. Resistensi insulin tersebut dapat memiliki gejala seperti keterampilan
insulin dalam hal penyeimbangan kandungan glukosa dalam darah menurun. Hal
ini dipicu karena menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin. Hal ini akan
menyebabkan sel β pankreas akan meningkatkan produksi insulinnya. Resistensi
insulin dan hiperinsulinemia akan menimbulkan adanya gangguan toleransi
glukosa.
c. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional merupakan diabetes yang mana dialami oleh ibu hamil yang
baru memasuki masa kehamilan di trimester kedua dan ketiga dan sebelmnya
tidak meengalami diabetes
d. Diabetes spesifik lain
Merupakan diabetes yang disebabkan karena adanya faktor keturunan, gangguan
di pankreas serta hormon, penyakit lain maupun dipengaruhi oleh pemakaian obat
semacam glukokortikoid, pengobatan HIV/Aids, antipsikotik atipikal.
4. Manifestasi Klinik
a. Poliuria (sering buang air kecil)
Poliuria merupakan kondisi dimana pasien akan sering mengalami BAK atau
pipis. Poliuria biasanya terjadi di saat malam. Peristiwa itu disebabkkan oleh
kandungan gula dalam darah yang tinggi akan dikeluarkan melalui urine.
b. Polipoidi
Pada pasien diabetes melitus urin yang dikeluarkan secara berlebih akan membuat
tubuh pasien mengalami dehidrasi. Hal ini lah yang menyebabkan pasien diabetes
melitus akan merasakan haus yang berlebih sehingga pasien diabetes melitus akan
keinginan minum berlebih dalam jumlah banyak yang utamanya adalah minuman
manis, dan dingin, (Lestari et al., 2021).
c. Polifagi (cepat merasa lapar) dan cepat merasa lelah
Terganggunya proses metabolisme insulin dalam tubuh pasien diabetes melitus
akan memicu minimnya pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan energi dibentuk berkurang. Hal ini yang menyebabkan banyak
pasien diabetes melitus yang mengeluh merasa mudah lelah. (Lestari et al., 2021).
d. Berat badan menurun
Kadar glukos dalam darah yang rendah menyebabkan lemak akan diolah oleh
tubuh untuk menjadi energi. Seseorang yang memiliki kandungan glukosa darah
tak terkendali akan mengalami penurunan bedan karena pada urine 24 yang
dihasilkan pasien tersebut akan kehilangan 500 gr yang setara dengan 2000 kalori
yang dapat hilang dari tubuh tiap harinya
e. Kaki kesemutan, adanya luka yang tidak kunjung sembuh, dan gatal-gatal
f. Pada wanita dengan diabetes melius dapat disertasi adanya rasa gatal pada daerah
selangkangan (pruritus vulva). Sedangkan, pada laki – laki akan timbul rasa sakit
di ujung penis atau disebut dengan balanitis
Pemeriksaan Penunjang (Kemenkes, 2022)XPemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS),
Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah ini mampu tiba-tiba dilakukan tanpa
disertai dengan adanya persiapan. Pemeriksaan gula darah sewaktu akan
menggunakan sampel darah vena. Apabila hasil menunjukkan angka ≥200 mg/dL
maka pasien tersebut mengalami diabetes melitus.
a. Pemeriksaan Gula Darah Puasa (GDP),
Pemeriksaan GDP dapat diperbuat pabila penderita sudah melakukan puasa
dalam kurun waktu 8 jam dan dilakukan dengan menggunakan sampel darah vena
Pasien akan terdiagnosis DM tipe II apabila didapatkan hasil dari pemeriksaan
GDP ≥ 126 mg/dL .
b. Pemeriksaan gula darah 2 jam Post Prandial (GD2PP),
Pemeriksaan GD2PP merupakan pemeriksaan yang dilakukan apabila terdapat
kecurigaan pasien mengalami diabetes melitus. Pasien dikatakan mengalami DM
apabila hasil pemeriksaan memperlihatkan hasil ≥ 200 mg/dl, Pemeriksaan
GD2PP memiliki nilai normal ≤ 140 mg/dl
c. Pemeriksaan HbA1c,
Perbedaan pemeriksaan HBA1c dengan pemeriksaan gula darah lainnya terletak
pada hasil. Kadar HbA1c akan dipengaruhi oleh kandungan glukosa, serta HbA1c
dapat digukanan untuk memperlihatkan nilai kandungan gula darah dengan durasi
3 bulan. HbA1c adalah pereaksian Glukosa dan Hemoglobin, yang disimpan dan
ditahan pada eritrosit dengan durasi 120 hari sesuai usia eritrosit. Sedangkan
pemeriksaan gula darah hanya menggambarkan kandungan glukosa dalam darah
disaat dilakukannya pemeriksaan dan tidak merepresentasikan kontrol jangka
panjang.
a. HbA1c < 6.5 % Menunjukkan kontrol glikemik baik
b. HbA1c 6.5 -8 % Menunjukkan kontrol glikemik sedang
c. HbA1c > 8 % Menunjukkan kontrol glikemik buruk
d. Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Oral glucose tolerance test dilakukan dengan mengambil sampel darah vena pada
pasiendengan 2 jam setelah pemberian beban glukosa oral 75 gr. Penderita
dikatakan mengalami diabetes melitus tipe II jika hasil gula darah 2 jam pasca
beban menununjukkan hasil ≥ 200 mg/dL.

5. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi (Marzel, 2020)
Terapi farmakologis pada DM tipe 2 dapat diberikan bersamaan dengan intervensi
atur makanan secara rutin, Olah raga, serta penerapan Lifestyle yang sehat. Terdapat
beberapa terapi farmakologis pada pasien diabetes melitus yang diminum secara oral
maupun dalam bentuk suntikan. Obat golongan biguanida merupakan salah satu obat
antidiabetes non-insulin
1. Metformin
Metformin adalah suatu obat anti hiperglikemik dimana berasal dari kategori
biguanid. Metformin termasuk ke dalam obat dimana telah banyak dipakaikan ke
penderita DM tipe 2 sebagai terapi kontrol. Cara kerja metformin yaitu penurunan
konsentrasi kandungan glukosa dalam darah tanpa memicu terjadinya
hipoglikemia pada pasien. Metformin akan menurunkan kadar glukosa dalam
darah agar terjadi penurunan proses glukoneogenesis yang berlangsung di hati.
Adapun dampak yang muncul ke pasien yang mengkonsumsi obat tersebut
mengalami gangguan pada saluran cerna, seperti mual diare, muntah, serta nyeri
abdomen(Gumantara & Oktarlina, 2017).
2. Sulfonilurea
Sulfonilurea merupakan salah satu obat yang banyak dipakai sebagai terapi lini 2
untuk mengobati penderita diabetes melitus tipe 2 non obesitas berat. Sulfonilurea
secara langsung bereaksi di sel pulau dalam rangka penutupan saluran K+ yang
sensi dengan ATP dan terjadi perangsangan sekresi insulin. Untuk mengendalikan
kandungan GDP pasien DM tipe 2, sulfonilurea merupakan obat yang cocok dan
dapat penurunan kandungan glukosa darah secara cepat. Akan tetapi, hal ini akan
diikuti oleh adanya peningkatan kadar HbA1c. Tid pasien. Sulfonilurea akan
diserap di saluran cerna secara cepat dan akan memastikan ketercapaian
kandungan di darah durasi 15 menit sesudah mengkonsumsi peroral. Sulfonilurea
akan diproses di dalam hati serta akan dieksresikan oleh ginjal lewat urin
Namun campuran formin dan sulfonilurea menunjukkan adanya glukosa darah
menurun secara cepat akan menimbulkan efek hipoglikemia yang dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran yang diberikan pada pasien
diabetes melitus. Tidak hanya itu, pada terapi kombinasi tersebut didapatkan juga
adanya penurunan nilai HbA1c yang cukup signifikan. Memberikan terapi
campuran metformin dan sulfonilurea dinilai memiliki efektivitas lebih dalam
pengendalian hiperglikemia di penderia dibandingkan dengan pemberian
monoterapi .(Gumantara & Oktarlina, 2017).
3. Thiazolidinediones atau TZDs
Termasuk kedalam kelas sensitizer insulin dan berfungsi untuk memperlambat
kerja dari enzim mukosa usus (α-glucosidase) yang dapat melakukan pengubahan
polisakarida jadi monosakarida, yang menyebabkan proses menyerap karbohidrat
menjadi berkurang.
B. Terapi Non Farmakologi
Untuk dapat meminimalisir risiko terjadinya komplikasi jangka pendek dan
jangka panjang di penderita DM maka dilakukannya pemberian terapi diabetes
melitus. Terdapat beberapa penatalaksanan terapi non farmakologis bisa diberikan
ke penderita DM, seperti latihan fisik, edukasi, serta tidak kalah penting yuaitu
terkait nutrisi.
1. Edukasi
Edukasi tentang pencegahan dan pengobatan diabetes melitus bersifat holistik.
Sasaran utama promosi kesehatan pencegahan primer adalah kelompok
masyarakat yang berisiko tinggi terkena diabetes. Di sisi lain, dalam kaitannya
dengan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan lanjutan sedang dilaksanakan
untuk sekelompok pasien yang didiagnosis menderita diabetes. Di sisi lain, pasien
diabetes dengan komplikasi dapat menerima pendidikan pencegahan tersier.
Informasi untuk penderita diabetes ditampilkan dalam format berikut:
- Pemahaman terkait bagaimana proses penyakit diabetes melitus
- Pentingnya proses pengendalian penyakit,
- Komplikasi yang dapat timbul pada pasien yang mengalami diabetes melitus
- Faktor risiko,
- Pentingnya pengkonsumsian obat dan pemantauan glukosa darah secara
teratur
- Pentingnya latihan fisik yang dilakukan secara teratur, serta rutin melakukan
pemeriksaan kesehatan ke fasilitas kesehatan.
2. Nutrisi
Pasien dengan diabetes melitus akan di anjurkan untuk selalu mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang serta menyesuaikan kebutuhan kalori tiap harinya.
Komposisi karbohidrat 45-65%, lemak 20-25%, dan protein 30-35%, memakai
pemanis tak berkalori.
3. Latihan fisik
Setiap pasien diabetes melitus diharapkan untuk dapat melakukan program latihan
fisik secara rutin fisik sekitar 30–45 menit sehari. Pelaksanaan latihan fisik di
dalam satu minggu dilakukan sebanyak tiga sampai lima kali dengan jumlah jam
total tiap minggunya mencapai 150 menit. Apabila pasien diabetes ingin
berisitirahat sejenak, maka di harapkan jeda tersebut tidak berlangsung lebih dari
2 hari berturut-turut di antara dua latihan. Terdapat beberapa latihan fisik yang
dianjurkan dan dapat dilakukan oleh pasien diabetes melitus, seperti untuk latihan
fisik intensitas sedang, bersifat aerobik seperti jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang.
6. Komplikasi (Hardianto, 2020)

Pengontrolan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus


sangatlah penting karena dapat mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi
diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Hardianto, 2020)

a. Komplikasi akut metabolik dapat berupa gangguan metabolit jangka pendek


seperti hipoglikemia, ketoasidosis, dan hiperosmolar
b. Komplikasi lanjut terdiri atas
- Komplikasi makrovaskular (penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh
darah perifer dan stroke)
- Komplikasi mikrovaskular (nefropati, retinopati dan neuropati),
- Gabungan makrovaskular dan mikrovaskular (kaki diabetes)
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
A. Primary Survey
1) A (Airway) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Pada pasien DM dapat
mengalami penurunan kesadaran yang drastic dan dapat berpengaruh pada
jalan nafas. Kaji ada tidaknya bunyi seperti snoring, gargling.
2) B (Breathing) Kaji keadekuatan pasien dalam melakukan pernafasan,
hitung jumlah pernafasan dalam satu menit dengan cepat
3) C (Circulation) Kaji adanya tanda-tanda hipoglikemia seperti adanya
penurunan kesadaran, gelisah, berkeringat, pusing hebat dll. Kaji nadi dan
CRT. Penanganan cepat seperti pemberian cairan gula parenteral sesuai
indikasi dapat membantu memperbaiki keadaan pasien.
4) D (Disability) lakukan pemeriksaan GCS, reflek pupil dan tonus otot
untuk menilai keadaan pasien
5) E (Eksposure) Lakukan pemeriksaan dengan cara eksposure jika
diperlukan
B. Secondary Survey
1) Lakukan pengkajian riwayat penyakit terdahulu pasien
2) Lakukan pemeriksaan fisik head to toe
3) Monitor TTV
2. .Pemeriksaan Fisik Keperawatan
1. Keadaan umum
Pasien diabetes melitus akan tampak lemah atau pucat. Tingkat kesadaran dapat
berupa sadar, koma, disorientasi.
2. Kesadaran
Normal, letargi, stupor, koma . Tingkat kesadaran pasien penderita diabetes
melitus akan bergantung pada seberapa tinggi kadar gula dalam darah serta
bagaimana kondisi fisiologis dari pasien tersebut untuk dapat melakukan
kompensasi terhadap kadar gula yang berlebih dalam darah
3. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah (TD) : Pada pasien diabetes melitus biasanya dapat disertai
hipertensi atau pun hipotensi.
b. Nadi (N) : Pasien dengan diabetes melitus dapat mengalami takikardi baik
pada saat beristirahat maupun sedang melakukan suatu aktivitas
c. Pernapasan (RR) : Pasien diabetes melitus biasanya akan mengalami takipnea
d. Suhu (S) : Apabila pasien diabetes melitus terkena infeksi maka akan diikuti
dengan adanya
e. Berat badan : Penurunan BB secara signifikan akan dialami pada pasien
diabetes melitus.
4. Wajah
Mengkaji kesimetrisan dan ekspresi wajah, dapat ditemukan adanya paralisis
wajah pada pasein diabetes melitus yang diikuti dengan komplikasi stroke
5. Mata
Pasien diabetes melitus dapat mengalami gangguan pada penglihatan ( retino
diabetik) , selain itu dapat ditemukan juga katarak, penglihatan kabur, dan
penglihatan ganda (diplopia)
6. Telinga
Pengkajian pada telinga dilakukan untuk dapat mengetahui ada tidaknya gangguan
pada pendengaran, apakah telinga berdenging, serta melakukan tes ketajaman
pendengaran dengan menggunakan garputala atau bisikan.
7. Hidung
Ada tidaknya sekret, pembesaran polip, sumbatan, serta ada tidaknya peningkatan
pernapasan cuping hidung (PCH)
8. Mulut
a. Apabila pasien mengalami asidosis atau penurunan perfusi jaringan pada
stadium lanjut akan menyebabkan bibir pasien diabetes melitus akan
mengalami sianosis
b. Mukosa pada pasien diabetes melitus kering. Hal in merupakan efek dari
dehidrasi akibat terjadinya diuresis osmosis akibat dari tingginya kadar
glukosa dalam darah.
c. Pasien diabetes melitus memiliki risiko untuk terkena periodontitis. Terdapat
beberapa tanda terjadinya periodontitis, seperti pasien akan mengeluh gusi
mudah berdarah. Selain itu, pasien juga akan mengeluh gigi mudah goyang
sehingga gigi mudah sekali untuk lepas, warna gusi menjadi lebih mengkilat,
kantong gusi menjadi dalam, serta ditemukan adanya beberapa kerusakan
tulang di sekitar gigi
9. Leher
Tampak distensi vena jugularis, apabila terdapat infeksi makan akan terlihat
pembesaran kelenjar limfe
10. Dada.
- Inspeksi : Melihat apakah bentuk dada simetris atau asimetri, ada tidaknya
lesi
- Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan atau massa.
- Perkusi : Suara paru sonor atau hipersonor
- Auskultasi : Suara paru vesikuler atau bronkovesikuler
11. Abdomen
Pada saat dilakukan pemeriksaan abdomen , pada pasien diabetes melitus dapat
ditemukan adanya nyeri tekan pada bagian pankreas dan ulu hati. Selain itu, juga
dapat ditemui adanya distensi abdomen akibat dari gastroperasis, serta suara bising
usus yang menurun
12. Ekstremitas
Pada pasien diabetes melitus akan menunjukkan adanya kekuatan otot dan tonus
otot mengalami penurunan. Pada pasien diabetes dengan komplikasi maka akan
dapat ditemukan adanya gangren pada ektremitas bawah

Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan kadar serum glukosa
Pasien dengan diabetes melitus akan menunjukkan hasil pemeriksaan gula darah
puasa melebihi 120 mg/dl pada 2x tes , pemeriksaan pemeriksaan Gula darah 2
jam pp menunjukkan hasil lebih dari 200 mg / dl . Sedangkan untuk Hasil
pemeriksaan Gula darah sewaktu menunjukkan hasil angka lebih dari 200 mg / dl
2. HbA1C
Hail tes menunjukkan ≥ 6,5% menunjukkan pasien mengalami diabetes melitus
3. Pemeriksaan Kadar Glukosa Urin
Pemeriksaan reduksi urin dapat dilakukan dengan menggunakan cara Benedic
yaitu dengan menggunakan enzim glukosa. Hasil positif akan muncul pada pasien
dengan kandungan glukosa pada urin.
3. Masalah Keperawatan yang muncul
Terdapat beberapa masalah keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan
diabetes melitus, yaitu risko ketidakseimbangan elektrolit, defisit nutrisi, nyeri akut,
risko perfusi serebral tidak efektif, risiko infeksi, gangguan integritas kulit / jaringan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan SLKI SIKI
SDKI
1 Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, 1. Manajemen Nyeri (I.08328)
diharapkan nyeri pada pasien dapat menurun dengan
Observasi:
kriteria hasil:
Tingkat nyeri (L.008066) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Indikator Awalan Tujuan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Keluhan 2 4 nyeri
nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
Meringis 2 4
Terapeutik:
Kesulitan 2 4
tidur 1. Berikan terapi nonfarmakologi seperti
Keterangan Indikator: terapi murrotal dan relaksasi napas
1. Meningkat dalam.
2. Cukup meningkat 2. Kontrol lingkungan yang
3. Sedang memperberat rasa nyeri seperti
4. Cukup menurun membatasi pengunjung dan
5. Menurun kebisingan
Edukasi:
1. Jelaskan pemicu, periode, dan
penyebab nyeri seperti jalan penyakit
klien
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri seperti
relaksasi nafas dalam
3. Pemberian Analgesik (I 08243)
Observasi
1. Identifikasi karakteristik Nyeri
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik
4. Monitor tanda – tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respon
pasien
2. Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
Kolaborasi
Kolaborasikan pemberian dosis dan
jenis analgetik

2 Defisit nutrisi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x24 jam, Manajemen Nutrisi (I.03119)
diharapkan defisit nutrisi pada pasien membaik dengan
Observasi
kriteria hasil:
Indikator Awalan Tujuan 1. Identifikasi status nutrisi
Frekuensi 2 4 2. Identifikasi alergo dan intoleransi
makan makanan
Nafsu Makan 2 4 3. Monitor asupan makannya
IMT 2 4 4. Monitor hasil pemeriksaan
Keterangan Indikator: laboratorium

1. Memburuk Terapeutik
2. Cukup Memburuk 1. Berikan suplemen makanan
3. Sedang 2. Berikan makanan tinggi serat
4. Cukup meningkat untuk cegah konstipasi
5. Meningkat 3. Hentikan pemberian makan
melalu selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient

3 Risiko Perfusi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, Pemantauan Tekanan Intrakrania
sereblal tidak diharapkan risiko perfusi serebral menurun dengan kriteria
( L.06198)
efektif hasil: Observasi
Perfusi Serebral (L. 02014) 1. Identifikasi peningkatan TIK
Indikator Awalan Tujuan 2. Monior peningkatan TD
Sakit kepala 2 4 3. Monitor penurunan frekuensi jantung
Tekanan Intrakranial 2 4 4. Monitor iregulitas irama napas
Kecemasan 2 4 5. Monitor tekanan serebral
Keterangan Indikator: 6. Monitor efek lingkungan terhadap
1. Meningkat TIK
2. Cukup meningkat Terapeutik
3. Sedang 1. Pertahankan strerilitas sistem
4. Cukup menurun pemantauan
5. Menurun 2. Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
4 Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam Perawatan Integritas Kulit (I .11353)
integritas kulit diharapkan gangguan integritas kulit dan jaringan dapat
Observasi
menurun dengan kriteria hasil:
Integritas Kulit dan Jaringan (L. 14125) Identifikasi penyebab gangguan integritas
kulit
Indikator Awalan Tujuan
Terapeutik
Kerusakan jaringan 2 4
Hindari produk berbahan dasar alkohol
Kemerahan 2 4
pada kulit kering
Nyeri 2 4 Edukasi
Hematoma 2 4 1. Anjurkan menggunakan pelembab
Keterangan Indikator: 2. Anjurkan minum air yang cukup
1. Meningkat 3. Anjurkan meningkatkan asupan
2. Cukup meningkat nutrisi
3. Sedang 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
4. Cukup menurun dan sayur
5. Menurun 5. Anjurkan menghindari paparan dari
suhu yang ekstrem
6. Anjurkan menggunakan tabir surya
spf minimal 30 pada saat keluar
rumah

5 Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam Pencegahan infeksi (I.14539)
diharapkan risiko infeksi dapat menurun dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi tanda dan gejala lokal
dan sistemik
Tingkat Infeksi (L. 14137) 2. Periksa TTV klien
Terapeutik
Indikator Awalan Tujuan
1. Batasi jumlah pengunjung
Kemerahan 2 4 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan klien
Nyeri 2 4
3. Pertahankan teknik aseptik yang
Bengkak 2 4 beresiko tinggi
Edukasi
Keterangan Indikator: 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
1. Meningkat 2. Ajarkan cara mememriksa kondisi
2. Cukup meningkat luka pasca operasi
3. Sedang 3. Anjurkan meningkatkan asupan
4. Cukup menurun nutrisi
5. Menurun 4. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
6 Risko Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam Pemantauan Elektrolit (I. 03122)
Ketidakseimbangan diharapkan risiko keseimbangan elektrolit meningkat Observasi
Elektrolit dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan
Keseimbangan Elektrolit ( L. 03021)
2. Monitor kadar elektrolit serum
Indikator Awalan Tujuan 3. Monitor kehilangan cairan
4. Monitor tanda dan gejala
Serum natrium 2 4
hipokalamia
Serum kalium 2 4 5. Monitor tanda dan gejala
hiperkalemia
Keterangan Indikator: 6. Monitor tanda dan gejala
1. Memburuk hiponatremia
2. Cukup Memburuk 7. Monitor tanda dan
3. Sedang gejalahipernatremia
4. Cukup meningkat 8. Monitor tanda dan gejala
5. Meningkat hipokalsemia
9. Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia
Terapeutik
Atur Interval weaktu pemantauan
berdasarkan disesuaikan kondisi pasien
Edukasi
Jelaskan tujuan dan proses
pemannantauan
DAFTAR PUSTAKA
Banjarnahor, E., & Wangko, S. (2019). Sel Beta Pankreas Sintesis Dan Sekresi Insulin.
Jurnal Biomedik (Jbm), 4(3). https://doi.org/10.35790/jbm.4.3.2012.795
Gumantara, M. P. B., & Oktarlina, R. Z. (2017). Perbandingan Monoterapi dan
Kombinasi Terapi Sulfonilurea-Metformin terhadap Pasien Diabetes Melitus Tipe
2. Majority, 6(1), 55–59.
Hardianto, D. (2020). BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA A
Comprehensive Review of Diabetes Mellitus: Classification, Symptoms,
Diagnosis, Prevention, and Treatment. Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia,
7(2), 304–317. http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI
Kabosu, R. A. S., Adu, A. A., & Hinga, I. A. T. (2019). Faktor Risiko Kejadian
Diabetes Melitus Tipe Dua di RS Bhayangkara Kota Kupang. Timorese Journal of
Public Health, 1(1), 11–20. https://doi.org/10.35508/tjph.v1i1.2122
Kemenkes. (2022). Neuropati Diabetik : Kriteria Diagnosis ( Rangkaian Series 02).
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1195/neuropati-diabetik-kriteria-
diagnosis-rangkaian-series-02#:~:text=Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
untuk,dan hemoglobin terglikasi (HbA1c).
Kuntoadi, G. B. (2019). Buku Ajar Anatomi Fisiologi (I. Febrina (ed.)). Pantera
Publishing. https://books.google.co.id/books?
id=OdScDwAAQBAJ&pg=PA153&dq=anatomi+Pankreas&hl=id&newbks=1&ne
wbks_redir=0&source=gb_mobile_search&sa=X&ved=2ahUKEwiuy8SpjrX8AhU
hILcAHb2wDOIQ6AF6BAgLEAM#v=onepage&q=anatomi Pankreas&f=false
Kurniawaty, Evi; Yanita, B. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe II Risk Factors Related Type 2 Diabetes Mellitus Evidance.
Majority, 5(2), 27–31.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1073
Lestari, Zulkarnain, & Sijid, S. A. (2021). Diabetes Melitus: Review Etiologi,
Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan Cara
Pencegahan. UIN Alauddin Makassar, November, 237–241. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/psb
Marzel, R. (2020). Terapi pada DM Tipe 1. Jurnal Penelitian Perawat Profesional,
3(1), 51–62. https://doi.org/10.37287/jppp.v3i1.297
PERKENI. (2021). Pemantauan gula darah mandiri. halaman 36.
Petersmann, A., Nauck, M., Müller-Wieland, D., Kerner, W., Müller, U. A., Landgraf,
R., Freckmann, G., & Heinemann, L. (2018). Definition, classification and
diagnostics of diabetes mellitus. Journal of Laboratory Medicine, 42(3), 73–79.
https://doi.org/10.1515/labmed-2018-0016
Syakbania, D. N., & Wahyuningsih, A. S. (2020). Kejadian Diabetes Melitus Tipe.
Higeia Journal of Public Health Research and Development, 4(1), 33–42.
Widiasari, K. R., Wijaya, I. M. K., & Suputra, P. A. (2021). Diabetes Melitus Tipe 2:
Faktor Risiko, Diagnosis, Dan Tatalaksana. Ganesha Medicine, 1(2), 114.
https://doi.org/10.23887/gm.v1i2.40006

Anda mungkin juga menyukai