40
bersabar serta berusaha dan bertawakal kepada Allah swt serta selalu
percaya bahwa kesembuhan adalah dari Allah swt. Sifat sabar akan
membantu manusia dalam menghadapi berbagai macam cobaan
(Imron,2009). Salah satunya adalah menghadapi penyakit diabetes
melitus dan stroke yang membutuhkan tatalaksana jangka panjang.
Dengan sifat sabarlah Allah menyuruh kita untuk menghadapi berbagai
macam cobaan seperti dalam firman-Nya :
41
Berdasarkan ayat di atas, Allah yang mengatur tentang kehidupan
seseorang, tua dan mudanya, kuat serta lemahnya. Begitu pula
kesembuhan adalah dari Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat
berikut :
“dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (QS. Al-
Syu’ara (26) : 80)
5.2 Penyebab dan Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus dan Stroke
Menurut Pandangan Islam
Penyakit diabetes melitus dan stroke memiliki beberapa faktor risiko
yang dapat memicu terjadinya penyakit tersebut. Diabetes melitus tipe
dikaitkan dengan beberapa faktor risiko, diantaranya usia, jenis kelamin,
riwayat keluarga, dislipidemia, hipertensi, obesitas, hingga kebiasaan
tidak berolahraga (Suryadi, 2014). Faktor-faktor risiko tersebut dapat
dikategorikan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
yang dapat dimodifikasi. Penyakit diabetes melitus yang dapat
berkomplikasi sendiri termasuk ke dalam ketentuan Allah yang masih
dapat dicegah dengan menjalani pola hidup yang sehat dan teratur (Ibnu,
2013).
Takdir Mubram yaitu takdir Allah yang tidak dapat diubah, tidak
dapat memilih serta tidak memiliki kemampuan untuk mengubahnya.
Takdir Mubram ini terdapat pada sunnatullah yang ada di alam raya ini.
Salah satu contohnya adalah kelahiran dan kematian manusia. Pada
42
faktor terjadinya diabetes melitus dan stroke, contohnya adalah faktor-
faktor yang tidak bisa dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, serta
genetik (Ibnu, 2013).
Takdir Muallaq yaitu takdir yang dikatkan dengan sesuatu yang
lain. Takdir ini dapat diubah dan manusia diberi akal dan hati nurani
untuk memilihnya karena pada prinsipnya dalan kehidupan ini, ada sisi-
sisi positif dan negatif yang akan selalu mengikuti perjalanan panjang
manusia. Contoh dari takdir muallaq adalah kepandaian, kekayaan, dan
kepandaian, seperti apabila ada keinginan untuk mendapat sesuatu dalam
kehidupan, sebagai manusia harus berusaha sungguh-sungguh dan berdoa
agar mendapatkan hal tersebut. (Ibnu, 2013). Pada faktor terjadinya
diabetes melitus dan stroke, contohnya adalah faktor-faktor yang bisa
dimodifikasi adalah menjaga kesehatan dengan mengatur pola makan dan
berolahraga serta menghindari merokok dan alkohol. Allah berfirman :
43
penyakit tersebut dengan menjalani pola hidup yang sehat dan berdoa
agar terhindar dari penyakit (Shihab, 2015).
1. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit Pusat
Otak Nasional pada tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi kejadian
diabetes melitus pada penyakit stroke sebanyak 98 dari 114 pasien
berkisar pada rentang usia ≥45 tahun, sementara pada rentang usia ≤45
tahun hanya sebanyak 16 pasien. Hal tersebut menunjukkan bahwa
prevalensi diabetes melitus pada penyakit stroke lebih banyak terjadi
pada usia yang lebih tua.
Bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan fungsi
fisiologis seseorang kemudian timbulah berbagai macam penyakit
(Fadhil, 2009). Salah satunya adalah penurunan fungsi pembuluh darah,
seperti berkurangnya elastisitas pembuluh darah dan struktur dinding
pembuluh darah. Penurunan fungsi tersebut dapat mempercepat
terjadinya risiko komplikasi pada pasien diabetes melitus (Jani, dkk.
2006). Dalam Islam sebagaimana dinyatakan dalam ayat Al-Qur’an :
44
Menjadi tua atau ancaman tertimpa penyakit menjadi momok
menakutkan bagi orang yang ragu atau tidak beriman kepada akhirat.
Berkaitan dengan umur manusia dijelaskan dalam ayat berikut :
2. Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit Pusat Otak
Nasional pada tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi kejadian diabetes
melitus pada penyakit stroke sebanyak 76 dari 114 pasien berjenis kelamin laki-
laki, sementara jenis kelamin perempuan hanya sebanyak 38 pasien. Hal tersebut
menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus pada penyakit stroke lebih
banyak terjadi pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
Penyebab penderita stroke lebih banyak terjadi pada pria karena
faktor kebiasaan yang kebanyakan dilakukan oleh kaum pria yaitu
merokok dan makan tidak teratur (Nizmah, 2014). Hal tersebut
diakibatkan oleh laki-laki berkewajiban untuk bekerja demi mencari
45
nafkah untuk keluarga, sehingga lebih sering untuk menjalankan pola
hidup yang tidak sehat seperti merokok dan makan tidak teratur yang
dapat memicu terjadinya diabetes melitus dan berkomplikasi menjadi
stroke. Islam menjadikan kaum Adam menjadi pemimpin dan
berkewajiban mendidik dan membimbing kaum wanita. Selain itu. laki-
laki juga diharuskan untuk bekerja keras demi menafkahi keluarganya
(Shihab, 2015). Seperti pada firman Allah :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya
oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang
kalian khawatiri nusuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah
diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Maha besar.”
(QS. An-Nisaa (4) : 34).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin kaum
wanita, yang memiliki hak dan melindungi wanita. Selain itu, laki-laki
diwajibkan untuk memberi nafkah berupa pakaian dan tempat tinggal.
Dalam hal tersebut, maka laki-laki memiliki tugas untuk bekerja lebih
berat dibandingkan wanita. Dengan demikian, laki-laki memiliki faktor
risiko lebih tingi untuk terkena penyakit diabetes melitus yang dapat
berkomplikasi menjadi penyakit stroke.
46
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa prevalensi
stroke lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan kaum
wanita. Hal tersebut diakibatkan oleh laki-laki berkewajiban untuk
bekerja demi mencari nafkah untuk keluarga, sehingga lebih sering untuk
menjalankan pola hidup yang tidak sehat seperti merokok dan makan
tidak teratur yang dapat memicu terjadinya diabetes melitus dan
berkomplikasi menjadi stroke. Untuk itu diperlukan pencegahan sejak
dini dengan menjalani pola hidup yang sehat agar terhindar dari penyakit
tersebut.
47
رورل ترمقتككلوُا أرمنفكرسككمم إحان ا
ًار ركاًرن بحككمم ررححيِمما
48
Berdasarkan ayat-ayat di atas, sudah cukup dijelaskan bahwa
hukum mengonsumsi alkohol adalah haram. Selain itu, minuman
beralkohol juga dapat memicu berbagai macam penyakit. Oleh karena
itu, kita sebagai umat muslim harus menjauhi alkohol.
2. Makanan
Adab Makan dalam Islam
a. Mengucapkan Basmalah Sebelum Makan dan Hamdalah Setelah
Makan
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
49
tidak ada larang syar’i yang melarang nya untuk dimakan
(Departemen Agama, 2016).
“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa
yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah
dan kamu beriman kepada-Nya (QS. Al-Maidah (5) : 88)
50
c. Tidak Berlebihan dalam Makanan dan Juga tidak Kekurangan
Rasulullah juga menasehati untuk bijak dalam segala hal,
termasuk dalam makanan. Setiap orang harus dapat mengira-ngira
seberapa banyak yang ia perlukan dalam makan supaya tidak
terjadi nya berlebihan dan tidak juga kekurangan. Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :
“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari
perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar
dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga),
maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan
sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk
nafasnya. (HR. Muslim).
51
mengakibatkan penumpukan lemak dalam perut yang dapat
memicu obesitas dan serangan jantung (Zul, 2017).
e. Berpuasa
Dari segi penelitian, telah dibuktikan bahwa puasa
mengandung banyak manfaat dalam kesehatan, terutama dalam
masalah pencernaan. Puasa mengistirahatkan organ-organ
pencernaan, meremajakan sel-sel yang sedang menua, juga dapat
mengatur emosi yang dapat berpengaruh pada sistem organ
khususnya kardiovaskular dan sistem saraf. Selain itu, depan puasa
juga dapat terhindar dari ancaman kegemukan (Zuhroni, dkk.,
2003).
Terkait dengan puasa sendiri yangsangat terkait dengan
kesehatan tubuh, hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah saw :
“Puasalah kalian niscaya kalian akan sehat” (H.R. Ibnu Suny dan
Abu Nu’aim).
3. Kebiasaan Berolahraga
Olahraga dapat bertujuan untuk menjaga keseharan dengan
memelihara daya tahan tubuh dan fungsi organ tubuh, serta menjaga
kesemibangan emosional, Dalam pandangan fiqih, kebiasaan berolahraga
termasuk ijtihadiyat. Berolahraga hukumnnya mubah, namun dapat
bernilai ibadah bila diniatkan untuk agar mampu melakukan ibadah
dengan lebih sempurna dan dalam pelaksanaannya tidak bertentangan
dengan norma Islam (Zuhroni, dkk. , 2006).
52
Allah swt. berfirman :
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya".(QS. Al-Qasas (28) : 26)
53
bertobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang haram.” (H.R
Abu Daud dari Abud Darda’ radhiallahu ‘anhu).
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (Al-Syua’ra (42)
: 80)
54
bertujuan menetapkannya untuk dipahami, juga agar manusia yang
dibebani syariat dapat melaksanakan, kedua, agar mereka memahami
esensi hikmah syariat tersebut. Allah SWT menurunkan syariat (aturan
hukum) tiada lain untuk mengambil kemaslahatan dan menghindari
kemudaratan. Aturan-aturan hukum yang Allah tentukan hanyalah
untuk kemaslahatan manusia Syariat Islam diturunkan oleh Allah adalah
untuk mewujudkan kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Maqasid
Syariah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-
hukum Islam. Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu menurut al-
Syatibi terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu kebutuhan dharuriyat
(primer), kebutuhan hajiyat (sekunder), dan kebutuhan tahsiniyat
(tersier) (Zuhroni, 2006). Tingkatan
pertama, kebutuhan dharuriyat ialah tingkat kebutuhan yang harus ada
atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak
terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia
maupun di akhirat kelak (Zuhroni, 2006).
Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori
ini, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal,
memelihara kehormatan dan keturunan, serta memelihara harta. Untuk
memelihara lima pokok inilah Syariat Islam diturunkan. Setiap ayat
hukum bila diteliti akan ditemukan alasan pembentukannya yang tidak
lain adalah untuk memelihara lima pokok diatas. Dalam Al-Qur’an
terdapat banyak ayat yang menjelaskan keharusan menjaga kelima hal
tersebut, salah satunya adalah :
55
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan
Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah
kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan
memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh
Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah
kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran
dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah
kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (QS. Al-An’am (6) :
151-152)
Aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali agar beribadah kepadaku
(QS. Al-Dzariyat (51) : 56)
56
Perintah berikutnya adalah memelihara jiwa karena pemeliharaan
agama akan berjalan dengan baik bila jiwa dalam keadaan baik.
Berikutnya adalah menjaga keturunan yang baik, menjaga kesucian
nasab, dan tidak ternodai oleh zina. Perintah berikutnya menjaga akal,
dan peringkat terakhir adalah menjaga harta. Tingkatan kedua,
kebutuhan hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, dimana jika
tidak terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun
akan mengalami kesulitan. Syariat Islam menghilangkan segala
kesulitan itu. Adanya hukum rukhshah (keringanan). Tingkatan ketiga,
kebutuhan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak
terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas
dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa
kebutuhan pelengkap, hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat
istiadat yang sesuai dengan tuntutan moral dan akhlak. Contoh jenis al-
maqasid ini adalah antara lain mencakup kesopanan dalam bertutur dan
bertindak serta pengembangan kualitas produksi dan hasil pekerjaan.
Jenis kemaslahatan ini lebih memberikan perhatian pada masalah
estetika dan etika, masuk dalam katagori ini misalnya ajaran tentang
kebersihan, berhias, shadaqah, dan bantuan kemanusiaan. Kemaslahatan
ini juga penting dalam rangka menyempurnakan kemaslahatan primer
dan sekunder (Zuhroni, 2006). Berdasarkan pemaparan di
atas, dapat disimpulkan bahwa pada pasien diabetes melitus, diperlukan
tatalaksana serta pengontrolan secara teratur untuk menghindari
komplikasi seperti penyakit stroke dalam rangka untuk menjaga
kemashlahatan (Al-Mashlahah) yang terdiri dari agama (hifzh al-Din),
jiwa (hifzh al-Nafs), akal (hifzh al-‘Aql), harta (hifzh al-Mal), dan
keturunan (hifzh al-Nasl). Pada pasien diabetes melitus yang
berkomplikasi menjadi penyakit stroke, tidak hanya fisik (hifzh al-Nafs)
namun juga dapat memengaruhi kondisi psikis (hifzh al-‘Aql). Selain
itu, tatalaksana sedini mungkin diperlukan untuk meminimalisir
pengeluaran dalam menjaga kemashlahatan harta (hifzh al-Mal).
57
Dengan penjagaan kemashlahatan tersebut, kualitas beribadah
seseorang dapat menjadi lebih baik, bahkan meningkat.
58