Anda di halaman 1dari 23

CASE

ILMU KESEHATAN JIWA


Gangguan Afektif Bipolar

Disusun oleh :
Wisnuarto Sarwono 1102014282

Pembimbing :
dr. Esther Margaritha Livida Sinsuw, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 2 JULI – 4 AGUSTUS 2018
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. UR
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 11 November 1967
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Raya Hankam Gempol
Tanggal Masuk RS : 12 Juli 2018
Tanggal Pemeriksaan : 12 Juli
Ruang Perawatan : Poli Jiwa RS. Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Autoanamnesis : Pada tanggal 12 Juli 2018 di Poli Jiwa RS.
Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto
Alloanamnesis :-

Rekam Medis Pasien : 619600

1
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan gangguan mood sejak
kurang lebih 3 hari SMRS.

B. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh seperti berkurangnya kebutuhan tidur, bicara lebih
banyak dari biasanya, perhatian mudah teralih, meningkatnya aktivitas.

C. Riwayat Gangguan Sekarang


Pasien Ny. UR, 50 tahun datang ke IGD RS. Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto pada tanggal 12 Juli 2018. Pasien datang dengan keluhan cemas
sejak kurang lebih 3 hari SMRS. Pasien mengatakan bahwa kurang lebih
tiga hari lalu saat pasien sedang mengendarai sepeda motor di jalan raya
dan motornya kemudian hilang kendali saat menghindari lubang dan
hampir tertabrak mobil dari arah berlawanan. Semenjak peristiwa itu
pasien jadi gelisah dan sulit tidur.
RIWAYAT GANGGUAN DAHULU
1. Gangguan Psikiatrik :
Pada tahun 2009 hingga tahun 2010 dan 2011 pasien pernah berobat ke
poli jiwa rs bhayangkara tk. I raden said sukanto mengalami keluhan yang
sama yakni cemas dan sulit tidur.
Kemudian pada sekitar bulan september 2016 pasien berobat kembali
dengan keluhan depresi karena ada masalah keluarga.
2. Gangguan Medik :
Tidak terdapat riwayat penyakit yang berarti terhadap gangguan psikiatri
pasien. Riwayat trauma kepala dan kejang disangkal.

3. Gangguan Zat Psikoaktif dan Alkohol :


Pasien tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol dan zat adiktif
lainnya.

2
Grafik Perjalanan Penyakit

Perjalanan Penyakit
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Derajat penyakit

Keterangan:
1 : Baseline. Sudah tidak terdapat gejala yang dikeluhkan pasien
2 : Terdapat gejala minimal
3 : Muncul gejala sedang yang cukup mengganggu kehidupan
pribadi pasien
4 : Muncul gejala berat yang mengganggu kehidupan pasien

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat Perkembangan Kepribadian
a. Masa prenatal dan perinatal

Pasien lahir di Jakarta pada tanggal 17 November 1967, pasien lahir


secara spontan/normal di bidan, dan lahir dalam keadaan cukup
bulan.
b. Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun)

Pasien diasuh oleh kedua orangtuanya. Selama masa ini, proses


perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan anak sebayanya.

3
Pasien tidak pernah mendapat sakit berat, demam tinggi, kejang
ataupun trauma kepala. Tidak ada kelainan perilaku yang menonjol.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)

Pasien mengatakan bahwa riwayat pertumbuhan dan perkembangan


pada masa kanak-kanak baik serta sesuai dengan anak seusianya.
d. Masa kanak akhir dan remaja (12-18)

Pasien tumbuh seperti anak lainnya. Pasien berteman dengan laki-


laki dan perempuan. Pasien mengaku tidak pernah melakukan
kegiatan anti sosial seperti berkelahi, mencuri dan sebagainya.
e. Masa dewasa (>18 tahun)

Pasien tumbuh dewasa seperti pada umumnya. Pasien adalah sosok


yang mandiri. Pasien memiliki semangat yang baik dalam belajar.
Menurut pasien ia adalah pribadi yang supel, mudah bergaul dan
senang membantu temannya yang sedang mengalami kesulitan.

2. Riwayat Pendidikan
1. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD tanpa pernah tinggal
kelas
2. SMP :Pasien menyelesaikan pendidikan SMP tanpa pernah
tinggal kelas
3. SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA tanpa pernah
tinggal kelas
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien setelah menikah aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.
4. Kehidupan Beragama
Pasien menganut agama Islam dan mengatakan aktif menjadi pengurus
serta mengikuti kegiatan pengajian ibu-ibu di mushola dan masjid di
lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

4
5. Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Menurut keterangan pasien ia merupakan pribadi yang supel, mudah
bergaul sehingga memiliki banyak teman. Status pernikahan pasien saat ini
adalah telah menikah dan memiliki 2 orang anak serta 4 orang cucu.
6. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak
pernah terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum.

F. RIWAYAT KELUARGA
Pasien adalah anak kedua dari empat bersaudara. Pasien memiliki 2 orang
adik perempuan dan 1 orang kakak laki-laki. Pasien saat ini tinggal dengan
bersama dengan suami nya saja dan kedunya anaknya yang telah
berkeluarga memilih tinggal di kediaman masing-masing. Ayah pasien
sudah meninggal pada tahun 2012 karena mengalami serangan jantung
serta penyakit diabetes.

Genogram

5
Keterangan:

Laki-laki

Perempuan

Penderita perempuan

Laki-laki meninggal

Perempuan meninggal

D. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien mempunyai pemahaman bahwa dirinya sakit, tetapi tidak
mengetahui penyebabnya.
E. Impian, Fantasi, dan Cita-Cita Pasien
Pasien dalam beberapa hari ini sering mengalami mimpi buruk saat tidur
yang menyebabkan tidurnya tidak nyenyak.
Pasien mengatakan ingin dapat hilang perasaan gelisah

6
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien perempuan berumur 50 tahun dengan penampakan fisik sesuai
dengan usianya, mengenakan kerudung berdandan rapi, bersikap santai,
tampak tenang tidak terdapat tanda kecemasan. Pasien tampak sehat.
2. Kesadaran
Kesadaran : Composmentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
a. Sebelum wawancara : Pasien duduk santai menunggu antrian
b. Selama wawancara : Pasien terlihat sangat antusias serta bersemangat
saat menjawab pertanyaan secara spontan dan jawaban yang diberikan
sesuai dengan pertanyaan namun terdapat ekolalia.
c. Sesudah wawancara : Pasien meninggalkan poli untuk kembali ke
kediaman.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai sikap yang
kooperatif serta bersahabat.
5. Pembicaraan
Pasien dapat berbicara menceritakan kehidupan pasien secara spontan,
lancar dan artikulasi jelas.
B. MOOD DAN AFEK
Mood : Euforia (saat pemeriksaan)
Afek : Luas (saat pemeriksaan)
C. GANGGUAN PERSEPSI
o Halusinasi : Tidak ada
o Ilusi : Tidak ada
o Depersonalisasi : Tidak ada
o Derealisasi : Tidak ada

7
D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)
1. Taraf pendidikan : SMA
2. Pengetahuan umum : Baik
3. Kecerdasan : Baik
4. Konsentrasi : Baik
5. Orientasi :
· Waktu : Baik (pasien dapat menyebutkan pemeriksaan pada
pagi hari)
· Tempat : Baik (pasien tahu sekarang sedang berada di
Rumah Sakit)
· Orang : Baik (pasien mengenal dirinya dan orang
sekitarnya)
6. Daya ingat :
· Jangka panjang : Baik (Pasien dapat mengingat tanggal lahir)
· Jangka pendek: Baik (Pasien dapat mengingat alamat rumahnya)
· Segera :Baik (Pasien dapat menyebutkan 3 hal yang disebutkan
oleh pemeriksa).
7. Pikiran abstraktif
Baik (Pasien dapat membedakan nasi dan bubur)
1. Visuospasial
Baik (Pasien dapat menggambarkan bentuk yang diminta oleh
pemeriksa)
2. Kemampuan menolong diri
Baik (Pasien tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk makan,
mandi dan berganti pakaian)
E. PROSES PIKIR
Arus pikir
Kontinuitas : overabundance of ideas (ide yang meluap-luap)
Hendaya bahasa : Tidak ada
Isi pikir

8
o Preokupasi : Tidak ada
o Miskin isi pikir : Tidak ada
o Waham : Tidak ada
o Obsesi : Tidak ada
o Kompulsi : Tidak ada
o Fobia : Autophobia
F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik, selama wawancara pasien dapat bersikap tenang dan tidak
menunjukkan gejala yang agresif.
C. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik (Pasien dapat membedakan perbuatan baik
dan buruk)
2. Uji daya nilai : Baik (Bila berjalan menuju suatu tempat ia
memilih rute paling cepat)
3. RTA : Tidak terganggu

H. TILIKAN
Derajat 4 (Pasien memiliki pemahaman bahwa dirinya sakit, tetapi tidak
mengetahui penyebabnya).

D. RELIABILITAS (TARIF DAPAT DIPERCAYA)


Pemeriksa memberikan kesan terhadap kemampuan pasien untuk dapat
dipercaya dan dalam menyampaikan peristiwa dan situasi yang terjadi
secara akurat.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internus
a) Keadaaan Umum : Baik
b) Kesadaran : Composmentis
c) TTV : TD : 130/80 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit
Suhu : 36,8 ˚C

9
d) Sistem Kardiovaskular : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
e) Sistem Respiratorius : Vesikuler +/+, Rhonki-/-, Wheezing-/-
f) Sistem Gastrointestinal : Tidak diperiksa
g) Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), akral hangat.
h) Sistem Urogenital : Tidak diperiksa

B. Status Neurologik
Tidak dilakukan pemeriksaan neurologis
B. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


1. Pasien Ny. UR berusia 50 tahun datang ke poli jiwa RS Bhayangkara Tk. I
Raden Said Sukanto dengan keluhan bicara semakin melantur sejak kurang
lebih 1 minggu SMRS.
2. Pasien datang ke poli jiwa dengan keluhan gangguan mood sejak 3 hari
SMRS.
3. Pasien sudah mulai mengalami keluhan cemas dan sulit tidur sejak sekitar
tahun 2009.
4. Pasien mengatakan saat ini terdapat peningkatan kepercayaan diri, sulit
untuk tidur, loncatan gagasan pikiran yang berlomba, perhatian yang mudah
teralih kepada hal yang tidak penting, meningkatnya aktivitas sosial.
5. Berkurangnya minat akibat kurangnya waktu tidur, insomnia, letih atau
tidak bertenaga.
6. Isi pikir terdapat obsesi yaitu memiliki ide yang berulang
7. Kontinuitas dari arus pikir Flight of Ideas.
8. RTA tidak terganggu.
9. Status internus dalam batas normal. Terdapat riwayat penyakit gangguan
psikiatri pada pasien yaitu gangguan cemas, gangguan depresi serta insomia.
Riwayat trauma kepala dan kejang disangkal.

10
10. Tilikan pasien derajat 2 (Pasien mempunyai sedikit pemahaman terhadap
penyakit tetapi juga sekaligus menyangkalnya pada waktu yang bersamaan).

FORMULA DIAGNOSTIK
1. Setelah wawancara, pasien tidak ditemukan adanya sindroma atau perilaku dan
psikologi yang bermakna secara klinis dan menimbulkan penderitaan (distress)
dan ketidakmampuan/ hendaya (disability/impairment) dalam fungsi serta
aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami tidak mengalami gangguan jiwa yang sesuai dengan definisi yang
tercantum dalam PPDGJ III.
2. Pasien ini tidak termasuk gangguan mental organik karena pasien pada saat di
periksa dalam keadaan sadar, tidak ada kelainan secara medis atau fisik yang
bermakna. (F0)
3. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikotropika karena pasien tidak mengkonsumsi alkohol, rokok,
dan zat psikotropika. (F1)
4. Pasien ini tidak termasuk gangguan Skizofrenia Paranoid karena tidak
memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia terdapat waham yang menetap
yaitu waham bizzare, waham kejar, waham dikendalikan. (F2)
5. Pasien ini termasuk dalam gangguan suasana perasaan karena terdapat ganguan
perasaan yang dialami. (F3)
6. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan
gangguan terkait stress.(F4)
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna
dengan urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:
o Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus
Perhatian Klinis
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah memiliki
riwayat trauma kepala maupun kejang. Pasien juga tidak pernah menggunakan zat
psikoaktif. Sehingga gangguan mental dan perilaku akibat gangguan mental
organik dan penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan.

11
Berdasarkan autoanamnesis pasien meyakini bahwa ia adalah makhluk yang
dibuat secara online/ dari internet bukan dari dimensi sini, lalu meyakini bahwa
orang lain tidak suka dengannya dan berniat buruk untuk mencelakakannya dan
meyakini bahwa pikirannya dikendalikan orang lain untuk melakukan hal-hal
bodoh seperti membentur-benturkan kepalanya.Dari hal tersebut, kriteria
diagnostik menurut PPDGJ III pada ikhtisar penemuan bermakna pasien
digolongkan dalam F31.0 Gangguan Afektif Bipolar
o Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

o Aksis III : Kondisi Medis Umum


Tidak ada diagnosis aksis III

o Aksis IV : Problem Psikososial dan Lingkungan


Masalah primary support group (keluarga) diduga menjadi pencetus
gangguan yang terjadi pada pasien,pasien beberapa kali diperlakuan
beberapa anggota keluarganya tidak baik secara psikis dan fisik sejak ia
kecil.

o Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global


Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assement
Of Functioning (GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF saat
pemeriksaan berada pada scale 70-61 yaitu beberapa gejala ringan &
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

Evaluasi multiaksial
Aksis I : F31.0 Gangguan Afektif Bipolar
Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : Masalah keluarga (diperlakuan beberapa anggota keluarganya
tidak baik secara psikis dan fisik sejak ia kecil)

12
Aksis V : GAF scale 70-61 yaitu beberapa gejala ringan & menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

DIAGNOSIS
- Diagnosis kerja : F31.0 Gangguan Afektif Bipolar
- Diagnosis banding : F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood Afektif
Menetap)

PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

RENCANA TERAPI
a. Psikofarmaka
Remital (Olanzapine) 1 x 10 mg
Diazepam 1 x 10 mg (jika pasien gelisah)
b. Psikoterapi
Psikoedukasi
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami
pasien.
b. Mengingatkan pasien tentang pentingnya minum obat sesuai aturan
dan datang kontrol ke poli kejiwaan.
c. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga
akan membantu keadaan pasien.
Psikoterapi
a. Ventilasi : Pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan masalahnya.
b. Sugesti : Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya
akan hilang atau dapat dikendalikan.
c. Reassurance : Memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat sangat
penting untuk menghilangkan gejala.

13
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Gangguan Bipolar (GB) adalah gangguan mood yang ditandai dengan


perpindahan (swing) mood, pikiran, energi, perilaku, dan biasanya kronik serta
berat. Pasien mengalami perubahan mood yang dramatis yaitu dari mood yang
sangat meningkat dan atau iritabel menjadi mood yang sangat menurun.
Perubahan mood disertai dengan perubahan yang serius pada energi dan perilaku.
Di antara episode mood tersebut dapat terjadi periode mood yang normal
(eutimik). Selama periode mood eutimik, pasien tetap berisiko mengalami
kekambuhan, misalnya mengalami mania, hipomania, atau depresi. Istilah
“bipolar” berarti kedua kutub yaitu pasien mengalami perpindahan antara
spektrum emosi yang berlawanan.

Sebelumnya, gangguan bipolar disebut dengan manik-depresif, gangguan


afektif bipolar, atau gangguan spektrum bipolar. Gangguan bipolar merupakan
gangguan psikiatri yang paling sering mengalami misdiagnosis. Keadaan mood
(mood state) pada gangguan bipolar, disebut episode. Masing-masing episode
memiliki gambaran yang berbeda. Ada lima episode mood yaitu:

- Mania
- Campuran
- Hipomania
- Depresi
- Eutimia

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua


episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu
tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai
pengurangan energi dan aktivitas (depresi).

14
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk
penegakkan diagnosis).

Kriteria Diagnosis

Diagnosis gangguan bipolar dibuat berdasarkan gambaran klinis. Alat


penapis atau skala diagnostik, misalnya Kuesioner Gangguan Mood, dapat
digunakan. Ada dua skema diagnosis yang dapat dipakai yaitu the International
Classification of Disease of the World Health Organization (ICD-10) dan the
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders of the American
Psychiatric Association (DSM-5).

Dalam DSM-5, gangguan bipolar dikelompokkan ke dalam bab Bipolar


dan Gangguan Terkait (Bipolar and Related Disorder). Bipolar dan Gangguan
Terkait dipisahkan dari Gangguan Depresif. Ia diletakkan antara Bab Spektrum
Skizofrenia dan Gangguan Psikotik lainnya dengan Gangguan Depresif. Terkait
dengan penempatannya ini, ia merupakan jembatan antara dua klas diagnostik
dalam hal simtomatologi, riwayat keluarga dan genetik.

“Gangguan Bipolar yang Tidak Memiliki Spesifikasi Lain” atau Bipolar


Disorder Not Otherwise Specified (NOS) diganti dengan Gangguan Bipolar yang
Tidak Diklasifikasikan Di Tempat Lain” (not elsewhere classified). Selain itu, ada
penambahan Gangguan Bipolar Diinduksi Zat atau Gangguan Bipolar Dikaitkan
Dengan Kondisi Medik Umum, dalam DSM-5.

Dalam DSM-5, pada kriteria A episod manik, ditambahkan dengan


menetapnya secara abnormal peningkatan energi atau aktivitas yang bertujuan.
Sebelumnya, pada DSM-IV-TR hanya menetapnya secara abnormal mood elasi,
ekspansif atau iritabel. Episod manik yang muncul selama pemberian

15
antidepresan dikualifikasikan sebagai episod manik gangguan bipolar, bila durasi
gejala mania menetap melebihi efek fisiologik terapi. Diagnosis episod campuran
diganti gambaran campuran, sebagai penunjuk, dan diperlukan tiga gejala dari
episod yang berlawanan (opposite pole) yang diberlakukan untuk mania,
hipomania, depresi. Penunjuk untuk cemas, dan risiko bunuh diri juga
ditambahkan.

Diagnosis dalam Bab Bipolar dan Gangguan Terkait terdiri dari:

- GB-I
- GB-II
- gangguan siklotimia
- bipolar dan gangguan terkait akibat induksi zat/obat
- bipolar dan gangguan terkait akibat kondisi medik lainnya
- bipolar spesifik lainnya dan gangguan terkait
Kriteria GB-I (GB-I) memerlihatkan pengertian yang lebih baik
mengenai gangguan manik-depresif klasik. Pada abad ke-19, GB-I disebut
dengan gangguan manik-depresif klasik atau psikosis afektif. Gambaran
klasik tidak memasukkan psikosis dan adanya episode depresif mayor
yang dialami pasien selama kehidupannya ke dalam gambaran klinisnya.
Padahal, sebagian besar individu dengan simptom yang memenuhi kriteria
simtom lengkap episode manik mengalami episode depresif mayor selama
kehidupannya.

Gangguan Bipolar-II, memerlukan paling sedikit satu episode depresi


mayor dan satu episode hipomania selama kehidupannya. GB-II bukanlah
kondisi “ringan” GB-I. Lamanya waktu yang dihabiskan dalam kondisi
depresi dan seringnya ketidakstabilan mood yang dialami oleh individu
selama kehidupannya serta dampaknya yang serius terhadap fungsi sosial
dan pekerjaannya, menyebabkan GB-II tidak bisa dikategorikan sebagai
kondisi “ringan” gangguan bipolar.

Diagnosis gangguan siklotimia diberikan kepada orang dewasa yang


mengalami periode hipomanik dan depresif tetapi tidak pernah memenuhi

16
kriteria episode mania, hipomania, dan depresi mayor, paling sedikit dua
tahun (untuk anak, satu tahun penuh).

Sejumlah besar zat yang disalahgunakan dan beberapa obat yang


diresepkan serta kondisi medik dikaitkan dengan fenomena mirip manik.
Kondisi ini ditemukan pada diagnosis bipolar dan gangguan terkait
diinduksi zat/obat serta bipolar dan gangguan terkait akibat kondisi medik
lainnya.

Etiologi

Meskipun gangguan bipolar sudah diperkenalkan oleh Kraepelin sejak


tahun 1898, ketika itu disebutnya dengan gangguan manik-depresif, etiologinya
sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Pada tahun 1970 diperkenalkan
litium sebagai obat yang efektif untuk pengobatan gangguan bipolar. Sejak itu,
penelitian pada gangguan bipolar banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian
lebih fokus pada neurobiologi dan transmisi genetik bila dibandingkan dengan
terhadap faktor lingkungan. Pada tahun 1970-an, 1980-an, dan pertengahan 1990-
an, fokus penelitian adalah berbagai proses neurologi, misalnya neurotransmitter,
aktivitas sinaps, fungsi sel membran, dan sistem second-messenger. Dibawah ini
ada beberapa teori yaitu:

1. Dysregulation Theory: mood diatur oleh beberapa mekanisme


homeostasis. Kegagalan komponen homeostasis ini dapat menyebabkan
ekspresi mood tersebut melebihi batasnya yang diidentifikasi sebagai
simptom mania dan depresi. Pendapat lain menyatakan bahwa
hiperaktivitas pada sirkit yang memediasi mania atau depresi dapat
memunculkan perilaku terkait dengan keadaan mood tersebut.
2. Chaotic Attractor Theory.Perjalanan penyakit gangguan bipolar tidak
dapat diprediksi. Defek biokimia menyebabkan disregulasi sintesis
neurotransmitter. Bentuk disregulasinya konsisten tetapi manifestasi
simptom, baik mania ataupun depresi bergantung kondisi lingkungan dan
fisiologis saat itu.

17
3. Kindling Theory. Beberapa gangguan psikiatri disebabkan oleh perubahan
biokimia subklinis yang kumulatif di sistem limbik. Progresivitas
kumulatif ini menyebabkan neuron semakin mudah tereksitasi sehingga
akhirnya simptom dapat diobservasi secara klinis. Model kindling ini
menjelaskan perubahan dan progresifnya gangguan bipolar sepanjang
waktu. Akibatnya, peningkatan beratnya derajat dan frekuensi episode
dapat terjadi dengan semakin lanjutnya usia.
4. Catecholamine Theory.Abnormalitas noradrenergik yang menonjol dan
diukur dengan konsentrasi norepinefrin dan hasil metabolitnya yaitu
MHPG. Kadar MHPG dalam urin lebih rendah pada depresi bipolar
dibandingkan dengan pada depresi unipolar. Pada mania, konsentrasi
norepinefrin dan MHPG dalam cairan serebrospinal lebih tinggi. Tidak ada
bukti yang jelas mengenai peran katekolamin lainnya pada gangguan
bipolar. Kadar serotonin rendah dan terdapat gangguan pada transporter
serotonin. Konsentrasi HVA dalam cairan serebrospinal, metabolit utama
dopamin, juga rendah. Peran sistem kolinergik pada gangguan bipolar
tidak begitu jelas. Tidak ada bukti yang kuat mengenai abnormalitas
kolinergik.
5. The HPA Axis Theory. Terdapat hubungan yang kuat antara hiperaktivitas
aksis HPA dengan gangguan bipolar. Hubungan tersebut terlihat pada
episode campuran dan depresi bipolar tetapi kurangnya ada bukti dalam
klasik mania.
6. Protein Signaling Theory. Abnormalitas dalam sinyal kalsium berperanan
dalam gangguan bipolar, jalur protein G, dan jalur protein kinase C (PKC).
Bukti yang mendukung peran G protein lebih banyak bila dibandingkan
dengan yang mendukung peran PKC. Sistem ini dikaitkan dengan “cellular
cogwheels”. Ia berfungsi mengintegrasikan input dan output biokimia
kompleks dan mengatur mekanisme umpan-balik. Sistem ini berperan
mempertahankan plastisitas dan memori seluler.
7. Calcium Signaling Theory. Abnormalitas pada sinyal kalsium berperan
pada gangguan bipolar. Pada gangguan bipolar terdapat peningkatan kadar

18
kalsium intraseluler. Obat yang menghambat saluran kalsium berfungsi
efektif dalam mengobati gangguan bipolar.
8. Neuroanatomical Theories: cellular resiliency. Terdapat penurunan dalam
volume SSP dan jumlah sel, neuron, dan atau glia dalam gangguan mood.
Ditemukan adanya protein sitoprotektif di korteks frontal. Litium dan
stabilisator mood lainnya meningkatkan kadar protein ini. Computed axial
tomography (CAT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan
adanya hiperintensitas abnormal di regio subkorteks, misalnya
regioperiventrikular, ganglia basalis, dan talamus pada pasien depresi.
Pada pasien dengan gangguan bipolar-I, usia lanjut, juga terlihat adanya
hiperintensitas. Hiperintensitas ini menunjukkan terjadinya
neurodegenerasi akibat berulangnya episod mood, pelebaran ventrikel,
atropi korteks, dan melebarnya sulkus juga dilaporkan pada pasien dengan
gangguan bipolar. Pada pasien depresi juga terlihat pengurangan volume
hipokampus dan nukleus kaudatus. Atropi yang difus dikaitkan dengan
beratnya penyakit, seringnya bipolaritas dan tingginya kadar kortisol.
Penelitian pada pasien dengan depresi yang menggunakan positron
emission tomography (PET) menunjukkan adanya penurunan metabolisme
otak anterior terutama atau lebih menonjol di sisi kiri. Depresi dikaitkan
dengan peningkatan relatif aktivitas hemisfer nondominan.
9. Genetic and Familial Theories.Studi anak kembar, adopsi, dan keluarga
menunjukkan bahwa gangguan bipolar adalah diturunkan. Konkordans
untuk kembar monozigot adalah 70%-90% dan pada kembar dizigot
adalah 16-35%. Faktor risiko pada saudara kandung adalah empat-enam
kali lebih tinggi bila dibandingkan populasi umum. Telah diidentifikasi
berbagai kromosom. Kromosom 18q dan 22q merupakan dua regio yang
terkait dengan gangguan bipolar. Bukti studi linkage pada 18q berasal dari
saudara kandung dengan gangguan bipolar-II dan dari keluarga yang
mempunyai riwayat dengan gangguan pasien.

Tatalaksana Gangguan Bipolar

19
Dalam mengobati pasien dengan gangguan bipolar, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, misalnya, keamanan pasien. Selain itu, perlu mengevaluasi
diagnosis secara seksama. Terapi tidak saja ditujukan untuk mengatasi simptom
akut tetapi pencapaian kebahagiaan jangka panjang sudah harus dimulai sejak
awal terapi.

Terapi yang diberikan harus komprehensif yaitu meliputi farmakoterapi,


psikoedukasi, psikoterapi dan rehabilitasi. Peristiwa-peristiwa kehidupan yang
bersifat stresor harus pula diatasi karena stresor dapat menjadi faktor pencetus
terjadinya kekambuhan. Karena gangguan bipolar merupakan penyakit kronik,
mengedukasi pasien dan keluarganya tentang penatalaksanaan jangka panjang
perlu dilakukan.

Farmakoterapi

Setelah diagnosis gangguan bipolar ditegakkan, terapi farmakologi segera


diberikan. Diagnosis yang tepat sangat diperlukan karena spektrum gangguan
bipolar dan unipolar memerlukan terapi yang berbeda. Tujuan terapi gangguan
bipolar adalah tercapainya remisi sempurna simptom mood bukan hanya
pengurangan gejala. Pasien dengan simptom residual lebih sering kambuh dan
mengalami hendaya fungsi yang dapat berlangsung secara terus-menerus.

The Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments (CANMAT)


mempublikasikan tuntunan untuk pelaksanaan gangguan bipolar. International
Society for Bipolar Disorders (ISBD) bekerja sama dengan CANMAT dalam
membuat tuntunan tersebut. Publikasi CANMAT pertama yaitu tahun 2005 dan
kemudian direvisi pada tahun 2007 selanjutnya kemudian pada tahun 2009. Revisi
tuntunan CANMAT terakhir dipublikasi pada tahun 2013. Pada publikasi ini
(2013) rekomendasi untuk mania akut tidak banyak berubah. Litium, valproat, dan
beberapa antipsikotika atipik tetap terletak di lini pertama untuk mania akut.
Asenapin monoterapi, paliparidon extended release (ER) dan divalproat ER
sebagai terapi tambahan pada asenapin juga terletak di lini pertama.

20
Meskipun beberapa obat dirujuk secara klinis sebagai stabilisator mood,
the US Food and Drug Administration (FDA) belum pernah memberikan
persetujuannya terhadap satu pun obat sebagai stabilisator mood. Istilah
stabilisator mood berasal dari bidang klinik. Tidak ada konsensus tentang istilah
atau definisi stabilisator mood. Stabilisator digambarkan sebagai obat yang
mampu mengatasi gejala mood akut dan beberapa di antaranya dapat menunda
kekambuhan. Selain itu, klinikus mengharapkan stabilisator mood tidak
memprovokasi episode mood, misalnya antidepresan tidak bisa dikatakan sebagai
stabilisator mood karena ia berpotensi menginduksi mania.

Hampir semua pasien memerlukan stabilisator mood untuk mengatasi


episode mood yang terjadi dan sebagian besar memerlukan satu atau lebih
stabilisator mood. Saat ini, ada empat jenis obat yang dikategorikan sebagai
stabilisator mood yaitu litium, valproat, lamotrigin, dan karbamazepin.

Litium (tahun 1949) merupakan obat pertama yang dinyatakan efektif


untuk mengobati gangguan bipolar pada fase mania akut. Beberapa tahun
kemudian, hingga saat ini, litium digunakan juga untuk fase rumatan. Kemudian,
antikonvulsan yaitu asam valproat dan karbamazepin juga disetujui oleh FDA,
USA, untuk mania akut. Lamotrigin juga suatu antikonvulsan yang disetujui FDA
untuk gangguan bipolar, episode depresi. Semenjak dua dekade terakhir,
perkembangan farmakologi untuk pengobatan gangguan bipolar maju dengan
pesat. Beberapa antipsikotik pun dikategorikan sebagai stabilisator mood.

Intervensi Psikososial

Intervensi psikososial, misalnya psikoedukasi, cognitive behavior therapy (CBT)


dan interpersonal and social rhythm therapy (IPSRT) menunjukkan manfaat yang
signifikan baik pada episode depresi akut maupun pada terapi rumatan jangka
panjang. Intervensi psikososial dapat mengurangi angka kekambuhan, fluktuasi
mood, kebutuhan medikasi dan hospitalisasi. Oleh karena itu, pemberian terapi
psikologi terutama psikoedukasi singkat merupakan modalitas penting dalam
penatalaksanaan gangguan bipolar. Pendekatan terapi yang berfokus

21
Daftar Pustaka

American Psychiatric Association. Bipolar and Related Disorder. Dalam:


Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition, DSM-5,
2013, hal. 123-154

Merikangas KR, Jin R, He JP et al. Prevalence and correlates of bipolar spectrum


disorder in the world mental health survey initiative. Arch Gen Psychiatry 2011;
68: 241-251.

Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Mood Disorder. Dalam: Kaplan & Saddock’s
Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, Eleventh
Edition, Wolters Kluwer. 2015; hal. 347-379.

Schaffer A, Cairney J, Cheung A, Veldhuizen S, Kurdyak P, Levitt A. Differences


in prevalence and treatment of bipolar disorder among immigrants: results from
an epidemiologic survey. Can J Psychiatry 2009; 54: 734-742.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen43 halaman
    Journal Reading
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Case Report Forensik
    Case Report Forensik
    Dokumen26 halaman
    Case Report Forensik
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ujian
    Kasus Ujian
    Dokumen16 halaman
    Kasus Ujian
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • 290 Surat Mengingatkan Dinkess
    290 Surat Mengingatkan Dinkess
    Dokumen2 halaman
    290 Surat Mengingatkan Dinkess
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Genogram Grafik Wisnu
    Genogram Grafik Wisnu
    Dokumen2 halaman
    Genogram Grafik Wisnu
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Non Benzodiazepin
    Non Benzodiazepin
    Dokumen2 halaman
    Non Benzodiazepin
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    100% (1)
  • Referat DM Pada Anak
    Referat DM Pada Anak
    Dokumen47 halaman
    Referat DM Pada Anak
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen21 halaman
    Case
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Hasil Sidang
    Hasil Sidang
    Dokumen27 halaman
    Hasil Sidang
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat