Disusun oleh :
Wisnuarto Sarwono 1102014282
Pembimbing :
dr. Esther Margaritha Livida Sinsuw, Sp.KJ
Nama : Ny. UR
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 11 November 1967
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Raya Hankam Gempol
Tanggal Masuk RS : 12 Juli 2018
Tanggal Pemeriksaan : 12 Juli
Ruang Perawatan : Poli Jiwa RS. Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto
1
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan gangguan mood sejak
kurang lebih 3 hari SMRS.
B. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh seperti berkurangnya kebutuhan tidur, bicara lebih
banyak dari biasanya, perhatian mudah teralih, meningkatnya aktivitas.
2
Grafik Perjalanan Penyakit
Perjalanan Penyakit
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Derajat penyakit
Keterangan:
1 : Baseline. Sudah tidak terdapat gejala yang dikeluhkan pasien
2 : Terdapat gejala minimal
3 : Muncul gejala sedang yang cukup mengganggu kehidupan
pribadi pasien
4 : Muncul gejala berat yang mengganggu kehidupan pasien
3
Pasien tidak pernah mendapat sakit berat, demam tinggi, kejang
ataupun trauma kepala. Tidak ada kelainan perilaku yang menonjol.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
2. Riwayat Pendidikan
1. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD tanpa pernah tinggal
kelas
2. SMP :Pasien menyelesaikan pendidikan SMP tanpa pernah
tinggal kelas
3. SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA tanpa pernah
tinggal kelas
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien setelah menikah aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.
4. Kehidupan Beragama
Pasien menganut agama Islam dan mengatakan aktif menjadi pengurus
serta mengikuti kegiatan pengajian ibu-ibu di mushola dan masjid di
lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
4
5. Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Menurut keterangan pasien ia merupakan pribadi yang supel, mudah
bergaul sehingga memiliki banyak teman. Status pernikahan pasien saat ini
adalah telah menikah dan memiliki 2 orang anak serta 4 orang cucu.
6. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak
pernah terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum.
F. RIWAYAT KELUARGA
Pasien adalah anak kedua dari empat bersaudara. Pasien memiliki 2 orang
adik perempuan dan 1 orang kakak laki-laki. Pasien saat ini tinggal dengan
bersama dengan suami nya saja dan kedunya anaknya yang telah
berkeluarga memilih tinggal di kediaman masing-masing. Ayah pasien
sudah meninggal pada tahun 2012 karena mengalami serangan jantung
serta penyakit diabetes.
Genogram
5
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Penderita perempuan
Laki-laki meninggal
Perempuan meninggal
6
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien perempuan berumur 50 tahun dengan penampakan fisik sesuai
dengan usianya, mengenakan kerudung berdandan rapi, bersikap santai,
tampak tenang tidak terdapat tanda kecemasan. Pasien tampak sehat.
2. Kesadaran
Kesadaran : Composmentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
a. Sebelum wawancara : Pasien duduk santai menunggu antrian
b. Selama wawancara : Pasien terlihat sangat antusias serta bersemangat
saat menjawab pertanyaan secara spontan dan jawaban yang diberikan
sesuai dengan pertanyaan namun terdapat ekolalia.
c. Sesudah wawancara : Pasien meninggalkan poli untuk kembali ke
kediaman.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai sikap yang
kooperatif serta bersahabat.
5. Pembicaraan
Pasien dapat berbicara menceritakan kehidupan pasien secara spontan,
lancar dan artikulasi jelas.
B. MOOD DAN AFEK
Mood : Euforia (saat pemeriksaan)
Afek : Luas (saat pemeriksaan)
C. GANGGUAN PERSEPSI
o Halusinasi : Tidak ada
o Ilusi : Tidak ada
o Depersonalisasi : Tidak ada
o Derealisasi : Tidak ada
7
D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)
1. Taraf pendidikan : SMA
2. Pengetahuan umum : Baik
3. Kecerdasan : Baik
4. Konsentrasi : Baik
5. Orientasi :
· Waktu : Baik (pasien dapat menyebutkan pemeriksaan pada
pagi hari)
· Tempat : Baik (pasien tahu sekarang sedang berada di
Rumah Sakit)
· Orang : Baik (pasien mengenal dirinya dan orang
sekitarnya)
6. Daya ingat :
· Jangka panjang : Baik (Pasien dapat mengingat tanggal lahir)
· Jangka pendek: Baik (Pasien dapat mengingat alamat rumahnya)
· Segera :Baik (Pasien dapat menyebutkan 3 hal yang disebutkan
oleh pemeriksa).
7. Pikiran abstraktif
Baik (Pasien dapat membedakan nasi dan bubur)
1. Visuospasial
Baik (Pasien dapat menggambarkan bentuk yang diminta oleh
pemeriksa)
2. Kemampuan menolong diri
Baik (Pasien tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk makan,
mandi dan berganti pakaian)
E. PROSES PIKIR
Arus pikir
Kontinuitas : overabundance of ideas (ide yang meluap-luap)
Hendaya bahasa : Tidak ada
Isi pikir
8
o Preokupasi : Tidak ada
o Miskin isi pikir : Tidak ada
o Waham : Tidak ada
o Obsesi : Tidak ada
o Kompulsi : Tidak ada
o Fobia : Autophobia
F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik, selama wawancara pasien dapat bersikap tenang dan tidak
menunjukkan gejala yang agresif.
C. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik (Pasien dapat membedakan perbuatan baik
dan buruk)
2. Uji daya nilai : Baik (Bila berjalan menuju suatu tempat ia
memilih rute paling cepat)
3. RTA : Tidak terganggu
H. TILIKAN
Derajat 4 (Pasien memiliki pemahaman bahwa dirinya sakit, tetapi tidak
mengetahui penyebabnya).
9
d) Sistem Kardiovaskular : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
e) Sistem Respiratorius : Vesikuler +/+, Rhonki-/-, Wheezing-/-
f) Sistem Gastrointestinal : Tidak diperiksa
g) Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), akral hangat.
h) Sistem Urogenital : Tidak diperiksa
B. Status Neurologik
Tidak dilakukan pemeriksaan neurologis
B. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
10
10. Tilikan pasien derajat 2 (Pasien mempunyai sedikit pemahaman terhadap
penyakit tetapi juga sekaligus menyangkalnya pada waktu yang bersamaan).
FORMULA DIAGNOSTIK
1. Setelah wawancara, pasien tidak ditemukan adanya sindroma atau perilaku dan
psikologi yang bermakna secara klinis dan menimbulkan penderitaan (distress)
dan ketidakmampuan/ hendaya (disability/impairment) dalam fungsi serta
aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami tidak mengalami gangguan jiwa yang sesuai dengan definisi yang
tercantum dalam PPDGJ III.
2. Pasien ini tidak termasuk gangguan mental organik karena pasien pada saat di
periksa dalam keadaan sadar, tidak ada kelainan secara medis atau fisik yang
bermakna. (F0)
3. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikotropika karena pasien tidak mengkonsumsi alkohol, rokok,
dan zat psikotropika. (F1)
4. Pasien ini tidak termasuk gangguan Skizofrenia Paranoid karena tidak
memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia terdapat waham yang menetap
yaitu waham bizzare, waham kejar, waham dikendalikan. (F2)
5. Pasien ini termasuk dalam gangguan suasana perasaan karena terdapat ganguan
perasaan yang dialami. (F3)
6. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan
gangguan terkait stress.(F4)
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna
dengan urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:
o Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus
Perhatian Klinis
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah memiliki
riwayat trauma kepala maupun kejang. Pasien juga tidak pernah menggunakan zat
psikoaktif. Sehingga gangguan mental dan perilaku akibat gangguan mental
organik dan penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan.
11
Berdasarkan autoanamnesis pasien meyakini bahwa ia adalah makhluk yang
dibuat secara online/ dari internet bukan dari dimensi sini, lalu meyakini bahwa
orang lain tidak suka dengannya dan berniat buruk untuk mencelakakannya dan
meyakini bahwa pikirannya dikendalikan orang lain untuk melakukan hal-hal
bodoh seperti membentur-benturkan kepalanya.Dari hal tersebut, kriteria
diagnostik menurut PPDGJ III pada ikhtisar penemuan bermakna pasien
digolongkan dalam F31.0 Gangguan Afektif Bipolar
o Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Evaluasi multiaksial
Aksis I : F31.0 Gangguan Afektif Bipolar
Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : Masalah keluarga (diperlakuan beberapa anggota keluarganya
tidak baik secara psikis dan fisik sejak ia kecil)
12
Aksis V : GAF scale 70-61 yaitu beberapa gejala ringan & menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
DIAGNOSIS
- Diagnosis kerja : F31.0 Gangguan Afektif Bipolar
- Diagnosis banding : F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood Afektif
Menetap)
PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
RENCANA TERAPI
a. Psikofarmaka
Remital (Olanzapine) 1 x 10 mg
Diazepam 1 x 10 mg (jika pasien gelisah)
b. Psikoterapi
Psikoedukasi
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami
pasien.
b. Mengingatkan pasien tentang pentingnya minum obat sesuai aturan
dan datang kontrol ke poli kejiwaan.
c. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga
akan membantu keadaan pasien.
Psikoterapi
a. Ventilasi : Pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan masalahnya.
b. Sugesti : Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya
akan hilang atau dapat dikendalikan.
c. Reassurance : Memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat sangat
penting untuk menghilangkan gejala.
13
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
- Mania
- Campuran
- Hipomania
- Depresi
- Eutimia
14
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk
penegakkan diagnosis).
Kriteria Diagnosis
15
antidepresan dikualifikasikan sebagai episod manik gangguan bipolar, bila durasi
gejala mania menetap melebihi efek fisiologik terapi. Diagnosis episod campuran
diganti gambaran campuran, sebagai penunjuk, dan diperlukan tiga gejala dari
episod yang berlawanan (opposite pole) yang diberlakukan untuk mania,
hipomania, depresi. Penunjuk untuk cemas, dan risiko bunuh diri juga
ditambahkan.
- GB-I
- GB-II
- gangguan siklotimia
- bipolar dan gangguan terkait akibat induksi zat/obat
- bipolar dan gangguan terkait akibat kondisi medik lainnya
- bipolar spesifik lainnya dan gangguan terkait
Kriteria GB-I (GB-I) memerlihatkan pengertian yang lebih baik
mengenai gangguan manik-depresif klasik. Pada abad ke-19, GB-I disebut
dengan gangguan manik-depresif klasik atau psikosis afektif. Gambaran
klasik tidak memasukkan psikosis dan adanya episode depresif mayor
yang dialami pasien selama kehidupannya ke dalam gambaran klinisnya.
Padahal, sebagian besar individu dengan simptom yang memenuhi kriteria
simtom lengkap episode manik mengalami episode depresif mayor selama
kehidupannya.
16
kriteria episode mania, hipomania, dan depresi mayor, paling sedikit dua
tahun (untuk anak, satu tahun penuh).
Etiologi
17
3. Kindling Theory. Beberapa gangguan psikiatri disebabkan oleh perubahan
biokimia subklinis yang kumulatif di sistem limbik. Progresivitas
kumulatif ini menyebabkan neuron semakin mudah tereksitasi sehingga
akhirnya simptom dapat diobservasi secara klinis. Model kindling ini
menjelaskan perubahan dan progresifnya gangguan bipolar sepanjang
waktu. Akibatnya, peningkatan beratnya derajat dan frekuensi episode
dapat terjadi dengan semakin lanjutnya usia.
4. Catecholamine Theory.Abnormalitas noradrenergik yang menonjol dan
diukur dengan konsentrasi norepinefrin dan hasil metabolitnya yaitu
MHPG. Kadar MHPG dalam urin lebih rendah pada depresi bipolar
dibandingkan dengan pada depresi unipolar. Pada mania, konsentrasi
norepinefrin dan MHPG dalam cairan serebrospinal lebih tinggi. Tidak ada
bukti yang jelas mengenai peran katekolamin lainnya pada gangguan
bipolar. Kadar serotonin rendah dan terdapat gangguan pada transporter
serotonin. Konsentrasi HVA dalam cairan serebrospinal, metabolit utama
dopamin, juga rendah. Peran sistem kolinergik pada gangguan bipolar
tidak begitu jelas. Tidak ada bukti yang kuat mengenai abnormalitas
kolinergik.
5. The HPA Axis Theory. Terdapat hubungan yang kuat antara hiperaktivitas
aksis HPA dengan gangguan bipolar. Hubungan tersebut terlihat pada
episode campuran dan depresi bipolar tetapi kurangnya ada bukti dalam
klasik mania.
6. Protein Signaling Theory. Abnormalitas dalam sinyal kalsium berperanan
dalam gangguan bipolar, jalur protein G, dan jalur protein kinase C (PKC).
Bukti yang mendukung peran G protein lebih banyak bila dibandingkan
dengan yang mendukung peran PKC. Sistem ini dikaitkan dengan “cellular
cogwheels”. Ia berfungsi mengintegrasikan input dan output biokimia
kompleks dan mengatur mekanisme umpan-balik. Sistem ini berperan
mempertahankan plastisitas dan memori seluler.
7. Calcium Signaling Theory. Abnormalitas pada sinyal kalsium berperan
pada gangguan bipolar. Pada gangguan bipolar terdapat peningkatan kadar
18
kalsium intraseluler. Obat yang menghambat saluran kalsium berfungsi
efektif dalam mengobati gangguan bipolar.
8. Neuroanatomical Theories: cellular resiliency. Terdapat penurunan dalam
volume SSP dan jumlah sel, neuron, dan atau glia dalam gangguan mood.
Ditemukan adanya protein sitoprotektif di korteks frontal. Litium dan
stabilisator mood lainnya meningkatkan kadar protein ini. Computed axial
tomography (CAT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan
adanya hiperintensitas abnormal di regio subkorteks, misalnya
regioperiventrikular, ganglia basalis, dan talamus pada pasien depresi.
Pada pasien dengan gangguan bipolar-I, usia lanjut, juga terlihat adanya
hiperintensitas. Hiperintensitas ini menunjukkan terjadinya
neurodegenerasi akibat berulangnya episod mood, pelebaran ventrikel,
atropi korteks, dan melebarnya sulkus juga dilaporkan pada pasien dengan
gangguan bipolar. Pada pasien depresi juga terlihat pengurangan volume
hipokampus dan nukleus kaudatus. Atropi yang difus dikaitkan dengan
beratnya penyakit, seringnya bipolaritas dan tingginya kadar kortisol.
Penelitian pada pasien dengan depresi yang menggunakan positron
emission tomography (PET) menunjukkan adanya penurunan metabolisme
otak anterior terutama atau lebih menonjol di sisi kiri. Depresi dikaitkan
dengan peningkatan relatif aktivitas hemisfer nondominan.
9. Genetic and Familial Theories.Studi anak kembar, adopsi, dan keluarga
menunjukkan bahwa gangguan bipolar adalah diturunkan. Konkordans
untuk kembar monozigot adalah 70%-90% dan pada kembar dizigot
adalah 16-35%. Faktor risiko pada saudara kandung adalah empat-enam
kali lebih tinggi bila dibandingkan populasi umum. Telah diidentifikasi
berbagai kromosom. Kromosom 18q dan 22q merupakan dua regio yang
terkait dengan gangguan bipolar. Bukti studi linkage pada 18q berasal dari
saudara kandung dengan gangguan bipolar-II dan dari keluarga yang
mempunyai riwayat dengan gangguan pasien.
19
Dalam mengobati pasien dengan gangguan bipolar, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, misalnya, keamanan pasien. Selain itu, perlu mengevaluasi
diagnosis secara seksama. Terapi tidak saja ditujukan untuk mengatasi simptom
akut tetapi pencapaian kebahagiaan jangka panjang sudah harus dimulai sejak
awal terapi.
Farmakoterapi
20
Meskipun beberapa obat dirujuk secara klinis sebagai stabilisator mood,
the US Food and Drug Administration (FDA) belum pernah memberikan
persetujuannya terhadap satu pun obat sebagai stabilisator mood. Istilah
stabilisator mood berasal dari bidang klinik. Tidak ada konsensus tentang istilah
atau definisi stabilisator mood. Stabilisator digambarkan sebagai obat yang
mampu mengatasi gejala mood akut dan beberapa di antaranya dapat menunda
kekambuhan. Selain itu, klinikus mengharapkan stabilisator mood tidak
memprovokasi episode mood, misalnya antidepresan tidak bisa dikatakan sebagai
stabilisator mood karena ia berpotensi menginduksi mania.
Intervensi Psikososial
21
Daftar Pustaka
Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Mood Disorder. Dalam: Kaplan & Saddock’s
Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, Eleventh
Edition, Wolters Kluwer. 2015; hal. 347-379.
22