Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan
kadar gula darah akibat gangguan produksi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya.
Berdasarkan penyebabnya, DM dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu DM tipe-1, DM
tipe-2, DM tipe lain dan diabetes pada kehamilan atau gestasional. Pada anak, jenis DM
tersering adalah tipe-1, terjadi defisiensi insulin absolut akibat kerusakan sel kelenjar pankreas
oleh proses autoimun.1
Komponen pengelolaan DM tipe-1 meliputi pemberian insulin, pengaturan makan, olah
raga, edukasi, dan pemantauan mandiri.2 Insulin merupakan hormon yang berfungsi untuk
mengubah gula darah (glukosa) menjadi energi dan membantu menjaga keseimbangan kadar
gula darah dalam tubuh yang diproduksi oleh pankreas.3 Tujuan terapi insulin adalah menjamin
kadar insulin yang cukup di dalam tubuh selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme sebagai insulin basal maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih tinggi
(bolus) akibat efek glikemik makanan.2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Pankreas terletak di sepanjang dinding posterior abdomen dari duodenum di sisi kanan,
sampai lien di sisi kiri. Pankreas terdiri dari caput pancreatis yang terletak di dalam suatu
cekungan berbentuk huruf C duodenum dengan processus uncinatus yang terbentang dari
bagian bawah caput pancreatis, melintas di posterior dari vasa mesenterica superior; collum
pancreatis yang terletak anterior vasa mesenterica superior; corpus pancreatis memanjang dan
terbentang dari collum hingga cauda pancreatis; cauda pancreatis melintas di antara lapisan-
lapisan ligamentum splenorenale. Suplai arterial untuk pancreas berasal dari arteria
gastroduodenalis, arteria pancreaticoduodenalis superior dan inferior.4

Gambar 1. Anatomi Pankreas

Pankreas memiliki 2 jaringan utama yaitu pancreas eksokrin yang merupakan bagian
terbesar terdiri atas sel-sel asinar yang mengeluarkan sejumlah enzim yang diperlukan untuk
pencernaan protein, pati, dan lemak dan sel-sel duktus pankreas yang mengeluarkan cairan
dengan kandungan bikarbonat tinggi berfungsi untuk menetralkan asam yang masuk ke
duodenum dari lambung. Sekresi pankreas berada di bawah kontrol saraf (saraf vagus) dan
hormonal (secretin dan CCK). Duktus pankreas aksesori yang lebih kecil juga bermuara di
bagian kedua duodenum di atas papila duodenum mayor.5 Pankreas endokrin terdiri dari sekitar
1 juta pulau Langerhans yang tersebar di seluruh substansi pankreas eksokrin yang memiliki
1-1,5% dari total massa pankreas dan beratnya sekitar 1-2 g pada manusia dewasa. Setiap pulau

6
Langerhans memiliki diameter 0,3 mm dan mengandung beberapa sel endokrin yaitu sel α
penghasil glukagon, sel β penghasil insulin (utama), sel δ penghasil somatostatin, dan sel PP
penghasil polipeptida pancreas.6,7

Gambar 2. Pulau Langerhans Pankreas

2.2 Fisiologi
2.2.1 Insulin
Secara singkat kerja fisiologis insulin adalah mentransportasi glukosa ke dalam sel otot
dan hati terkait dengan kadar glukosa di dalam darah, efek kerja insulin berlawanan dengan
glukagon sebuah polipeptida hormone yang dihasilkan pula oleh sel B pankreas yang akan
memicu proses pembentukan glukosa di dalam hati melalui proses glikolisis dan
glukoneogenesis.6
Insulin dilepaskan oleh sel beta pankreas setelah terjadi transport glukosa oleh GLUT-2
masuk ke dalam sel beta, glukosa yang masuk ke dalam sel beta akan mengalami proses
glikolisis oleh glikokinase menjadi glukosa- 6 Phospate, yang mengaktifkan pembentukan
Asetyl-Co A masuk ke dalam siklus krebbs dalam mitokondria untuk dirubah menjadi ATP
sehingga meningkatkan jumlah ATP dalam sel hal ini akan menginkativasi pompa kalium
sensitif ATP, lalu menginduksi depolarisasi dari membran plasma dan voltage dependent
calcium channel, menyebabkan influks calcium extrasel yang merangsang pergerakan
cadangan kalsium intrasel sehingga menginduksi terjadinya pengikatan granula produsen
insulin ke membran sel dan pelepasan insulin ke dalam peredaran darah.6
Insulin disekresikan ke dalam sistem pembuluh darah porta hepatik. Pada individu
normal kadar insulin setelah puasa semalam (8 jam) berkisar antara 5 - 15 umol/L. Kadar

7
insulin pada vena porta sekitar 3 kali lipat dari kadar insulin pada plasma darah arteri. Sehingga
kadar insulin plasma darah pada sinusoid hati yang merupakan kombinasi dari 20% campuran
darah arteri dan 80% campuran darah dari vena porta berkisar antara 15 - 45 umol/L. Sekresi
insulin akan menurun pada keadaan hipoglikemia, hiperinsulinemia, dan beberapa keadaan
yang meningkatkan pelepasan hormon katekolamin. Sekresi Insulin akan meningkat pada
keadaan hiperglikemia, hipoinsulinemia, peningkatan kadar asama amino darah, asam lemak
tidak teresterifikasi, seperti juga pada aktivasi sistem syaraf parasympatis dan simpatis. Efek
sistemik insulin sangat luas mulai yang onset cepat seperti modulasi pompa ion Kalium dan
transport glukosa kedalam sel, onset moderat regulasi enzim pencernaaan sampai lambat
seperti modulasi dari sintesis enzim. Insulin berkerja dengan berikatan dengan reseptor insulin
pada berbagai sel, bentuk reseptor adalah heterotetrametrik dengan ikatan 2 alpha dan 2
beta, rantai alpha adalah situs pengikat insulin pada membran sel target. Walalupun efek
insulin pada berbagai sel begitu luas namun efek spesifik insulin adalah pada otot rangka,
insulin membuang 40% kelebihan gula tubuh dengan memasukan gula ke dalam otot rangka
dan sel - sel lemak melalui reseptor insulin GLUT – 4.6

Gambar 3. Fisiologi Insulin

2.2.2 Glukagon
Glukagon disekresikan oleh sel A pulau langerhans pankreas yang memiliki sifat
antagonis terhadap insulin, glukagon merupakan hormon polipeptida yang awalnya disintesis
sebagai proglukagon yang akan diproses secara proteolitik menjadi prohormon glukagon.
Glukagon tidak hanya ada di jaringan pankreas namun juga ada di jaringan lain seperti di
8
bagian enteroendokrin dalam lumen usus dan di jaringan otak. Makanan yang mengandung
asam amino tinggi, memicu sekresi glukagon dalam usus, makanan kaya akan karbohidrat
akan menekan sekresi gkukagon dengan memicu aktivasi sel B pankreas melalui pelepasan
GLP-1 pada lumen usus.6
Hormon somatostatin juga menekan sekresi glukagon, sedangkan epinephrin memacu
pengeluaran glukagon dengan aktivasi Beta-2 adrenergik receptor sel, epinephrin bersifat
inhibisi sekresi insulin dengan aktivasi Alpha-2 adrenergik yang menekan produksi Sel Beta
pulau langerhans. Aktivasi syaraf parasimpatis (vagal) memacu sekresi glukagon. Kerja
fisiologis spesifik dan lengkap dari glukagon masih belum terungkap secara jelas namunyang
terpenting adalah meningkatkan kadar glukosa plasma dengan menaktivasi produksi gula
hepatik melalui proses glikolisis dan glukoneogenesis fungsi ini berlawanan dengan kerja
insulin.6

2.3 Definisi DM Tipe-1


DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa
yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas
baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan
terhenti. Sekresi insulin yang rendah mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein.8
Diabetes melitus tipe 1 adalah abnormalitas homeostatis glukosa ditandai dengan
kerusakan permanen sel beta pankreas akibat dari proses autoimmunitas yang menyebabkan
turunnya produksi insulin sehingga kadar insulin endogen plasma turun yang menyebabkan
ketergantungan insulin eksogen untuk mencegah proses komplikasi yang mengancam jiwa
yaitu keto-acidosis. Diabetes tipe 1 umumnya ditemukan pada kasus pediatrik anak dengan
rataan umur 7 - 15 tahun, namun dapat juga muncul pada berbagai usia.9
Diabetes melitus tipe 1 ini terdiri dari 4 fase pada proses perjalanan penyakit yaitu:9
1. Kerusakan sel beta akibat autoimmun dan penurunan progresif sekresi insulin
2. Onset gejala - gejala diabetes
3. Transient remmision “Honeymoon periode”
4. Keadaan diabetes yang tetap dengan berbagai komplikasi kronis dan akut yang
mengancam jiwa

9
2.4 Epidemiologi DM Tipe-1
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2018, tercatat 1220
anak penyandang DM tipe-1 di Indonesia. Insiden DM tipe-1 pada anak dan remaja meningkat
sekitar tujuh kali lipat dari 3,88 menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 dan
2010. Data tahun 2003-2009 menunjukkan pada kelompok usia 10-14 tahun, proporsi
perempuan dengan DM tipe 1 (60%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (28,6%). Pada tahun
2017, 71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum
(KAD), meningkat dari tahun 2016 dan 2015, yaitu 63%. Diduga masih banyak pasien DM
tipe-1 yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis saat pertama kali berobat ke rumah sakit.3

2.5 Patofisiologi DM Tipe-1


Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian islet sel beta
pankreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan sel PP namun hanyalah sel
beta yang mengalami penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara patologis islet sel beta
pankreas diinfiltrasi oleh limfosit (insulitis), hal ini mengakibatkan terjadinya atopikasi dari sel
beta pulau langerhans pankreas dan sebagian besar penanda immunologis yang melindungi
pankreas dari serangan limfosit hilang. Teori yang menjelaskan kematian sel beta masih belum
jelas sampai sekarang namun ada perkiraan penghancuran ini melibatkan pembentukan
metabolit nitrit oksida, apoptosis, dan sitotoksisitas dari T limfosit CD8. Sebenarnya
penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah spesifik pada sel beta. Sebuah teori yang ada
sekarang membantu menjelaskan bahwa sebuah sel autoimmun menyerang 1 molekul sel beta
pankreas lalu menyebar pada sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari proses autoantigen.
Penghancuran islet sel beta pankreas cenderung dimediasikan oleh sel T limfosit, dibandingkan
dengan antigen islet sel beta pankreas sendiri.

10
Gambar 4. Patofisiologi DM Tipe-1

Diabetes melitus tipe-1 terjadi akibat destruksi sel beta pankreas akibat proses
autoimun, walaupun pada sebagian kecil pasien tidak didapatkan bukti autoimunitas atau
idiopatik. Umumnya, gejala klinis timbul ketika kerusakan sel-sel pankreas mencapai ≥90%.
Banyak faktor yang berkontribusi dalam patogenesis DM tipe-1, diantaranya faktor genetik,
epigenetik, lingkungan, dan imunologis. Namun, peran spesifik masing-masing faktor terhadap
patogenesis DM tipe-1 masih belum diketahui secara jelas. Risiko untuk mengalami DM tipe-
1 berhubungan dengan kerusakan gen, saat ini diketahui lebih dari 40 lokus gen yang
berhubungan dengan kejadian DM tipe-1. Riwayat keluarga jarang dijumpai, hanya 10%-15%
pasien memiliki keluarga derajat pertama dan kedua dengan DM tipe-1. Faktor lingkungan
yang berhubungan dengan DM tipe-1, antara lain, infeksi virus dan diet. Sindrom rubella
kongenital dan infeksi human enterovirus diketahui dapat mencetuskan DM tipe-1. Pada
beberapa pasien dengan awitan baru DM tipe-1, sebagian kecil sel β belum mengalami
kerusakan. Dengan pemberian insulin, fungsi sel β yang tersisa membaik sehingga kebutuhan
insulin eksogen berkurang. Periode ini disebut sebagai periode bulan madu atau honeymoon
period dimana kontrol glikemik baik. Umumnya, fase ini diawali pada beberapa minggu
setelah mulai terapi sampai 3-6 bulan setelahnya, pada beberapa pasien dapat mencapai dua
tahun.10

11
2.6 Kriteria Diagnosis DM Tipe-1
Glukosa plasma puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah plasma <126mg/dL
(7 mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan glukosa darah.2
Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:2
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat
badan, polifagia, dan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/ dL (11.1 mmol/L). Atau
2. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7 mmol/L). Atau
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/ dL (11.1 mmol/L) pada jam ke-2 TTGO (Tes
Toleransi Glukosa Oral). Atau
4. HbA1c >6.5% (dengan standar NGSP dan DCCT)
Pada penderita yang asimtomatis dengan peningkatan kadar glukosa plasma sewaktu
(>200 mg/dL) harus dikonfirmasi dengan kadar glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi
glukosa oral yang terganggu. Diagnosis tidak ditegakkan berdasarkan satu kali pemeriksaan.2

Penilaian glukosa plasma puasa:2


a. Normal: < 100 mg/dL (5.6 mmol/L)
b. Gangguan glukosa plasma puasa (Impaired fasting glucose = IFG): 100–125 mg/dL (5.6–
6.9 mmol/L)
c. Diabetes: ≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Penilaian tes toleransi glukosa oral: 2
a. Normal: <140 mg/dL (7.8 mmol/L)
b. Gangguan glukosa toleransi (Impaired glucose tolerance =IGT): 140–200 mg/dL (7.8 –
<11.1 mmol/L)
c. Diabetes: ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)

2.7 Tatalaksana DM Tipe-1


Diabetes merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi dengan
tatalaksana dan pemantauan yang adekuat anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik.
Tujuan dari terapi pada DM tipe-1 adalah mencapai kontrol metabolik yang baik, mencegah
komplikasi akut, mencegah komplikasi jangka panjang mikrovaskular dan makrovaskular,
serta membantu psikologis anak dan keluarga. Yang dimaksud kontrol metabolik yang baik
adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai
normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.10
12
Lima pilar tata laksana DM tipe-1 pada anak adalah injeksi insulin, pemantauan gula
darah, nutrisi, aktivitas fisik, serta edukasi. Dalam menangani DM tipe-1, dibutuhkan
pendekatan holistik dari tim tenaga kesehatan terintegrasi yang terdiri atas dokter anak
endokrinologi, ahli gizi, psikiater atau psikolog dan, edukator DM.10

2.8 Definisi Insulin


Insulin merupakan hormon yang berfungsi untuk mengubah gula darah (glukosa)
menjadi energi dan membantu menjaga keseimbangan kadar gula darah dalam tubuh yang
diproduksi oleh pankreas.3 Insulin merupakan protein kecil yang memiliki berat molekul 5808
dan tersusun oleh 2 rantai asam amino yang terhubung satu sama lain oleh ikatan disulfida.7
Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh selama 24 jam
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin basal maupun insulin koreksi dengan
kadar yang lebih tinggi (bolus) akibat efek glikemik makanan.2

2.9 Jenis Insulin


Terdapat 4 jenis insulin yang biasa digunakan pada pengobatan DM tipe-1, yaitu (1) insulin
kerja ultra pendek, (2) insulin kerja pendek, (3) insulin kerja menengah, serta (4) insulin kerja
panjang. Tidak ada kesepakatan atau aturan baku untuk menentukan jenis insulin mana yang
paling sesuai bagi seorang pasien DM tipe-1, Namun sebagian besar ahli sepakat bahwa insulin
kerja panjang kurang sesuai digunakan pada anak.3
1. Insulin kerja ultra pendek (rapid acting insulin)
Terdapat dua macam analog insulin kerja ultra pendek, yaitu insulin Lispro dan
insulin Aspart. Insulin kerja ultra pendek mempunyai daya absorpsi pada tempat
suntikan lebih cepat (90% dalam 100 menit) dibandingkan regular insulin (90% dalam
150 menit). Awitan kerja lebih cepat, puncak konsentrasi lebih tinggi dan lebih dini,
serta lama kerja lebih singkat. Lispro dapat diberikan 15 menit sebelum makan dan
digunakan pada tata laksana diabetes ketika sakit.3
2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Potensi dan efek hipoglikemia insulin kerja pendek atau insulin regular, hampir
sama dengan insulin kerja ultra pendek. Selain dapat diberikan subkutan, insulin regular
adalah insulin yang dapat diberikan secara intravena, oleh karena itu insulin ini
biasanya dipakai untuk mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis, pasien baru, dan
tindakan bedah. Pada kasus DM tipe-1 yang masih balita sebaiknya menggunakan
insulin jenis ini untuk menghindari efek hipoglikemia.3
13
3. Insulin kerja menengah
Insulin kerja menengah mempunyai awitan yang lambat dan masa kerja yang
panjang tetapi masih tetap kurang dari 24 jam. Insulin jenis ini dapat digunakan dua
kali sehari, digunakan untuk anak yang telah mempunyai pola hidup lebih teratur untuk
menghindari terjadinya episode hipoglikemia. Sebagian besar kasus DM tipe-1 pada
anak menggunakan insulin kerja menengah.3
4. Insulin kerja panjang
Mengingat masa kerja yang panjang, maka pemakaian insulin ini cukup
diberikan satu kali dalam satu hari. Pada suatu penelitian disebutkan bahwa pemakaian
insulin kerja panjang secara bermakna mengurangi kejadian hipoglikemia pada malam
hari (nocturnal hypoglycemia). Pemakaian insulin kerja panjang (glargine insuline)
juga secara bermakna dapat menurunkan kadar HbA1c serta frekuensi terjadinya
hipoglikemia. Percampuran insulin kerja ultra pendek dengan insulin kerja panjang
tidak terbukti lebih baik dalam mencegah nocturnal hypoglycemia.3

2.10 Regimen Insulin


a. Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang seragam
untuk semua penderita DM tipe-1. Regimen apapun yang digunakan bertujuan untuk
mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga mampu menormalkan
metabolisme gula atau paling tidak mendekati normal.
b. Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur, lama
menderita diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah
dsb), target kontrol metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya.
c. Dua hal yang perlu penting dikenali pada pemberian insulin adalah efek Somogyi dan
efek Subuh (Dawn effect). Kedua efek tersebut mengakibatkan hiperglikemia pada pagi
hari, namun memerlukan penanganan yang berbeda. Efek Somogyi terjadi sebagai
kompensasi terhadap hipoglikemia yang terjadi sebelumnya (rebound effect), yaitu
pemberian insulin yang berlebihan sehingga terjadi hipoglikemia pada malam hari (jam

14
02.00-03.00), akibat adanya hipoglikemia maka tubuh mengkonpensasi dengan
peningkatan sekresi hormon kontrainsulin (hormon glikogenik). Sebaliknya efek subuh
terjadi akibat kerja hormon hormon kontra insulin yang lebih dominan pada malam
hari. Sehingga efek Somogyi memerlukan penambahan makanan kecil sebelum tidur
atau pengurangan dosis insulin malam hari, sedangkan efek Subuh memerlukan
penambahan dosis insulin malam hari untuk menghindari hiperglikemia pagi hari.
d. Kecil kemungkinannya untuk mencapai normoglikemia pada anak dan remaja dengan
pemberian insulin satu kali per hari.
e. Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan sakit.
Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya dikonsulkan kepada
dokter.
f. Berdasarkan hasil Diabetes Control and Complication Trial (DCCT), sukar sekali
mencapai normoglikemia secara konsisten pada DM tipe-1. Rerata HbA1c pada
kelompok pengobatan intensif DCCT adalah 7-7,5%.
g. Konsep basal-bolus (misal: insulin pump, kombinasi pemberian insulin basal 1-2 kali
dan insulin kerja cepat atau kerja pendek sebagai bolus saat makan utama/makanan
kecil) menyerupai sekresi insulin fisiologis.
h. Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin per
hari (campuran insulin kerja cepat/ pendek dengan insulin basal).
i. Pada fase remisi seringkali hanya memerlukan 1 kali suntikan insulin kerja menengah,
panjang atau basal untuk mencapai kontrol metabolik yang baik.8

2.10.1 Regimen Split-Mix


a. Injeksi 1 kali sehari
Sering sekali tidak sesuai digunakan pada penderita DM tipe-1 anak maupun
remaja. Namun dapat diberikan untuk sementara pada saat fase remisi. Regimen
insulin yang dapat digunakan adalah insulin kerja menengah atau kombinasi kerja
cepat/pendek dengan insulin kerja menengah.
b. Injeksi 2 kali sehari
Digunakan campuran insulin kerja cepat/pendek dan kerja menengah yang
diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam. Dapat menggunakan
insulin campuran buatan pabrik atau mencampur sendiri. Regimen ini biasa digunakan
pada anak-anak yang lebih muda.

15
c. Injeksi 3 kali sehari
Insulin campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah diberikan sebelum
makan pagi, insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan siang atau kudapan
sore, dan insulin kerja menengah pada menjelang tidur malam hari. Regimen ini biasa
digunakan pada anak yang lebih tua dan remaja yang kebutuhan insulinnya tidak
terpenuhi dengan regimen 2 kali sehari.8

2.10.2 Regimen basal-bolus


Menggunakan insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan utama (makan pagi
siang, dan malam) dengan insulin kerja menengah diberikan pada pagi dan malam hari, atau
dengan insulin basal (glargine, detemir) yang diberikan sekali sehari (pagi atau malam hari).8
Regimen ini biasa digunakan pada anak remaja ataupun dewasa. Komponen basal
biasanya berkisar 40-60% dari kebutuhan total insulin, yang dapat diberikan menjelang tidur
malam atau sebelum makan pagi atau siang, atau diberikan dua kali yakni sebelum makan pagi
dan makan malam; sisanya sebagai komponen bolus terbagi yang disuntikkan 20- 30 menit
sebelum makan bila menggunakan insulin reguler, atau segera sebelum makan atau sesudah
makan bila menggunakan analog insulin kerja cepat. Analog insulin kerja cepat dapat diberikan
15-20 menit sebelum makan untuk mendapatkan efek yang maksimal.8

2.10.3 Pompa Insulin


Hanya boleh menggunakan analog insulin kerja cepat yang diprogram sebagai insulin
basal sesuai kebutuhan penderita (biasanya 40-60% dari dosis total insulin harian). Untuk
koreksi hiperglikemia saat makan, diberikan dosis insulin bolus yang diaktifkan oleh
penderita.8
Regimen apapun yang digunakan pemantauan glukosa darah secara mandiri di rumah
sangat dianjurkan untuk memudahkan dosis penyesuaian insulin ataupun diet. Apabila tidak
dapat menggunakan glukometer, maka pemeriksaan rutin urin sehari-hari di rumah sudah
cukup memadai. Keterbatasan pemeriksaan urin reduksi perlu dipahami oleh tenaga medis
sehingga tidak mengambil kesimpulan yang keliru. Parameter obyektif keadaan metabolisme
glukosa darah yang dapat dipercaya saat ini adalah pemeriksaan HbA1c serum, sehingga wajib
dilakukan oleh penderita setiap 3 bulan.8

16
2.10.4 Dosis insulin
Dosis insulin harian, tergantung pada:8
a. Umur
b. Berat badan
c. Status pubertas
d. Lama dan fase dari diabetes
e. Asupan makanan
f. Pola olahraga
g. Aktifitas harian
h. Hasil dari monitoring glukosa darah dan HbA1c
i. Penyakit penyerta

Dosis yang tepat dapat memberikan kontrol glikemik yang baik tanpa menyebabkan
masalah hipoglikemia, juga pertumbuhan berat dan tinggi badan sesuai bagan pertumbuhan
anak.8
a. Selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5 IU/kg/hari
b. Prepubertas (di luar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–1 IU/kg/hari
c. Selama pubertas kebutuhan akan meningkat 1,2–2 IU/kg/hari

2.10.5 Penyesuaian dosis insulin


Penyesuaian dosis insulin bertujuan untuk mencapai kontrol metabolik yang optimal,
tanpa meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia dan tanpa mengabaikan kualitas hidup
penderita baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keseimbangan antara kontrol metabolik
dan kualitas hidup sangat sulit dicapai tetapi harus diusahakan. Pengaturan dosis insulin yang
kaku atau terlalu fleksibel bukan merupakan jawaban untuk mencapai kontrol metabolik yang
baik.8
Penyesuaian dosis biasanya dibutuhkan pada honeymoon period, masa remaja, masa
sakit, dan sedang menjalankan pembedahan. Pada dasarnya kebutuhan insulin adalah sesuai
dengan kebutuhan metabolisme tubuh, namun masalahnya penyesuaian dosis insulin tidak
akan selalu memberikan hasil yang diharapkan karena belum ada regimen insulin yang benar-
benar sesuai dengan fisiologi insulin alamiah. Selain itu, pola hidup penderita akan
mempengaruhi kadar gula darah. Perlu diperhatikan bahwa penyesuaian dosis insulin secara
sembarang dapat mencetuskan kedaruratan medik.3,8

17
Pada fase honeymoon period atau fase remisi anak sering mengalami serangan
hipoglikemia sehingga dosis insulin yang dibutuhkan sangat rendah, bahkan pada beberapa
kasus kontrol metabolik dapat dicapai tanpa pemberian insulin sama sekali. Dosis insulin pada
fase ini perlu disesuaikan untuk menghindari serangan hipoglikemia.3,8
Pada masa remaja, kebutuhan insulin meningkat karena bekerjanya hormon seks
steroid, meningkatnya amplitudo dan frekuensi sekresi hormon pertumbuhan yang kesemuanya
merupakan hormon kontra insulin.3,8
Pada saat sakit, dosis insulin perlu disesuaikan dengan asupan makanan tetapi jangan
menghentikan pemberian insulin. Penghentian insulin akan meningkatkan lipolisis dan
glikogenolisis sehingga kadar glukosa darah meningkat dan penderita rentan untuk menderita
ketoasidosis.3,8
Pada saat terjadi perubahan pola makan untuk jangka tertentu misalnya pada bulan
puasa, dosis insulin juga harus disesuaikan hingga 2/3 atau 3/4 dari insulin total harian, serta
distribusinya harus disesuaikan dengan porsi dosis sebelum buka puasa lebih besar dari dosis
sebelum makan sahur.3,8

2.10.6 Penyesuaian dosis insulin berdasarkan pola kadar glukosa darah


Pada regimen dua atau tiga kali suntikan, penyesuaian dosis dilakukan berdasarkan pola
kadar glukosa darah harian penuh selama beberapa hari (7-10 hari) dengan mempertimbangkan
pola aktifitas dan pola makan penderita.8
Untuk regimen basal-bolus, penyesuaian dosis insulin lebih fleksibel dan dinamis yang
dilakukan setiap sebelum makan tergantung hasil monitoring kadar glukosa darahnya, di
samping itu pola kadar glukosa darah harian juga menjadi pertimbangan. Penggunaan insulin
kerja cepat analog memerlukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan untuk
melihat efektifitasnya. Penyesuaian dosis insulin pada regimen basal-bolus juga didasarkan
atas konsumsi makanan (karbohidrat) dan besar penyimpangan kadar glukosa darah terhadap
target yang ditentukan. Beberapa alat insulin pump yang baru, dapat diprogram secara otomatis
untuk menyesuaikan dosis insulin sesuai kadar glukosa darah saat itu serta asupan
karbohidratnya.8

2.10.7 Penyesuaian dosis insulin bila kadar glukosa darah di luar target
a. Peningkatan kadar glukosa darah sebelum makan pagi: meningkatkan dosis insulin
kerja menengah/panjang sebelum makan malam atau sebelum tidur (diperlukan

18
pemeriksaan kadar glukosa darah tengah malam untuk memastikan tidak terjadinya
hipoglikemia nokturnal).
b. Peningkatan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan: menaikkan dosis insulin kerja
cepat/pendek sebelum makan.
c. Peningkatan kadar glukosa sebelum makan siang atau malam: menaikkan dosis insulin
basal sebelum sarapan pagi atau menaikkan dosis insulin kerja cepat/pendek sebelum
makan pagi (bila menggunakan regimen basal-bolus). Jika menggunakan insulin kerja
cepat untuk regimen basal-bolus, dosis insulin basalnya bisa disesuaikan juga pada
situasi seperti ini.
d. Penyesuaian dosis insulin juga dapat dilakukan dengan jalan memperhitungkan rasio
insulin-karbohidrat (menggunakan rumus 500). Angka 500 dibagi dengan dosis insulin
total harian hasilnya dinyatakan dalam gram, artinya 1 unit insulin dapat mencakup
sejumlah gram karbohidrat dalam diet penderita.
e. Koreksi hiperglikemia: dapat dilakukan dengan rumus 1800 bila menggunakan insulin
kerja cepat, dan rumus 1500 bila menggunakan insulin kerja pendek. Angka 1800 atau
1500 dibagi dengan insulin total harian hasilnya dalam mg/dL, artinya 1 unit insulin
akan menurunkan kadar glukosa darah sebesar hasil pembagian tersebut dalam mg/dL.
Hasil perhitungan dosis koreksi ini bersifat individual dan harus mempertimbangkan
faktor lain misalnya latihan.
f. Peningkatan kadar glukosa sesudah makan malam: menaikkan insulin kerja
cepat/pendek sebelum makan malam.
g. Hipoglikemia dengan sebab yang belum jelas: evaluasi ulang dosis insulin secara
keseluruhan.8

2.11 Penyuntikan
Suntikan insulin yang digunakan sebaiknya selalu disesuaikan dengan kekuatan insulin
yang dipakai (misal insulin kekuatan 100 U/mL sebaiknya menggunakan jarum suntik 1mL
= 100 U). Apabila tidak sama, perhitungan dosis insulin harus diulang minimal 2 kali dan
ditanyakan kepada orang lain untuk konfirmasi. Apabila tidak mengerti sebaiknya
ditanyakan ke dokter atau apotek terdekat.8
Untuk mendapatkan efek insulin yang diharapkan, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penyerapan insulin. Faktor-faktor tersebut adalah lokasi (tercepat adalah
dinding perut kemudian diikuti berturut-turut lengan, paha dan bokong); kedalaman
suntikan (suntikan intramuskular akan mempercepat absorpsi); jenis insulin; dosis insulin
19
(dosis kecil lebih cepat absorpsinya); kegiatan fisik (olahraga meningkatkan absorpsi); ada
tidaknya lipodistrofi atau lipohipertrofi (kedua keadaan akan memperlambat absorpsi); dan
perbedaan suhu (suhu panas mempercepat absorpsi).3,8,11
Tempat suntikan yang biasa dilakukan pada area:
a. Abdomen, tempat yang paling disukai jika membutuhkan absorpsi yang cepat dan
kurang dipengaruhi aktifitas otot atau olahraga
b. Lengan samping atas (pada anak kecil dengan lemak subkutaneus sedikit, dapat
terjadi suntikan intramuskular dan menyebabkan memar)
c. Paha depan atau samping, tempat pilihan jika membutuhkan absorpsi yang lambat
dari insulin kerja panjang
d. Bokong samping atas (pada anak, seluruh bagian atas dapat digunakan)

2.11.1 Teknik Penyuntikan


Insulin harus disuntikkan secara subkutan dalam dengan melakukan ‘pinched’ (cubitan)
dan jarum suntik harus membentuk sudut 45°, atau 90° bila jaringan subkutannya tebal.8,11
Penyuntikan ini dapat dilakukan pada daerah yang sama setiap hari tetapi tidak
dianjurkan untuk melakukan penyuntikan pada titik yang sama. Rotasi penyuntikan sangat
dianjurkan untuk mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi. Untuk penyuntikan tidak
perlu menggunakan alkohol sebagai tindakan aseptik pada kulit.8,11
Pemeriksaan berkala tempat suntikan, teknik menyuntik, dan ketrampilan menyuntik
harus dipantau oleh orangtuanya dan petugas kesehatan. Pemakaian pompa insulin
memerlukan edukasi khusus, pemakai dan keluarga harus tahu bagaimana mengganti dengan
suntikan berulang dengan menggunakan pen atau jarum suntik pada saat darurat.8,11

2.11.2 Reaksi Lokal


Reaksi lokal terhadap injeksi insulin jarang terjadi. Bila terjadi biasanya disebabkan
oleh zat aditif di dalam insulin seperti metacresol, phenol, methylhydroxybenzoate, atau bahan
pengawetnya. Jika benar insulinnya sebagai penyebab alergi, desensitasi dapat dilakukan
sesuai dengan protokol yang dikeluarkan oleh produsen insulinnya. Urtikaria karena dingin
bisa terjadi bila insulin segera digunakan setelah dari lemari es. Penambahan sedikit
kortikosteroid dalam insulin dapat membantu mengatasi alergi karena insulin.8,11

20
Lipohipertrofi dengan penumpukan lemak dalam benjolan di bawah kulit sering
ditemukan pada anak. Lipoatrofi juga dapat menjadi masalah pada penderita yang
menggunakan insulin analog dan pompa insulin.8,11
Sakit pada tempat suntikan merupakan masalah yang sering ditemukan pada anak.
Periksa sudut suntikan, panjang dan ketajaman jarum, dan kedalaman tempat suntikan.
Pemakaian jarum berulang menimbulkan sakit yang berlebih.8,11
Kebocoran insulin sering ditemukan dan tidak dapat dihindari. Dianjurkan untuk secara
perlahan menarik jarum dari kulit, meregangkan kulit setelah jarum ditarik, atau ditekan
dengan tangan yang bersih pada daerah suntikan. Memar dan perdarahan sering ditemukan
setelah suntikan intramuskular atau terlalu ketat penekanan pada kulit. Penggunaan jarum yang
tipis dapat mengurangi perdarahan pada daerah suntikan.8,11

2.12 Penyimpanan
Insulin akan kehilangan potensinya setelah vial insulin terbuka atau jika dibiarkan pada
suhu tinggi. Insulin relatif stabil pada suhu ruangan selama beberapa minggu, asal tidak
terpapar pada panas yang berlebihan. Pada suhu kamar (25℃) potensi insulin akan berkurang
< 1% dalam waktu 30 hari, berbeda jka disimpan dalam lemari es, potensinya akan berkurang
< 0,1% dalam 30 hari. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan insulin:8,11
a. Insulin jangan disimpan di freezer
b. Sinar matahari langsung atau suhu udara panas (beriklim panas) dapat merusak insulin
c. Tidak diperkenankan menggunkana insulin yang penampakannya sudah berubah
(menggumpal, beku, mengendap, atau berubah warna)
d. Jika insulin tidak dipergunakan, sebaiknya disimpan di dalam lemari es (4–8℃)
e. Setelah insulin dibuka, sebaiknya dibuang setelah 3 bulan jika penyimpanannya pada
suhu 2–8℃, atau setelah 4 minggu jika disimpan pada suhu ruangan. Namun, beberapa
produsen merekomendasikan hanya 10 -14 hari jika disimpan dalam suhu ruangan
f. Pada daerah beriklim panas dan lemari es tidak tersedia, termos es atau kain basah
dingin yang dilingkarkan sekeliling insulin dapat menjaga aktifitas insulin
g. Setelah melewati masa kadaluarsa yang ditetapkan pabrik, insulin harus dibuang

Alat suntik sebaiknya digunakan untuk satu kali pakai, terutama bila sterilitas alat
suntik tidak dapat dijamin. Walaupun demikian, pada beberapa pasien pemakaian jarum
suntik berulang dapat dibenarkan. Sebaiknya pemakaian berulang hanya untuk dua kali

21
pakai agar tetap aman dan tidak nyeri untuk penderita. Beberapa cara untuk meningkatkan
frekuensi pemakaian jarum suntik adalah:8,11
a. Simpanlah jarum suntik pada suhu kamar
b. Tutuplah jarum dengan penutupnya apabila tidak dipakai
c. Janganlah membersihkan jarum dengan alcohol
d. Pompalah udara ke jarum suntik berulang-ulang setiap kali sebelum pemakaian untuk
membuang sumbatannya
e. Buang jarum suntik apabila telah bengkok atau tumpul atau telah bersentuhan dengan
bagian badan lainnya selain kulit
f. Buang jarum suntik apabila angka-angkanya sudah tidak terbaca atau kurang terbaca

22
BAB III
KESIMPULAN

DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa


yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas
baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan
terhenti. Insiden DM tipe-1 pada anak dan remaja meningkat sekitar tujuh kali lipat dari 3,88
menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 dan 2010. Pada DM tipe-1 terjadi
defisiensi insulin absolut akibat kerusakan sel kelenjar pankreas, maka dari itu penggantian
insulin atau insulin eksogen merupakan pilihan terapi lini pertama untuk mengobati DM tipe-
1. Terdapat 4 jenis insulin yang biasa digunakan pada pengobatan DM tipe-1, yaitu insulin
kerja ultra pendek, insulin kerja pendek, insulin kerja menengah, dan insulin kerja panjang.
Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang seragam untuk
semua penderita DM tipe-1. Regimen apapun yang digunakan bertujuan untuk mengikuti pola
fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga mampu menormalkan metabolisme gula atau
paling tidak mendekati normal.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Skyler JS, Bakris GL, Bonifacio E, Darsow T, Eckel RH, Groop L, et al. Differentiation
of diabetes by pathophysiology, natural history, and prognosis. Diabetes.
2017;66(2):241–55.
2. Yati NP, Trijaja B. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan
Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017. 1–15 p.
3. Wisman, Hakimi, Charles D. Siregar MD. Pemberian Insulin pada Diabetes Melitus
Tipe-1. J Univ Sumatera Utara. 2007;9(1):3–7.
4. Richard L. Drake, A. Wayne Vogl AWMM. Gray Dasar-Dasar Anatomi. Canada:
Elsevier Churchill Livingstone; 2012.
5. Hansen JT. Netter’s clinical anatomy. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2014.
6. David G. Gardner DS. Greenspan’s Basic And Clinical Endocrinology. The Mcgraw-
Hill companies Lange Medical Series. 2011.
7. Hall JE. Gastrointestinal Physiology: Secretory Functions of the Alimentary Tract.
Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 2016. 936–946 p.
8. Tridjaja B, Prita Yati N, Faizi M. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus
Tipe-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2015. 1–9 p.
9. Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
2014.
10. Pulungan AB, Annisa D, Imada S. Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak: Situasi di
Indonesia dan Tata Laksana. Sari Pediatri. 2019;20(6):392.
11. Perkumpulan Edukator Diabetes Indonesia. Pedoman Teknik Menyuntik Insulin
Indonesia. Surabaya: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2017.

24

Anda mungkin juga menyukai