Anda di halaman 1dari 47

REFERAT

DIABETES MELLITUS PADA ANAK

PEMBIMBING
dr. Pulung Silalahi, Sp.A

DISUSUN OLEH
Khansadhia Hasmaradana Mooiindie
1102014143

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I RADEN SAID SUKANTO
Periode 16 April 2018 – 30 Juni 2018
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua.


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan referat dengan judul “DIABETES MELITUS PADA ANAK” yang
disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan
Anak di RS Bhayangkara Tk.I Raden Said Sukanto Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Pulung M. Silalahi, SpA selaku pembimbing referat yang telah
membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis.
2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak RS
Bhayangkara Tk.I Raden Said Sukant Jakarta yang telah banyak membantu
penulis dalam kegiatan klinik sehari-hari.
3. Teman-teman sejawat rekan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan referat ini

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu, penulis mengharapkan kritikan serta saran yang bersifat membangun sehingga
penulisan tulisan ini dapat lebih baik lagi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan profesi dokter. Amin
Ya Rabbal Alamin.

Jakarta, Juni 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah kelainan yang bersifat kronis ditandai


dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang disebabkan
defisiensi insulin baik absolut dan atau relatif. Defisiensi insulin absolut biasanya
didapatkan pada pasien diabetes mellitus tipe-1. Hal ini disebabkan adanya
kerusakan sel b pankreas yang progresif sehingga insulin tidak dapat disintesis oleh
kelenjar pankreas. Defisiensi insulin relatif ditemukan pada pasien DM tipe-2 oleh
karena pemakaian insulin di dalam tubuh kurang efektif1.

Diabetes mellitus pada anak bukanlah sebuah kelainan yang sering di temui
dalam praktek klinis sehari - hari prevalensinya hanya 3% di Inggris, dan menurut
beberapa literatur lain hanyalah 2- 5 % dari seluruh populasi, diabetes pada anak
melibatkan beberapa faktor namun kelainan genetis dan kerusakan sel beta pankreas
akibat reaksi autoimmun pada islet sel B pankreas yang mengakibatkan defisiensi
yang cukup besar pada produksi insulin (insulin endogen) merupakan faktor utama
dalam penyebab diabetes pada anak, kerusakan sel B pulau langerhans pancreas ini
menyebabkan ketergantungan individu secara absolut terhadap insulin dari luar
(insulin eksogen) “insulin dependent diabetes mellitus” (IDDM) dan kebutuhan
akan pemantauan kadar glukosa darah rutin, serta perubahan pola konsumsi sehari
- hari yang cukup ekstrem.(1,2,3,4)
BAB II
DIABETES PADA ANAK

1. Anatomi Fisiologi Pankreas


Membahas fisiologi insulin tidak lepas dari pankreas sebagai produsen
insulin, secara anatomis pankreas merupakan glandular retroperitonial yang terletak
dekat dengan duodenum, memiliki 3 bagian yaitu kepala badan dan ekor.
Vaskularisasi pankreas berasal dari arteri splenica dan arteri pancreaticoduodenalis
superior dan inferior sedangkan islet sel pankreas dipersyarafi oleh syaraf simpatis,
syaraf parasimpatis dan syaraf sensoris serta neurotransmiter dan meuropeptida
yang dilepaskan oleh ujung terminal syaraf tersebut memegang peranan penting
pada sekresi endokrin sel pulau langerhans. Aktivasi nervus vagus akan
mengakibatkan sekresi insulin, glukagon dan polipetida pankreas. Sebagian besar
pankreas tersusun atas sel eksokrin yang tersebar pada lobules (acinus) dipisahkan
oleh jaringan ikat dan dihubungkan oleh ductus pancreatikus yang bermuara pada
duodenum.(2,3)
Gambar 1. Anatomi Pankreas (Sumber= gopetsamerica.com)
Bagian eksokrin pankreas memproduksi enzim-enzim bersifat basa yang
membantu pencernaan. Bagian endokrin pankreas merupakan bagian kecil dari
pankreas dengan massa sekitar 1 - 2 % massa pankreas dengan bentuk granula -
granula yang terikat pada acinus oleh jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah
dengan 2 jenis sel yang predominan yaitu sel A dan Sel B, sel B membentuk 73% -
75% bagian endokrin pankreas merupakan dengan insulin sebagai hormon utama
yang di sekresikan. Sel A membentuk 18 - 20 % massa endokrin dengan glukagon
sebagai hormon sekresi utama, sedangkan sel D membentuk 4 - 6% massa endokrin
pankreas dengan sekresi hormone somatostatin. 1% bagian kecil dari pankreas
mensekresikan polipeptida pankreas. Secara khusus tulisan ini hanya membahas 2
hormon regulator kadar glukosa diatas yaitu Insulin dan Glukagon.(1,2,3,4)

(Tabel 1 sumber: Greenspan Basic Physiologi 8th ed )

Pankreas sebagai Penghasil Insulin


Pankreas merupakan organ rezroperitioneal yang terletak kira-kira sepanjang
bidang transpilorik. Pankreas mempunyai kelenjar majemuk yang terdiri atas
kepala, badan dan ekor. Pankreas tersusun atas dua jenis kelenjar, yakni kelenjar
endokrin dan kelenjar eksokrin. Kelenjar eksokrin berjumlah hanya sekitar 1-2
% dari total berat pankreas, sisanya adalah kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin
berupa pulau Langerhans yang memiliki beberapa jenis sel yang berbeda.
Gambar 2.1 Pulau Langerhans
pankreas

Sel-sel dalam pulau langerhans dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sifat
pewarnaan dan morfologi. Kurang lebih terdapat 4 jenis sel penyusun pulau
langerhans pankreas, yakni Sel α, β, δ, dan sel f. Hampir 60-75% sel dalam
kelenjar pankreas adalah Sel β. Granula sel β adalah paket-paket insulin dalam
sitoplasma sel. Setiap paket terdapat dalam vesikel berselaput membran dan
terdapat ruang jernih diantara dinding sel. Sel β merupakan sumber insulin yang
bekerja pada kadar glukosa yang tinggi dan sifatnya menurunkan kadar glukosa
yang tinggi menjadi normal. Kelainan fungsi sel-sel β dapat menyebabkan penyakit
diabetes melitus. Hiperplasia atau adanya neoplasia dari sel β dapat
mengakibatkan sindroma hiperinsulinisme yang ditandai dengan adanya
hipoglikemia.
1.1 Fisiologi Insulin
Secara singkat kerja fisiologis insulin adalah mentransportasi glukosa kedalam sel
otot dan hati terkait dengan kadar glukosa didalam darah, efek kerja insulin berlawanan
dengan glukagon sebuah polipeptida hormone yang dihasilkan pula oleh sel B pankreas yang
akan memicu proses pembentukan glukosa di dalam hati melalui proses glikolisis dan
glukoneogenesis.(1,2,3,4,5,6,7)
Insulin dilepaskan oleh sel beta pankreas setelah terjadi transport glukosa oleh
GLUT-2 masuk kedalam sel beta, glukosa yang masuk kedalam sel beta akan mengalami
proses glikolisis oleh glikokinase menjadi glukosa- 6 Phospate, yang mengaktifkan
pembentukan Asetyl-Co A masuk kedalam siklus krebbs dalam mitokondria untuk dirubah
menjadi ATP (Adenosine Tri Phospat) sehingga meningkatkan jumlah ATP dalam sel hal
ini akan menginkativasi pompa kalium sensitif ATP, lalu menginduksi depolarisasi dari
membran plasma dan voltage dependent calcium channel, menyebabkan influks calcium
extrasel yang merangsang pergerakan cadangan kalsium intrasel sehingga menginduksi
terjadinya pengikatan granula produsen insulin ke membran sel dan pelepasan insulin
kedalam peredaran darah. (1,2,3)
Insulin disekresikan kedalam sistem pembuluh darah porta hepatik. Pada individu
normal kadar insulin setelah puasa semalam (8 jam) berkisar antara 5 - 15 umol/L. Kadar
insulin pada vena porta sekitar 3 kali lipat dari kadar insulin pada plasma darah arteri.
Sehingga kadar insulin plasma darah pada sinusoid hati yang merupakan kombinasi dari
20% campuran darah arteri dan 80% campuran darah dari vena porta berkisar antara 15 - 45
umol/L. Sekresi insulin akan menurun pada keadaan hipoglikemia, hiperinsulinemia, dan
beberapa keadaan yang meningkatkan pelepasan hormon katekolamin. Sekresi Insulin akan
meningkat pada keadaan hiperglikemia, hipoinsulinemia, peningkatan kadar asama amino
darah, asam lemak tidak teresterifikasi, seperti juga pada aktivasi sistem syaraf parasympatis
dan simpatis. Efek sistemik insulin sangat luas mulai yang onset cepat seperti modulasi
pompa ion Kalium dan transport glukosa kedalam sel, onset moderat regulasi enzim
pencernaaan sampai lambat seperti modulasi dari sintesis enzim. Insulin berkerja dengan
berikatan dengan reseptor insulin pada berbagai sel, bentuk reseptor adalah
heterotetrametrik dengan ikatan 2 alpha dan 2 beta, rantai alpha adalah situs pengikat insulin
pada membran sel target. Walalupun efek insulin pada berbagai sel begitu luas namun efek
spesifik insulin adalah pada otot rangka, insulin membuang 40% kelebihan gula tubuh
dengan memasukan gula kedalam otot rangka (80 % - 90 %) dan sel - sel lemak melalui
reseptor insulin GLUT - 4.(3,4,5)

Glucose and other nutrients regulate insulin secretion by the pancreatic beta cell. Glucose is transported by a glucose
transporter (GLUT1 in humans, GLUT2 in rodents); subsequent glucose metabolism by the beta cell alters ion channel
activity, leading to insulin secretion. The SUR receptor is the binding site for some drugs that act as insulin secretagogues.
Mutations in the events or proteins underlined are a cause of maturity-onset diabetes of the young (MODY) or other forms
of diabetes. SUR, sulfonylurea receptor; ATP, adenosine triphosphate; ADP, adenosine diphosphate, cAMP, cyclic
adenosine monophosphate. IAPP, islet amyloid polypeptide or amylin.
(Gambar 2 sumber : Harrison’s Principal of internal Medicine 18th ed )

1.2 Fisiologi Glukagon


Glukagon disekresikan oleh islet A langerhans pankreas yang memiliki sifat
antagonis terhadap insulin, glukagon merupakan hormon polipeptida yang awalnya
disintesis sebagai proglukagon yang akan di proses secara proteolitik menjadi prohormon
glukagon. Glukagon tidak hanya ada di jaringan pankreas namun juga ada di jaringan lain
seperti di bagian enteroendokrin dalam lumen usus dan di jaringan otak. Makanan yang
mengandung asam amino tinggi, memicu sekresi glukagon dalam usus, makanan kaya akan
karbohidrat akan menekan sekresi gkukagon dengan memicu aktivasi sel B pankreas melalui
pelepasan GLP-1 pada lumen usus.
Hormon somatostatin juga menekan sekresi glukagon, sedangkan epinephrin
memacu pengeluaran glukagon dengan aktivasi Beta-2 adrenergik receptor sel, epinephrin
bersifat inhibisi sekresi insulin dengan aktivasi Alpha-2 adrenergik yang menekan produksi
Sel Beta pulau langerhans. Aktivasi syaraf parasimpatis (vagal) memacu sekresi glukagon.
Kerja fisiologis spesifik dan lengkap dari glukagon masih belum terungkap secara jelas
namun yang terpenting adalah meningkatkan kadar glukosa plasma dengan menaktivasi
produksi gula hepatik melalui proses glikolisis dan glukoneogenesis fungsi ini berlawanan
dengan kerja insulin.(1,2,3,4,5)

2. Diabetes Mellitus Pada Anak


2.1 Definisi Diabetes
Diabetes mellitus (DM) adalah kelainan yang bersifat kronis ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang disebabkan defisiensi insulin
baik absolut dan atau relatif. DM merupakan penyakit metabolik utama pada anak yang sifatnya
kronik dan potensial mengganggu tumbuh kembang anak. Pada anak dikenal 2 jenis diabetes,
yaitu DM tipe-1 dengan jumlah kadar insulin rendah akibat kerusakan sel beta pankreas, dan
DM tipe-2 yang disebabkan oleh resistensi insulin, walaupun kadar insulin dalam darah normal.
Faktor penyebab utama DM-tipe 1 adalah faktor genetik, sedangkan pada DM-tipe 2 biasanya
disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat dan kegemukan.

2.2 Epidemiologi Diabetes Mellitus Pada Anak


Diabetes Mellitus (DM) pada anak makin sering ditemukan seiring dengan kemajuan
dalam ilmu kedokteran. Sebelum tahun 1980 kasus DM tipe-1 baru pada anak di seluruh
Indonesia tercatat di bawah 100 kasus, namun jumlah ini terus meningkat, hingga tahun
2014 mencapai lebih dari 1.000 kasus (Data PP IDAI tahun 2014). Peningkatan jumlah kasus
yang pesat ini terjadi karena meningkatnya ketelitian tenaga medis dalam mendeteksi kasus
dan meningkatnya pengetahuan orangtua pasien tentang DM pada anak. Data registri
nasional DMT1 pada anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia hingga tahun 2014 tercatat
1021 kasus dengan 2 puncak insidens yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun.

2.3 Klasifikasi Diabetes Pada Anak


Diabetes mellitus diklasifikasikan berdasarkan patogenesis yang menyebabkan
hiperglikemia, dan gangguan homeostatis glukosa, dikenal 2 jenis penyebab utama dalam
diabetes. Kedua penyebab memperlihatkan patogenesis yang sama dengan tingkat kerusakan
sel B pangkreas yang bertingkat. Akhir dari kedua perjalanan penyakit ini relatif sama
namun etiologinya berbeda.
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes Melitus tipe-1 (DMT1) adalah kelainan sistemik akibat terjadinya
gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini
disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik
sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. Sekresi insulin yang rendah
mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.14
Diebetes mellitus tipe 1 dahulu dikenal sebagai insulin dependent diabetes melitus
(IDDM) atau juvenile onset diabetes adalah abnormalitas homeostatis glukosa ditandai
dengan kerusakan permanen sel beta pankreas akibat dari proses autoimmunitas yang
menyebabkan turunya produksi insulin sehingga kadar insulin endogen plasma turun
sehingga menyebabkan ketergantungan insulin exogen untuk mencegah proses komplikasi
yang mengancam jiwa yaitu keto-acidosis. Diabetes tipe 1 umumnya ditemukan pada kasus
pediatrik anak dengan rataan umur 7 - 15 tahun, namun dapat juga muncul pada berbagai
usia.
Diabetes mellitus tipe 1 ini terdiri dari 4 fase pada proses perjalanan penyakit yaitu
1. Kerusakan sel beta akibat autoimmun dan penurunan progresif sekresi insulin.
2. Onset gejala - gejala diabetes.
3. Transient remmision “Honeymoon periode”.
4. Keadaan diabetes yang tetap dengan berbagai komplikasi kronis, dan akut yang
mengancam jiwa.
Baik faktor genetik maupun faktor lingkungan berperan penting dalam proses
perjalalanan penyakit ini. Alel gen yang di berperan dalam proses autoimunitas pada sel beta
adalah (MHC) kelas 2 yang berkspresi fenotip pada HLA. Juga berkaitan dengan antibodi
islet cell cytoplasm antibodi (ICA), dan Insulin auto antibodi (IAA). Diabetes mellitus tipe
1 juga terkait dengan penyakit autoimmunitas lainya seperti tiroiditis, addison dissease, dan
multiple sclerosis. Pada beberapa kasus Diabetes type 1 anak dan remaja kerusakan sel beta
pankreas tidak di mediasi oleh proses autoimun, dahulu subtipe ini dikenal dengan nama
idiopatik diabetes mellitus. Subtipe diabetes tipe 1 ini terjadi pada ras Asia dan Afrika yang
kemungkinan mengalami infeksi virus yang mencetuskan proses autoimmunitas pada sel
beta pankreas, dewasa ini penelitian lebih lanjut memberikan kejelasan pada virus yang
memungkinkan untuk mencetuskan proses autoimmunitas tersebut yaitu antara lain
(coxsackie B virus, cytomegalovirus, mumps, and rubella) virus tersebut memicu terjadinya
proses autoimmunitas pada sel Beta pankreas melalui fase inisiasi infeksi virus pada sel,
kerusakan gen mitokondrial, paska bedah pankreas, dan efek samping akibat radiasi selain
akibat dari faktor diatas dalam literatur lain memberikan kemungkinan lain yang
mencetuskan dibetes subtipe ini yaitu pemberian susu sapi pada anak dibawah 2 tahun
walaupun masih diperdebatkan. Diabetes mellitus tipe 1 diperkirakan juga sebagai penyakit
primer yang dimediasikan oleh sel T. Penderita subtipe ini mungkin sekali mengalami
komplikasi keto-acidosis diabetikum namun memiliki masa waktu remisi yang panjang
dengan defisiensi serta kerusakan sel beta pankreas yang bertingkat seperti pada diabetes
melitus tipe 2. Pada anak dengan type 1 diabetes mellitus (T1DM) gejala diabetes biasanya
asimptomatis sampai jumlah sel beta pankreas yang rusak mencapai 90%.(5,6,7,8)

Diabetes Mellitus Tipe 2


Diabetes tipe ini dikenal juga sebagai diabetes mellitus onset dewasa, namun pada
kasus pediatrik anak maupun remaja anak maupun remaja yang mengidap biasanya
mengalami kelebihan berat badan (obsesitas), namun belum sampai membutuhkan koreksi
insulin eksogen keadan ini diakibatkan resistensi insulin tingkat sel dan kadang diikuti pula
oleh kurangnya sekresi insulin. Diabetes type ini juga dikenal dengan nama Maturity Onset
Diabetes of the young (MODY), Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ).
Gambaran diabetes mellitus tipe 2 tidak sejelas diabetes mellitus tipe 1 yang biasanya anak
tampak sakit dan lelah diikuti dengan gejala polidipsi dan polisuria, pada kasus diabetes tipe
2 biasanya pasien anak datang dengan kelebihan berat badan dan seringkali kelelahan akibat
dari kekurangan insulin yang biasanya dalam pemeriksaan diikuti dengan ditemukannya
glikosuria. Riwayat adanya polisuria dan polydipsia biasanya tidak diketemukan. Dewasa
ini menurut beberapa literatur terjadi peningkatan 10 kali jumlah pasien anak dengan
diabetes pada banyak pusat pelayanan diabetes.
Pada pasien anak diabetes mellitus tipe 2 dengan riwayat herediter diabetes mellitus
biasanya juga diketemukan defisiensi insulin hal ini dikenali dengan (MODY) yang
membutuh koreksi insulin dari luar. Pada tipe ini tidak diketemukan adanya kerusakan sel
beta pangkreas akibat autoimun atau terkait (HLA), namun pada tipe ini diketemukan
adanya mutasi dari alel gen yang membentuk sel Beta, dan glukokinase hati. Mutasi pada
gen yang membentuk transporter glukosa yaitu GLUT-2 juga bertanggung jawab dalam
proses perjalanan penyakit diabetes mellitus tipe 2 ini.(5,6,7,8,9)
Spectrum of glucose homeostasis and diabetes mellitus (DM). The spectrum from normal glucose tolerance to diabetes in
type 1 DM, type 2 DM, other specific types of diabetes, and gestational DM is shown from left to right. In most types of
DM, the individual traverses from normal glucose tolerance to impaired glucose tolerance to overt diabetes (these should
be viewed not as abrupt categories but as a spectrum). Arrows indicate that changes in glucose tolerance may be
bidirectional in some types of diabetes. For example, individuals with type 2 DM may return to the impaired glucose
tolerance category with weight loss; in gestational DM, diabetes may revert to impaired glucose tolerance or even normal
glucose tolerance after delivery. The fasting plasma glucose (FPG), the 2-h plasma glucose (PG) after a glucose challenge,
and the A1C for the different categories of glucose tolerance are shown at the lower part of the figure. These values do not
apply to the diagnosis of gestational DM. The World Health Organization uses an FPG of 110–125 mg/dL for the
prediabetes category. Some types of DM may or may not require insulin for survival. *Some use the term "increased risk
for diabetes" (ADA) or "intermediate hyperglycemia" (WHO) rather than "prediabetes." (Adapted from the American
Diabetes Association, 2007.)
(Tabel 2sumber: Harrison’s Principal of internal Medicine 18th ed)

2.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus


Berbagai proses patologis berperan dalam terjadinya diabetes mellitus, mulai dari
kerusakan autoimun dari sel β pankreas yang berakibat defisiensi insulin sampai kelainan
yang menyebabkan resistensi terhadap kerja insulin. Sebagian besar patologi diabetes
mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai
berikut: 1) pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat
peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/100 ml, 2) peningkatan
nyata mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan
metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskular yang
mengakibatkan aterosklerosis, dan 3) pengaturan protein dalam jaringan tubuh. Akan
tetapi, selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologis pada diabetes mellitus yang tidak
mudah tampak, yaitu kehilangan glukosa ke dalam urin penderita diabetes.

Sekresi insulin oleh sel ß pankreas bergantung pada 3 faktor utama yakni: kadar glukosa
darah, ATP-sensitive K channels dan voltage-sensitive calcium channels sel ß pancreas.
Pada keadaan puasa saat kadar glukosa darah menurun, ATP-sensitive K channels pada
membran sel ß akan terbuka sehingga ion kalium akan meninggalkan sel ß (K-efflux),
dengan demikian mempertahankan potensial membran dalam keadaan hiperpolar
sehingga Ca-channels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke dalam sel ß
sehingga perangsangan sel ß untuk mensekresi insulin menurun. Sebaliknya pada keadaan
setelah makan, kadar glukosa darah yang meningkat akan ditangkap oleh sel ß melalui
glucose transporter 2 (GLUT 2) dan dibawa ke dalam sel. GLUT 2 terutama didapatkan
pada sel hepar dan sel ß pankreas, mempunyai afinitas yang rendah terhadap glukosa
sehingga baru akan mulai bekerja pada saat terjadi hiperglikemi. Hal ini mencegah
timbulnya pelepasan insulin serta ambilan glukosa oleh hepar pada saat puasa.

Konsentrasi glukosa darah menentukan aliran lewat glikolisis, siklus asam sitrat dan
pembentukan ATP. Peningkatan konsentrasi ATP akan menghambat saluran K+ yang
sensitif terhadap ATP sehingga menyebabkan depolarisasi membran sel beta, keadaan ini
akan meningkatkan aliran masuk Ca2+ lewat saluran Ca2+ yang sensitif terhadap voltase
dan dengan demikian menstimulasi eksositosis insulin.
Insulin yang dilepaskan ke dalam darah akan menurunkan konsentrasi glukosa
darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak, serta
menekan produksi glukosa oleh hati. Insulin disekresikan oleh sel ß pankreas. Oleh karena
itu jika terjadi kelainan pada sel ß pankreatis akan menyebabkan produksi insulin berhenti
atau terganggu. Defisiensi insulin ini akan menyebabkan keadaan hiperglikemi yang akan
mengurangi kemampuan metabolisme karbohidrat dan terjadilah diabetes mellitus.
Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1
Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian islet sel
beta pankreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan sel PP namun
hanyalah sel beta yang mengalami penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara
patologis islet sel beta pankreas diinfiltrasi oleh limfosit (insulitis), hal ini mengakibatkan
terjadinya atopikasi dari sel beta pulau langerhans pankreas dan sebagian besar penanda
immunologis yang melindungi pankreas dari serangan limfosit hilang. Teori yang
menjelaskan kematian sel beta masih belum jelas sampai sekarang namun ada perkiraan
penghancuran ini melibatkan pembentukan metabolit nitrit oksida, apoptosis, dan
sitotoksisitas dari T limfosit CD8. Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen
tidaklah spesifik pada sel beta. Sebuah teori yang ada sekarang membantu menjelaskan
bahwa sebuah sel autoimmun menyerang 1 molekul sel beta pankreas lalu menyebar pada
sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari proses autoantigen. Penghancuran islet sel
beta pankreas cenderung di mediasikan oleh sel T limfosit, dibandingkan dengan antigen
islet sel beta pankreas sendiri. Pada klasifikasi diatas telah di jelaskan mengenai antigen
serta agen autoimmunitas yang berperan dalam proses penghancuran sel beta pulau
langerhans pankreas.(5,6,7,8,9)
(Schematic representation of the autoimmune response against pancreatic β cells. An insult to the pancreas leads to the
release of β-cell antigens (GAD65), which are taken up by antigen-presenting cells (APCs) and the epitopes presented to
the CD4 T cells. Type and stages of activation of APCs as well as the cytokine environment, in which the CD4 T cell
priming takes place, dictate the differentiation of autoreactive T cells toward diabetogenic T helper-1 (Th1) cells, Th2
cells, or antigen-specific regulatory T cells. A predominant Th1 autoimmune response results in the recruitment and
differentiation of cytotoxic CD8 cells, which attack the pancreatic β cells, leading to a massive release of β-cell antigens
(Ag), epitope spreading, and destruction of the pancreatic islets. B, B lymphocyte; DC, dendritic cell; M, macrophage;
CTL, cytotoxic cell; TGF-β, tumor growth factor–β; INFγ, interferon-γ; IL, interleukin).

Gambar 2 ((Adapted from Casares S, Brumeanu TD: Insights into the pathogenesis of
T1DM: A hint for novel immunospecific therapies. Curr Molec Med 2001;1:357–378).
Patofisologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, resistensi insulin,
kelebihan produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak yang abnormal. Pada tahap awal
toleransi glukosa masih dalam standar nilai normal, kendati terjadi resistensi insulin pada
otot sekeleton namun pankreas masih mampu mengkompensasikan dengan menaikan
sekresi insulin kedalam darah. Resistensi insulin dan keadaan hiperinsulinemia akibat
kompensasi pankreas terus berkembang, pada sebagian individu kemampuan pankreas
untuk terus berkompensasi dengan keadaan hiperinsulinemia akibat kompensasi
mengalami kemunduran sampai pada keadaan tidak mampu menkompensasi balik. Pada
tahap awal terjadi impaired glukose tolerance (IGT) ditandai dengan peningkatan nilai
toleransi glukosa post prandial. Selanjutnya pankreas tidak lagi mampu mensekresi insulin
yang adekuat untuk mentransport glukosa darah kedalam sel mengakibatkan hati
mengkompensasi dengan memproduksi glukosa secara konstan lewat proses
glukoneogenesis, sehingga terjadi kejadian hiperglikemia puasa. Lebih lanjut lagi maka
terjadi kegagalan sel beta pankreas.(5,6,7,8,9,10,11,12)

Patofisiologi Diabetes Keto Acidosis


Pada anak dengan kasus diabetes mellitus tipe 1 atau 2, terlambatnya penanganan
yang tepat pada 2 keadaan diatas akan menyebabkan sebuah seri komplikasi, yang terberat
adalah diabetes keto acidosis (DKA). Pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 kurangnya kadar
adekuat insulin, resistensi jaringan terhadap insulin sampai pada keadaan tidak adanya
insulin memicu terjadinya pemecahan asam lemak pada hati melalui proses oksidasi
menjadi badan keton, proses ini menghasilkan 3 badan keton yang 2 diantaranya
merupakan asam organik, kelebihan asam organik akibat proses ini mencetuskan terjadinya
acidosis metabolik dengan elevasi anion gap. Asam laktat juga berkontribusi dalam proses
acidosis metabolik saat terjadi dehidrasi yang mengakibatkan perfusi jaringan menurun.
Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmosis mendorong kompensasi metabolik berupa
peningkatan konsumsi cairan.
Pada keadaan hiperglikemia berat dan diuresis osmosis bertambah parah maka
sebagian besar penderita tidak akan mampu mengkompensasi kebutuhan cairan yang
berlebihan menyebabkan dehidrasi. Vomitus sebagai akibat dari acidosis dan kehilangan
cairan yang berlebihan akibat takipneu memperburuk keadaan dehidrasi. Kelainan
elektrolit merupakan gejala sekunder dari kehilangan elektrolit yang masif dari urine dan
alterasi ion transmembran akibat dari acidosis. Ion hidrogen ekstrasel akan meningkat
akibat dari acidosis mengakibatkan terjadinya pertukaran ion hidrogen dengan kalium
intrasel menyebabkan peningkatan serum kalium ekstrasel saat acidosis diikuti dengan
pembuangan kalium lewat urine oleh ginjal menyebabkan serum kalium menurun. Serum
kalium ini bergantung pada lamanya acidosis berlangsung sehingga padasaat diagnosis
pemeriksaan serum kalium dapat terlihat meningkat, normal, atau turun, dalam keadaan ini
jumlah kalium intrasel turun. kadar phospat juga turun akibat dari kompensasi pembuangan
kelebihan ion hidrogen oleh ginjal dengan meningkatkan ekskresi ion phospat yang akan
berikatan dengan ion hidrogen menjadi asam phospat. Penurunan ion kalium biasa terjadi
pada keadaan diabetes ketocidosis akibat dari diuresis osmosis kompensasi dari ginjal dan
vomitus akibat acidosis pada saluran pencernaan. DKA ditandai dengan pH darah arteri
kurang dari 7.25, serum bikarbonat turun menjadi kurang dari 15mEq/L dan pemeriksaan
jumlah keton darah dan urine meningkat.(4,5,6,7,8,9)

2.5 Gejala Klinis Diabetes Mellitus


Saat sekresi insulin menjadi tidak adekuat untuk memfasilitasi glukosa kedalam sel
perifer terkait kebutuhan glukosa sel otot (otot rangka) dan untuk menekan produksi
glukosa hati maka keadaan hiperglikemia terjadi. Karena sel tidak mendapatkan asupan
glukosa yang cukup sesuai dengan kebutuhan sel maka pemecahan asam amino dan asam
lemak menjadi glukosa serta, proses glikolisis dan glukoneogenesis terus terjadi didalam
tubuh oleh hati, keadaan ini memperparah keadaan hiperglikemia karena menambah beban
deposit glukosa pada darah. Gejala klinis akan timbul segera setelah terjadi penumpukan
deposit glukosa pada darah dan peningkatan produksi glukosa hati.(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12)

Gejala Klinis Diabetes Mellitus tipe 1


Peningkatan frekwensi (Poliuria) miksi merupakan konswekwensi sekunder dari
peningkatan diuresis-osmosis akibat hiperglikemia melewati batas yang dapat diabsorbsi
oleh ginjal yang berkepanjangan, hal ini mengakibatkan hilangnya banyak cairan elektrolit
dan gula lewat urine. Sering haus merupakan kompensasi dari diuresis osmosis. Penurunan
berat badan total walaupun nafsu makan berlebihan (hiperphagia) sebagai tanda umum
pada T1DM, penurunan berat badan ini disebabkan oleh kurangnya kadar air plasma dan
trigliserida, ditambah dengan hilangnya massa total otot akibat proses perubahan protein
otot menjadi glukosa dan benda keton karena jumlah insulin tidak cukup untuk
memberikan energi dalam bentuk glukosa kepada sel. Kekurangan energi ini dapat
mencapai 50% dari total asupan kalori yang di konsumsi sehari. Sebagai contoh bila
seorang anak sehat berumur 10 tahun mempunyai kebutuhan kalori perhari adalah 2000
kalori dengan asumsi sebagian besar kalori yang masuk adalah karbohidrat maka jumlah
kalori yang terbuang oleh urine lewat glikosuria adalah 1000 kalori yang terdiri dalam
bentuk air yang mungkin sekali sebanyak 5L dan Glukosa sebanyak 250g nilai ini
mencakup 50% total kalori sehari yang di konsumsi. Kehilangan kalori yang begitu banyak
ini dikompensasi dengan keadaan hiperphagia dan bila hiperphagia masih belum dapat
mengkompensasi kebutuhan energi pasien terjadilah kelaparan jaringan tubuh yang
akhirnya akan memicu pemecahan lemak subkutan menjadi glukosa yang memperberat
keadaan hiperglikema. Sedangkan penurunan volume plasma membawa akibat hipotensi
postural. Pada anak wanita yang menderita diabetes, monilial - vaginitis mungkin sekali
berkembang akibat dari glikosuria kronis.(5,6,7,8,9,10,11,12)
Turunnya kadar kalium total tubuh dan katabolisme protein memberikan kontribusi
penting pada kelemahan fisik. Paresthesia mungkin saja terlihat pada saat diagnosis fase
awal onset subakut T1DM. Pada saat defisiensi insulin berada pada fase onset akut maka
gejala klinis diatas akan berkembang menjadi lebih berat, ketoacidosis eksaserbasi akut,
hiperosmolalitas, dan dehidrasi akibat dari naussea, vomitus, dan anorexia. Level
kesadaran pasien bergantung pada derajat hiperosmolalitas.(4,5,6,10)
Bila defisiensi insulin bergerak lambat dan kebutuhan cairan dapat di jaga maka
kesadaran pasien dapat terjaga dan gejala klinis yang menyertai akan tetap minimal.
Namun pada saat terjadi vomitus sebagai respon perkembangan progresif yang buruk
keadaan keto-acidosis diikuti dengan memburuknya dehidrasi dan tidak adekuatnya
perawatan yang mengkompensasi osmolalitas serum untuk terus berada pada level 320 -
330 mosm/L, maka pada keadaan ini kesadaran pasien dapat menurun, dari keadaan stupor
sampai koma. Fruity odor atau terciumnya bau manis keton pada nafas pasien
mengarahkan kecurigaan pada keadaan diabetes keto-acidosis (DKA).(5,10)
Sebagian besar penderita DM tipe-1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang
akut. Poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat badan yang cepat dalam 2-6
minggu sebelum diagnosis ditegakkan, kadang-kadang disertai polifagia dan gangguan
penglihatan. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia maka diagnosis
DM tidak diragukan lagi.
Sering terjadi kesalahan dan keterlambatan diagnosis DM tipe-1.Pada beberapa
anak mulai timbulnya gejala sampai menjadi ketoasidosis dapat terjadi sangat cepat,
sedangkan pada anak yang lain dapat timbul secara lambat dapat dalam beberapa bulan.
Akibat keterlambatan diagnosis, penderita DM tipe-1 akan memasuki fase ketoasidosis
yang dapat berakibat fatal bagi penderita. Keterlambatan ini dapat juga terjadi karena
penderita disangka menderita bronkopneumonia dengan asidosis atau syok berat akibat
gastroenteritis. Kata kunci untuk mengurangi keterlambatan diagnosis adalah kewaspadaan
terhadap DM tipe-1. Diagnosis DM tipe-1 sebaiknya dipikirkan sebagai diagnosis banding
pada anak dengan enuresis nokturnal (anak besar), atau pada anak dengan dehidrasi sedang
sampai berat tetapi masih ditemukan diuresis (poliuria), terlebih lagi jika disertai dengan
pernafasan Kussmaul dan bau keton.

Gejala Klinis Diabetes Mellitus tipe 2


Pada T2DM ( Type 2 Diabetes Mellitus ) gejala klinis yang timbul biasanya adalah
peningkatan frekwensi berkemih dan rasa haus yang berlebihan. Seperti telah dijelaskan
dalam klasifikasi diatas bahwa T2DM seringkali asimptomatis sehingga menyulitkan
diganosis awal. Biasanya anak datang dengan kelelahan fisik kronis, dan kelebihan berat
badan. Gejala klinis yang muncul merupakan akibat keadaan hiperglikemia tingkat lanjut
yang kronis. Pada T2DM keadaan diabetes biasanya hanya dapat dideteksi setelah
pemeriksaan urine yang memberikan gambaran glikosuria dan atau pemeriksaan darah
dengan gambaran hiperglikemia pada pasien dengan obesitas saat pemeriksaan rutin
laboratorium. Biasanya pasien T2DM datang juga dengan keluhan neuropati, dan
gangguan komplikasi kardiovaskular akibat dari terlambatnya diagnosis dari T2DM, hal
ini sangat mungkin karena perjalanan penyakit T2DM yang perkembangannya relatif
lambat. Pada pasien T2DM terdapat susceptibilitas terhadap infeksi kulit kronis. Pada anak
wanita yang mengidap T2DM keluhan yang biasanya menyertai adalah pruritus
generalisata dan vaginitis yang berulang. Gambaran glikosuria muncul pada saat jumlah
glukosa darah melewati ambang batas yang masih dapat di serap oleh ginjal yaitu sekitar
180 mg/dL (10mmol/L). (5,6,7,9,10)

Tabel 3 Gejala Klinis Yang Menyertai Pada Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2.

(Tabel 3 sumber: Clinical manifestation determination of T1DM and T2DM.Greenspan


basic and clinical physiology 8th ed.)

2.6 Diagnosis Diabetes Mellitus Pada Anak


Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus Pada Anak
Glukosa plasma puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah plasma <126 mg/dL.
Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan
glukosa darah. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut:
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat
badan, polifagia, dan kadar glukosa plasma sewaktu  200 mg/ dL (11.1 mmol/L).
2. Kadar glukosa plasma puasa  126 mg/dL (7 mmol/L).
3. Kadar glukasa plasma  200 mg/dL pada jam ke-2 TTGO (Tes Tolerasansi Glukosa
Oral).
4. HbA1c >6.5% (dengan standar NGSP dan DCCT) Pada penderita yang asimtomatis
dengan peningkatan kadar glukosa plasma sewaktu (>200 mg/dL) harus dikonfi
rmasi dengan kadar glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral
yang terganggu. Diagnosis tidak ditegakkan berdasarkan satu kali pemeriksaan.

Penilaian glukosa plasma puasa :


 Normal : < 100 mg/dL
 Gangguan glukosa plasma puasa (Impaired fasting glucose = IFG): 100–125
mg/dL
 Diabetes :  126 mg/dL
Penilaian tes toleransi glukosa oral :
 Normal : <140 mg/dL
 Gangguan glukosa plasma puasa (Impaired fasting glucose = IFG): 140-200
mg/dL
 Diabetes :  200 mg/dL

Cara melakukan Tes Toleransi Glukosa (TTGO) :


a. Sebelum pemeriksaan, pastikan selama tiga hari berturut-turut anak telah mendapat
diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari), lalu puasa semalam menjelang
pemeriksaan TTG. Biarkan anak beraktivitas seperti biasa.
b. Hitung kadar glukosa darah sewaktu dulu sebelum pemeriksaan.
c. Larutkan sebanyak 1,75g/kgBB glukosa (maksimum 75 g) ke dalam air 200-250
ml.
d. Larutan glukosa tersebut diberikan secara oral dalam jangka waktu 5 menit.
e. Tunggu selama 2 jam, lalu hitung kembali kadar gula darah sewaktu.
f. Interpretasi hasil TTG :
 Menderita DM : apabila kadar glukosa puasa ≥140g/dl (7.8mmol/L) atau kadar
glukosa darah pada jam ke-2 ≥200mg/dl (11.1mmol/L)
 Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila : kadar glukosa puasa < 140 g/dl (7.8
mmol/L) dan kadar glukosa darah pada jam ke-2 : 140-199 mg/dl (7.8-11.1
mmol/L)
 Normal : apabila kadar glukosa darah puasa <110 g/dl (6.7 mmol/L) dan kadar
glukosa darah pada jam ke-2 <140 mg/dl (7.8 mmol/L)
MEMBEDAKAN DM TIPE-2 DAN DM TIPE-1
Sesuai patogenesisnya, proses autoimun yang mendestruksi sel beta pankreas pada DM
tipe-1 dan resistensi insulin pada DM tipe-2, kedua jenis DM ini seharusnya bisa dibedakan
dari kadar insulin atau c-peptide-nya. Pada DM tipe-1, kadar insulin/ c-peptide akan rendah
atau sangat rendah, sedangkan pada DM tipe-2, kadar insulin/ c-peptide akan normal atau
meningkat. Selain itu, pada DM tipe-1 akan terdeteksi auto-antibodi terhadap sel beta
pankreas sedangkan pada DM tipe-2 tidak. Kedua hal tersebut secara teoritis merupakan
pembeda antara DM tipe-1 dan tipe-2, namun kenyataannya, membedakan DM tipe-1 dan
tipe-2 tidak selalu mudah, KARENA:
 Seiring dengan makin meningkatnya prevalensi obesitas pada anak, dapat dijumpai
penderita DM tipe-1 yang obesitas. Penderita DM tipe-1 yang obesitas mungkin
mempunyai sisa kadar c-peptide yang lebih tinggi.
 Penderita DM tipe-2 dapat datang dalam kondisi ketosis atau ketoasidosis sehingga
menyerupai DM tipe-1. Pada keadaan tersebut, kadar insulin atau c-peptide
penderita bisa sangat rendah akibat adanya glukotoksisitas atau memang sudah ada
ketergantungan insulin.
 Obesitas dan resistensi insulin merupakan faktor risiko penyakit autoimun sehingga
15-40% penderita DM tipe-2 terdeteksi mempunyai autoantibodi terkait DM tipe-
1. Keadaan ini mempercepat penderita jatuh ke dalam keadaan tergantung insulin.
Salah satu cara membedakan DM tipe-2 dari DM tipe-1 yang mungkin dapat digunakan
adalah pemeriksaan c-peptide sekitar 12-24 bulan setelah diagnosis karena sangat jarang
penderita DM tipe-1 yang masih mempunyai kadar c-peptide normal pada saat tersebut.
SKRINING DM TIPE-2
Kelompok yang berisiko tinggi menderita DM tipe-2 adalah:
 Anak/remaja dengan obesitas.
 Ada keluarga dekat yang menderita DM tipe-2 atau penyakit kardiovaskular.
 Ada tanda resistensi insulin: akanthosis nigrikans, dislipidemia, hipertensi, sindroma
ovarium polikistik.

Walaupun gejala klinis dari T1DM tidaklah spesifik, tanda penting yang terlihat
dalam acuan diagnosis adalah poliuria pada anak dengan dehidrasi, kurang berat badan,
hiperglikemia, dan ketonuria yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan rutin. Diagnosis
pasti dari diabetes mellitus tipe 1 meliputi kadar gula darah non puasa melebihi 200 mg/dL
(11.1mmol/L) diikuti dengan gejala klinis yang tipikal terhadap T1DM. Bila pasien anak
yang datang obese maka perlu di singkirkan kemungkinan bahwa diabetes yang terjadi
adalah tipe 2. Bila keadaan hiperglikemia telah dikonfirmasi maka wajib dilakukan
pemeriksaan untuk DKA terutama bila keadaan ketonuria ditemukan, dilanjutkan dengan
pemeriksaan elektrolit darah serta pengawasan walaupun tanda dehidrasi yang terjadi tidak
berat. Pada pasien anak non obese tidak perlu dilakukan pemeriksaan autoimmunitas untuk
sel beta. Pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan untuk monitoring dan pengawasan kadar
glukosa terkait dengan keberhasilan terapi.

Tabel 5 (Nelson’s pediatric essential 5th ed relationship of the blood gas.pH, clinical
interpretation )

Pemeriksaan Lab penunjang Diagnosis Diabetes Mellitus


Untuk diagnosis diabetes mellitus: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia
(puasa, 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral
(TTGO). Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah
islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap
glutamic acid decarboxylase (anti-GAD).
ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-
pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA
menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah
enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid
(GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3
petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul. Untuk
membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-
peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk
memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan
meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.(9,11,12) Tes
C-peptida merupakan tes darah yang dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak insulin
yang diproduksi tubuh seseorsng. Tes ini akan berguna untuk menentukan apakah
seseoranb menderita diabetes tipe 1 atau tipe 2, atau apakah seseorang menderita resistensi
insulin.

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah


Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6-12 jam sebelum diambil
darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa
dia makan/minum glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu
15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam
PP.(11,12)
Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar
glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari
penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat)
untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu. Ini sangat penting untuk
diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah
tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan
penderita DM.(4,5)

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa


Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya.
Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase
(GOD) dan metode heksokinase. Metode GOD banyak digunakan saat ini.
Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama),
tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara
lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.Metode heksokinase juga banyak digunakan.
Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens,
karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.Untuk mendiagosa DM, digunakan
kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI
1998).

Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan Diabetes Mellitus


Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan
glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.Pemeriksaan
fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang
memakan waktu lama. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin.
Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya
glukosa melalui reduksi urin.(5,10,11)

Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara
glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang
dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
ireversibel. Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high
performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity
chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.Metode Ion Exchange
Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH
dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa
memberikan hasil negatif palsu. Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange
chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali.
Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.Metode agar gel
elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding
HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC
tidak banyak berpengaruh pada metode ini. Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur
HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai
presisi yang baik. Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta
bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak
dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi
metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil
pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.Metode Kolorimetri: waktu
inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun
glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang
kurang dikenal oleh klinisi, yaitu mmol/L.(5,6,7,8,80.11)

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C


HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena
itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita
DM (glukosa darah takterkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu
(umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari
komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Jadi,
HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau
belum.Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

2.7 Komplikasi Akut Diabetes Mellitus


Komplikasi akut diabetes mellitus adalah diabetes ketoacidosis dan hiperglikemik
hiperosmolar state, DKA adalah komplikasi paten dari T1DM, walaupun begitu keadaan
ini dapat terjadi juga pada diabetes mellitus tipe 2 yang tidak mendapatkan perawatan
adekuat, sedangkan HHS lebih sering terjadi pada T2DM. Kedua keadaan ini berhubungan
erat dengan resistensi maupun defisiensi absolut insulin.(5,6,11,12)
DKA HHS
Glucose,a mmol/L (mg/dL) 13.9–33.3 (250–600) 33.3–66.6 (600–1200)
Sodium, meq/L 125–135 135–145

Potassiuma,b Normal to Normal

Magnesiuma Normal Normal


a
Chloride Normal Normal
Phosphatea,b Normal Normal

Creatinine Slightly Moderately

Osmolality (mOsm/mL) 300–320 330–380


Plasma ketonesa ++++ +/–
Serum bicarbonate,a meq/L <15 meq/L Normal to slightly
Arterial pH 6.87.3 >7.3
Arterial PCO2,a mmHg
20–30 Normal

Anion gapa[Na – (Cl +


HCO3)] Normal to slightly

aLarge changes occur during treatment of DKA.


bAlthough plasma levels may be normal or high at presentation, total-body stores are usually depleted
(Tabel 6 Sumber : Harrison’s Principal of Internal Medicine)

Komplikasi Kronis Diabetes mellitus


Komplikasi kronis diabetes mellitus terkait dengan keadaan hiperglikemia kronis
yang mencakup kelainan non vaskular dan kelainan vaskular, kelainan vaskular terbagi
atas 2 bagian yaitu mikrovaskular (Retinopati, nefropati, neuropati) dan makrovaskular
(penyakit jantung koroner, penyakit vaskular perifer, penyakit vaskular cerebrospinal).
Kelainan non vaskular terdiri dari gastroparesis, kelainan kulit dan kehilangan
pendengaran.(5,6,9,10)

Chronic Complications of Diabetes Mellitus

Microvascular

Eye disease

Retinopathy (nonproliferative/proliferative)

Macular edema

Neuropathy

Sensory and motor (mono- and polyneuropathy)

Autonomic

Nephropathy

Macrovascular

Coronary heart disease

Peripheral arterial disease

Cerebrovascular disease
Other

Gastrointestinal (gastroparesis, diarrhea)

Genitourinary (uropathy/sexual dysfunction)

Dermatologic

Infectious

Cataracts

Glaucoma

Periodontal disease

Hearing loss
(Tabel 7 sumber : Harrison’s principles of internal medicine 18ed )

2.8 Terapi Pada Diabetes Mellitus


Terapi pada pasien anak dengan diabetes mellitus di tujukan pada keadaan
hipoinsulin, dan memperbaiki keadaan hiperglikemia. Dibedakan pada tipe diabetes yang
menyerang, onset serta adakah gejala DKA.

Terapi pada T1DM


Hal pertama yang harus dipahami oleh semua pihak adalah bahwa DM tipe-1 tidak
dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal
mungkin dengan kontrol metabolik yang baik. Yang dimaksud kontrol metabolik yang baik
adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai
normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. Walaupun masih dianggap ada kelemahan,
parameter HbA1c merupakan parameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c
< 7% berarti kontrol metabolik baik; HbA1c < 8% cukup dan HbA1c > 8% dianggap buruk.
Kriteria ini pada anak perlu disesuaikan dengan usia karena semakin rendah HbA1c
semakin tinggi risiko terjadinya hipoglikemia.
Pada anak dengan T1DM memiliki 5 variabel mayor dalam penatalaksanaannya
yaitu:
 Pemilihan sediaan dan tipe insulin yang diberikan
 Diet
 Olahraga dan kegiatan sehari – hari
 Manajemen stress, dan terakhir
 Pengawasan kadar glukosa dan keton dalam darah.

Pemberian Insulin
 Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh
selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin basal
maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih tinggi (bolus) akibat efek glikemik
makanan.
 Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang
seragam untuk semua penderita DMT1. Regimen apapun yang digunakan bertujuan
untuk mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga mampu
menormalkan metabolisme gula atau paling tidak mendekati normal. • Pemilihan
regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur, lama menderita
diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah dsb),
target kontrol metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya.
 Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan
sakit. Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya dikonsulkan
kepada dokter.
 Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin
per hari (campuran insulin kerja cepat/ pendek dengan insulin basal).
 Dosis insulin harian, tergantung pada: Umur, berat badan, status pubertas, lama
menderita, fase diabetes, asupan makanan, pola olahraga, aktifitas harian, hasil
monitoring glukosa darah dan HbA1c, serta ada tidaknya komorbiditas.
 Dosis insulin (empiris):
o Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5 IU/kg/hari
o Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–1
IU/kg/hari.
o Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–2 IU/kg/hari.
Dosis insulin akan bergantung pada jumlah keton dalam darah dan status pH pasien
anak. Bila pH < 7,3 dan jumlah keton dalam darah berada pada level signifikan, pemberian
insulin intravena diharuskan untuk diberikan. Bila rehidrasi teradministrasi dengan baik
dan pH darah vena normal maka pemberian 1 atau 2 injeksi intramuscular atau subkutan
insulin lispro (humalog, [H]) atau insulin aspart (Novolog [NL]) terpisah dalam 1 jam
dengan dosis 1-2 Unit/KgBB dapat dilakukan.(5,6,7,8,9,10)
Saat keton tidak tedeteksi dalam darah maka insulin akan lebih aktif dan pemberian
insulin subkutan dapat dilakukan dengan dosis (0,25 - 0,50) Unit/Kg/24Jam, bila terdapat
keton dalam darah maka prosuksi insulin akan berkurang sehingga membutuhkan 1 - 0,5
unit/Kg dari total kebutuhan insulin per 24 jam. Pasien anak dengan T1DM biasanya
mendapatkan terapi campuran antara insulin dengan onset cepat dan insulin onset lambat,
terapi kombinasi ini untuk mengontrol gula darah asupan sehari - hari terutama setelah
makan dan untuk mengontrol kadar gula darah terkait dengan produksi glukosa hepar. Hal
ini dapat di capai dengan pemberian campuran antara insulin dengan berbagai kombinasi
seperti yang ditunjukan oleh tabel 8. Pilihan terbaik pemberian adalah dengan
menyesuaikan dengan umur serta jadwal makan perhari dari pasien. Pada masa lampau
dokter biasanya memberikan 2 kali perhari suntikan insulin aksi menengah dan insulin aksi
cepat dengan cara pemeberian 2/3 dosis total diberikan sebelum sarapan dan sisanya
diberikan pada saat makan malam. Terapi dengan insulin regular manusia diberikan pada
waktu 30 - 60 menit sebelum makan, sedangkan bila terapi menggunakan insulin aksi cepat
diberikan sesaat sebelum makan. Pada anak dengan jumlah makanan (Asupan Kalori tidak
diperhitungkan) yang dikonsumsi tidak teratur maka pemberian insulin aksi cepat
dilakukan setelah makan dengan dosis diperhitungkan sesuai dengan asupan kalori.(5,6,7,10 )
`

Type of Insulin Begins Working Main Effect All Gone

Short-acting

Regular ½h 2–4 h 6–9 h

Humalog or NovoLog 10–15 min 30–80 min 4h

Intermediate-acting

NPH 2–4 h 6–8 h 12–15 h

Long-acting

Lantus 1–2 h 2–23 h 24–26 h

Premixed

NPH/Regular ½h Variablea 12–18 h

NPH/75/25b 1/4 h 1–8 h 12–15 h


aDapatdipakai untuk mencukupi kebutuhan individual.
bCampuran dari 75% NPH dan 25% Humalog.
NPH, neutral protamine Hagedorn insulin.

(Tabel 8 sumber : Pediatric Current diagnosis and treatment 18th ed

AGE TARGET TOTAL DAILY BASAL INSULIN, Units Added Units


(YR) GLUCOSE INSULIN % OF TOTAL per 100 mg/dL Added per
(MG/DL) (U/KG/D) * DAILY DOSE above Target 15 g at Meal

0–5 100–200 0.6–0.7 25–30 0.50 0.50

5–12 80–150 0.7–1.0 40–50 0.75 0.75

12–18 80–150 1.0–1.2 40–50 1.0–2.0[‡] 1.0–2.0

Newly diagnosed children in the “honeymoon” may only need 60–70% of a full replacement dose. Total daily dose per kg increases with
puberty.

Newly diagnosed children who do not use carbohydrate dosing should divide the nonbasal portion of the daily insulin dose into equal
doses for each meal. A dosing scale is then added for each dose.
For example:a 6-yr-old child who weighs 20 kg needs about
(0.7 units/kg/24 hr × 20 kg) = 14 units/24 hr with 7 units (50%) as basal and 7 units as total daily bolus. Give basal as glargine at hs. Give
2 units lispro or aspart before each meal if the blood glucose is within target; subtract 1 unit if below target; add 0.75 unit for each 100
mg/dL above target (round the dose to the nearest 0.5 unit).

For finer control, extra insulin may be added in 50-mg/dL increments.

(Tabel 9 sumber : Nelson’s Textbook of pediatric)


Dua hal yang perlu penting dikenali pada pemberian insulin adalah efek Somogyi
dan efek Subuh (Dawn effect). Kedua efek tersebut mengakibatkan hiperglikemia pada
pagi hari, namun memerlukan penanganan yang berbeda. Efek Somogyi terjadi sebagai
kompensasi terhadap hipoglikemia yang terjadi sebelumnya (rebound effect), yaitu
pemberian insulin yang berlebihan sehingga terjadi hipoglikemia pada malam hari (jam
02.00-03.00), akibat adanya hipoglikemia maka tubuh mengkonpensasi dengan
peningkatan sekresi hormon kontrainsulin (hormon glikogenik). Sebaliknya efek subuh
terjadi akibat kerja hormon hormon kontra insulin yang lebih dominan pada malam hari.
Sehingga efek Somogyi memerlukan penambahan makanan kecil sebelum tidur atau
pengurangan dosis insulin malam hari, sedangkan efek Subuh memerlukan penambahan
dosis insulin malam hari untuk menghindari hiperglikemia pagi hari.

Insulin Kerja Cepat (rapid acting)


Insulin mempunyai kecenderungan membentuk agregat dalam bentuk dimer dan
heksamer yang akan memperlambat absorpsi dan lama awitan kerjanya. Insulin Lispro,
Aspart, dan Glulisine tidak membentuk agregat dimer maupun heksamer, sehingga dapat
dipergunakan sebagai insulin kerja cepat. Ketiganya merupakan analog insulin kerja
pendek (insulin reguler) yang dibuat secara biosintetik. Pada insulin Lispro, urutan asam
amino 28 (prolin) dan 29 (lisin) dari rantai B insulin dilakukan penukaran menjadi 28 untuk
lisin dan 29 untuk prolin. Sedangkan pada insulin Aspart, asam amino prolin di posisi ke-
28 rantai B insulin diganti dengan asam aspartat. Insulin Glulisine merupakan insulin kerja
cepat terbaru dengan modifi kasi urutan asam amino ke-3 (lisin) dan ke-29 (glutamat) dari
rantai B insulin secara simultan. Insulin monomer ini berupa larutan yang jernih,
mempunyai awitan kerja yang cepat (5-15 menit), puncak kerja 30-90 menit, dan lama
kerja berkisar 3-5 jam. Potensi dan efek hipoglikemi sama dengan insulin reguler.
Dengan sifat-sifat di atas, insulin kerja cepat direkomendasikan untuk digunakan
pada jam makan, atau penatalaksanaan insulin saat sakit. Dapat diberikan dalam regimen
2 kali sehari, atau regimen basal-bolus.
Pada beberapa keadaan berikut, insulin kerja cepat sangat efektif digunakan:
 Sebagai bolus saat dikombinasikan dengan insulin kerja panjang.
 Pada saat kudapan sore: akan menurunkan kadar glukosa darah yang biasa terjadi saat sebelum
makan malam pada pengguna regimen 2 kali sehari yang dikombinasi dengan insulin kerja
menengah.
 Setelah makan, untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan pada anak pra-pubertas
dengan kebiasaan makan yang sulit diramalkan (bayi, balita, dan anak prasekolah).
 Pada penggunaan CSII (continuous subcutaneous insulin infu sion) atau pompa insulin.
 Memberikan efek yang cepat dibandingkan insulin regular saat tatalaksana hiperglikemia,
ketoasidosis, saat sakit, atau tindakan bedah.

Insulin Kerja Pendek (short acting/reguler)


Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk larutan jernih, dikenal sebagai insulin
’reguler’. Biasanya digunakan untuk mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis,
penderita baru, dan tindakan bedah. Kadang-kadang juga digunakan sebagai pengobatan
bolus (20-30 menit sebelum makan), atau kombinasi dengan insulin kerja menengah pada
regimen 1-2 kali sehari atau dengan insulin basal.
Penderita DM tipe-1 yang berusia balita sebaiknya menggunakan insulin jenis ini
untuk menghindari efek hipoglikemia akibat pola hidup dan pola makan yang seringkali
tidak teratur. Fleksibilitas penatalaksanaan pada usia balita menuntut pemakaian insulin
kerja pendek atau digabung dengan insulin kerja menengah.

Insulin Kerja Menengah (intermediate acting)


Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk suspensi sehingga terlihat keruh. Mengingat
lama kerjanya maka lebih sesuai bila digunakan dalam regimen dua kali sehari dan sebelum
tidur pada regimen basal-bolus. Sebelum digunakan, insulin harus dibuat merata
konsentrasinya, jangan dengan mengocok (dapat menyebabkan degradasi protein), tetapi
dengan cara menggulung-gulung di antara kedua telapak tangan.
Insulin jenis ini lebih sering digunakan untuk penderita yang telah memiliki pola
hidup yang lebih teratur. Keteraturan ini sangat penting terutama untuk menghindari
terjadinya episode hipoglikemia. Sebagian besar diabetisi anak menggunakan insulin jenis
ini.
DM tipe-1 usia bayi (0-2 tahun) mempunyai pola hidup (makan, minum, dan tidur)
yang masih teratur sehingga lebih mudah mencapai kontrol metabolik yang baik. Apabila
orangtua segan untuk menggunakan regimen insulin dengan insulin kerja menengah secara
multipel (2 kali sehari), penggunaan satu kali sehari masih dimungkinkan pada golongan
usia ini dengan terlebih dahulu memperhatikan efek insulin terhadap kontrol metaboliknya.
Dua sediaan insulin kerja menengah yang saat ini tersedia adalah:
 Isophane atau insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn).
 Insulin Crystalline zinc-acetate (insulin lente).
Insulin Isophane paling sering digunakan pada anak, terutama karena
memungkinkan untuk digabung dengan insulin reguler dalam satu syringe tanpa adanya
interaksi (insulin reguler bila dicampur dengan insulin lente dalam satu syringe, akan
terjadi reaksi sehingga mengurangi efek kerja insulin jangka pendek).

Insulin Kerja Panjang (long acting)


Insulin kerja panjang tradisional (UltralenteTM) mempunyai masa kerja lebih dari
24 jam, sehingga dapat digunakan dalam regimen basalbolus. Profi l kerjanya pada
diabetisi anak sangat bervariasi, dengan efek akumulasi dosis; oleh karena itu penggunaan
analog insulin basal mempunyai keunggulan dibandingkan ultralente.

Insulin Basal Analog


Insulin basal analog merupakan insulin jenis baru yang mempunyai kerja panjang
sampai dengan 24 jam. Di Indonesia saat ini sudah tersedia insulin glargine dan detemir,
keduanya mempunyai profi l kerja yang lebih terduga dengan variasi harian yang lebih
stabil dibandingkan insulin NPH. Insulin ini tidak direkomendasikan untuk anak-anak di
bawah usia 6 tahun. Perlu digaris bawahi, bahwa insulin glargine serta detemir tidak dapat
dicampur dengan insulin jenis lainnya.
Mengingat sifat kerjanya yang tidak mempunyai kadar puncak (peakless) dengan
lama kerja hingga 24 jam, maka glargine dan detemir direkomendasikan sebagai insulin
basal. Bila dibandingkan dengan NPH, glargine dan detemir dapat menurunkan kadar
glukosa darah puasa dengan lebih baik pada kelompok usia 5-16 tahun, namun secara
keseluruhan tidak memperbaiki kadar HbA1c secara bermakna. Insulin glargine dan
detemir juga mengurangi risiko terjadinya hipoglikemia nokturnal berat.

Pengaturan Makanan
Istilah pengaturan makanan sekarang lebih lazim digunakan dari pada diet karena
diet sering diidentikan dengan upaya menurunkan berat badan melalui pengurangan kalori.
Penurunan berat badan perlu dilakukan pada penderita DM tipe-2 yang seringkali
menderita kegemukan, sedangkan pada anak dengan DM tipe-1, pemberian makan untuk
tumbuh kembang.
Pengaturan makanan pada penderita DM tipe-1 bertujuan untuk mencapai kontrol
metabolik yang baik tanpa mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme basal,
pertumbuhan, pubertas, maupun aktivitas sehari hari. Dengan pengaturan makanan ini
diharapkan anak dapat tumbuh optimal dengan berat badan yang ideal, dan dapat dicegah
timbulnya hipoglikemia. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk
mencegah kelebihan berat badan, yaitu dengan menggunakan kurva pertumbuhan, indeks
massa tubuh (IMT), dan lingkar pinggang setiap 3 bulan. Anak berusia 6 sampai 8 tahun
disebut obes jika rasio ukuran lingkar pinggang terhadap tinggi badan  0,5. Ukuran lingkar
pinggang target pada anak > 16 tahun adalah < 80cm pada wanita dan < 94cm pada lelaki.
Jumlah kalori per hari yang dibutuhkan dihitung berdasarkan berat badan ideal.
Penghitungan kalori ini memerlukan data umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat
badan saat penghitungan, serta data kecukupan kalori yang dianjurkan. Komposisi kalori
yang dianjurkan adalah 50-55% dari karbohidrat, 15-20% berasal dari protein, dan 25-35%
dari lemak. Karbohidrat sangat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah setelah makan,
dalam 1-2 jam setelah makan 90% karbohidrat akan menjadi glukosa, sehingga jumlah
karbohidrat dalam makanan harus dihitung. Jenis karbohidrat yang dianjurkan ialah yang
berserat tinggi dan memiliki indeks glikemik dan beban glikemik (glycemic load) yang
rendah, seperti golongan buah-buahan, sayuran, dan sereal yang akan membantu mencegah
lonjakan kadar glukosa darah. Kebutuhan serat harian pada anak  1 tahun adalah 3,3 gram
per megajoule (3,3 g/MJ), atau pada anak  2 tahun dapat dengan menggunakan
perhitungan usia (tahun) + 5 = gram serat perhari. Sedangkan pada anak < 1 tahun tidak
ditentukan.
Tujuan utama pengaturan asupan lemak adalah dengan membatasi asupan lemak
total, lemak jenuh, dan asam lemak trans. Asam lemak tak jenuh rantai tunggal
(Monounsaturate fatty acids = MUFA) dan asam lemak tak jenuh rantai ganda
(polyunsaturated fatty acids= PUFA) dapat digunakan sebagai pengganti untuk
memperbaiki profi l lemak. Asam lemak tak jenuh merupakan komponen penting pada
membran lipid. Energi 10-20% dari MUFA sangat direkomendasikan untuk mengontrol
kadar lemak dan mencegah penyakit kardiovaskular. Sedangkan energy dari PUFA
dianjurkan kurang dari 10%. Konsumsi minyak ikan 80-120g seminggu satu sampai dua
kali sangat dianjurkan.
Asupan protein menurun pada masa anak, dari 2g/kg/hari pada saat bayi menjadi
1g/kg/hari pada usia 10 tahun, dan 0,8-0,9 g/kg/hari pada saat remaja. Diet tinggi proten >
25% dari energi, tidak dianjurkan pada anak DM tipe-1 karena dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan asupan vitamin serta mineral.
Kebutuhan vitamin dan mineral pada anak diabetes sama dengan anak sehat
lainnya. Pada beberapa Negara, dianjurkan penambahan vitamin D. Anak dengan diabetes
harus dibatasi asupan garamnya. Pada anak usia 1-3 tahun, asupan garam 1000 mg/hari
(2,5g garam/hari), usia 4-8 tahun 1200 mg/hari (3 g garam/hari), sedangkan pada anak usia
9 tahun 1500 mg/hari (3,8 g garam/hari).
Pada diabetes, kelebihan alkohol berbahaya karena dapat menekan
glukoneogenesis yang menyebabkan hipoglikemia memanjang (sampai 10-12 jam setelah
minum, tergantung jumlah yang diminum). Karbohidrat harus diberikan sebelum dan/atau
selama dan/atau setelah asupan alkohol. Juga diperlukan pengaturan dosis insulin
khususnya jika berolahraga selama/atau sesudah minum. Perawatan khusus perlu
dilakukan untuk mencegah hipoglikemia pada malam hari, dengan memberikan kudapan
karbohidrat, monitoring kadar gula darah lebih sering pada malam hari, dan keesokan
harinya, paling sedikit sampai dengan makan siang.
Dalam pemilihan jenis karbohidrat, menggunakan indeks glikemik dapat
membantu mengontrol kadar gula darah. Penelitian pada anak yang diberikan makanan
dengan indeks glikemik rendah memperlihatkan perbaikan kontrol glikemik setelah 12
bulan. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan hiperglikemia setelah
makan. Beban glikemik adalah metode lain untuk memperkirakan reaksi gula darah setelah
makan, dilakukan dengan penghitungan indeks glikemik dalam makanan dan ukuran porsi
makanannya.
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan makanan dan pola
makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis, serta makanan yang tidak berbeda
dengan teman sebaya atau dengan makanan keluarga. Fleksibel dalam jumlah makanan dan
jenisnya sangat diperlukan. Pengaturan makan yang optimal biasanya terdiri dari 3 kali
makan utama dan 3 kali pemberian kudapan. Keberhasilan kontrol metabolik tergantung
kepada frekuensi makan dan regimen insulin yang digunakan.

Olahraga
Olahraga sebaiknya menjadi bagian dari kehidupan setiap orang, baik anak, remaja,
maupun dewasa, baik penderita DM atau bukan. Olahraga dapat membantu menurunkan
berat badan, mempertahankan berat badan ideal, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Untuk penderita DM berolahraga dapat membantu untuk menurunkan kadar gula darah,
menimbulkan perasaan ‘sehat’ atau ‘well being’, dan meningkatkan sensitivitas terhadap
insulin, sehingga mengurangi kebutuhan insulin. Pada beberapa penelitian terlihat bahwa
olahraga dapat meningkatkan kapasitas kerja jantung dan mengurangi terjadinya
komplikasi DM jangka panjang.
Bukan tidak mungkin bagi penderita DM untuk menjadi atlit olahraga profesional.
Banyak olahragawan/atlit terkenal di dunia yang ternyata adalah penderita DM tipe-1.
Namun, untuk penderita DM, terutama bagi yang tidak terkontrol dengan baik, olah raga
dapat menyebabkan timbulnya keadaan yang tidak diinginkan seperti hiperglikemia
sampai dengan ketoasidosis diabetikum, makin beratnya komplikasi diabetik yang sudah
dialami, dan hipoglikemia. Sekitar 40% kejadian hipoglikemia pada penderita DM
dicetuskan oleh olahraga. Oleh karena itu penderita DM tipe-1 yang memutuskan untuk
berolahraga teratur, terutama olahraga dengan intensitas sedang-berat diharapkan
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang merawatnya sebelum memulai program
olahraganya. Mereka diharapkan memeriksakan status kesehatannya dengan cermat dan
menyesuaikan intensitas, serta lama olahraga dengan keadaan kesehatan saat itu.
 Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak dan remaja DMT1 saat melakukan
olahraga:
- Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin sebelum olahraga dengan dokter.
- jika olahraga akan dilakukan pada saat puncak kerja insulin maka dosis insulin harus
diturunkan secara bermakna.
- Pompa insulin harus dilepas atau insulin basal terakhir paling tidak diberikan 90
menit sebelum mulai latihan.
- Jangan suntik insulin pada bagian tubuh yang banyak digunakan untuk latihan.
 Jika glukosa darah tinggi, glukosa darah > 250 mg/dL (14 mmol/L) dengan ketonuria
/ketonemia (> 0,5 mmol/L)
- Olahraga atau latihan fisik harus dihindari
- Berikan insulin kerja cepat (rapid acting) sekitar 0,05 U/kg atau 5% dari dosis total
harian.
- Tunda aktivitas fisik sampai keton sudah negatif.
 Konsumsi 1,0-1,5 gram karbohidrat per kg massa tubuh per jam untuk olahraga yang
lebih lama atau lebih berat jika kadar insulin yang bersirkulasi tinggi atau insulin
sebelum latihan tidak dikurangi.
 Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera setelah
latihan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan fisik.
 Hipoglikemia dapat terjadi sampai 24 jam setelah olahraga.
 Ukur kadar glukosa darah sebelum tidur dan kurangi insulin basal sebelum tidur (atau
basal pompa insulin) sebesar 10-20% setelah olahraga di siang atau sore hari jika
latihannya lebih intensif dari biasanya atau jika aktivitasnya tidak dilakukan secara
reguler.
- Karbohidrat ekstra setelah aktivitas biasanya merupakan pilihan terbaik
untuk mencegah hipoglikemia pasca latihan setelah olahraga anerobik
dengan intensitas tinggi.
- Olahraga yang merupakan kombinasi antara latihan aerobik (sepeda, lari,
berenang) dan anaerobik memerlukan tambahan ekstra karbohidrat
sebelum, selama, dan setelah aktivitas. - Hiperglikemia setelah latihan dapat
dicegah dengan memberikan tambahan kecil dosis insulin kerja cepat saat
pertengahan atau segera setelah selesai olahraga.
 Risiko terjadinya hipoglikemia nokturnal pasca olahraga cukup tinggi terutama jika
kadar glukosa darah sebelum tidur < 125 mg/dL. Dosis insulin basal sebelum tidur
sebaiknya dikurangi.
 Pasien dengan retinopati proliferatif atau nefropati harus menghindari olahraga
yang bersifat anaerobik atau yang membutuhkan ketahanan fisik karena dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi.
 Kudapan dengan indeks glikemik tinggi harus selalu siap di sekolah.

Pemantauan Mandiri
Tujuan pemantauan mandiri pada pasien dengan DM tipe-1 adalah mencapai target
kontrol glikemik yang optimal, menghindari komplikasi akut berupa hipoglikemia dan
ketoasidosis dan komplikasi kronis yaitu penyakit makrovaskuler, menimalisasi akibat
hipoglikemia dan hiperglikemia terhadap fungsi kognitif serta mengumpulkan data tentang
kontrol glikemik untuk dibandingkan dengan sistem kesehatan setempat. Dari beberapa
penelitian telah dibuktikan hubungan yang bermakna antara pemantauan mandiri dan
kontrol glikemik. Pengukuran kadar glukosa darah harus dilakukan beberapa kali per hari
untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta penyesuaian dosis
insulin. Diperlukan perhatian yang khusus terutama pada anak prasekolah dan anak sekolah
yang pada tahap awal sering tidak bisa mengenali episode hipoglikemia yang mungkin
dialaminya, sehingga pada keadaan seperti ini perlu pemantauan kadar glukosa darah yang
lebih sering.
Pemantauan kontrol glikemik meliputi pemantauan glukosa darah sehari-hari di
rumah serta pemantauan periodik glikemia secara keseluruhan Pemantauan kontrol
glikemik dilakukan dengan melakukan pemantauan glukosa darah mandiri, HbA1c, keton,
dan pemantauan glukosa darah berkelanjutan.
Pemantauan glukosa darah mandiri
 Pemantauan glukosa darah mandiri memungkinkan pasien untuk melakukan
penyesuaian insulin terhadap makanan yang dikonsumsi menjadi lebih baik dan
memungkinkan pasien DM untuk mengkoreksi kadar glukosa darah yang berada
diluar target sehingga dapat memperbaiki kadar HbA1c.
 Pemantauan glukosa darah mandiri selama olahraga memungkinkan penyesuaian
dosis insulin sebelum dan selama olahraga sehingga mengurangi risiko terjadinya
hipoglikemia selama dan setelah olahraga.
 Dokter atau perawat harus memberikan petunjuk tentang jenis alat pemantauan
glukosa darah mandiri yang akurat, tepat, dan cukup terjangkau bagi pasien.
 Frekuensi pemantauan glukosa darah mandiri berbeda-beda untuk masing-masing
individu tergantung dari ketersediaan alat dan kemampuan anak untuk mengidentifi
kasikan hipoglikemia. Untuk mengoptimalkan kontrol glikemik maka pemantauan
glukosa darah mandiri harus dilakukan 4-6 kali sehari.
o Pagi hari setelah bangun tidur untuk melihat kadar glukosa darah setelah puasa
malam hari. Setiap sebelum makan. Pada malam hari untuk mendeteki
hipoglikemia atau hiperglikemia. 1,5-2 jam setelah makan.
 Pemantauan glukosa darah mandiri lebih sering sebelum, selama dan setelah
melakukan olahraga dengan intensitas tinggi.
 Hasil pencatatan pemantauan glukosa darah mandiri tidak digunakan sebagai alat
untuk “menghakimi” akan tetapi sebagai suatu sarana untuk mendiksusikan upaya
memperbaiki kontrol glikemik.
 Target glukosa darah diharapkan mendekati normal menurut masing-masing
kelompok usia.

Edukasi
 Edukasi/pendidikan merupakan unsur strategis pada pengelolaan DM tipe-1, harus
dilakukan secara terus menerus dan bertahap sesuai tingkat pengetahuan serta status
sosial penderita/keluarga.
 Sasaran edukasi adalah pasien (anak atau remaja) dan kedua orang tua, serta
pengasuhnya.
 Edukasi tahap pertama dilakukan saat diagnosis ditegakkan (biasanya selama
perawatan di rumah sakit). Edukasi ini meliputi: pengetahuan dasar tentang DMT1
(terutama perbedaan dengan tipelain), pengaturan makanan, insulin (jenis, cara
pemberian, efek samping, penyesuaian dosis sederhana dll), dan pertolongan pertama
pada kedaruratan medik akibat DMT1 (hipoglikemia, pemberian insulin pada saat
sakit).
 Edukasi tahap kedua selanjutnya berlangsung selama konsultasi di poliklinik. Pada
tahap ini, edukasi berisi penjelasan lebih terperinci tentang patofisiologi, olahraga,
komplikasi, pengulangann terhadap apa yang pernah diberikan serta bagaimana
menghadapi lingkungan sosial.

Terapi pada T2DM


Pada anak dengan diabetes mellitus tipe 2 terapi yang dilakukan bervariasi
bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Bila pada pemeriksaan HbA1c masih normal
(6,2%) dan keton tidak mengalami elevasi yang tinggi, maka terapi pilihan pertama adalah
perubahan gaya hidup, pola konsumsi dan asupan kalori dibarengi dengan olahraga teratur
( setidaknya 30 menit per hari ). Bila terjadi kenaikan pada saat penilaian HbA1c (6,2% -
9%) maka dapat diberikan metformin sebagai agen hiperglikemia oral dengan dosis awal
250mg - 500mg per hari dan bila sudah didapatkan penyesuaian sistem pencernaan dapat
ditambah menjadi 1 gram perhari. Namun bila terjadi perkembangan penyakit menjadi
lebih parah ditandai dengan peningkatan jumlah keton urine secara moderat atau bila kadar
Alpha- Hidroksibutirat darah >1mmol/L, maka terapi seperti pada diabetes mellitus tipe 1
dapat diberikan.(5,6,7,8,9)

Ideal Glucose Levels after 2 or More Hours of Fasting.a

Age (years) Glucose Level

4 80–200 mg/dL (4.6–11 mmol/L)

5–11 70–180 mg/dL (3.9–10 mmol/L)


12 70–150 mg/dL (3.9–8.3 mmol/L)

(Tabel 10 sumber : Current Pediatric Diagnosis And Treatment 18th ed)

2.9 Prognosis
Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang serius, menurut beberapa
literatur mengenai penyakit ini disebutkan bahwa umur dari penderita 10 tahun lebih
pendek dibandingkan dengan orang yang bukan penderita. Pada anak yang menderita
kemungkinan akan mengalami penghambatan pertumbuhan sehingga akan menjadi lebih
pendek dibandingkan dengan orang normal. Sedangkan perkembang seksual dari anak
penderita diabetes mellitus tipe 1 juga akan terhambat sehingga pencapaian umur pubertas
akan lebih tua dari anak yang normal. Prognosis akan menjadi buruk bila penyakit tidak
dideteksi secara cepat, hal ini juga akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis
yang cukup berat sehingga dapat mengancam jiwa penderita. Perubahan pola hidup yang
ekstrem seperti kebutuhan insulin absolut setiap hari juga merupakan sebuah masalah bagi
orangtua penderita maupun penderita itu sendiri terutama bagi penderita dengan umur
dibawah 10 tahun. Prognosis baik akan didapatkan apabila pengelolaan status
hiperglikemia dan ketogenesis terlaksana dengan baik, kecepatan dan ketepatan deteksi
dini penyakit serta pendidikan tentang penyakit T1DM serta pengelolaannya yang jelas
kepada orangtua pasien akan membantu mencegah komplikasi yang mengancam
jiwa(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12)
Pada diabetes mellitus tipe 2, prognosis akan sangat baik apabila perbaikan status
diabetes dilakukan secara tepat dan cepat . Pentingnya penyakit dideteksi lebih cepat agar
dapat dilakukan penatalaksanaan maupun perubahan pola hidup sebelum memberikan
komplikasi yang berbahaya. Perubahan pola hidup, pola konsumsi serta pengawasan ketat
penting dalam menjaga agar prognosis tidak menjadi buruk. Bagi T2DM dapat dilakukan
pencegahan timbulnya pada anak normal maupun beresiko dengan mengatur asupan kalori
serta olahraga yang cukup untuk menjaga indeks massa tubuh tetap normal sesuai dengan
umur serta tinggi anak. Pada T2DM pencegahan adalah perihal yang sangat krusial,
sehingga dibutuhkan pendidikan tentang pola konsumsi dan olahraga yang tepat bagi anak.
Manajemen stress juga penting diketahui mengingat stress hormon dapat meningkatkan
kadar gula darah.(5,6,7,8,9,10)

Kesimpulan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit terkait dengan sistem endokrinologi dan
pankreas sebagai penghasil insulin yang menjadi pusat kajian serta studi penyakit ini.
Insulin memegang peranan pokok dalam metabolisme glukosa serta alur energi tubuh
manusia. Diabetes Mellitus adalah penyakit dengan banyak gejala yang menyertai dan
memiliki faktor dalam dan faktor luar sebagai pencetusnya. Ada 2 etiologi utama dari
diabetes mellitus yang menjadi dasar klasifikasi penyakitnya.
Diabetes mellitus tipe 1 yang dicetuskan oleh tidak cukupnya jumlah insulin sampai
tidak terbentuknya insulin oleh pankreas ( Sel Beta Pulau Langerhans ) disebabkan oleh
proses autoimunitas yang menghancurkan sel beta pulau langerhans pankreas. Diabetes
tipe 1 menyerang anak dengan umur < 18 tahun dengan rataan umur penderita 4 - 10 tahun.
T1DM menyebabkan ketergantungan abosolut insulin eksogenik untuk mengatur kadar
gula darah, dan menjaga status diabetes tidak berkembang menjadi penyakit dengan
banyak komplikasi. Penatalaksanaan dengan insulin bertujuan untuk menghentikan proses
pembentukan gula hati dan menghentikan ketogenesis.
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang berhubungan dengan resistensi
insulin dalam otot atau ketidak mampuan insulin mentranspotasikan glukosa kedalam sel
sehingga memicu terjadinya pembentukan gula dihati yang mengakibatkan terjadinya
keadaan huperglikemia. Penyakit ini biasanya dialami oleh orangtua namun pada anak
penyakit ini dapat juga terjadi. Pasien anak biasanya mengalami obesitas dan kelelahan
kronis. Komplikasi yang terjadi dapat menyamai pasien dengan T1DM apabila status
hiperglikemia tidak dideteksi secara dini. Terapi yang dilakukan bertujuan menurunkan
kadar gula darah menjadi normal dan mencegah timbulnya komplikasi yang berat. Terapi
untuk mengontrol hiperglikemia dilakukan dengan pemberian obat - obatan
antihiperglikemia seperti glibenklamide dan metformin, biasanya tidak diperlukan
pemberian insulin eksogen namun dapat juga diberikan apabila terjadi komplikasi akut
seperti DKA. Terapi juga mencakup pengaturan pola konsumsi ( Asuspan kalori ) dan pola
olahraga dengan tujuan menurunkan nila obesitas ( Indeks Massa Tubuh ).
DAFTAR PUSTAKA

1. Boon,N.A, Cumming,A. D, John , G : Davidson’s Principal And Practice Of Medicine


20th edition, CHTML e-Book , Elsevier Inc, 2007 , available from :
www.indowebster.com
2. Ganong F William : Lange review of Medical Physiology: 22nd edition, The Mcgraw-Hill
companies Lange Medical Series, CHTML e-Book, 2005 Avalibale from :
www.indowebster.com/physiology
3. Gardner, G.David, Shoback, Dolores : Greenspan’s basic And Clinical Endocrinology,
The Mcgraw-Hill Companies Lange Medical Series, CHTML e-Book.,2007 Available
from: www.indowebster.com/physiology
4. Hay, W. William et al : Chapter 31 Diabetes Mellitus , Current Diagnosis And Treatment
18th edition, McGraw-Hill Companies Lange Medical Series, CHTML e-Book, 2007,
available from digitallibrary
5. IDAI. 2017. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan
Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. Kliegman, M.Robert, :Endocrine System, Endocrine Disease, Diabetes Mellitus Nelson
textbook of pediatric 18th edition, CHTML e-Book , Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Philadelphia,2007 available from : www.netlibrary.com
7. Kliegman, M.Robert, : Section XXIII, Endocrinology, Diabetes Mellitus, Nelson’s
Pediatric Secret5th edition, Elseviere Saunders Inc, CHTML e-Book, 2007, available
from : www.indowebster.com
8. LeRoith Derek, : Diabetes Mellitus A fundamental And Clinical Text 3rd edition
,Lippincot’s William and Wilkins, CHTML e-Book , 2004 Available from :
www.emedicine.com
Molina Patricia E : Lange Endocrine Physiology : 2nd edition, The Mcgraw-Hill
companies Lange Medical series, CHTML e-Book, 2007 Available from :
www.indowebster.com/endocrinology
9. Longo, L. Longo et al : Harrison’s, Principal Of Internal Medicine 18th edition,
McGraw-Hill Companies , Medical Series,CHTML e-Book s , 2012, Available from :
www.indowebster.com
10. Provan, Drew : Oxford Handbook Of Clinical And Laboratory Investigation 2nd edition,
CHTML e-Book, Oxford University press, 2005, Available from : www.indowebster.com
11. Simon, Chantal, Everrit, Hazel, Kendrick, Tony : Oxford Handbook Of General Practice
2nd edition Oxford University Press, CHTML e-Book ,2005
12. Warrell, David AJ et al : Oxford Textbook of Medicine, 4th Edition. CHTML e-Book ,
Oxford University Press.2003, Available from :
www.indowebster.com/textbookofmedicine

Anda mungkin juga menyukai

  • Responsi DHF
    Responsi DHF
    Dokumen27 halaman
    Responsi DHF
    Kadek Rudita Yasa
    Belum ada peringkat
  • DM Anak
    DM Anak
    Dokumen42 halaman
    DM Anak
    deekn
    Belum ada peringkat
  • DIABETES PUASA
    DIABETES PUASA
    Dokumen25 halaman
    DIABETES PUASA
    aldosaputra
    Belum ada peringkat
  • Tetanus Pada Anak
    Tetanus Pada Anak
    Dokumen24 halaman
    Tetanus Pada Anak
    Monika Besti Yolanda
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Pada Kehamilan
    Diabetes Pada Kehamilan
    Dokumen17 halaman
    Diabetes Pada Kehamilan
    Marcella Jane
    Belum ada peringkat
  • Pengobatan Penyakit Liver Terkait Nutrisi Parenteral
    Pengobatan Penyakit Liver Terkait Nutrisi Parenteral
    Dokumen15 halaman
    Pengobatan Penyakit Liver Terkait Nutrisi Parenteral
    topiq
    Belum ada peringkat
  • Crs Respiratory Distress Fix
    Crs Respiratory Distress Fix
    Dokumen26 halaman
    Crs Respiratory Distress Fix
    Ridhya Silmi
    Belum ada peringkat
  • MANAJEMEN KONVULSI
    MANAJEMEN KONVULSI
    Dokumen21 halaman
    MANAJEMEN KONVULSI
    cutsheira
    100% (1)
  • DM2 Anak
    DM2 Anak
    Dokumen32 halaman
    DM2 Anak
    Sivaneasan Kandiah
    50% (2)
  • DM Pada Anak
    DM Pada Anak
    Dokumen73 halaman
    DM Pada Anak
    asmita
    Belum ada peringkat
  • Case Apcd
    Case Apcd
    Dokumen43 halaman
    Case Apcd
    Amira Alhadar
    Belum ada peringkat
  • ISK PADA ANAK
    ISK PADA ANAK
    Dokumen18 halaman
    ISK PADA ANAK
    Justicia Andhika Perdana Weismann
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading Diare Anak
    Jurnal Reading Diare Anak
    Dokumen21 halaman
    Jurnal Reading Diare Anak
    delviastri_widyana
    Belum ada peringkat
  • OPTIMALKAN NUTRISI PARENTAL
    OPTIMALKAN NUTRISI PARENTAL
    Dokumen17 halaman
    OPTIMALKAN NUTRISI PARENTAL
    Rizqi Amir
    100% (1)
  • IDAI DHF
    IDAI DHF
    Dokumen3 halaman
    IDAI DHF
    Anonymous pw7h8eDQ
    100% (1)
  • Referat Dengue Anak-3
    Referat Dengue Anak-3
    Dokumen38 halaman
    Referat Dengue Anak-3
    Diah Ayu Pitaloka
    Belum ada peringkat
  • Referat DM
    Referat DM
    Dokumen39 halaman
    Referat DM
    siti hazard aldina
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Jalan Napas Pada Anak
    Manajemen Jalan Napas Pada Anak
    Dokumen11 halaman
    Manajemen Jalan Napas Pada Anak
    nida nabilah
    Belum ada peringkat
  • ALKINT
    ALKINT
    Dokumen25 halaman
    ALKINT
    Ainal Fadly
    Belum ada peringkat
  • Hipoglikemia Pada Bayi Dan Anak
    Hipoglikemia Pada Bayi Dan Anak
    Dokumen15 halaman
    Hipoglikemia Pada Bayi Dan Anak
    Putri aliya
    Belum ada peringkat
  • Tetanus Pendahuluan
    Tetanus Pendahuluan
    Dokumen13 halaman
    Tetanus Pendahuluan
    kodokelekok
    Belum ada peringkat
  • HIPOGLIKEMIA
    HIPOGLIKEMIA
    Dokumen45 halaman
    HIPOGLIKEMIA
    octavia mongkau
    Belum ada peringkat
  • Referat TB Paru
    Referat TB Paru
    Dokumen34 halaman
    Referat TB Paru
    Sasha
    Belum ada peringkat
  • KOLESTASIS
    KOLESTASIS
    Dokumen15 halaman
    KOLESTASIS
    imbawg
    Belum ada peringkat
  • Crs
    Crs
    Dokumen45 halaman
    Crs
    Winarti Rimadhani
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Nutrisi Pediatric
    Asuhan Nutrisi Pediatric
    Dokumen10 halaman
    Asuhan Nutrisi Pediatric
    Clarissa Suhery
    Belum ada peringkat
  • Walgreen Time Table
    Walgreen Time Table
    Dokumen1 halaman
    Walgreen Time Table
    ss
    Belum ada peringkat
  • Referat DM-1 Pada Anak
    Referat DM-1 Pada Anak
    Dokumen39 halaman
    Referat DM-1 Pada Anak
    Adelia
    Belum ada peringkat
  • Referat Penyakit Jantung Bawaan
    Referat Penyakit Jantung Bawaan
    Dokumen60 halaman
    Referat Penyakit Jantung Bawaan
    harry
    Belum ada peringkat
  • BRONKIOLITIS
    BRONKIOLITIS
    Dokumen9 halaman
    BRONKIOLITIS
    PutriYuriandiniYulsam
    Belum ada peringkat
  • CRS Pertusis 2
    CRS Pertusis 2
    Dokumen26 halaman
    CRS Pertusis 2
    Anonymous mmA06fqNEd
    100% (1)
  • VALVULAR HEART
    VALVULAR HEART
    Dokumen4 halaman
    VALVULAR HEART
    Vicra Adhitya
    Belum ada peringkat
  • DIAGNOSTIK GASTROENTERITIS
    DIAGNOSTIK GASTROENTERITIS
    Dokumen25 halaman
    DIAGNOSTIK GASTROENTERITIS
    R.m. Andriyan
    Belum ada peringkat
  • DIAGNOSIS DENGUE
    DIAGNOSIS DENGUE
    Dokumen59 halaman
    DIAGNOSIS DENGUE
    Anonymous M9HvzpU
    Belum ada peringkat
  • Batuk Darah
    Batuk Darah
    Dokumen17 halaman
    Batuk Darah
    BramasthaJupiteraVerdevillage
    Belum ada peringkat
  • Ali Ref TOF
    Ali Ref TOF
    Dokumen15 halaman
    Ali Ref TOF
    areliwhosign
    Belum ada peringkat
  • Referat Cushing Syndrome
    Referat Cushing Syndrome
    Dokumen21 halaman
    Referat Cushing Syndrome
    Tito Haposan Tobing
    100% (1)
  • KEGURATAN
    KEGURATAN
    Dokumen31 halaman
    KEGURATAN
    khusnul
    Belum ada peringkat
  • Disentri Basiler dan Komplikasinya
    Disentri Basiler dan Komplikasinya
    Dokumen2 halaman
    Disentri Basiler dan Komplikasinya
    azizasyifa
    Belum ada peringkat
  • PEDIATRIC ASSESMENT
    PEDIATRIC ASSESMENT
    Dokumen29 halaman
    PEDIATRIC ASSESMENT
    Vhalequist
    100% (1)
  • Kern Ikterus
    Kern Ikterus
    Dokumen11 halaman
    Kern Ikterus
    Masludi S Sopriyadi
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis
    Endometriosis
    Dokumen28 halaman
    Endometriosis
    zakiulfuad
    0% (1)
  • NEUROPSYK
    NEUROPSYK
    Dokumen56 halaman
    NEUROPSYK
    waw jonas
    Belum ada peringkat
  • PDA
    PDA
    Dokumen14 halaman
    PDA
    hanasanida
    Belum ada peringkat
  • AUTISME SEHAT
    AUTISME SEHAT
    Dokumen17 halaman
    AUTISME SEHAT
    areviamd
    100% (2)
  • Referat Bedah Paget Disease
    Referat Bedah Paget Disease
    Dokumen14 halaman
    Referat Bedah Paget Disease
    Ayu Yoniko Cimpluk
    Belum ada peringkat
  • ASUHAN NUTRISI PEDIATRI
    ASUHAN NUTRISI PEDIATRI
    Dokumen33 halaman
    ASUHAN NUTRISI PEDIATRI
    Aloysius Anangga H
    Belum ada peringkat
  • Referat Dermatitis Atopik Anak
    Referat Dermatitis Atopik Anak
    Dokumen51 halaman
    Referat Dermatitis Atopik Anak
    Rick van Dew
    Belum ada peringkat
  • Referat Tetanus Anak
    Referat Tetanus Anak
    Dokumen21 halaman
    Referat Tetanus Anak
    Gladys Larissa
    Belum ada peringkat
  • Refrat Efusi Pleura Pada Anak PDF
    Refrat Efusi Pleura Pada Anak PDF
    Dokumen21 halaman
    Refrat Efusi Pleura Pada Anak PDF
    Nieko Caesar Agung Martino
    0% (1)
  • Referat Imunisasi
    Referat Imunisasi
    Dokumen30 halaman
    Referat Imunisasi
    Anak Mak Aji
    Belum ada peringkat
  • Askep DM Pada Anak
    Askep DM Pada Anak
    Dokumen30 halaman
    Askep DM Pada Anak
    aliyah mahmudah
    100% (2)
  • Diabetes Mellitus Pada Anak
    Diabetes Mellitus Pada Anak
    Dokumen29 halaman
    Diabetes Mellitus Pada Anak
    Kanisius Rarih Persada
    82% (11)
  • Research Paper DM T1
    Research Paper DM T1
    Dokumen20 halaman
    Research Paper DM T1
    Ayu citra
    Belum ada peringkat
  • Made Adhitya (LP DM)
    Made Adhitya (LP DM)
    Dokumen34 halaman
    Made Adhitya (LP DM)
    Novi Mahrita
    Belum ada peringkat
  • ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES
    ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES
    Dokumen24 halaman
    ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES
    Novi Nursifa
    Belum ada peringkat
  • Askep Revisi
    Askep Revisi
    Dokumen28 halaman
    Askep Revisi
    Reza Alamri
    Belum ada peringkat
  • LP DM Yuliani
    LP DM Yuliani
    Dokumen29 halaman
    LP DM Yuliani
    Ni Kadek Dwi Aprianti
    Belum ada peringkat
  • LP Sifera Elva (Diabetes Melitus)
    LP Sifera Elva (Diabetes Melitus)
    Dokumen34 halaman
    LP Sifera Elva (Diabetes Melitus)
    Rima Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus
    Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus
    Dokumen16 halaman
    Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus
    Rukmiwi Dwi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen43 halaman
    Journal Reading
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurding
    Cover Jurding
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurding
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Mengukur Algor Mortis
    Mengukur Algor Mortis
    Dokumen8 halaman
    Mengukur Algor Mortis
    Raudlatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurding
    Cover Jurding
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurding
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • BAB V Rev3
    BAB V Rev3
    Dokumen19 halaman
    BAB V Rev3
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Case Report Forensik
    Case Report Forensik
    Dokumen26 halaman
    Case Report Forensik
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    Dokumen18 halaman
    BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Case Jiwa Wisnu
    Case Jiwa Wisnu
    Dokumen23 halaman
    Case Jiwa Wisnu
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    Dokumen18 halaman
    BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Referat Neuro Fix
    Referat Neuro Fix
    Dokumen12 halaman
    Referat Neuro Fix
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Referat Demensia Edit
    Referat Demensia Edit
    Dokumen10 halaman
    Referat Demensia Edit
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Referat Demensia
    Referat Demensia
    Dokumen4 halaman
    Referat Demensia
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Soal Post Test Case
    Soal Post Test Case
    Dokumen1 halaman
    Soal Post Test Case
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • IZIN KEGIATAN
    IZIN KEGIATAN
    Dokumen2 halaman
    IZIN KEGIATAN
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ujian
    Kasus Ujian
    Dokumen16 halaman
    Kasus Ujian
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Mooi - PPT - Sidang Rev 22
    Mooi - PPT - Sidang Rev 22
    Dokumen36 halaman
    Mooi - PPT - Sidang Rev 22
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Grafik Perjalanan Penyakit Genogram
    Grafik Perjalanan Penyakit Genogram
    Dokumen2 halaman
    Grafik Perjalanan Penyakit Genogram
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen21 halaman
    Case
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Referat Wisnu
    Referat Wisnu
    Dokumen30 halaman
    Referat Wisnu
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Non Benzodiazepin
    Non Benzodiazepin
    Dokumen2 halaman
    Non Benzodiazepin
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    100% (1)
  • Mooi - PPT - Sidang Rev
    Mooi - PPT - Sidang Rev
    Dokumen36 halaman
    Mooi - PPT - Sidang Rev
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Referat Demensia
    Referat Demensia
    Dokumen23 halaman
    Referat Demensia
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Hemato A11
    Hemato A11
    Dokumen26 halaman
    Hemato A11
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    Dokumen17 halaman
    BAB V Rev 4 (Tanpa Usia JK)
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Tugas Evidence Based Medicine
    Tugas Evidence Based Medicine
    Dokumen7 halaman
    Tugas Evidence Based Medicine
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • 10 Macam Personality Disorder
    10 Macam Personality Disorder
    Dokumen3 halaman
    10 Macam Personality Disorder
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Naskah Publikasi Bismillah!
    Naskah Publikasi Bismillah!
    Dokumen10 halaman
    Naskah Publikasi Bismillah!
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat