PEMBIMBING
dr. Pulung Silalahi, Sp.A
DISUSUN OLEH
Khansadhia Hasmaradana Mooiindie
1102014143
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu, penulis mengharapkan kritikan serta saran yang bersifat membangun sehingga
penulisan tulisan ini dapat lebih baik lagi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan profesi dokter. Amin
Ya Rabbal Alamin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus pada anak bukanlah sebuah kelainan yang sering di temui
dalam praktek klinis sehari - hari prevalensinya hanya 3% di Inggris, dan menurut
beberapa literatur lain hanyalah 2- 5 % dari seluruh populasi, diabetes pada anak
melibatkan beberapa faktor namun kelainan genetis dan kerusakan sel beta pankreas
akibat reaksi autoimmun pada islet sel B pankreas yang mengakibatkan defisiensi
yang cukup besar pada produksi insulin (insulin endogen) merupakan faktor utama
dalam penyebab diabetes pada anak, kerusakan sel B pulau langerhans pancreas ini
menyebabkan ketergantungan individu secara absolut terhadap insulin dari luar
(insulin eksogen) “insulin dependent diabetes mellitus” (IDDM) dan kebutuhan
akan pemantauan kadar glukosa darah rutin, serta perubahan pola konsumsi sehari
- hari yang cukup ekstrem.(1,2,3,4)
BAB II
DIABETES PADA ANAK
Sel-sel dalam pulau langerhans dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sifat
pewarnaan dan morfologi. Kurang lebih terdapat 4 jenis sel penyusun pulau
langerhans pankreas, yakni Sel α, β, δ, dan sel f. Hampir 60-75% sel dalam
kelenjar pankreas adalah Sel β. Granula sel β adalah paket-paket insulin dalam
sitoplasma sel. Setiap paket terdapat dalam vesikel berselaput membran dan
terdapat ruang jernih diantara dinding sel. Sel β merupakan sumber insulin yang
bekerja pada kadar glukosa yang tinggi dan sifatnya menurunkan kadar glukosa
yang tinggi menjadi normal. Kelainan fungsi sel-sel β dapat menyebabkan penyakit
diabetes melitus. Hiperplasia atau adanya neoplasia dari sel β dapat
mengakibatkan sindroma hiperinsulinisme yang ditandai dengan adanya
hipoglikemia.
1.1 Fisiologi Insulin
Secara singkat kerja fisiologis insulin adalah mentransportasi glukosa kedalam sel
otot dan hati terkait dengan kadar glukosa didalam darah, efek kerja insulin berlawanan
dengan glukagon sebuah polipeptida hormone yang dihasilkan pula oleh sel B pankreas yang
akan memicu proses pembentukan glukosa di dalam hati melalui proses glikolisis dan
glukoneogenesis.(1,2,3,4,5,6,7)
Insulin dilepaskan oleh sel beta pankreas setelah terjadi transport glukosa oleh
GLUT-2 masuk kedalam sel beta, glukosa yang masuk kedalam sel beta akan mengalami
proses glikolisis oleh glikokinase menjadi glukosa- 6 Phospate, yang mengaktifkan
pembentukan Asetyl-Co A masuk kedalam siklus krebbs dalam mitokondria untuk dirubah
menjadi ATP (Adenosine Tri Phospat) sehingga meningkatkan jumlah ATP dalam sel hal
ini akan menginkativasi pompa kalium sensitif ATP, lalu menginduksi depolarisasi dari
membran plasma dan voltage dependent calcium channel, menyebabkan influks calcium
extrasel yang merangsang pergerakan cadangan kalsium intrasel sehingga menginduksi
terjadinya pengikatan granula produsen insulin ke membran sel dan pelepasan insulin
kedalam peredaran darah. (1,2,3)
Insulin disekresikan kedalam sistem pembuluh darah porta hepatik. Pada individu
normal kadar insulin setelah puasa semalam (8 jam) berkisar antara 5 - 15 umol/L. Kadar
insulin pada vena porta sekitar 3 kali lipat dari kadar insulin pada plasma darah arteri.
Sehingga kadar insulin plasma darah pada sinusoid hati yang merupakan kombinasi dari
20% campuran darah arteri dan 80% campuran darah dari vena porta berkisar antara 15 - 45
umol/L. Sekresi insulin akan menurun pada keadaan hipoglikemia, hiperinsulinemia, dan
beberapa keadaan yang meningkatkan pelepasan hormon katekolamin. Sekresi Insulin akan
meningkat pada keadaan hiperglikemia, hipoinsulinemia, peningkatan kadar asama amino
darah, asam lemak tidak teresterifikasi, seperti juga pada aktivasi sistem syaraf parasympatis
dan simpatis. Efek sistemik insulin sangat luas mulai yang onset cepat seperti modulasi
pompa ion Kalium dan transport glukosa kedalam sel, onset moderat regulasi enzim
pencernaaan sampai lambat seperti modulasi dari sintesis enzim. Insulin berkerja dengan
berikatan dengan reseptor insulin pada berbagai sel, bentuk reseptor adalah
heterotetrametrik dengan ikatan 2 alpha dan 2 beta, rantai alpha adalah situs pengikat insulin
pada membran sel target. Walalupun efek insulin pada berbagai sel begitu luas namun efek
spesifik insulin adalah pada otot rangka, insulin membuang 40% kelebihan gula tubuh
dengan memasukan gula kedalam otot rangka (80 % - 90 %) dan sel - sel lemak melalui
reseptor insulin GLUT - 4.(3,4,5)
Glucose and other nutrients regulate insulin secretion by the pancreatic beta cell. Glucose is transported by a glucose
transporter (GLUT1 in humans, GLUT2 in rodents); subsequent glucose metabolism by the beta cell alters ion channel
activity, leading to insulin secretion. The SUR receptor is the binding site for some drugs that act as insulin secretagogues.
Mutations in the events or proteins underlined are a cause of maturity-onset diabetes of the young (MODY) or other forms
of diabetes. SUR, sulfonylurea receptor; ATP, adenosine triphosphate; ADP, adenosine diphosphate, cAMP, cyclic
adenosine monophosphate. IAPP, islet amyloid polypeptide or amylin.
(Gambar 2 sumber : Harrison’s Principal of internal Medicine 18th ed )
Sekresi insulin oleh sel ß pankreas bergantung pada 3 faktor utama yakni: kadar glukosa
darah, ATP-sensitive K channels dan voltage-sensitive calcium channels sel ß pancreas.
Pada keadaan puasa saat kadar glukosa darah menurun, ATP-sensitive K channels pada
membran sel ß akan terbuka sehingga ion kalium akan meninggalkan sel ß (K-efflux),
dengan demikian mempertahankan potensial membran dalam keadaan hiperpolar
sehingga Ca-channels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke dalam sel ß
sehingga perangsangan sel ß untuk mensekresi insulin menurun. Sebaliknya pada keadaan
setelah makan, kadar glukosa darah yang meningkat akan ditangkap oleh sel ß melalui
glucose transporter 2 (GLUT 2) dan dibawa ke dalam sel. GLUT 2 terutama didapatkan
pada sel hepar dan sel ß pankreas, mempunyai afinitas yang rendah terhadap glukosa
sehingga baru akan mulai bekerja pada saat terjadi hiperglikemi. Hal ini mencegah
timbulnya pelepasan insulin serta ambilan glukosa oleh hepar pada saat puasa.
Konsentrasi glukosa darah menentukan aliran lewat glikolisis, siklus asam sitrat dan
pembentukan ATP. Peningkatan konsentrasi ATP akan menghambat saluran K+ yang
sensitif terhadap ATP sehingga menyebabkan depolarisasi membran sel beta, keadaan ini
akan meningkatkan aliran masuk Ca2+ lewat saluran Ca2+ yang sensitif terhadap voltase
dan dengan demikian menstimulasi eksositosis insulin.
Insulin yang dilepaskan ke dalam darah akan menurunkan konsentrasi glukosa
darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak, serta
menekan produksi glukosa oleh hati. Insulin disekresikan oleh sel ß pankreas. Oleh karena
itu jika terjadi kelainan pada sel ß pankreatis akan menyebabkan produksi insulin berhenti
atau terganggu. Defisiensi insulin ini akan menyebabkan keadaan hiperglikemi yang akan
mengurangi kemampuan metabolisme karbohidrat dan terjadilah diabetes mellitus.
Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1
Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian islet sel
beta pankreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan sel PP namun
hanyalah sel beta yang mengalami penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara
patologis islet sel beta pankreas diinfiltrasi oleh limfosit (insulitis), hal ini mengakibatkan
terjadinya atopikasi dari sel beta pulau langerhans pankreas dan sebagian besar penanda
immunologis yang melindungi pankreas dari serangan limfosit hilang. Teori yang
menjelaskan kematian sel beta masih belum jelas sampai sekarang namun ada perkiraan
penghancuran ini melibatkan pembentukan metabolit nitrit oksida, apoptosis, dan
sitotoksisitas dari T limfosit CD8. Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen
tidaklah spesifik pada sel beta. Sebuah teori yang ada sekarang membantu menjelaskan
bahwa sebuah sel autoimmun menyerang 1 molekul sel beta pankreas lalu menyebar pada
sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari proses autoantigen. Penghancuran islet sel
beta pankreas cenderung di mediasikan oleh sel T limfosit, dibandingkan dengan antigen
islet sel beta pankreas sendiri. Pada klasifikasi diatas telah di jelaskan mengenai antigen
serta agen autoimmunitas yang berperan dalam proses penghancuran sel beta pulau
langerhans pankreas.(5,6,7,8,9)
(Schematic representation of the autoimmune response against pancreatic β cells. An insult to the pancreas leads to the
release of β-cell antigens (GAD65), which are taken up by antigen-presenting cells (APCs) and the epitopes presented to
the CD4 T cells. Type and stages of activation of APCs as well as the cytokine environment, in which the CD4 T cell
priming takes place, dictate the differentiation of autoreactive T cells toward diabetogenic T helper-1 (Th1) cells, Th2
cells, or antigen-specific regulatory T cells. A predominant Th1 autoimmune response results in the recruitment and
differentiation of cytotoxic CD8 cells, which attack the pancreatic β cells, leading to a massive release of β-cell antigens
(Ag), epitope spreading, and destruction of the pancreatic islets. B, B lymphocyte; DC, dendritic cell; M, macrophage;
CTL, cytotoxic cell; TGF-β, tumor growth factor–β; INFγ, interferon-γ; IL, interleukin).
Gambar 2 ((Adapted from Casares S, Brumeanu TD: Insights into the pathogenesis of
T1DM: A hint for novel immunospecific therapies. Curr Molec Med 2001;1:357–378).
Patofisologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, resistensi insulin,
kelebihan produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak yang abnormal. Pada tahap awal
toleransi glukosa masih dalam standar nilai normal, kendati terjadi resistensi insulin pada
otot sekeleton namun pankreas masih mampu mengkompensasikan dengan menaikan
sekresi insulin kedalam darah. Resistensi insulin dan keadaan hiperinsulinemia akibat
kompensasi pankreas terus berkembang, pada sebagian individu kemampuan pankreas
untuk terus berkompensasi dengan keadaan hiperinsulinemia akibat kompensasi
mengalami kemunduran sampai pada keadaan tidak mampu menkompensasi balik. Pada
tahap awal terjadi impaired glukose tolerance (IGT) ditandai dengan peningkatan nilai
toleransi glukosa post prandial. Selanjutnya pankreas tidak lagi mampu mensekresi insulin
yang adekuat untuk mentransport glukosa darah kedalam sel mengakibatkan hati
mengkompensasi dengan memproduksi glukosa secara konstan lewat proses
glukoneogenesis, sehingga terjadi kejadian hiperglikemia puasa. Lebih lanjut lagi maka
terjadi kegagalan sel beta pankreas.(5,6,7,8,9,10,11,12)
Tabel 3 Gejala Klinis Yang Menyertai Pada Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2.
Walaupun gejala klinis dari T1DM tidaklah spesifik, tanda penting yang terlihat
dalam acuan diagnosis adalah poliuria pada anak dengan dehidrasi, kurang berat badan,
hiperglikemia, dan ketonuria yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan rutin. Diagnosis
pasti dari diabetes mellitus tipe 1 meliputi kadar gula darah non puasa melebihi 200 mg/dL
(11.1mmol/L) diikuti dengan gejala klinis yang tipikal terhadap T1DM. Bila pasien anak
yang datang obese maka perlu di singkirkan kemungkinan bahwa diabetes yang terjadi
adalah tipe 2. Bila keadaan hiperglikemia telah dikonfirmasi maka wajib dilakukan
pemeriksaan untuk DKA terutama bila keadaan ketonuria ditemukan, dilanjutkan dengan
pemeriksaan elektrolit darah serta pengawasan walaupun tanda dehidrasi yang terjadi tidak
berat. Pada pasien anak non obese tidak perlu dilakukan pemeriksaan autoimmunitas untuk
sel beta. Pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan untuk monitoring dan pengawasan kadar
glukosa terkait dengan keberhasilan terapi.
Tabel 5 (Nelson’s pediatric essential 5th ed relationship of the blood gas.pH, clinical
interpretation )
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara
glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang
dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
ireversibel. Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high
performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity
chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.Metode Ion Exchange
Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH
dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa
memberikan hasil negatif palsu. Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange
chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali.
Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.Metode agar gel
elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding
HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC
tidak banyak berpengaruh pada metode ini. Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur
HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai
presisi yang baik. Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta
bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak
dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi
metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil
pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.Metode Kolorimetri: waktu
inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun
glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang
kurang dikenal oleh klinisi, yaitu mmol/L.(5,6,7,8,80.11)
Microvascular
Eye disease
Retinopathy (nonproliferative/proliferative)
Macular edema
Neuropathy
Autonomic
Nephropathy
Macrovascular
Cerebrovascular disease
Other
Dermatologic
Infectious
Cataracts
Glaucoma
Periodontal disease
Hearing loss
(Tabel 7 sumber : Harrison’s principles of internal medicine 18ed )
Pemberian Insulin
Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh
selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin basal
maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih tinggi (bolus) akibat efek glikemik
makanan.
Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang
seragam untuk semua penderita DMT1. Regimen apapun yang digunakan bertujuan
untuk mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga mampu
menormalkan metabolisme gula atau paling tidak mendekati normal. • Pemilihan
regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur, lama menderita
diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah dsb),
target kontrol metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya.
Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan
sakit. Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya dikonsulkan
kepada dokter.
Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin
per hari (campuran insulin kerja cepat/ pendek dengan insulin basal).
Dosis insulin harian, tergantung pada: Umur, berat badan, status pubertas, lama
menderita, fase diabetes, asupan makanan, pola olahraga, aktifitas harian, hasil
monitoring glukosa darah dan HbA1c, serta ada tidaknya komorbiditas.
Dosis insulin (empiris):
o Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5 IU/kg/hari
o Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–1
IU/kg/hari.
o Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–2 IU/kg/hari.
Dosis insulin akan bergantung pada jumlah keton dalam darah dan status pH pasien
anak. Bila pH < 7,3 dan jumlah keton dalam darah berada pada level signifikan, pemberian
insulin intravena diharuskan untuk diberikan. Bila rehidrasi teradministrasi dengan baik
dan pH darah vena normal maka pemberian 1 atau 2 injeksi intramuscular atau subkutan
insulin lispro (humalog, [H]) atau insulin aspart (Novolog [NL]) terpisah dalam 1 jam
dengan dosis 1-2 Unit/KgBB dapat dilakukan.(5,6,7,8,9,10)
Saat keton tidak tedeteksi dalam darah maka insulin akan lebih aktif dan pemberian
insulin subkutan dapat dilakukan dengan dosis (0,25 - 0,50) Unit/Kg/24Jam, bila terdapat
keton dalam darah maka prosuksi insulin akan berkurang sehingga membutuhkan 1 - 0,5
unit/Kg dari total kebutuhan insulin per 24 jam. Pasien anak dengan T1DM biasanya
mendapatkan terapi campuran antara insulin dengan onset cepat dan insulin onset lambat,
terapi kombinasi ini untuk mengontrol gula darah asupan sehari - hari terutama setelah
makan dan untuk mengontrol kadar gula darah terkait dengan produksi glukosa hepar. Hal
ini dapat di capai dengan pemberian campuran antara insulin dengan berbagai kombinasi
seperti yang ditunjukan oleh tabel 8. Pilihan terbaik pemberian adalah dengan
menyesuaikan dengan umur serta jadwal makan perhari dari pasien. Pada masa lampau
dokter biasanya memberikan 2 kali perhari suntikan insulin aksi menengah dan insulin aksi
cepat dengan cara pemeberian 2/3 dosis total diberikan sebelum sarapan dan sisanya
diberikan pada saat makan malam. Terapi dengan insulin regular manusia diberikan pada
waktu 30 - 60 menit sebelum makan, sedangkan bila terapi menggunakan insulin aksi cepat
diberikan sesaat sebelum makan. Pada anak dengan jumlah makanan (Asupan Kalori tidak
diperhitungkan) yang dikonsumsi tidak teratur maka pemberian insulin aksi cepat
dilakukan setelah makan dengan dosis diperhitungkan sesuai dengan asupan kalori.(5,6,7,10 )
`
Short-acting
Intermediate-acting
Long-acting
Premixed
Newly diagnosed children in the “honeymoon” may only need 60–70% of a full replacement dose. Total daily dose per kg increases with
puberty.
Newly diagnosed children who do not use carbohydrate dosing should divide the nonbasal portion of the daily insulin dose into equal
doses for each meal. A dosing scale is then added for each dose.
For example:a 6-yr-old child who weighs 20 kg needs about
(0.7 units/kg/24 hr × 20 kg) = 14 units/24 hr with 7 units (50%) as basal and 7 units as total daily bolus. Give basal as glargine at hs. Give
2 units lispro or aspart before each meal if the blood glucose is within target; subtract 1 unit if below target; add 0.75 unit for each 100
mg/dL above target (round the dose to the nearest 0.5 unit).
Pengaturan Makanan
Istilah pengaturan makanan sekarang lebih lazim digunakan dari pada diet karena
diet sering diidentikan dengan upaya menurunkan berat badan melalui pengurangan kalori.
Penurunan berat badan perlu dilakukan pada penderita DM tipe-2 yang seringkali
menderita kegemukan, sedangkan pada anak dengan DM tipe-1, pemberian makan untuk
tumbuh kembang.
Pengaturan makanan pada penderita DM tipe-1 bertujuan untuk mencapai kontrol
metabolik yang baik tanpa mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme basal,
pertumbuhan, pubertas, maupun aktivitas sehari hari. Dengan pengaturan makanan ini
diharapkan anak dapat tumbuh optimal dengan berat badan yang ideal, dan dapat dicegah
timbulnya hipoglikemia. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk
mencegah kelebihan berat badan, yaitu dengan menggunakan kurva pertumbuhan, indeks
massa tubuh (IMT), dan lingkar pinggang setiap 3 bulan. Anak berusia 6 sampai 8 tahun
disebut obes jika rasio ukuran lingkar pinggang terhadap tinggi badan 0,5. Ukuran lingkar
pinggang target pada anak > 16 tahun adalah < 80cm pada wanita dan < 94cm pada lelaki.
Jumlah kalori per hari yang dibutuhkan dihitung berdasarkan berat badan ideal.
Penghitungan kalori ini memerlukan data umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat
badan saat penghitungan, serta data kecukupan kalori yang dianjurkan. Komposisi kalori
yang dianjurkan adalah 50-55% dari karbohidrat, 15-20% berasal dari protein, dan 25-35%
dari lemak. Karbohidrat sangat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah setelah makan,
dalam 1-2 jam setelah makan 90% karbohidrat akan menjadi glukosa, sehingga jumlah
karbohidrat dalam makanan harus dihitung. Jenis karbohidrat yang dianjurkan ialah yang
berserat tinggi dan memiliki indeks glikemik dan beban glikemik (glycemic load) yang
rendah, seperti golongan buah-buahan, sayuran, dan sereal yang akan membantu mencegah
lonjakan kadar glukosa darah. Kebutuhan serat harian pada anak 1 tahun adalah 3,3 gram
per megajoule (3,3 g/MJ), atau pada anak 2 tahun dapat dengan menggunakan
perhitungan usia (tahun) + 5 = gram serat perhari. Sedangkan pada anak < 1 tahun tidak
ditentukan.
Tujuan utama pengaturan asupan lemak adalah dengan membatasi asupan lemak
total, lemak jenuh, dan asam lemak trans. Asam lemak tak jenuh rantai tunggal
(Monounsaturate fatty acids = MUFA) dan asam lemak tak jenuh rantai ganda
(polyunsaturated fatty acids= PUFA) dapat digunakan sebagai pengganti untuk
memperbaiki profi l lemak. Asam lemak tak jenuh merupakan komponen penting pada
membran lipid. Energi 10-20% dari MUFA sangat direkomendasikan untuk mengontrol
kadar lemak dan mencegah penyakit kardiovaskular. Sedangkan energy dari PUFA
dianjurkan kurang dari 10%. Konsumsi minyak ikan 80-120g seminggu satu sampai dua
kali sangat dianjurkan.
Asupan protein menurun pada masa anak, dari 2g/kg/hari pada saat bayi menjadi
1g/kg/hari pada usia 10 tahun, dan 0,8-0,9 g/kg/hari pada saat remaja. Diet tinggi proten >
25% dari energi, tidak dianjurkan pada anak DM tipe-1 karena dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan asupan vitamin serta mineral.
Kebutuhan vitamin dan mineral pada anak diabetes sama dengan anak sehat
lainnya. Pada beberapa Negara, dianjurkan penambahan vitamin D. Anak dengan diabetes
harus dibatasi asupan garamnya. Pada anak usia 1-3 tahun, asupan garam 1000 mg/hari
(2,5g garam/hari), usia 4-8 tahun 1200 mg/hari (3 g garam/hari), sedangkan pada anak usia
9 tahun 1500 mg/hari (3,8 g garam/hari).
Pada diabetes, kelebihan alkohol berbahaya karena dapat menekan
glukoneogenesis yang menyebabkan hipoglikemia memanjang (sampai 10-12 jam setelah
minum, tergantung jumlah yang diminum). Karbohidrat harus diberikan sebelum dan/atau
selama dan/atau setelah asupan alkohol. Juga diperlukan pengaturan dosis insulin
khususnya jika berolahraga selama/atau sesudah minum. Perawatan khusus perlu
dilakukan untuk mencegah hipoglikemia pada malam hari, dengan memberikan kudapan
karbohidrat, monitoring kadar gula darah lebih sering pada malam hari, dan keesokan
harinya, paling sedikit sampai dengan makan siang.
Dalam pemilihan jenis karbohidrat, menggunakan indeks glikemik dapat
membantu mengontrol kadar gula darah. Penelitian pada anak yang diberikan makanan
dengan indeks glikemik rendah memperlihatkan perbaikan kontrol glikemik setelah 12
bulan. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan hiperglikemia setelah
makan. Beban glikemik adalah metode lain untuk memperkirakan reaksi gula darah setelah
makan, dilakukan dengan penghitungan indeks glikemik dalam makanan dan ukuran porsi
makanannya.
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan makanan dan pola
makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis, serta makanan yang tidak berbeda
dengan teman sebaya atau dengan makanan keluarga. Fleksibel dalam jumlah makanan dan
jenisnya sangat diperlukan. Pengaturan makan yang optimal biasanya terdiri dari 3 kali
makan utama dan 3 kali pemberian kudapan. Keberhasilan kontrol metabolik tergantung
kepada frekuensi makan dan regimen insulin yang digunakan.
Olahraga
Olahraga sebaiknya menjadi bagian dari kehidupan setiap orang, baik anak, remaja,
maupun dewasa, baik penderita DM atau bukan. Olahraga dapat membantu menurunkan
berat badan, mempertahankan berat badan ideal, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Untuk penderita DM berolahraga dapat membantu untuk menurunkan kadar gula darah,
menimbulkan perasaan ‘sehat’ atau ‘well being’, dan meningkatkan sensitivitas terhadap
insulin, sehingga mengurangi kebutuhan insulin. Pada beberapa penelitian terlihat bahwa
olahraga dapat meningkatkan kapasitas kerja jantung dan mengurangi terjadinya
komplikasi DM jangka panjang.
Bukan tidak mungkin bagi penderita DM untuk menjadi atlit olahraga profesional.
Banyak olahragawan/atlit terkenal di dunia yang ternyata adalah penderita DM tipe-1.
Namun, untuk penderita DM, terutama bagi yang tidak terkontrol dengan baik, olah raga
dapat menyebabkan timbulnya keadaan yang tidak diinginkan seperti hiperglikemia
sampai dengan ketoasidosis diabetikum, makin beratnya komplikasi diabetik yang sudah
dialami, dan hipoglikemia. Sekitar 40% kejadian hipoglikemia pada penderita DM
dicetuskan oleh olahraga. Oleh karena itu penderita DM tipe-1 yang memutuskan untuk
berolahraga teratur, terutama olahraga dengan intensitas sedang-berat diharapkan
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang merawatnya sebelum memulai program
olahraganya. Mereka diharapkan memeriksakan status kesehatannya dengan cermat dan
menyesuaikan intensitas, serta lama olahraga dengan keadaan kesehatan saat itu.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak dan remaja DMT1 saat melakukan
olahraga:
- Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin sebelum olahraga dengan dokter.
- jika olahraga akan dilakukan pada saat puncak kerja insulin maka dosis insulin harus
diturunkan secara bermakna.
- Pompa insulin harus dilepas atau insulin basal terakhir paling tidak diberikan 90
menit sebelum mulai latihan.
- Jangan suntik insulin pada bagian tubuh yang banyak digunakan untuk latihan.
Jika glukosa darah tinggi, glukosa darah > 250 mg/dL (14 mmol/L) dengan ketonuria
/ketonemia (> 0,5 mmol/L)
- Olahraga atau latihan fisik harus dihindari
- Berikan insulin kerja cepat (rapid acting) sekitar 0,05 U/kg atau 5% dari dosis total
harian.
- Tunda aktivitas fisik sampai keton sudah negatif.
Konsumsi 1,0-1,5 gram karbohidrat per kg massa tubuh per jam untuk olahraga yang
lebih lama atau lebih berat jika kadar insulin yang bersirkulasi tinggi atau insulin
sebelum latihan tidak dikurangi.
Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera setelah
latihan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan fisik.
Hipoglikemia dapat terjadi sampai 24 jam setelah olahraga.
Ukur kadar glukosa darah sebelum tidur dan kurangi insulin basal sebelum tidur (atau
basal pompa insulin) sebesar 10-20% setelah olahraga di siang atau sore hari jika
latihannya lebih intensif dari biasanya atau jika aktivitasnya tidak dilakukan secara
reguler.
- Karbohidrat ekstra setelah aktivitas biasanya merupakan pilihan terbaik
untuk mencegah hipoglikemia pasca latihan setelah olahraga anerobik
dengan intensitas tinggi.
- Olahraga yang merupakan kombinasi antara latihan aerobik (sepeda, lari,
berenang) dan anaerobik memerlukan tambahan ekstra karbohidrat
sebelum, selama, dan setelah aktivitas. - Hiperglikemia setelah latihan dapat
dicegah dengan memberikan tambahan kecil dosis insulin kerja cepat saat
pertengahan atau segera setelah selesai olahraga.
Risiko terjadinya hipoglikemia nokturnal pasca olahraga cukup tinggi terutama jika
kadar glukosa darah sebelum tidur < 125 mg/dL. Dosis insulin basal sebelum tidur
sebaiknya dikurangi.
Pasien dengan retinopati proliferatif atau nefropati harus menghindari olahraga
yang bersifat anaerobik atau yang membutuhkan ketahanan fisik karena dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi.
Kudapan dengan indeks glikemik tinggi harus selalu siap di sekolah.
Pemantauan Mandiri
Tujuan pemantauan mandiri pada pasien dengan DM tipe-1 adalah mencapai target
kontrol glikemik yang optimal, menghindari komplikasi akut berupa hipoglikemia dan
ketoasidosis dan komplikasi kronis yaitu penyakit makrovaskuler, menimalisasi akibat
hipoglikemia dan hiperglikemia terhadap fungsi kognitif serta mengumpulkan data tentang
kontrol glikemik untuk dibandingkan dengan sistem kesehatan setempat. Dari beberapa
penelitian telah dibuktikan hubungan yang bermakna antara pemantauan mandiri dan
kontrol glikemik. Pengukuran kadar glukosa darah harus dilakukan beberapa kali per hari
untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta penyesuaian dosis
insulin. Diperlukan perhatian yang khusus terutama pada anak prasekolah dan anak sekolah
yang pada tahap awal sering tidak bisa mengenali episode hipoglikemia yang mungkin
dialaminya, sehingga pada keadaan seperti ini perlu pemantauan kadar glukosa darah yang
lebih sering.
Pemantauan kontrol glikemik meliputi pemantauan glukosa darah sehari-hari di
rumah serta pemantauan periodik glikemia secara keseluruhan Pemantauan kontrol
glikemik dilakukan dengan melakukan pemantauan glukosa darah mandiri, HbA1c, keton,
dan pemantauan glukosa darah berkelanjutan.
Pemantauan glukosa darah mandiri
Pemantauan glukosa darah mandiri memungkinkan pasien untuk melakukan
penyesuaian insulin terhadap makanan yang dikonsumsi menjadi lebih baik dan
memungkinkan pasien DM untuk mengkoreksi kadar glukosa darah yang berada
diluar target sehingga dapat memperbaiki kadar HbA1c.
Pemantauan glukosa darah mandiri selama olahraga memungkinkan penyesuaian
dosis insulin sebelum dan selama olahraga sehingga mengurangi risiko terjadinya
hipoglikemia selama dan setelah olahraga.
Dokter atau perawat harus memberikan petunjuk tentang jenis alat pemantauan
glukosa darah mandiri yang akurat, tepat, dan cukup terjangkau bagi pasien.
Frekuensi pemantauan glukosa darah mandiri berbeda-beda untuk masing-masing
individu tergantung dari ketersediaan alat dan kemampuan anak untuk mengidentifi
kasikan hipoglikemia. Untuk mengoptimalkan kontrol glikemik maka pemantauan
glukosa darah mandiri harus dilakukan 4-6 kali sehari.
o Pagi hari setelah bangun tidur untuk melihat kadar glukosa darah setelah puasa
malam hari. Setiap sebelum makan. Pada malam hari untuk mendeteki
hipoglikemia atau hiperglikemia. 1,5-2 jam setelah makan.
Pemantauan glukosa darah mandiri lebih sering sebelum, selama dan setelah
melakukan olahraga dengan intensitas tinggi.
Hasil pencatatan pemantauan glukosa darah mandiri tidak digunakan sebagai alat
untuk “menghakimi” akan tetapi sebagai suatu sarana untuk mendiksusikan upaya
memperbaiki kontrol glikemik.
Target glukosa darah diharapkan mendekati normal menurut masing-masing
kelompok usia.
Edukasi
Edukasi/pendidikan merupakan unsur strategis pada pengelolaan DM tipe-1, harus
dilakukan secara terus menerus dan bertahap sesuai tingkat pengetahuan serta status
sosial penderita/keluarga.
Sasaran edukasi adalah pasien (anak atau remaja) dan kedua orang tua, serta
pengasuhnya.
Edukasi tahap pertama dilakukan saat diagnosis ditegakkan (biasanya selama
perawatan di rumah sakit). Edukasi ini meliputi: pengetahuan dasar tentang DMT1
(terutama perbedaan dengan tipelain), pengaturan makanan, insulin (jenis, cara
pemberian, efek samping, penyesuaian dosis sederhana dll), dan pertolongan pertama
pada kedaruratan medik akibat DMT1 (hipoglikemia, pemberian insulin pada saat
sakit).
Edukasi tahap kedua selanjutnya berlangsung selama konsultasi di poliklinik. Pada
tahap ini, edukasi berisi penjelasan lebih terperinci tentang patofisiologi, olahraga,
komplikasi, pengulangann terhadap apa yang pernah diberikan serta bagaimana
menghadapi lingkungan sosial.
2.9 Prognosis
Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang serius, menurut beberapa
literatur mengenai penyakit ini disebutkan bahwa umur dari penderita 10 tahun lebih
pendek dibandingkan dengan orang yang bukan penderita. Pada anak yang menderita
kemungkinan akan mengalami penghambatan pertumbuhan sehingga akan menjadi lebih
pendek dibandingkan dengan orang normal. Sedangkan perkembang seksual dari anak
penderita diabetes mellitus tipe 1 juga akan terhambat sehingga pencapaian umur pubertas
akan lebih tua dari anak yang normal. Prognosis akan menjadi buruk bila penyakit tidak
dideteksi secara cepat, hal ini juga akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis
yang cukup berat sehingga dapat mengancam jiwa penderita. Perubahan pola hidup yang
ekstrem seperti kebutuhan insulin absolut setiap hari juga merupakan sebuah masalah bagi
orangtua penderita maupun penderita itu sendiri terutama bagi penderita dengan umur
dibawah 10 tahun. Prognosis baik akan didapatkan apabila pengelolaan status
hiperglikemia dan ketogenesis terlaksana dengan baik, kecepatan dan ketepatan deteksi
dini penyakit serta pendidikan tentang penyakit T1DM serta pengelolaannya yang jelas
kepada orangtua pasien akan membantu mencegah komplikasi yang mengancam
jiwa(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12)
Pada diabetes mellitus tipe 2, prognosis akan sangat baik apabila perbaikan status
diabetes dilakukan secara tepat dan cepat . Pentingnya penyakit dideteksi lebih cepat agar
dapat dilakukan penatalaksanaan maupun perubahan pola hidup sebelum memberikan
komplikasi yang berbahaya. Perubahan pola hidup, pola konsumsi serta pengawasan ketat
penting dalam menjaga agar prognosis tidak menjadi buruk. Bagi T2DM dapat dilakukan
pencegahan timbulnya pada anak normal maupun beresiko dengan mengatur asupan kalori
serta olahraga yang cukup untuk menjaga indeks massa tubuh tetap normal sesuai dengan
umur serta tinggi anak. Pada T2DM pencegahan adalah perihal yang sangat krusial,
sehingga dibutuhkan pendidikan tentang pola konsumsi dan olahraga yang tepat bagi anak.
Manajemen stress juga penting diketahui mengingat stress hormon dapat meningkatkan
kadar gula darah.(5,6,7,8,9,10)
Kesimpulan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit terkait dengan sistem endokrinologi dan
pankreas sebagai penghasil insulin yang menjadi pusat kajian serta studi penyakit ini.
Insulin memegang peranan pokok dalam metabolisme glukosa serta alur energi tubuh
manusia. Diabetes Mellitus adalah penyakit dengan banyak gejala yang menyertai dan
memiliki faktor dalam dan faktor luar sebagai pencetusnya. Ada 2 etiologi utama dari
diabetes mellitus yang menjadi dasar klasifikasi penyakitnya.
Diabetes mellitus tipe 1 yang dicetuskan oleh tidak cukupnya jumlah insulin sampai
tidak terbentuknya insulin oleh pankreas ( Sel Beta Pulau Langerhans ) disebabkan oleh
proses autoimunitas yang menghancurkan sel beta pulau langerhans pankreas. Diabetes
tipe 1 menyerang anak dengan umur < 18 tahun dengan rataan umur penderita 4 - 10 tahun.
T1DM menyebabkan ketergantungan abosolut insulin eksogenik untuk mengatur kadar
gula darah, dan menjaga status diabetes tidak berkembang menjadi penyakit dengan
banyak komplikasi. Penatalaksanaan dengan insulin bertujuan untuk menghentikan proses
pembentukan gula hati dan menghentikan ketogenesis.
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang berhubungan dengan resistensi
insulin dalam otot atau ketidak mampuan insulin mentranspotasikan glukosa kedalam sel
sehingga memicu terjadinya pembentukan gula dihati yang mengakibatkan terjadinya
keadaan huperglikemia. Penyakit ini biasanya dialami oleh orangtua namun pada anak
penyakit ini dapat juga terjadi. Pasien anak biasanya mengalami obesitas dan kelelahan
kronis. Komplikasi yang terjadi dapat menyamai pasien dengan T1DM apabila status
hiperglikemia tidak dideteksi secara dini. Terapi yang dilakukan bertujuan menurunkan
kadar gula darah menjadi normal dan mencegah timbulnya komplikasi yang berat. Terapi
untuk mengontrol hiperglikemia dilakukan dengan pemberian obat - obatan
antihiperglikemia seperti glibenklamide dan metformin, biasanya tidak diperlukan
pemberian insulin eksogen namun dapat juga diberikan apabila terjadi komplikasi akut
seperti DKA. Terapi juga mencakup pengaturan pola konsumsi ( Asuspan kalori ) dan pola
olahraga dengan tujuan menurunkan nila obesitas ( Indeks Massa Tubuh ).
DAFTAR PUSTAKA