Anda di halaman 1dari 19

BAB V

PREVALENSI DIABETES MELITUS PADA PASIEN STROKE AKUT DI


RUMAH SAKIT DAERAH JAKARTA TAHUN 2017 SERTA
TINJAUANNYA MENURUT ISLAM

5.1 Diabetes Melitus dan Stroke menurut Pandangan Islam


Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian
secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian
yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir
dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular seperti kanker,
penyakit kardiovaskular, dan diabetes (Kemenkes, 2012).
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan
metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas
biologis dari insulin atau keduanya dan merupakan suatu penyakit
degeneratif yang angka kejadiannya cukup tinggi, di berbagai negara
juga merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat.(World Health Organization, 2006).
Salah satu komplikasi diabetes melitus dapat menyebabkan
terjadinya stroke (Thomas dkk, 2014). Stroke atau yang dikenal juga
dengan istilah Gangguan Peredaran darah Otak (GPDO), merupakan
suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah
pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional
otak berupa defisit neurologik atau kelumpuhan saraf (Gustaviani,
2011).
Penyakit diabetes melitus yang berkomplikasi menjadi penyakit
stroke tidak hanya mengubah citra tubuh, tetapi juga berkaitan dengan
hilangnya produktivitas dalam menjalankan kehidupan sehari-hari seperti
beribadah, bekerja dan sebagainya, meningkatkan ketergantungan dan
perawatan (Shailesh, dkk. 2012). Namun sebagai manusia harus tetap

40
bersabar serta berusaha dan bertawakal kepada Allah swt serta selalu
percaya bahwa kesembuhan adalah dari Allah swt. Sifat sabar akan
membantu manusia dalam menghadapi berbagai macam cobaan
(Imron,2009). Salah satunya adalah menghadapi penyakit diabetes
melitus dan stroke yang membutuhkan tatalaksana jangka panjang.
Dengan sifat sabarlah Allah menyuruh kita untuk menghadapi berbagai
macam cobaan seperti dalam firman-Nya :

”Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai


penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah (2) : 153).

Perintah dalam ayat di atas sekaligus merupakan perintah agar


umatnya dapat mengatasi dengan baik segala kesulitan dan musibah yang
datang silih berganti. Sehingga melalui ayat ini, Allah memerintahkan
agar kita memohon pertolongan kepada-Nya dengan senantiasa
mengedepankan sikap sabar dan menjaga shalat dengan istiqamah. Kedua
hal ini merupakan sarana meminta tolong yang terbaik ketika
menghadapi berbagai kesulitan (Anshori, 2005).

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian


Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali)
dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS Ar-Ruum (30) :54)

41
Berdasarkan ayat di atas, Allah yang mengatur tentang kehidupan
seseorang, tua dan mudanya, kuat serta lemahnya. Begitu pula
kesembuhan adalah dari Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat
berikut :

“dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (QS. Al-
Syu’ara (26) : 80)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir mengenai ayat di atas, jika manusia


menderita sakit, maka tidak ada seorang pun yang kuasa
menyembuhkannya kecuali Allah. Dia juga menciptakan obat, sementara
ilmu dan pengetahuan tentang obat-obatan juga berasal dari akal yang
dianugerahkan kepada manusia (Ibnu, 2013).

5.2 Penyebab dan Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus dan Stroke
Menurut Pandangan Islam
Penyakit diabetes melitus dan stroke memiliki beberapa faktor risiko
yang dapat memicu terjadinya penyakit tersebut. Diabetes melitus tipe
dikaitkan dengan beberapa faktor risiko, diantaranya usia, jenis kelamin,
riwayat keluarga, dislipidemia, hipertensi, obesitas, hingga kebiasaan
tidak berolahraga (Suryadi, 2014). Faktor-faktor risiko tersebut dapat
dikategorikan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
yang dapat dimodifikasi. Penyakit diabetes melitus yang dapat
berkomplikasi sendiri termasuk ke dalam ketentuan Allah yang masih
dapat dicegah dengan menjalani pola hidup yang sehat dan teratur (Ibnu,
2013).
Takdir Mubram yaitu takdir Allah yang tidak dapat diubah, tidak
dapat memilih serta tidak memiliki kemampuan untuk mengubahnya.
Takdir Mubram ini terdapat pada sunnatullah yang ada di alam raya ini.
Salah satu contohnya adalah kelahiran dan kematian manusia. Pada

42
faktor terjadinya diabetes melitus dan stroke, contohnya adalah faktor-
faktor yang tidak bisa dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, serta
genetik (Ibnu, 2013).
Takdir Muallaq yaitu takdir yang dikatkan dengan sesuatu yang
lain. Takdir ini dapat diubah dan manusia diberi akal dan hati nurani
untuk memilihnya karena pada prinsipnya dalan kehidupan ini, ada sisi-
sisi positif dan negatif yang akan selalu mengikuti perjalanan panjang
manusia. Contoh dari takdir muallaq adalah kepandaian, kekayaan, dan
kepandaian, seperti apabila ada keinginan untuk mendapat sesuatu dalam
kehidupan, sebagai manusia harus berusaha sungguh-sungguh dan berdoa
agar mendapatkan hal tersebut. (Ibnu, 2013). Pada faktor terjadinya
diabetes melitus dan stroke, contohnya adalah faktor-faktor yang bisa
dimodifikasi adalah menjaga kesehatan dengan mengatur pola makan dan
berolahraga serta menghindari merokok dan alkohol. Allah berfirman :

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya


bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia. (Ar-Ra’d (13) : 11).

Menurut tafsir Quraish Shihab, Allah tidak akan mengubah nasib


suatu bangsa dari susah menjadi bahagia, atau dari kuat menjadi lemah,
sebelum mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka sesuai
dengan keadaan yang akan mereka jalani. Begitu pula dengan penyakit
diabetes dan stroke, manusia harus berusaha pula untuk menghindari

43
penyakit tersebut dengan menjalani pola hidup yang sehat dan berdoa
agar terhindar dari penyakit (Shihab, 2015).

5.2.1 Penyebab dan Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

1. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit Pusat
Otak Nasional pada tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi kejadian
diabetes melitus pada penyakit stroke sebanyak 98 dari 114 pasien
berkisar pada rentang usia ≥45 tahun, sementara pada rentang usia ≤45
tahun hanya sebanyak 16 pasien. Hal tersebut menunjukkan bahwa
prevalensi diabetes melitus pada penyakit stroke lebih banyak terjadi
pada usia yang lebih tua.
Bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan fungsi
fisiologis seseorang kemudian timbulah berbagai macam penyakit
(Fadhil, 2009). Salah satunya adalah penurunan fungsi pembuluh darah,
seperti berkurangnya elastisitas pembuluh darah dan struktur dinding
pembuluh darah. Penurunan fungsi tersebut dapat mempercepat
terjadinya risiko komplikasi pada pasien diabetes melitus (Jani, dkk.
2006). Dalam Islam sebagaimana dinyatakan dalam ayat Al-Qur’an :

“Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami


kembalikan dia kepada kejadiannya. Maka apakah mereka tidak
memikirkan? ” (QS. Yasin (36) : 68)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah swt akan mengembalikan


manusia dari kondisi kuat menjadi lemah. Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin dalam tafsirnya menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia
berpindah dari satu fase ke fase berikutnya.

44
Menjadi tua atau ancaman tertimpa penyakit menjadi momok
menakutkan bagi orang yang ragu atau tidak beriman kepada akhirat.
Berkaitan dengan umur manusia dijelaskan dalam ayat berikut :

Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara


ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya
dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. An-Nahl
(16) : 70)

Pada ayat di atas, dijelaskan bahwa Allah mengatur kehidupan dan


kematian serta mengatur proses penuaan pada manusia. Dalam
menghadapi usia yang semakin lanjut, hendaknya umatnya mengisi umur
kita dengan melaksanakan hal-hal positif seperti berusaha untuk menjaga
kesehatan serta beribadah sebagai bekal tabungan kita di akhirat kelak.
Kita dapat berdoa kepada Allah swt. agar selalu diberikan kesehatan dan
umur yang panjang supaya dapat beribadah dengan sebaik-baiknya dan
sebanyak-banyaknya (Ibnu, 2013).

2. Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit Pusat Otak
Nasional pada tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi kejadian diabetes
melitus pada penyakit stroke sebanyak 76 dari 114 pasien berjenis kelamin laki-
laki, sementara jenis kelamin perempuan hanya sebanyak 38 pasien. Hal tersebut
menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus pada penyakit stroke lebih
banyak terjadi pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
Penyebab penderita stroke lebih banyak terjadi pada pria karena
faktor kebiasaan yang kebanyakan dilakukan oleh kaum pria yaitu
merokok dan makan tidak teratur (Nizmah, 2014). Hal tersebut
diakibatkan oleh laki-laki berkewajiban untuk bekerja demi mencari

45
nafkah untuk keluarga, sehingga lebih sering untuk menjalankan pola
hidup yang tidak sehat seperti merokok dan makan tidak teratur yang
dapat memicu terjadinya diabetes melitus dan berkomplikasi menjadi
stroke. Islam menjadikan kaum Adam menjadi pemimpin dan
berkewajiban mendidik dan membimbing kaum wanita. Selain itu. laki-
laki juga diharuskan untuk bekerja keras demi menafkahi keluarganya
(Shihab, 2015). Seperti pada firman Allah :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya
oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang
kalian khawatiri nusuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah
diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Maha besar.”
(QS. An-Nisaa (4) : 34).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin kaum
wanita, yang memiliki hak dan melindungi wanita. Selain itu, laki-laki
diwajibkan untuk memberi nafkah berupa pakaian dan tempat tinggal.
Dalam hal tersebut, maka laki-laki memiliki tugas untuk bekerja lebih
berat dibandingkan wanita. Dengan demikian, laki-laki memiliki faktor
risiko lebih tingi untuk terkena penyakit diabetes melitus yang dapat
berkomplikasi menjadi penyakit stroke.

46
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa prevalensi
stroke lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan kaum
wanita. Hal tersebut diakibatkan oleh laki-laki berkewajiban untuk
bekerja demi mencari nafkah untuk keluarga, sehingga lebih sering untuk
menjalankan pola hidup yang tidak sehat seperti merokok dan makan
tidak teratur yang dapat memicu terjadinya diabetes melitus dan
berkomplikasi menjadi stroke. Untuk itu diperlukan pencegahan sejak
dini dengan menjalani pola hidup yang sehat agar terhindar dari penyakit
tersebut.

5.2.2 Penyebab dan Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi

Etiologi dan faktor risiko penyakit stroke dan diabetes mellitus


lainnya adalah yang dapat dimodifikasi atau dapat dikendalikan agar
tidak dapat menimbulkan penyakit. Adapun faktor-faktor itu seperti
konsumsi makanan jarang berolahraga, alkohol, serta rokok.
Dalam Islam, tidak hanya berdoa, namun manusia juga
diharuskan untuk berikhtiar sebagai usaha untuk menghindari suatu
penyakit sebagaimana yang dijelaskan pada ayat berikut :

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum


sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri …” (QS. Ar-
Ra’d (13) :11)

Adapun penyebab dan faktor risiko penyakit yang dapat dimodifikasi


adalah
1. Merokok dan Alkohol
Hukum merokok masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.
Akan tetapi, rokok mengandung ribuan racun yang secara kedokteran
telah terbukti merusak dan membahayakan kesehatan. Bahkan
membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:

47
‫رورل ترمقتككلوُا أرمنفكرسككمم إحان ا‬
ً‫ار ركاًرن بحككمم ررححيِمما‬

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah


Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa (4) : 29).

Sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat di atas, kita harus


menjauhi hal-hal yang dapat membahayakan diri kita, termasuk salah
satunya adalah rokok karena rokok mengandung zat-zat yang dapat
membahayakan tubuh kita serta dapat mengarahkan kita pada penyakit.
Selain rokok, hal yang harus
dihindari adalah minuman beralkohol atau minuman yang memabukkan.
Zaman dahulu sesuatu yang memabukkan disebut
dengan khamar. Khamar merupakan sesuatu yang memabukkan,
membuat seseorang kehilangan akan, dan keluar dari kesadaran. Segala
sesuatu yang memabukkan adalah dilarang oleh Allah swt., sebagaimana
firman Allah :

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah


pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.” (Q. S. Al-
Baqarah (2) : 219).

Allah juga berfirman dalam ayat lainnya :

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,


berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak
panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-
perbuatan) itu agar kamu beruntung.”(Q. S. Al-Ma’idah (5) : 90).

48
Berdasarkan ayat-ayat di atas, sudah cukup dijelaskan bahwa
hukum mengonsumsi alkohol adalah haram. Selain itu, minuman
beralkohol juga dapat memicu berbagai macam penyakit. Oleh karena
itu, kita sebagai umat muslim harus menjauhi alkohol.

2. Makanan
Adab Makan dalam Islam
a. Mengucapkan Basmalah Sebelum Makan dan Hamdalah Setelah
Makan
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :

‫اح تررعاًرلى فرإ حمن نرحسرى أرمن يرمذككرر امسرم‬


‫إحرذا أرركرل أررحكدككمم فرمليِرمذككحر امسرم ا‬

‫اح أراولرهك روآَحخررهك‬


‫اح تررعاًرلى حفى أراولححه فرمليِرقكمل بحمسحم ا‬
‫ا‬
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya
ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut
nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan:
“Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada
awal dan akhirnya)” (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi
no. 185)

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada hadist di atas,


salah satu adab makan dan minum adalah berdoa baik sebelum
maupun sesudahnya.

b. Makanan Halal dan Baik


Makan dan minum yang masuk kedalam tubuh kita haruslah yang
baik dan halal. Makanan yang baik dapat mempengaruhi pikiran
dan aktivitas kita setiap hari nya. Begitu pula sebalik nya,
makanan yang haram akan berdampak negatif pada tubuh dan
pikiran kita. Allah SWT juga memberikan kebebasan untuk kita
menikmati makanan dan minuman yang ada di dunia ini selama

49
tidak ada larang syar’i yang melarang nya untuk dimakan
(Departemen Agama, 2016).

Firman Allah SWT

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-


apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Maidah
(5) : 87)

Dijelaskan pula dalam ayat lainnya :

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa
yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah
dan kamu beriman kepada-Nya (QS. Al-Maidah (5) : 88)

Dalam kedua ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk


memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik (halalan
thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan perintah
ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah sebagai sebuah
perintah yang sangat tegas dan jelas.

Dengan mengonsumsi makanan yang halal serta baik, kita


sudah menjaga kesehatan tubuh kita serta menjalankan perintah
Allah. Selain itu, mengonsumsi makanan halal dan baik dapat
menghindari kita dari penyakit seperti penyakit diabetes melitus
yang dapat berkomplikasi menjadi stroke.

50
c. Tidak Berlebihan dalam Makanan dan Juga tidak Kekurangan
Rasulullah juga menasehati untuk bijak dalam segala hal,
termasuk dalam makanan. Setiap orang harus dapat mengira-ngira
seberapa banyak yang ia perlukan dalam makan supaya tidak
terjadi nya berlebihan dan tidak juga kekurangan. Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari
perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar
dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga),
maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan
sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk
nafasnya. (HR. Muslim).

Adab makan dan minum lainnya adalah mengonsumsi


secukupnya, tidak berlebihan. Hal ini dapat dikaitkan dengan
kesehatan. Mengonsumsi makanan dan minuman secukupnya dapat
menghindari kita dari risiko penyakit seperti obesitas dan diabetes
melitus yang dapat berkomplikasi menjadi penyakit stroke
(Zuhroni, 2006).

d. Tidak Tidur Setelah Makan


Anjuran untuk tidak tidur setelah makan terdapat pada
hadist Rasulullah saw yang artinya :
"Cairkan makanan kalian dengan berdzikir kepada Allah SWT dan
salat, serta janganlah kalian langsung tidur setelah makan, karena
dapat membuat hati kalian menjadi keras."(HR Abu Nu'aim dari
Aisyah r.a.).

Tidur setelah makan ternyata berbahaya bagi kesehatan


karena dapat menimbulkan pengosongan perut terhambat sehingga

51
mengakibatkan penumpukan lemak dalam perut yang dapat
memicu obesitas dan serangan jantung (Zul, 2017).

e. Berpuasa
Dari segi penelitian, telah dibuktikan bahwa puasa
mengandung banyak manfaat dalam kesehatan, terutama dalam
masalah pencernaan. Puasa mengistirahatkan organ-organ
pencernaan, meremajakan sel-sel yang sedang menua, juga dapat
mengatur emosi yang dapat berpengaruh pada sistem organ
khususnya kardiovaskular dan sistem saraf. Selain itu, depan puasa
juga dapat terhindar dari ancaman kegemukan (Zuhroni, dkk.,
2003).
Terkait dengan puasa sendiri yangsangat terkait dengan
kesehatan tubuh, hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah saw :

“Puasalah kalian niscaya kalian akan sehat” (H.R. Ibnu Suny dan
Abu Nu’aim).

3. Kebiasaan Berolahraga
Olahraga dapat bertujuan untuk menjaga keseharan dengan
memelihara daya tahan tubuh dan fungsi organ tubuh, serta menjaga
kesemibangan emosional, Dalam pandangan fiqih, kebiasaan berolahraga
termasuk ijtihadiyat. Berolahraga hukumnnya mubah, namun dapat
bernilai ibadah bila diniatkan untuk agar mampu melakukan ibadah
dengan lebih sempurna dan dalam pelaksanaannya tidak bertentangan
dengan norma Islam (Zuhroni, dkk. , 2006).

52
Allah swt. berfirman :

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya".(QS. Al-Qasas (28) : 26)

5.3 Tatalaksana Pengidap Penyakit Stroke dan Diabetes Mellitus


Dalam melakukan tatalaksana penyaki stroke dan diabetes melitus,
terdapat beberapa hal yang dilakukan seperti melakukan terapi
pengobatan, hingga memperbanyak ibadah dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah swt.
Menurut Islam, berobat salah satu tindakan yang dianjurkan. Dalam
riwayat dijelaskan bahwa Nabi pernah berobat untuk dirinya sendiri, serta
pernah menyuruh keluarga dan sahabatnya untuk berobat ketika sakit.
Pengobatan yang dilakukan pada zaman Nabi adalah cara-cara tertentu
pada zaman tersebut. Berobat merupakan salah satu bentuk ikhtiar demi
kesembuhan penyakit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, demikian


pula Allah menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka

53
bertobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang haram.” (H.R
Abu Daud dari Abud Darda’ radhiallahu ‘anhu).

Menurut bunyi hadist di atas, kita sebagai umat muslim dianjurkan


untuk berobat demi kesembuhan penyakit, dengan syarat kita berobat
dengan sesuatu yang halalan thoyyiban serta menjauhi sesuatu yang
haram.
Namun, kita juga harus tetap bertawakal serta selalu berdoa kepada
Allah swt karena sesungguhnya kesehatan serta kesembuhan adalah milik
Allah swt. sebagaimana yang dijelaskan pada ayat berikut ini.

Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (Al-Syua’ra (42)
: 80)

Jika pengobatan penyakit yang tidak ada harapan untuk


disembuhkan, merupakan konsekuensi aqidah muslim untuk meyakini
bahwa kesembuhan datangnya dari Allah. Sementara berobat merupakan
salah satu bentuk usaha dan ikhtiar serta meyakini bahwa seorang muslim
menaruh harapan kuat untuk sembuh dengan izin Allah (Badri, 2012).
Namun pada pengobatan penyakit stroke dan diabetes melitus
sendiri, perlu dilihat tatalaksananya agar sejalan dengan tujuan syariat
Islam (Maqashid al-Syari’ah). Tujuan penetapan hukum atau yang
sering dikenal dengan istilah Maqashid al-syari'ah merupakan salah satu
konsep penting dalam kajian hukum Islam, salah satunya implikasinya
dalam ilmu kedokteran yang bertujuan untuk menciptakan
kemashlahatan insani yang hakiki, menjaga jiwa, keturunan, akal, dan
harta. Tujuan-tujuan syariat dalam Maqashid al-Syariah menurut al-
Syatibi ditinjau dari dua bagian. Pertama, berdasar pada tujuan Tuhan
selaku pembuat syariat. Kedua, berdasar pada tujuan manusia yang
dibebani syariat. Pada tujuan awal, yang berkenaan dengan segi tujuan
Tuhan dalam menetapkan prinsip ajaran syariat, dan dari segi ini Tuhan

54
bertujuan menetapkannya untuk dipahami, juga agar manusia yang
dibebani syariat dapat melaksanakan, kedua, agar mereka memahami
esensi hikmah syariat tersebut. Allah SWT menurunkan syariat (aturan
hukum) tiada lain untuk mengambil kemaslahatan dan menghindari
kemudaratan. Aturan-aturan hukum yang Allah tentukan hanyalah
untuk kemaslahatan manusia Syariat Islam diturunkan oleh Allah adalah
untuk mewujudkan kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Maqasid
Syariah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-
hukum Islam. Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu menurut al-
Syatibi terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu kebutuhan dharuriyat
(primer), kebutuhan hajiyat (sekunder), dan kebutuhan tahsiniyat
(tersier) (Zuhroni, 2006). Tingkatan
pertama, kebutuhan dharuriyat ialah tingkat kebutuhan yang harus ada
atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak
terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia
maupun di akhirat kelak (Zuhroni, 2006).
Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori
ini, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal,
memelihara kehormatan dan keturunan, serta memelihara harta. Untuk
memelihara lima pokok inilah Syariat Islam diturunkan. Setiap ayat
hukum bila diteliti akan ditemukan alasan pembentukannya yang tidak
lain adalah untuk memelihara lima pokok diatas. Dalam Al-Qur’an
terdapat banyak ayat yang menjelaskan keharusan menjaga kelima hal
tersebut, salah satunya adalah :

55
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan
Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah
kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan
memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh
Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah
kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran
dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah
kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (QS. Al-An’am (6) :
151-152)

Dari beberapa tujuan tersebut para ulama sepakat bahwa


pemeliharaan agama menjadi prioritas pertama karena perintah
mengenai pemeliharaan agama tercantum dalam Al-Qur’an pada ayat
berikut :

Aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali agar beribadah kepadaku
(QS. Al-Dzariyat (51) : 56)

56
Perintah berikutnya adalah memelihara jiwa karena pemeliharaan
agama akan berjalan dengan baik bila jiwa dalam keadaan baik.
Berikutnya adalah menjaga keturunan yang baik, menjaga kesucian
nasab, dan tidak ternodai oleh zina. Perintah berikutnya menjaga akal,
dan peringkat terakhir adalah menjaga harta. Tingkatan kedua,
kebutuhan hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, dimana jika
tidak terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun
akan mengalami kesulitan. Syariat Islam menghilangkan segala
kesulitan itu. Adanya hukum rukhshah (keringanan). Tingkatan ketiga,
kebutuhan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak
terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas
dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa
kebutuhan pelengkap, hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat
istiadat yang sesuai dengan tuntutan moral dan akhlak. Contoh jenis al-
maqasid ini adalah antara lain mencakup kesopanan dalam bertutur dan
bertindak serta pengembangan kualitas produksi dan hasil pekerjaan.
Jenis kemaslahatan ini lebih memberikan perhatian pada masalah
estetika dan etika, masuk dalam katagori ini misalnya ajaran tentang
kebersihan, berhias, shadaqah, dan bantuan kemanusiaan. Kemaslahatan
ini juga penting dalam rangka menyempurnakan kemaslahatan primer
dan sekunder (Zuhroni, 2006). Berdasarkan pemaparan di
atas, dapat disimpulkan bahwa pada pasien diabetes melitus, diperlukan
tatalaksana serta pengontrolan secara teratur untuk menghindari
komplikasi seperti penyakit stroke dalam rangka untuk menjaga
kemashlahatan (Al-Mashlahah) yang terdiri dari agama (hifzh al-Din),
jiwa (hifzh al-Nafs), akal (hifzh al-‘Aql), harta (hifzh al-Mal), dan
keturunan (hifzh al-Nasl). Pada pasien diabetes melitus yang
berkomplikasi menjadi penyakit stroke, tidak hanya fisik (hifzh al-Nafs)
namun juga dapat memengaruhi kondisi psikis (hifzh al-‘Aql). Selain
itu, tatalaksana sedini mungkin diperlukan untuk meminimalisir
pengeluaran dalam menjaga kemashlahatan harta (hifzh al-Mal).

57
Dengan penjagaan kemashlahatan tersebut, kualitas beribadah
seseorang dapat menjadi lebih baik, bahkan meningkat.

58

Anda mungkin juga menyukai

  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen43 halaman
    Journal Reading
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Case Report Forensik
    Case Report Forensik
    Dokumen26 halaman
    Case Report Forensik
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • 290 Surat Mengingatkan Dinkess
    290 Surat Mengingatkan Dinkess
    Dokumen2 halaman
    290 Surat Mengingatkan Dinkess
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ujian
    Kasus Ujian
    Dokumen16 halaman
    Kasus Ujian
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Non Benzodiazepin
    Non Benzodiazepin
    Dokumen2 halaman
    Non Benzodiazepin
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    100% (1)
  • Genogram Grafik Wisnu
    Genogram Grafik Wisnu
    Dokumen2 halaman
    Genogram Grafik Wisnu
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Referat DM Pada Anak
    Referat DM Pada Anak
    Dokumen47 halaman
    Referat DM Pada Anak
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen21 halaman
    Case
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat
  • Hasil Sidang
    Hasil Sidang
    Dokumen27 halaman
    Hasil Sidang
    Khansadhia Hasmaradana Mooiindie Djojonegoro
    Belum ada peringkat