Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

DI RUANG NURI
RSU SARI MULIA BANJARMASIN

Untuk Menelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Dasar Profesi


Program Profesi Ners

Disusun Oleh: Made Adhitya Affanda


NIM : 11194692110106

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN DIABETES MELITUS


DI RUANG NURI RUMAH SAKIT UMUM SARI MULIA BANJARMASIN

Tanggal, September 2021

Disusun Oleh : Made Adhitya Affanda


NIM : 11194692110106

Banjarmasin,
Mengetahui,
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

NIK. NIK.
I. Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin
A. Anatomi Sistem Endokrin
Pankreas adalah suatu alat tubuh yang agak panjang terletak
retroperitonial dalam abdomen bagian atas, di depan vertebrae lumbalis I
dan II. Kepala pankreas terletak dekat kepala duodenum, sedangkan
ekornya sampai ke lien. Pankreas mendapat darah dari arteri lienalis dan
arteri mesentrika superior. Duktus pankreatikus bersatu dengan duktus
koledukus dan masuk ke duosenum, pankreas menghasilkan dua kelenjar
yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin (Syaifuddin, 2016). Pankreas
terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang
lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika
superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini
disebut processus unsinatis pankreas (Pearce, 2000).
Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin bagian dari kelompok sel yang
membentuk pulau-pulau langerhans. Pulau-pulau Langerhans berbentuk
oval tersebar di seluruh pankreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1-2 juta
pulau-pulau langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnaan,
setengah dari sel ini menyekresi hormon insulin. Dalam tubuh manusia
normal pulau langerhans menghasilkan empat jenis sel:
1. Sel-sel A (alfa) sekitar 20-40% memproduksi glukagon menjadi faktor
hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif
2. Sel-sel B (beta) 60-80% fungsinya membuat insulin
3. Sel-sel D 5-15% membuat somatostatin
4. Sel-sel F 1% mengandung dan menyekresi pankreatik polipeptida.
Gambar Pankreas
B. Fisiologis Sistem Endokrin
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel dipulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon. Insulin merupakan protein
kecil yang terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lainnya
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sebelum dapat berfungsi ia harus
berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam membran sel.
Sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darah yang berlebihan akan merangsang sekresi insulin dan bila kadar
glukosa normal atau rendah maka sekresi insulin akan berkurang
(Syaifuddin, 2016).
Mekanisme kerja insulin yaitu:
1. Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel/jaringan tubuh
kecuali otak, tubulus ginjal, mukosa usus halus, dan sel darah merah.
Masuknya glukosa adalah suatu proses difusi, karena perbedaan
konsentrasi glukosa bebas antara luar sel dan dalam sel.
2. Meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel
3. Meningkatkan sintesis protein di otak dan hati
4. Menghambat kerja hormon yang sensitif terhadap lipase,
meningkatkan sintesis lipida.
5. Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekresi.
Efek Insulin:

1. Efek insulin pada metabolisme karbohidrat, glukosa yang diabsorbsi


dalam darah menyebabkan sekresi insulin lebih cepat, meningkatkan
penyimpanan dan penggunaan glukosa dalam otot. Penyimpanan
glukosa dalam otot meningkatkan transpor glukosa melalui membran
sel otot.
2. Efek insulin pada metabolisme lemak dalam jangka panjang.
Kekurangan insulin menyebabkan arterisklerosis, serangan jantung,
stroke, dan penyakit vaskular lainnya. Kelebihan insulin menyebabkan
sintesis dan penyimpanan lemak, meningkatkan transpor glukosa ke
dalam sel hati, kelebihan ion sitrat, dan isositrat. Penyimpanan lemak
dalam sel adiposa menghambat kerja lipase yang sensitif hormon dan
meningkatkan transpor ke dalam sel lemak.
3. Efek insulin pada metabolisme protein: transpor aktif banyak asam
amino ke dalam sel, membentuk protein baru meningkatkan translasi
messenger RNA, meningkatkan transkripsi DNA.

Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainan yang dikenal dengan


diabetes mellitus, yang mengakibatkan glukosa tertahan diluar sel (cairan
ekstraseluler) yang mengakibatkan sel jaringan mengalami kekurangan
glukosa/energi dan akan merangsang glikogenolisis di sel hati dan sel
jaringan. Glukosa akan dilepaskan ke dalam cairan ekstrasel sehingga
terjadi hiperglikemia. Apabila mencapai nilai tertentu sebagian tidak
diabsorpsi ginjal, dikeluarkan melalui urin sehingga terjadi glikosuria dan
poliuria. Konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang berlawanan
dengan sekresi glukagon. Penurunan glukosa darah meningkatkan
sekresi glukosa yang rendah. Pankreas menyekresi glukagon dalam
jumlah yang besar. Asam amino dari protein meningkatkan sekresi insulin
dan menurunkan glukosa darah. Pada orang normal, konsentrasi glukosa
darah diatur sangat sempit 90/100 ml. orang yang berpuasa setiap pagi
sebelum makan 120-140 mg/100 ml, setelah makan akan meningkat,
setelah 2 jam kembali ke tingkat normal. Sebagian besar jaringan dapat
menggeser ke penggunaan lemak dan protein untuk energi bila tidak
terdapat glukosa. Glukosa merupakan satu-satunya zat gizi yang dapat
digunakan oleh otak, retina, dan epitel germinativum (Syaifuddin, 2016).

C. Kebutuhan Dasar Manusia


1. Kebutuhan rasa aman nyaman
Menurut Potter & Perry (2005), Keamanan seringkali didefinisikan
sebagai keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis, adalah salah
satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Sedangkan
kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan.
Pasien dengan DM mengalami gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman karena nyeri neuropatik. Nyeri Neuropatik adalah proses
abnormal dari input sensorik oleh sistem saraf pusat atau perifer;
pengobatan biasanya mencakup beberapa tambahan analgesik (Potter
Perry, 2010).
2. Kebutuhan nutrisi
Menurut Alimul (2006), Nutrisi merupakan proses pemasukan dan
pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan
energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh.
Sistem tubuh yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
adalah sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan
organ asesoris. Saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usus
halus bagian distal, sedangkan organ asesoris terdiri atas hati, kantong
empedu, dan pankreas. Ketiga organ ini membantu terlaksananya
sistem pencernaan makanan secara kimiawi.
Sedangkan nutrien merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan.
Nutrien terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air.
Pasien dengan DM mengalami gangguan kebutuhan nutrisi yang
ditandai dengan adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat
kekurangan insulin atau penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
Penderita diabetes melitus mengeluh ingin selalu makan tetapi berat
badannya justru turun karena glukosa tidak dapat ditarik ke dalam sel
dan terjadi penurunan massa sel (Sujono, 2013).
Penderita diabetes miletus mengalami kurang pengetahuan ditandai
dengan tidak tahunya tentang pengertian, penyebab dan tanda dan
gejal penyakit yang dideritanya.
3. Kebutuhan belajar
Kebutuhan belajar adalah bagimana cara menurunkan kadar gula
darah, begaimana cara mengkonsumsi makanan yang aman dan
bagaimana cara menghindari komplikasi seperti tekanan darah tinggi.

II. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan gula darah
yang disebut dengan kondisi hiperglikemia (ADA, 2018).DM merupakan
penyakit yang tersembunyi sebelum muncul gejala yang tampak seperti
mudah lapar, haus dan sering buang air kecil.Gejala tersebut seringkali
disadari ketika penderita sudah merasakan keluhan, sehingga disebut
dengan the silent killer (Isnaini dan Ratnasari, 2018).
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetik
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi terhadap karbohidrat. Tubuh tidak dapat mengubah karbohidrat
atau glukosa menjadi energi disebabkan tubuh tidak mampu
memproduksi atau produksi insulin kurang bahkan tidak mampu
menggunakan insulin yang
dihasilkan, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk
diubah menjadi energi dan menyebabkan kadar glukosa di dalam darah
meningkat. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kerusakan di berbagai
jaringan dalam tubuh mulai dari pembuluh darah, mata , ginjal, jantung
dan syaraf yang disebut dengan komplikasi dari Diabetes melitus
(Sugianto,2016).
Klasifikasi menurut Arisman ( 2011), adalah :

1. DM tipe 1, insulin dependent diabetes mellitus (IDDM )


Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel pankreas. Dahulu
DM tipe 1 disebut juga diabetes onset anak (atau onset remaja ) dan
diabetes rentan - kotosis (karena sering menimbulkan ketosis) onset
DM tipe 1 biasanya terjadi sebelum usia 25-30 tahun ( tetap tidak
selalu demikian karena orang dewasa dan lansia yang kurus juga
dapat megalami diabetes jenis ini). Sekresi insulin mengalami
defisensi (jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali).
Dengan demikian tanpa pengobatan dengan insulin (pengawasan
dilakukan melalui pemberian insulin bersamaan dengan adaptasi
diet), pasien biasanya akan mudah terjerumus ke dalam situasi
ketoasidosis daibetik .
Gejala biasanya muncul secara mendadak, berat dan
perjalanannya sangat progresif jika tidak diawali, dapat berkembang
menjadi ketoasidosis dan koma. Ketiga diagnosis ditegakkan, pasien
biasanya memiliki berat badan yang rendah, hasil tes deteksi antibodi
islet hanya bernilai sekitar 50-80% dan kadar gula darah puasa
>140mg/dl.
2. DM tipe 2, non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)
Diabetes mellitus jenis ini disebut juga diabetes onset-matur (ata
onset-dewasa) dan diabetes resistan-ketosis (istilah NIDDM
sebenarnya tidak tepat karena 25% diabetesi, tapi pada
kenyataannya harus diobati dengna insulin, bedanya mereka tidak
memerlukan insulin sepanjang usia ).
DM tipe 2 mempunyai onset ada usia pertengahan (40-an tahun)
atau lebih tua lagi dan cendrung tidak berkembang kearah ketosis.
Kebanyakan pengidapnya memiliki berat badan lebih. Atas dasar ini
pula, penyandang DM jenis ini di kelompokkan menjadi dua (1)
kelompok obes (2) kelompok non-obes. Kemungkinan untuk
mengidap penyakit DM tipe 2 akan berlipat dua jika berat badan
bertambah sebanyak 20%. diatas berat badan ideal dan usia
bertambah 10 tahun (di atas 40 tahun).
Gejala muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan (kadang-
kadang bahkan belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun).
Progresivitas gejala berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat terjadi
pada kasus-kasus berat. Namun, ketoasidosis jarang sekali muncul,
kecuali pada kasus yang disertai setres atau infeksi. Kadar insulin
menurun (tetapi tidak sampai nol), atau bahkan tinggi atau mungkin
juga insulin bekerja tidak efektif.
Pengendilannya boleh jadi hanya berupa diet dan (jika tidak ada
kontraindikasi) olahraga atau dengan pemberian obat hipoglisemik
(antidiabetik oral, ADO). Namun, jika hiperglisemia tetap membandel,
insulin terpaksa dibrikan.
B. Etiologi
Diabetes melitus disebabkan penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta
pulau langerhans. Jenis juvenilis (usia muda) disebabkan oleh
predisposisi herediter terhadap perkembangan antibodi yang merusak
sel-sel beta atau dehenerasi sel-sel beta akibat penuaan dan akibat
kegemukan/obesitas. Tipe ini jelas disebabkan oleh degenerasi sel-sel
beta sebagai akibat penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan
obesitas mempredisposisi terhadap obesitas ini karena diperlukan insulin
dalam jumlah besar untuk pengolahan metabolisme pada orang
kegemukan dibandingkan orang normal (Riyadi, S. Dan Sukarmin, 2011).
Penyebab resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi faktor yang berperan antara lain :
1. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetesmelitus akan
ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan
produksi insulin.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah usia 40 tahun.
Penurunan ini akan beresiko pada penerunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin.

3. Gaya hidup
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini
berpengaruh terhadap kerja pankreas. Stress juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban
yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin.
4. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan
risiko terkena diabetes. Malnutrisi juga dapat merusak pankreas,
sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi
insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung lambat juga
akan berperan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
5. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta prankeas mengalami hipertropi
yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.
Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi
energin sel yang terlalu banyak.
C. Patofisiologi
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung
yang didalamnya terdapat kumpulan sel-sel yang disebut pulau-pulau
langerhans yang berisi sel-sel beta yang memproduksi hormon insulin
yang berperan dalam mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Glukosa
terbentuk dari karbohidrat, protein dan lemak yang kemudian akan
diserap melalui dinding usus dan disalurkan ke dalam darah dengan
bantuan insulin. Kelebihan glukosa akan disimpan dalam jaringan hati dan
otot sebagai glikogen. Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan
metabolik yang disebabkan dua hal yaitu penurunan respon jaringan
perifer terhadap insulin yang disebut dengan resistensi insulin dan
penurunan kemampuan insulin sel beta di pankreas untuk mensekresi
insulin.Diabetes melitus tipe 2 diawali akibat dari sel-sel sasaran insulin
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini
disebut dengan resistensi insulin. Penyebab dari resistensi insulin adalah
faktor obesitas, gaya hidup yang kurang gerak dan penuaan. Pada DM
tipe 2 dapat terjadi akibat dari gangguan sekresi insulin dan produksi
glukosa hepatik yang berlebihan, tetapi tidak terjadi kerusakan sel-sel
beta di pankreas secara autoimun.Sel-sel beta di pankreas mensekresi
insulin dalan 2 fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah
stimulasi atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya
kadar glukosa darah dan fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya.
Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel beta di pankreas
menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama yaitu insulin
gagal mengkompensasi resistensi insulin yang selanjutnya apabila tidak
ditangani dengan cepat akan terjadi kerusakan sel-sel beta di pankreas
yang terjadi secara progresif yang disebut dengan defisiensi insulin,
sehingga akhirnya memerlukan insulin eksogen (Decroli, 2019).
(Menurut Decroil 2019)

D. Manifestasi Klinis
Rudijanto, dkk (2015) Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh
penyakit DM diantaranya:
1. Pengeluaran urin (poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volumen air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM
dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh
tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkan
melalui urin. Gejala pengeluran urin ini lebih sering terjadi pada
malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa
2. Timbul rasa haus (polidipsia)
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan
3. Timbul rasa lapar (polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut
disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan
kadar glukosa dalam darah cukup tinggi.
4. Penyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi.

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya sering kali tidak


dirasakan dari tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala
yang perlu mendapatkan perhatian adalah ( Wijaya & Putri, 2013 ).

1. Keluhan fisik
a. Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relative singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah lembut yang
menyebabkan penurunan prestasi disekolah dan lapangan
olahraga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
bakar untuk menghasilkan tenaga. Sumber tenaga terpaksa
diambil dari cadangan lain yaitu lemak dan otot. Dampaknya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi
kurus.
b. Banyak kencing, karena sifatnya, kadar glukosa darah yang
tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering
dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita,
terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum, rasa haus amat sring dialami penderita karena
banyak cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru
sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara
yang panas atau beban kerja berat. Untuk menghilangkan rasa
haus itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan, kalori dari makanan yang dimakan, setelah
dimetaboliskan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya
dapat dimamfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
2. Keluhan makan
a. Gangguan saraf tepi/kesemutan: Penderita mengeluh rasa sakit
atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga
mengganggu tidur.
b. Gangguan penglihatan: Pada fas awal penyakit diabetes sering
dijumpai gangguan penglihtan yang mendorong penderita untuk
mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat
dengan baik.
c. Gatal/ bisul: Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di
daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan
dibawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan
luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang
sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
d. Gangguan ereksi: Gangguan ereksi ini menjadi masalah
tersembunyi karena sering tidak secara terus terang
dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah
seks, apalagi menyakut kemampuan atau kejantanan seseorang.
e. Keputihan: pada wanita, keputihan dan gagal merupakan
keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan
satu-satunya gejala yang dirasakan

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arisman (2014) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan
diabetes mellitus antara lain:
1. Pemeriksaan kadar gula darah diperlukan untuk menentukan jenis
pengobatan serta modifikasi diet. Ada dua macam pemeriksaan untuk
menilai ada/ tidaknya masalah pada. Gula darah seseorang pertama,
pemeriksaan gula darah secara langsung setelah berpuasa sepanjang
malam; uji kadar gula darah puasa ( fasting blood glucose test)
merupakan pemeriksaan, tidak beranjak dari nilai di atas 140 mg/dL.
2. Pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida menjadi penting karena
diabetes memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalamin
aterosklerosis dan hiperlipoproteinemia tipe IV (ditandai dengan
peningkatan VLDL). Tingginya kadar kolesterol dan trigliserida
memerlukan penanganan diet yang khusus.
3. Pemeriksan kadar kalium berguna untuk mengetahui derajat
katabolisme protein.
4. Hasil pemeriksaan BUN (blood urea nitrogen) dan kreatinin serum
yang tidak normal menyiratkan nefropati yang membahayakan
5. Pemeriksan Hba sangat bermanfaat dan akurat, terutama selama
pemantauan terapi. Laju pembentukannya sebandingan dengan kadar
glukosa darah. Reaksi ini akan bertambah intens jika kadar glukosa
dalam darah terus meningkat Hba mencerminkan rataan kadar
glukosa selama 120 hari (seusia eritrosit).
6. Pemeriksaan urin yang terdiri dari:
a. Glukosa akan merembes ke dalam urin jika kadar gula darah
telah mencapai ambangnya, pada kisaran angka 150-180 mg/dL.
Pemeriksaan urin dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan
dilaporkan dengan “sistem plus”: 1+ hingga 4+.
b. Keton terutama harus diperiksa selama infeksi, stress emosional,
atau jika terjadi peningkatan kadar gula darah yang sangat tinggi
c. Protein urin juga harus diperiksa, terutama jika gejala komplikasi
ginjal (nefropati) mulai tampak.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien diabetes melitus dikenal 4 pilar penting dalam
mengontrol perjalan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah
edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan farmakologi (ADA,2010).

1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan
penyakit, pentingnya pengendalikan penyakit, komplikasi yang timbul
dan resikonya, pentingya intervensi obat dan pemantauan glukosa
darah, cara mengatasi hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang
teratur, dan cara mempergunakan fasilitas kesehatan. Mendidik
pasien bertujuan agar pasien dapat mengontrol gula darah,
mengurangi komplikasi dan meningkatkan kemampuan merawat diri
sendiri.
2. Terapi Gizi
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan
mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin
mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini melibatkan
dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya.
3. Intervensi Gizi
Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan,
perbaikan kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk
dengan DM tipe II mempunyai pengaruh positif pada morbiditas.
Orang yang kegemuk dan menderita diabetes melitus mempunyai
resiko yang lebih besar dari pada mereka yang hanya kegemukan
metode sehat untuk mengendalikan berat badan, yaitu: makanlah
lebih sedikit kalori mengurangi makanya setiap 500 kalori setiap hari,
akan menurunkan berat badan satu pon satu pekan, atau lebih kurang
2 kg dalam sebulan.
4. Aktivitas Fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang legih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe II. Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi diabetes
melitus dapat dikurangi.

Adapun penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan pada pasien


DM menurut Fatimah (2015) adalah dengan obat-obatan diabetes melitus
antara lain:

1. Antidiabetik Oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar
gula
darah dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan
menghilangkan gejala, optimalisasi parameter metabolik, dan
mengontrol berat badan. DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi
utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan
pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan
dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olahraga.
Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet
dan olahraga dilakukan, kadar gula darah tetap diatas 200mg/dl dan
HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet,
melainkan membantunya. Pemilihan antidiabetik oral tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi
menggunakan antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain
adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa
glukosidase dan insulin sensitizing.
2. Insulin
Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai
yang
dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam
amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol
dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan
obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulinkadangkala dijadikan pilihan
sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe
2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan.
Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin
antara lain menaikkkan pengambilan glukosa kedalam sel-sel
sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara
oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein
dan lemak dari glukosa
3. Diet
Berikut ini merupakan pengaturan makanan menurut Depkes (2013)
pada pasien dengan diabetes mellitus:

No Bahan Dianjurkan Dibatasi Dihindari


Makanan
1 Sumber Semua
Karbohidrat sumber
karbohidrat
dibatasi: nasi,
bubur, roti,
mie, kentang,
singkong, ubi,
sagu,
gandum,
pasta, jagung,
talas,
havermout,
sereal, ketan,
makaroni
2 Sumber Ayam tanpa Hewani tinggi Keju, abon,
Protein kulit, ikan, lemak jenuh dendeng, susu
Hewani telur, telur (kornet, sosis, full cream
rendah sarden, otak,
kolesterol jeroan, kuning
atau putih telur)
telur, daging
tidak
berlemak
3 Sumber tempe, tahu,
Protein kacang hijau,
Nabati kacang
merah,
kacang
tanah,
kacang
kedelai
4 Sayuran Sayur tinggi bayam,
serat: buncis,
kangkung, daun melinjo,
daun labu siam,
kacang, daun
oyong, singkong,
ketimun, daun ketela,
tomat, jagung muda,
labu air, kapri, kacang
kembang panjang,
kol, lobak, pare, wortel,
sawi, daun katuk
selada,
seledri,
terong
5 Buah-buahan Jeruk, apel, Nanas, Buah-buahan
pepaya, anggur, yang manis dan
jambu air, mangga, diawetkan:
salak sirsak, durian, nangka,
belimbing pisang, alpukat, kurma,
alpukat, manisan buah
sawo,
semangka,
nangka
masak
6 Minuman Minuman yang
mengandung
alkohol, susu
kental manis,
soft drink, es
krim, yoghurt,
susu
7 Lain-lain makanan Gula pasir, gula
yang merah, gula
digoreng dan batu, madu
yang Makanan/
menggunakan minuman yang
santan kental, manis: cake,
kecap, saus kuekue manis,
tiram dodol, tarcis,
sirup, selai
manis,
coklat,permen,
tape,mayonaise

G. Pengkajian Fokus Keperawatan


Menurut Tarwoto (2012) pengkajian fokus keperawatan pada pasien
dengan diabetes mellitus adalah sebagai berikut:
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit
diabetes melitus dan apakah sudah dilakukan untuk mengatasi
gejala tersebut
b. Apakah pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4
kg
c. Apakah pernah mengalami penyakit pankreas seperti
pankreatitis, neoplasma, trauma/ pancreatectomy, penyakit
infeksi seperti kongenital rubella, infeksi cytomegalovirus, serta
sindrom genetik diabetes seperti Sindrom Down.
d. Penggunaan obat-obatan atau zat kimia seperti glukokortikoid,
hormon tiroid, dilantin, nicotinic acid.
e. Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hyperlipidemia, kolesterol
atau trigkiserida lebih dari 150 mg/dl.
f. Perubahan pola makan, minum dan eliminasi urin.
g. Apakah ada riwayat keluar dengan penyakit DM.
h. Adakah riwayat luka yang lama sembuh.
i. Penggunaan obat DM sebelumnya
2. Keluhan Utama
a. Nutrisi: peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau
peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus.
b. Eliminasi: perubahan pola berkemih (polyuria), nokturia, kesulitan
berkemih, diare.
c. Neurosensori: nyeri kepala, parasthesia, kesemutan pada
ekstremitas, penglihatan kabur, gangguan penglihatan.
d. Intergumen: gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina,
luka gangreng
e. Muskuluskeletal: kelemahan dan keletihan.
f. Fungsi seksual: ketidak mampuan ereksi (impoten), regiditas
penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/Istirahat
1) Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot,
tonus otot menurun.
2) Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
3) Letargi / disorientasi, koma.

b. Sirkulasi
1) Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan
pada ekstremitas dan tachicardia.
2) Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang
menurun / tidak ada.
3) Disritmia, krekel : DVJ
c. Neurosensori
Munculnya gejala Pusing / pening, gangguan penglihatan,
disorientasi, mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut).
Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu),
kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma),
aktifitas kejang.
d. Nyeri/kenyamanan
Munculnya gejala Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat),
wajah
meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
e. Keamanan
1) Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
2) Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia/
paralysis otot termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam).
3) Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang
menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat).
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2) Aseton plasma : positif secara menyolok.
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari
330 m osm/l.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi nutrien
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan
mekanisme regulasi
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
5. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan gangguan
sensasi kulit
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
7. Resiko ketidaseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi
pengaturan endokrin
8. Resiko Cidera berhubungan dengan disfungsi integritas sensori
(penglihatan)
I. Tujuan Keperawatan (NOC) dan Rencana Tindakan Keperawatan (NIC)

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Ketidakseimbangan 1. Nutritional Status : Intake Nutrition Management
nutrisi kurang dari 2. Weight Gain 1. Kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh 2. Kaji adanya alergi makanan.
berhubungan Setelah dilakukan asuhan 3. Kaji makanan yang disukai
dengan keperawatan, klien oleh klien.
ketidakmampuan menunjukan status nutrisi 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk
tubuh adekuat dengan kriteria hasil : penyediaan nutrisi terpilih
mengabsorbsi 1. BB dalam rentang normal, sesuai dengan kebutuhan
nutrien sesuai dengan IMT klien klien.
2. tidak terjadi tanda-tanda 5. Anjurkan klien untuk
malnutrisi, meningkatkan asupan
3. tingkat energi adekuat, nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang
1. masukan nutrisi adekuat
dikonsumsi mengandung
cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.

Nutrition Monitoring
1. Monitor BB setiap hari
2. Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama
makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual
muntah.
6. Monitor adanya gangguan
dalam proses
mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan
kalori.

2. Kekurangan volume Nutritional Status : Intake Manajemen Nutrisi


cairan berhubungan Weight Gain 8. Kaji pola makan klien
dengan kegagalan 9. Kaji adanya alergi makanan.
mekanisme regulasi Setelah dilakukan asuhan 10. Kaji makanan yang disukai
keperawatan, klien oleh klien.
menunjukan status nutrisi 11. Kolaborasi dg ahli gizi untuk
adekuat dengan kriteria hasil : penyediaan nutrisi terpilih
4. BB dalam rentang normal, sesuai dengan kebutuhan
sesuai dengan IMT klien klien.
5. tidak terjadi tanda-tanda 12. Anjurkan klien untuk
malnutrisi, meningkatkan asupan
6. tingkat energi adekuat, nutrisinya.
7. masukan nutrisi adekuat 13. Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung
cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
14. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi
8. Monitor BB setiap hari
9. Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
10. Monitor lingkungan selama
makan.
11. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
12. Monitor adanya mual
muntah.
13. Monitor adanya gangguan
dalam proses
mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
14. Monitor intake nutrisi dan
kalori.

3. Hambatan mobilitas Mobility level Terapi Exercise : Pergerakan


fisik berhubungan Joint movement: aktif. sendi
dengan kelemahan Self care:ADLs 1. Pastikan keterbatasan gerak
Setelah dilakukan Asuhan sendi yang dialami
keperawatan selama 1 x 24 jam 2. Kolaborasi dengan
diharapkan kriteria hasil: fisioterapi
1. Aktivitas fisik klien 3. Pastikan motivasi klien
meningkat untuk mempertahankan
2. ROM normal
3. Melaporkan perasaan pergerakan sendi
peningkatan kekuatan 4. Pastikan klien untuk
kemampuan dalam mempertahankan
bergerak pergerakan sendi
4. Klien bisa melakukan 5. Pastikan klien bebas dari
aktivitas nyeri sebelum diberikan
5. Kebersihan diri klien latihan
terpenuhi walaupun dibantu 6. Anjurkan ROM Exercise
oleh perawat atau keluarga aktif: jadual; keteraturan,
Latih ROM pasif.

Exercise promotion
1. Bantu identifikasi  program
latihan yang sesuai
2. Diskusikan dan instruksikan
pada klien mengenai latihan
yang tepat

Exercise terapi ambulasi


1. Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur sesuai
toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau
sesuai toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat
Bantu

Self care assistance:


Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.
1. Berikan bantuan kebutuhan
sehari – hari sampai klien
dapat merawat secara
mandiri
2. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan
toileting klien
3. Monitor kebersihan kuku,
kulit, berpakaian , dietnya
dan pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan
perawatan diri klien dalam
memenuhi kebutuhan
sehari-hari
5. Dorong klien melakukan
aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai
usia

4. Defisit perawatan Self Care Bantuan perawatan diri


diri berhubungan
dengan kelemahan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kemampuan pasien
keperawatan, klien mampu terhadap perawatan diri
Perawatan diri 2. Monitor kebutuhan akan
Self care :Activity Daly Living personal hygiene,
(ADL) dengan kriteria hasil : berpakaian, toileting dan
1. Pasien dapat melakukan makan
aktivitas sehari-hari (makan, 3. Beri bantuan sampai klien
berpakaian, kebersihan, mempunyai kemapuan
toileting, ambulasi) untuk merawat diri
2. Kebersihan diri pasien 4. Bantu klien dalam
terpenuhi memenuhi kebutuhannya.
3. Klien memiliki minat untuk 5. Anjurkan klien untuk
melakukan perawatan diri melakukan aktivitas sehari-
secara mandiri hari sesuai kemampuannya
6. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien
dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri
sehari hari.
5. Kerusakan 1. Tissue Integrity : Skin & Wound care
integritas Mucous Membrane 1. Catat karakteristik luka,
kulit/jaringan 2. Wound healing : primary tentukan ukuran dan
berhubungan intention kedalaman luka, dan
dengan gangguan klasifikasi pengaruh luka
sensasi kulit Setelah dilakukan tindakan 2. Catat karakteristik cairan
keperawatan selama 2 x 24 secret yang keluar
jam, diharapkan kriteria hasil : 3. Bersihkan dengan cairan
1. Temperatur kulit normal anti bakteri
0
(36,5 – 37,5 C) 4. Bilas dengan cairan NaCl
2. Hidrasi kulit adekuat 0,9%
3. Tidak ada perluasan tepi 5. Lakukan nekrotomi K/P
luka 6. Lakukan tampon yang
4. Tidak ada eritema di daerah sesuai
sekitar luka 7. Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing
steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan
pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada
luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan

6. Nyeri akut 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri :


berhubungan 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen cidera 3. Tingkat kenyamanan secara komprehensif
biologis 2. Observasi  reaksi nonverbal
Setelah dilakukan tindakan dari ketidaknyamanan.
keperawatan selama 2 x 60 3. Gunakan teknik komunikasi
menit, diharapkan kriteria hasil : terapeutik untuk mengetahui
1. Mampu mengontrol pengalaman nyeri klien
nyeri(tahu penyebab nyeri, sebelumnya.
mampu menggunakan 4. Kontrol ontro lingkungan
tehnik nonfarmakologi untuk yang mempengaruhi nyeri
mengurangi nyeri, mencari seperti suhu ruangan,
bantuan) pencahayaan, kebisingan.
2. Skala nyeri berkurang dari 5. Kurangi ontro presipitasi
skala berat menjadi ringan nyeri.
3. Menyatakan rasa nyaman 6. Pilih dan lakukan
setelah nyeri berkurang penanganan nyeri
4. Tanda vital dalam rentang (farmakologis/non
normal farmakologis)..
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
11. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analgetik : jenis, dosis, dan
frekuensi
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.

7. Resiko 1. Keseimbangan elektrolit & Manajemen Elektrolit


ketidaseimbangan asam/basa
elektrolit 2. Hidrasi 1. Monitor keabnormalan level
berhubungan untuk serum
dengan disfungsi Setelah dilakukan tindakan 2. Dapatkan specimen lab
pengaturan keperawatan, diharapkan untuk memonitor level
endokrin deviasi berat dari kisaran cairan/ elektrolit ( seperti Ht,
normal menjadi deviasi ringan BUN,sodium, protein,
dari kisaran normal potassium )
1. Penurunan serum sodium 3. Timbang berat badan tiap
2. Penurunan serum klorida hari
3. Penurunan serum 4. Beri cairan
magnesium 5. Promosikan intake oral
6. Beri terapi nasogastrik untuk
menggantikan output
7. Beri serat pada selang
makan pasien untuk
mengurangi kehilangan
cairan dan elektrolit selama
diare
8. Kurangi konsumsi es /
jumlah intake oral pasien
yang terpasang NGT
9. Irigasi selang NGT dengan
normal salin
10. Pasang infuse IV
11. Monitor hasil lab yang
relevan dengan retensi
cairan
12. Monitoring status
hemodinamik, termasuk
MAP, PAP,PCWP
13. Pertahankan keakuratan
catatan intake dan output
14. Monitor tanda dan gejala
retensi cairan
15. Monitor tanda- tanda vital
8. Resiko Cidera 1. Risk Control Environtment management
berhubungan
dengan disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan Iingkungan yang
integritas sensori keperawatan diharapkan kriteria aman untuk pasien
(penglihatan) hasil: 2. Identifikasi kebutuhan
1. Klien terbebas dari cedera keamanan pasien, sesuai
2. Klien mampu menjelaskan dengan kondisi fisik dan
cara/metode untuk fungsi kognitif pasien dan
mencegah injury/cedera riwayat penyakit terdahulu
3. Klien mampu menjelaskan pasien
faktor resiko dari 3. Menghindarkan lingkungan
lingkungan/perilaku yang berbahaya (misalnya
personal memindahkan perabotan)
4. Mampu memodifikasi gaya 4. Memasang side rail tempat
hidup untuk mencegah tidur
injury 5. Menyediakan tempat tidur
5. Menggunakan fasilitas yang nyaman dan bersih
kesehatan yang ada 6. Menempatkan saklar lampu
6. Mampu mengenali ditempat yang mudah
perubahan status dijangkau pasien.
kesehatan 7. Membatasi pengunjung
8. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
11. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit
Daftar Pustaka

American Diabetes Association. (2018). The journal od clinical and applied research and

education diabetes care : Standards of medical care in diabetes-2018.

Aziz, A. (2006). Pengantar kebutuhan hidup dasar manusia: aplikasi konsep dan proses

keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2 Edisi 1. Padang: Pusat penerbitan bagian ilmu

penyakit dalam fakultas kedokteran universitas andalas.

Perry, P. &. (2005). Buku ajar fundamental Volume 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.
Perry, p. &. (2010). Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.

Putri, W. &. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

ratnasari, I. d. (2018). Faktor resiko mempengaruhi kejadian diabetes tipe dua. Jurnal

keperawatan dan kebidanan aisyah, 59-68.

Riyadi, S. (2011). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan eksokrin dan

endokrin pada pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rudjianto, d. (2015). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabtes melitus tipe 2 di

indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni.

Anda mungkin juga menyukai