40
Diabetes melitus dan stroke adalah ujian dan musibah yang
merupakan takdir dari Allah swt. Takdir dapat dikategorikan menjadi dua
yaitu takdir mubram dan takdir muallaq (Ibnu, 2013).
Takdir Mubram yaitu takdir Allah yang tidak dapat diubah, tidak
dapat memilih serta tidak memiliki kemampuan untuk mengubahnya.
Takdir Mubram ini terdapat pada sunnatullah yang ada di alam raya ini.
Salah satu contohnya adalah kelahiran dan kematian manusia. (Ibnu,
2013).
Takdir Muallaq yaitu takdir yang dikatkan dengan sesuatu yang
lain. Takdir ini dapat diubah dan manusia diberi akal dan hati nurani untuk
memilihnya karena pada prinsipnya dalan kehidupan ini, ada sisi-sisi
positif dan negatif yang akan selalu mengikuti perjalanan panjang
manusia. Contoh dari takdir muallaq adalah kepandaian, kekayaan, dan
kepandaian, seperti apabila ada keinginan untuk mendapat sesuatu dalam
kehidupan, sebagai manusia harus berusaha sungguh-sungguh dan berdoa
agar mendapatkan hal tersebut. (Ibnu, 2013).
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kejadian
diabetes melitus dan stroke termasuk ke dalam takdir muallaq dikarenakan
faktor-faktor risiko penyakit diabetes melitus dan stroke masih dapat
dihindari apabila manusia memiliki pola hidup yang baik serta bertawakal
agar dihindari dari penyakit tersebut.
41
5.2 Penyebab dan Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus dan Stroke
Menurut Pandangan Islam
Penyakit diabetes melitus dan stroke memiliki beberapa faktor risiko
yang dapat memicu terjadinya penyakit tersebut. Stroke dikaitkan dengan
beberapa faktor risiko, diantaranya diabetes melitus, dislipidemia,
hipertensi, obesitas, hingga kebiasaan tidak berolahraga (Suryadi, 2014).
Penyakit diabetes melitus yang dapat berkomplikasi sendiri termasuk ke
dalam ketentuan Allah yang masih dapat dicegah dengan menjalani pola
hidup yang sehat dan teratur (Ibnu, 2013).
Diabetes melitus dan stroke dapat dihindari dengan mengatur pola
makan dan berolahraga serta menghindari merokok dan alkohol. Allah
berfirman:
42
Dalam Islam, tidak hanya berdoa, namun manusia juga diharuskan
untuk berikhtiar sebagai usaha untuk menghindari suatu penyakit
sebagaimana yang dijelaskan pada ayat berikut :
43
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah
pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.” (Q. S. Al-
Baqarah (2) : 219).
44
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya
ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama
Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi
awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan
akhirnya)” (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 185)
45
“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa
yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan
kamu beriman kepada-Nya (QS. Al-Maidah (5) : 88)
“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari
perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar
dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka
jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga
makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya.
(HR. Muslim).
46
Adab makan dan minum lainnya adalah mengonsumsi
secukupnya, tidak berlebihan. Hal ini dapat dikaitkan dengan
kesehatan. Mengonsumsi makanan dan minuman secukupnya dapat
menghindari kita dari risiko penyakit seperti obesitas dan diabetes
melitus yang dapat berkomplikasi menjadi penyakit stroke (Zuhroni,
2006).
e. Berpuasa
Dari segi penelitian, telah dibuktikan bahwa puasa
mengandung banyak manfaat dalam kesehatan, terutama dalam
masalah pencernaan. Puasa mengistirahatkan organ-organ
pencernaan, meremajakan sel-sel yang sedang menua, juga dapat
mengatur emosi yang dapat berpengaruh pada sistem organ
khususnya kardiovaskular dan sistem saraf. Selain itu, depan puasa
juga dapat terhindar dari ancaman kegemukan (Zuhroni, dkk., 2003).
Terkait dengan puasa sendiri yangsangat terkait dengan
kesehatan tubuh, hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah saw :
47
“Puasalah kalian niscaya kalian akan sehat” (H.R. Ibnu Suny dan
Abu Nu’aim).
3. Kebiasaan Berolahraga
Olahraga dapat bertujuan untuk menjaga keseharan dengan
memelihara daya tahan tubuh dan fungsi organ tubuh, serta menjaga
kesemibangan emosional, Dalam pandangan fiqih, kebiasaan berolahraga
termasuk ijtihadiyat. Berolahraga hukumnnya mubah, namun dapat
bernilai ibadah bila diniatkan untuk agar mampu melakukan ibadah dengan
lebih sempurna dan dalam pelaksanaannya tidak bertentangan dengan
norma Islam (Zuhroni, dkk. , 2006). Allah swt. berfirman:
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya".(QS. Al-Qasas (28) : 26)
48
5.3 Tatalaksana Pengidap Penyakit Stroke dan Diabetes Mellitus
Dalam melakukan tatalaksana penyakit stroke dan diabetes melitus,
terdapat beberapa hal yang dilakukan seperti melakukan terapi
pengobatan, hingga memperbanyak ibadah dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah swt.Menurut Islam, berobat salah satu tindakan yang
dianjurkan. Dalam riwayat dijelaskan bahwa Nabi pernah berobat untuk
dirinya sendiri, serta pernah menyuruh keluarga dan sahabatnya untuk
berobat ketika sakit. Pengobatan yang dilakukan pada zaman Nabi adalah
cara-cara tertentu pada zaman tersebut. Berobat merupakan salah satu
bentuk ikhtiar demi kesembuhan penyakit. (Tuasikal, 2013). Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
49
bisa sembuh, berobat semacam ini adalah untuk perkara wajib,
sehingga dihukumi wajib.
c. Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit
menular adalah wajib untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total,
atau memperburuk penderitanya, dan tidak akan sembuh jika
dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih banyak daripada
maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri
dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan
biayanya, maka dia wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan
orang lain.
Dalam kondisi ini, sifat berobat berubah menjadi wajib karena
penyakit diabetes melitus dan stroke apabila tidak ditangani dengan segera
dapat mengakibatkan kelumpuhan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Selain itu, masih bisa dilakukan tatalaksana sesegera mungkin supaya
mencegah penyakit tidak menimbulkan komplikasi (Ali, 2012).
Namun, kita juga harus tetap bertawakal serta selalu berdoa kepada
Allah swt karena sesungguhnya kesehatan serta kesembuhan adalah milik
Allah swt. sebagaimana yang dijelaskan pada ayat berikut ini (Badri,
2012):
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (Al-Syua’ra (42)
: 80)
50
Islam (Maqashid al-Syari’ah). Tujuan penetapan hukum atau yang sering
dikenal dengan istilah Maqashid al-syari'ah merupakan salah satu konsep
penting dalam kajian hukum Islam, salah satunya implikasinya dalam ilmu
kedokteran yang bertujuan untuk menciptakan kemashlahatan insani yang
hakiki, menjaga jiwa, keturunan, akal, dan harta. Tujuan-tujuan syariat
dalam Maqashid al-Syariah menurut al-Syatibi ditinjau dari dua bagian.
Pertama, berdasar pada tujuan Tuhan selaku pembuat syariat. Kedua,
berdasar pada tujuan manusia yang dibebani syariat. Pada tujuan awal,
yang berkenaan dengan segi tujuan Tuhan dalam menetapkan prinsip
ajaran syariat, dan dari segi ini Tuhan bertujuan menetapkannya untuk
dipahami, juga agar manusia yang dibebani syariat dapat melaksanakan,
kedua, agar mereka memahami esensi hikmah syariat tersebut. Allah SWT
menurunkan syariat (aturan hukum) tiada lain untuk mengambil
kemaslahatan dan menghindari kemudaratan. Aturan-aturan hukum yang
Allah tentukan hanyalah untuk kemaslahatan manusia Syariat Islam
diturunkan oleh Allah adalah untuk mewujudkan kesejahteraan manusia
secara keseluruhan. Maqasid Syariah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya
dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Kemaslahatan yang akan
diwujudkan itu menurut al-Syatibi terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu
kebutuhan dharuriyat (primer), kebutuhan hajiyat (sekunder), dan
kebutuhan tahsiniyat (tersier) (Zuhroni, 2006).
Tingkatan pertama, kebutuhan dharuriyat ialah tingkat kebutuhan
yang harus ada atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat
kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia
baik di dunia maupun di akhirat kelak (Zuhroni, 2006).
Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori ini,
yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara
kehormatan dan keturunan, serta memelihara harta. Untuk memelihara
lima pokok inilah Syariat Islam diturunkan. Setiap ayat hukum bila diteliti
akan ditemukan alasan pembentukannya yang tidak lain adalah untuk
memelihara lima pokok diatas. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat
51
yang menjelaskan keharusan menjaga kelima hal tersebut, salah satunya
adalah :
52
Dari beberapa tujuan tersebut para ulama sepakat bahwa
pemeliharaan agama menjadi prioritas pertama karena perintah mengenai
pemeliharaan agama tercantum dalam Al-Qur’an pada ayat berikut:
Aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali agar beribadah kepadaku (QS.
Al-Dzariyat (51) : 56)
53
rangka untuk menjaga kemashlahatan (Al-Mashlahah) yang terdiri dari
agama (hifzh al-Din), jiwa (hifzh al-Nafs), akal (hifzh al-‘Aql), harta (hifzh
al-Mal), dan keturunan (hifzh al-Nasl). Pada pasien diabetes melitus yang
berkomplikasi menjadi penyakit stroke, tidak hanya fisik (hifzh al-Nafs)
namun juga dapat memengaruhi kondisi psikis (hifzh al-‘Aql). Selain itu,
tatalaksana sedini mungkin diperlukan untuk meminimalisir pengeluaran
dalam menjaga kemashlahatan harta (hifzh al-Mal). Dengan penjagaan
kemashlahatan tersebut, kualitas beribadah seseorang dapat menjadi lebih
baik, bahkan meningkat.
54
5.4 Prevalensi Diabetes Melitus Pada Stroke Akut di Rumah Sakit Pusat
Otak Nasional Jakarta Tahun 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa
prevalensi penyakit diabetes melitus pada kejadian stroke akut di Rumah
Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta sebanyak 59 pasien dari 114 orang.
Salah satu komplikasi diabetes melitus dapat menyebabkan
terjadinya stroke (Thomas dkk, 2014). Komplikasi jangka panjang dari
diabetes melibatkan pembuluh – pembuluh kecil (mikroangiopati) yang
memiliki gambaran arterosklerosis dan dapat menyebabkan stroke (Price
dan Wilson, 2006). Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah
Gangguan Peredaran darah Otak (GPDO), merupakan suatu sindrom
yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah pada salah satu
bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa defisit
neurologik atau kelumpuhan saraf (Reno, 2011).
Kejadian diabetes melitus dan stroke ini termasuk dikategorikan
sebagai Takdir Muallaq karena faktor-faktor risiko penyakit tersebut
masih dapat dihindari serta dapat dikendalikan apabila manusia memiliki
pola hidup yang baik seperti menerapkan pola makan yang sehat dan
islami, berolahraga secara teratur, tidak mengonsumsi rokok dan alkohol,
serta bertawakal agar dihindari dari penyakit tersebut.
Dalam Islam, pasien diabetes melitus dan stroke dianjurkan untuk
berobat yang merupakan salah satu bentuk usaha dan ikhtiar serta
meyakini bahwa seorang muslim menaruh harapan kuat untuk sembuh
dengan izin Allah (Badri, 2012). Namun, pada kondisi ini hukum berobat
menjadi wajib dikarenakan penyakit diabetes melitus dan stroke apabila
tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan kelumpuhan bahkan
dapat menyebabkan kematian, serta untuk mencegah penyakit tidak
menimbulkan komplikasi (Ali, 2012).
55
Pada diabetes melitus dan stroke, dilakukannya pengobatan tidak
hanya untuk menjaga fisik (hifzh al-Nafs) namun juga untuk menjaga
psikis (hifzh al-‘Aql). Selain itu, tatalaksana secepatnya diperlukan untuk
meminimalisir pengeluaran dalam menjaga kemashlahatan harta (hifzh al-
Mal).
56