Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

` Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin


absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism
karbohidrat,protein,lemak (Billota, 2015). Sedangkan menurut Arisman dan
soegondo Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan soegondo,2016).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang
merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada
penderita diabetes bagian kaki. (Santosa, 2017). Salah satu komplikasi yang
sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi
karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas
dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman
dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau
besar di tungkai. (Brunner & Suddarth, 2015).

B. ANATOMI FISIOLOGI

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal
sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai ke
lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke
duodenum (usus 12 jari). Organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua
bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin (Corwin, 2014).
Pankreas terdiri dari:
a. Kepala Pankreas.
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga
abdomen dan di dalam lekukan duodenum dan yang praktis
melingkarinya.
b. Badan Pankreas.
Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang
lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor Pankreas.
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya
menyentuh limpa. Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan
hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum :
1) Ductus Wirsung, yang bersatu dengan duktus choledukus, kemudian
masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi.
2) Ductus Sartorini, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam
duodenum di sebelah atas sphincter oddi. Saluran ini memberi
petunjuk dari pankreas dan mengosongkan duodenum sekitar 2,5 cm
di atas ampulla hepatopankreatik.
Ada dua jaringan utama yang menyusun pankreas :
1) Asini berfungsi untuk mensekresi getah pecernaan dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans.
Pulau Langerhans adalah kumpulan sel berbentuk ovoid, berukuran 76×175
mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas,
walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan
pankreas. Pulau-pulau ini menyusun 1-2% berat pankreas. Pada manusia
terdapat 1-2 juta pulau. Masing-masing memiliki pasokan darah yang besar;
dan darah dari pulau Langerhans, seperti darah dari saluran cerna tetapi tidak
seperti darah dari organ endokrin lain, mengalir ke vena hepatika.
Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat
pewarnaan dan morfologinya. Pada manusia paling sedikit terdapat empat
jenis sel : sel A (alfa), B (beta), D (delta), dan F. Sel A mensekresikan
glukagon, sel B mensekresikan insulin, sel D mensekresikan somastostatin,
dan sel F mensekresikan polipeptida pankreas. Sel B yang merupakan sel
terbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau, umumnya terletak di
bagian tengah pulau. Sel-sel ini cenderung dikelilingi oleh sel A yang
membentuk 20% dari sel total, serta sel D dan F yang lebih jarang ditemukan.
Pulau-pulau yang kaya akan sel A secara embriologis berasal dari tonjolan
pankreas dorsal, dan pulau yang kaya akan sel F berasal dari tonjolan
pankreas ventral. Kedua tonjolan ini berasal dari tempat yang berbeda di
duodenum.
Granula sel B adalah paket-paket insulin dalam sitoplasma sel. Di dalam sel B
molekul insulin membentuk polimer dan juga berikatan dengan seng.
Perbedaan dalam bentuk paket mungkin disebabkan perbedaan ukuran agregat
seng atau polimer insulin. Granula A yang mengandung glukagon berbentuk
relatif seragam dari spesies ke spesies. Sel D juga banyak mengandung
homogen.
Sel beta yang ada di pulau langerhans memproduksi hormon insulin yang
berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologi
memiliki peranan yang berlawanan dengan glukosa. Insulin menurunkan
kadar gula darah dengan beberapa cara. Insulin mempercepat transportasi
glukosa dari darah ke dalam sel, khususnya serabut otot rangka glukosa
masuk ke dalam sel tergantung dari keberadaan reseptor insulin yang ada di
permukaan sel target. Insulin juga mempercepat perubahan glukosa menjadi
glikogen, menurunkan glycogenolysis dan gluconeogenesis, menstimulasi
perubahan glukosa atau zat gizi lainnya ke dalam asam lemak (lipogenesis).
Pengaturan sekresi insulin seperti sekresi glukagon yaitu langsung ditentukan
oleh kadar gula dalam darah dan berdasarkan dari mekanisme umpan balik
(feed back negative system). Bagaimana pun hormon lainnya secara tidak
langsung juga dapat mempengaruhi produksi insulin. Sebagai contoh hormon
pertumbuhan manusia (HGH) meningkatkan kadar glukosa darah dan
meningkatnya kadar glukosa mengerakkan (menyebabkan) sekresi insulin.
Hormon adrenocorticotropi (ACTH) yang distimulasi oleh sekresi
glukocortikoid menghasilkan hyperglikemia dan secara tidak langsung juga
menstimulasi pelepasan insulin. Peningkatan kadar asam amino dalam darah
menstimulasi pelepasan insulin. Hormon-hormon pencernaan seperti stomatch
dan interstinal gastrin, sekretin, cholecystokinin (CCK) dan Gastric Inhibitory
Peptide (GIP) juga menstimulasi sekresi insulin, GHIH (Somatostatin)
menghalangi sekresi insulin.

Fungsi Pankreas
Sebagai organ, pankreas memiliki dua fungsi yang penting, yaitu
fungsi eksokrin yang memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan,
dan fungsi endokrin yang menghasilkan hormon insulin, glukagon, somastatin
dan pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk mengatur berbagai
aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan
protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih 0,7 sampai 1
juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau langerhans (Brunner &
Suddarth, 2014). Sel pulau dapat dibedakan sebagai :
a. Sel alfa (lebih kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan
glucagon.
b. Sel beta (lebih kurang 80 % dari sel pulau) yang menghasilkan
hormon insulin dari proinsulin. Proinsulin berupa polipeptida yang
berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam amino. Proinsulin
berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino dan
dengan rantai asam amino dari ke-33 sampai ke-63 yang menjadi
peptida penghubung (connecting peptide).
c. Sel D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau ) yang menghasilkan
somatostatin.
d. Sel PP yang menghasilkan pankreatik polipeptida.
Pada awalnya, diduga bahwa sekresi insulin seluruhnya diatur
olehkonsentrasi gula darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator
automik.
Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini terdiri dari
51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino
dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2
jembatan disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19.
Selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-
11 pada rantai A.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan
disfosforisasi dalam sel beta pankreas.
Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan
peroral. Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan
subkutan. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling
serius dan umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa
lipodistropi dan reaksi alergi.
Manfaat insulin :
1. Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar
jaringan.
2. Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif.
3. Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot
dan mencegah penguraian glikogen.
4. Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat
pada membran sel target.
Terdapat dua jenis mekanisme kerja insulin. Pertama, melibatkan proses
fosforilase yang berasal dari aktifitas tirosin kinase yang menyebabkan
beberapa protein intrasel seperti glucose transporter-4, transferin, reseptor
low-density lipoprotein (LDL), dan reseptor insulin-like growth factor II
(IGF-II), akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini
kepermukaan sel akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke
jaringan yang menjadi target dari hormon insulin.
Kedua, melibatkan proses hidrolisis dari glikolipid membran oleh aktifitas
fosfolipase C. Dalam proses ini dilibatkan second messenger seperti IP3,
DAG atau glukosamin yang menyebabkan respon intrasel dengan jalan
mengaktifkan protein kinase.

C. ETIOLOGI

Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan
resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat
dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Billota, 2015).
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit
dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan
pada telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah
merebak dan menjadi infeksi yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang
sering ditemukan pada diabetic foot-ulcer. (Carpenito, 2014).
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah
kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat
pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena
tidak dirasakannya. Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan
kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah
penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Ketiga,
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah
putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah
(KGD) diatas 200 mg/dl.

D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Johnson (2015) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus


apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang
berlebihan ( Polidipsi ), Rasa lapar berlebihan ( Polifagia ) dan
Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus
menurun, Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996). Penyakit pada penderita
diabetes bagian kaki dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
a. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
b. Adanya kalus ditelapak kaki
c. Nyeri saat istirahat.
d. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)

E. PATOFISIOLOG

Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan). (Arisman,2016)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2017)
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cara cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting. (Mansjoer, 2017)
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. (Santosa,budi.2017)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel – sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol
menimbulkan masalah misalnya diabetic foot.( Santosa,budi.2017)
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat
sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang
sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah
tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki
diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit
maupun jaringan lain, akibatnya perfusi jaringan bagian distal dari tungkai
menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang
menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik
dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata
mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme
karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat
menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis),
akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan
oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah
kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita
neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh atau luka karena tekanan
yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak
ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi
dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah
putih membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas
200 mg/dl. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes
yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi.
Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen
jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob
berkembang biak.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, (2016). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.
Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2015. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi
keperawatan. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2017, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo
Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito & suddarth.2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2014. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005- 2006.
Jakarta: Prima Medika
F. PATWAY

Diabetes mellitus kadar gula darah viskositas darah sirkulasi darah

Kemampuan leukosit suplai darah perifer (kaki)

Mikroba mudah masuk suplai O2 dan nutrisi ke perifer (kaki)

Sel-sel saraf di perifer (kaki) rusak

Sensitifitas

Trauma

Mikroba masuk diabetic foot

Luka pada kaki pasien mengatakan ketidaktahuan tentang penyakit


cara perawatan , serta diet yang harus dijalankan.

Kerusakan integritas jaringan


Metabolisme imflamasi defisiensi pengetahuan

Suhu tubuh tekananan pada ujung saraf kemerahan terasa panas purulent stress nafsu makan

pasien mengatakan merasa nyeri sekresi HCL


Hipertermi risiko infeksi Nutrisi kurang dari kebutuhan
pasien mengatakan mual tubuh
Nyeri akut

mual
F. JHJKH
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan riwayat DM pada kehamilan ; riwayat kehamilan dengan BBL >


4.000 g.
2. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu, sesudah makan dan puasa
3. Tes roleransi glukosa oral (TTGO) standar.
4. HbA1c
5. Kadar protein darah / urin
6. Kadar aseton darah / Urin
7. Lipid : kolesterol total, HDL, Trigliserida (Santosa,budi.2017).

H. PENATALAKSANAAN

1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
(Corwin,EJ.2014)
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1. Memperbaiki kesehatan umum penderita
2. Mengarahkan pada berat badan normal
3. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
1. jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
2. jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3. jenis makanan yang manis harus dihindari
4. Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung.
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah
1. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.
2. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
3. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
4. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Obat obatan
1) Insulin
Dilakukan dengan injeksi subkutan Insulin regular mencapai puncak
kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan.
2) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik.
d. Ulkus kaki diabetic
1. Debridement local radikal pada jaringan sehat
2. Terapi antibiotik sistemik uuntuk memerangi infeksi, diikuti tes
sensitivitas antibiotik, misalnya ciprofloxacin, ofloxacin
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus


dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Anamnese (Asman,2016)
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK),
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg,
riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,
penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
e. Riwayat psikososial
Informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi diabetes mellitus
poliuria, polidipsia, polifagia,penurunan berat badan, pruritus vulvular,
kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus. (Mansjoer, 2017)
h. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
1) Keadaaan umum
Pemeriksaan tanda - tanda vital, tingkat kesadaran, dan antropometri
TTV : TD/BP, F, RR, T
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, delirium,
sopor/semicoma, coma
Antropoometri : TB/PB, BB
2) Kulit
Sistem integument/kulit, keadaan umum kulit, kebersihan, integritas
kulit, tekstur, kelembaban, adanya ulkus/luka, turgor kulit, warna kulit
dan bentuk kelainan dari kulit
3) Kepala dan Leher
Pengkajian daerah kepala, distribusi rambut, keadaan umum kepala,
kesimetrisan, adanya kelainan pada kepala secara umum.
Pengkajian leher ada atau tidaknya pelebaran vena jugularis, pembesaran
kelenjar tiroid, pembesaran kelenjar limfe, keterbatasan gerak leher dan
kelainan lain.
4) Penglihatan dan Mata
Pengkajian daerah mata dan fungsi sistem penglihatan, keadaan mata
secara umum, konjungtiva (anemis, jaundice, peradangan dan trauma),
adanya banormalitas pada mata/kelopak mata, visus, daya akomodasi
mata, penggunaan alat bantu penglihatan, kelainan/gangguan saat
melihat/membaca
5) Penciuman dan Hidung
Pengkajian daerah hidung dan fungsi system penciuman, keadaan umum
hidung, jalan nafas/adanya sumbatan pada hidung, polip, peradangan,
secret/keluar darah/pus, kesulitan bernafas, cuping hidung/adanya
kelainan bentuk dan kelainan lain
6) Pendengaran dan Telinga
Pengkajian daerah telinga dan fungsi sistem pendengaran, keadaan umum
telinga, gangguan saat mendengar, penggunaan alat bantu dengar, adanya
kelainan bentuk dan kelainan lain
7) Mulut dan Gigi
Pengkajian mulut dan fungsi organ pencernaan bagian atas, keadaan
umum mulut dan gigi, gangguan menelan, adanya peradangan pada mulut
(mukosa mulut, gusi, faring), adanya kelainan bentuk atau kelainan lain
8) Dada, Pernafasan dan Sirkulasi
Pengkajian dada dari hasil inspeksi (perkembangan/akspansi dada,
kesimetrisan dada), palpasi (kesimetrisan dada, taktil fremitus), perkusi (
paru : resonan, adanya penumpukan secret/cairan/darah), auskultasi (
pernafasan : suara nafas, jantung : bunyi jantung).
Sirkulasi : perfusi darah ke perifer, warna ujung-ujung jari, bibir,
kelembaban kulit, urine output, keluhan pusing, pandangan kabur saat
berubah posisi, Capiler Refill Time/CRT. Keluhan lain seperti dada
berdebar-debar, nyeri dada dan sesak nafas.
9) Abdomen
Inspeksi : keadaan umum abdomen, pergerakan nafas, adanya
benjolan, warna kulit
Auskultasi : peristaltik usus per menit
Palpasi : adanya massa pada abdomen, turgor kulit adanya
asites
Perkusi : bunyi timpani, hipertimpani untuk perut kembung,
pekak untung jaringan padat
10) Genetalia dan Reproduksi
Pengkajian tentang keadaan umum alat genetalia dan fungsi sistem
reproduksi, kelianan pada bentuk anatomi dan fungsi genetalia. Keluhan
dan gangguan pada sistem reproduksi
11) Ekstremitas Atas dan Bawah
Pengkajian ekstremitas atas dan bawah, rentang gerak, kekuatan otot,
kemampuan melakukan mobilisasi, keterbatasan gerak, adanya
trauma/kelianan pada kaki/tangan, insrsi infuse, keluhan/gangguan lain

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri akut b/d agen injury fisik (luka pada bagian kaki)
2. Kerusakan integritas jaringan b/d gangguan permukaan kulit (epidermis)
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan nafsu makan
4. Hipertermi b/d peningkatan laju metabolisme
5. Mual b/d peningkatan HCL
6. Defisiensi pengetahuan b/d kurangnya pemahaman terhadap penyakit
7. Risiko infeksi
C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen nyeri :
3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang 1. Lakukan pengkajian nyeri konfrehensif yang meliputi lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas,dan faktor
1. Tingkat nyeri pencetus.
a. Nyeri yang dilaporkan dipertahankan 2. Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai kenyamanan
pada skala 3 (sedang) ditingkatkan pada terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi verbal dengan
skala 4 (ringan) yang ditandai dengan baik.
pasien melaporkan skala nyeri yang 3. Gunakan strategi komunikasi terapiutik untuk mengetahui
dirasakan dengan skala 1. pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien kepada nyeri.
b. Tekanana darah dipertahankan pada skala 4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
2 (deviasi cukup berat dari kisaran lama nyeri akan dirasakan, dan antiipasi dari ketidaknyamanan akibat
normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi prosedur.
ringan ke kisaran normal) ditandai 5. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
dengan tekanan darah pasien 120/80 pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya: suhu ruangan, cahaya,
mmHg. dan bising).
2. Kontrol nyeri 6. Kurangi faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau meningkatkan
a. Menggunkan tindakan pengurangan nyeri nyeri (misalnya ketakutan, kelelahan, keadaan monoton, dan kurang
tanpa analgesic ditingkatkan ke 5 pengetahuan)
(konsisten menunjukan) ditandai dengan
paien mampu menggunakan teknik non Monitor tanda-tanda vital:
farmakologi untuk mengurangi nyeri. 7. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat
b. Melaporkan nyeri yang terkontrol 8. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk dan berdiri
dipertahankan pada skala 2 (jarang sebelum dan sesudah perubahan posisi
menunjukan) ditingkatkan ke skala 5 9. Auskultasi tekanan darah dikedua lengan dan bandingkan
(konsisten menunjukan) ditandai dengan 10. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika
pasien melaporkan nyeri berkurang. memungkinkan
Terapi relaksasi:
11. Tunjukan dan praktikkan teknik relaksasi pada klien
12. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis relaksasi
yang tersedia (misalnya, musik, medikasi, bernafas dengan ritme,
relaksasi rahang dan relaksasi otot progresif)
13. Gunakan suara lembut dan irama yang lambat untuk setiap kata
14. Gunakan relaksasi sebagai strategi tambahan dengan penggunaan
obat-obatan nyeri atau sejalan dengan terapi lainnya dengan tepat
15. Evaluasi dan dokumentasikan respon terhadap terapi relaksasi
Pemberian analgesik:
16. Cek adanya riwayat alergi obat
17. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat
analgetik yang diresepkan
18. Berikan analgetik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri yang
berat
19. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
20. Pilih analgesik atau kombinasi analgesik yang sesuai ketika lebih
dari satu diberikan

2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen luka :


jaringan 3x24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
1. Penyembuhan luka: primer
a. Memperkirakan kondisi tepi luka 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
dipertahankan pada skala 2 (terbatas) 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
ditingkatkan ke skala 4 (besar). 5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
b. Drainase purulent dipertahankan pada 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
skala 3 sedang ditingkatkan ke skala 5 7. Monitor status nutrisi pasien
(tidak ada ). 8. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
9. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
2. Control risiko : proses infeksi
10. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi
dipertahankan pada skala 1 (tidak pernah karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda
menunjukan) ditingkatkan ke skala 5 infeksi lokal, formasi traktus
(secara konsisten menunjukan). 11. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
12. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
13. Cegah kontaminasi feses dan urin
14. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
15. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
16. Hindari kerutan pada tempat tidur

3 Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen nutrisi :
kebutuhan tubuh 3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
dengan kriteria hasil: 1. Kaji status nutrisi pasien
1. Nafsu makan 2. Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk selalu melalukan oral
a. Intake nutrisi dipertahankan pada skala 3 hygiene.
(cukup terganggu) ditingkatkan ke skala 3. Delegatif pemberian nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien :
5 (tidak terganggu) ditandai dengan diet pasien diabetes mellitus.
intake nutrisi adekuat. 4. Berian informasi yang tepat terhadap pasien tentang kebutuhan
b. Intake cairan dipertahankan pada skala 3 nutrisi yang tepat dan sesuai.
(cukup terganggu) ditingkatkan ke skala 5. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi zat besi
5 (tidak terganggu) ditandai dengan seperti sayuran hijau
intake cairan adekuat.
2. Keparahan mual dan muntah Manajemen mual :
a. Frekuensi mual dipertahankan pada skala
3 (sedang) ditingkatkan ke skala 5 (tidak 6. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, faktor frekuensi,
ada) ditandai dengan mual pasien presipitasi yang menyebabkan mual.
menghilang. 7. Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering.
b. Frekuensi muntah dipertahankan pada 8. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat
skala 3 (sedang) ditingkatkan ke skala 5 9. Delegatif pemberian terapi antiemetik
(tidak ada) ditandai dengan muntah
pasien menghilang. Manajemen berat badan :

10. Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi


dan hal-hal yang menyebabkan penurunan berat badan.
11. Timbang berat badan pasien jika memungkinan dengan teratur.

4 Hipertermi Dengan dilakukannya asuhan keperawatan selama Temperature regulation


3x2 jam diharapkan pasien tidak mengalami 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
hipertermi dengan kriteria hasil: 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
1. Termoregulasi 3. Monitor TD, nadi, dan RR
a. Peningkatan suhu kulit dipertahankan 4. Monitor warna dan suhu kulit
pada skala 2 (cukup berat) ditingkatkan 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
ke skala 5 (tidak ada). 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
b. Perubahan warna kulit dipertahankan 7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
pada skala 2 (cukup berat) ditingkatkan 8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
ke skala 5 (tidak ada ). 9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
2. Tanda-tanda vital 10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
a. Suhu tubuh dipertahankan pada skala 2 emergency yang diperlukan
(deviasi yang cukup besar dari kisaran 11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak 12. Berikan anti piretik jika perlu
ada deviasi dari kisaran normal).
Vital sign Monitoring
13. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
14. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
15. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
16. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
17. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
18. Monitor kualitas dari nadi
19. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
20. Monitor suara paru
21. Monitor pola pernapasan abnormal
22. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
23. Monitor sianosis perifer
24. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
25. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

5 Mual Dengan dilakukannya asuhan keperawatan selama manajemen cairan :


3x2 jam diharapkan pasien sudah tidak mual lagi 1. Pencatatan intake output secara adekuat
dengan kriteria hasil: 2. Monitor status nutrisi
1. Control mual dan muntah 3. Monitor status hidrasi
a. Mengenali pencetus mual dipertahankan 4. Anjurkan untuk makan pelan-0pelan
pada skala 1 (tidak pernah ditunjukan)
5. Batasi minum 1 jam sebelum dan 1 jam sesuadah makan
ditingkatkan ke skala 5 (secara konsisten
menunjukan ). 6. Berikan terapi iv jika perlu
b. Menghindari faktor-faktor penyebab bila 7. Berikan antiemetic jika perlu.
mungkin dipertahankan pada skala 1 (tidak
pernah ditunjukan) ditingkatkan ke skala 5
(secara konsisten menunjukan ).

6 Defisiensi pengetahuan Dengan dilakukannya asuhan keperawatan selama Pengajaran: proses penyakit
3x2 jam diharapkan keluarga mengetahui apa itu dm 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait penyakit.
df dengan kriteria hasil:
2. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya
1. Pengetahuan: manajemen diabetes 3. Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya
a. Faktor-faktor penyebab dan fakto yang 4. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai
berkontribusi dipertahankan pada skal 2
(pengetahuan terbatas) ditingkatkan ke skala kebutuhan pasien
4 pengetahuan banyak. 5. Jelaskan mengenai proses penyaki, sesuai kebutuhan pasien
b. Tanda dan gejala awal penyakit 6. Identifikasi kemungkinan penyebab sesuai kebutuhan pasien
dipertahankan pada skal 2 (pengetahuan 7. Berikan informasi kepada pasien mengenai kondisinya saat ini,
terbatas) ditingkatkan ke skala 4 pengetahuan
banyak. sesuai kebutuhan pasien
c. Pentingnya menjaga kadar glukosa darah 8. Identifikasi perubahan kondisi fisik pasien
dipertahankan pada skal 2 (pengetahuan 9. Hindari memberikan harapan kosong bagi pasien
terbatas) ditingkatkan ke skala 4 pengetahuan 10. Berikan informasi mengenai pemeriksaan diagnostic yang tersedia,
banyak.
sesuai kebutuhan pasien
11. Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin terjadi sesuai kebutuhan
pasien
12. Edukasi pasien mengenai tanda dan gejala yang harus dilaporkan
7 Risiko infeksi Dengan dilakukannya asuhan keperawatan selama Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
3x2 jam diharapkan infeksi tidak terjadi dengan
kriteria hasil:
1. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
1. Control risiko 2. Jumlah leukosit dalam batas normal
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi 3. Menunjukkan perilaku hidup sehat
dipertahankan pada skala 1 (tidak pernah 4. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
menunjukan) ditingkatkan ke skala 5
(secara konsisten menunjukan).
D. EVALUASI

NO DIAGNOSA EVALUASI
1 Nyeri akut 1. Tingkat nyeri
a. Nyeri pada skala 4 (ringan)
b. Tekanana darah 4 (deviasi ringan ke kisaran normal) ditandai dengan tekanan darah pasien 120/80
mmHg.
1. Kontrol nyeri
a. paien mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri.skala 5
b. Melaporkan nyeri yang terkontrol skala 5 (konsisten menunjukan) ditandai dengan pasien melaporkan
nyeri berkurang.

2 Kerusakan integritas jaringan 1. Penyembuhan luka: primer


a. Memperkirakan kondisi tepi luka skala 4 (besar).
b. Drainase purulent skala 5 (tidak ada ).

2. Control risiko : proses infeksi


Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi skala 5 (secara konsisten menunjukan).

3 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 1. Nafsu makan


a. Intake nutrisi skala 5 (tidak terganggu) ditandai dengan intake nutrisi adekuat.
b. Intake cairan skala 5 (tidak terganggu) ditandai dengan intake cairan adekuat.

2. Keparahan mual dan muntah


a. Frekuensi mual skala 5 (tidak ada) ditandai dengan mual pasien menghilang.
b. Frekuensi muntah skala 5 (tidak ada) ditandai dengan muntah pasien menghilang.
4 Hipertermi 1. Termoregulasi
a. Tidak ada peningkatan suhu kulit skala 5 (tidak ada).
b. Tidak ada perubahan warna kulit skala 5 (tidak ada ).

c. Tanda-tanda vital
a. Suhu tubuh skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal).
5 Mual 1. Control mual dan muntah
a. Mengenali pencetus mual skala 5 (secara konsisten menunjukan ).
c. Menghindari faktor-faktor penyebab mual skala 5 (secara konsisten menunjukan ).

6 Defisiensi pengetahuan 1. Pengetahuan: manajemen diabetes


a. Mengetahui faktor-faktor penyebab dan fakto yang berkontribusi skala 4 (pengetahuan banyak).
b. Mengetahui tanda dan gejala awal penyakit skala 4( pengetahuan banyak).
c. Mengetahui Pentingnya menjaga kadar glukosa darah skala 4 pengetahuan banyak.

7 Risiko infeksi 1. Control risiko


a. Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi skala 5 (secara konsisten menunjukan).

Anda mungkin juga menyukai