Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIABE MELITUS


DI RUMAH SAKIT KARTIKA HUSADA TINGKAT II

Dosen Pengampuh : Ns. Tri Wahyuni., M.Kep

Di Susun Oleh:
AGUS TRI CAHYONO
S19128022

DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2022
A. Definisi DM
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes Melitus (DM)
merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa
yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat
yang atau karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif
atau keduaduanya. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal
sebagai insulindependent, dimana pankreas gagal menghasilkan insulin ditandai dengan
kurangnya produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non insulin dependent,
disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang dihasilkan
oleh pankreas. Diabetes tipe 2 jauh lebih umum dan menyumbang sekitar 90% dari
semua kasus diabetes di seluruh dunia. Hal ini paling sering terjadi pada orang dewasa,
namun juga semakin meningkat pada remaja.
Prevalensi menurut World Health Organization (WHO), bahwa sekitar 150 juta
orang menderita diabetes melitus di seluruh dunia, dan jumlah ini mungkin dua kali lipat
pada tahun 2025. Sebagian besar kenaikan ini akan terjadi di negara-negara berkembang
dan akan disebabkan oleh pertumbuhan populasi, penuaan, diet tidak sehat, obesitas dan
gaya hidup. Pada tahun 2025, sementara kebanyakan penderita diabetes di negara maju
yang berusia 65 tahun atau lebih, di negara-negara berkembang kebanyakan berada di
kelompok usia 45-64 tahun dan terpengaruh pada usia produktif mereka.
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua
tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat
mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan
kardiomiopati) maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, peripheral
vascular disease). Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap
infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi
kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik.
Masalah pada ulkus diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren, merupakan
penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan rutin
ulkus diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada bagian tubuh yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya ulkus
diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi
vaskuler, serta infeksi.
Penderita ulkus diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh
trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI DM
1. ANATOMI PANKREAS
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian
kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans
hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.
Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah
setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain.
Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng.
Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran
polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum
endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam
granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis.
Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan
endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000).
Pankreas dibagi menurut bentuknya :
1) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga abdomen, masuk
lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
2) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan di depan
vertebra lumbalis pertama.
3) Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai menyentuh pada limpa
(lien)
2. Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang
mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat;
sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang
peranan penting pada metabolisme karbohidrat
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon.
3. Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya,
contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi
glukagon dan insulin.
Pankreas menghasilkan :
1) Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.
2) Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltosa.
3) Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
4) Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
5) Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
6) lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol.
7) enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah pepton → asam amino.
a) Pulau Langerhans
Kepulauan Langerhans Membentuk organ endokrin yang menyekresikan
insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan
diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim
pencerna protein dan karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan dengan
suntikan subkutan.
Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan
dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh
untuk mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak. Pada pankreas paling
sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas hormonal yang disekresikan oleh
pulau-pulau (islets) Langerhans. Dua dari hormon-hormon tersebut, insulin dan
glukagon memiliki fungsi penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak. Hormon ketiga, somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi
sel pulau, dan yang keempat polipeptida pankreas berperan pada fungsi saluran cerna.
b) Hormon Insulin
Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino yang satu
sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino
dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang. Translasi RNA insulin
oleh ribosom yang melekat pada reticulum endoplasma membentuk preprohormon
insulin -- melekat erat pada reticulum endoplasma -- membentuk proinsulin -- melekat
erat pada alat golgi -- membentuk insulin -- terbungkus granula sekretorik dan sekitar
seperenam lainnya tetap menjadi proinsulin yang tidak mempunyai aktivitas insulin.
Insulin dalam darah beredar dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki
waktu paruh 6 menit. Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari
sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada pada sel
target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase dalam hati, ginjal, otot, dan
dalam jaringan yang lain. Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat subunit
yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa (terletak
seluruhnya di luar membrane sel) dan 2 subunit beta (menembus membrane, menonjol
ke dalam sitoplasma). Insulin berikatan dengan subunit alfa -- subunit beta mengalami
autofosforilasi -- protein kinase -- fosforilasi dari banyak enzim intraselular lainnya.
Insulin bersifat anabolik, meningkatkan simpanan glukosa, asam-asam lemak,
dan asam-asam amino. Glukagon bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-
asam lemak, dan asam-asam amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua
hormon ini bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar
keadaan disekresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan menyebabkan
hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma. Defisiensi insulin baik absolut
maupun relatif, menyebabkan diabetes melitus, suatu penyakit kompleks yang bila
tidak diobati dapat mematikan. Defisiensi glukagon dapat menimbulkan hipoglikemia,
dan kelebihan glukagon menyebabkan diabetes memburuk. Produksi somatostatin
yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi diabetes
lainnya.
C. Klasifikasi
DM tipe 2 di Indonesia secara etiologi DM diklasifikasi menjadi 4 Kelas.
Klasifikasi Diabetes Melitus Menurut ADA 2015
1. DM tipe I, Diabetes tipe 1 merupakan kondisi autoimun yang
insulin menyebabkan kerusakan sel β pankreas sehingga timbul
dependent defisiensi insulin absolut. Onset DM Tipe 1 biasanya terjadi
diabetes sebelum usia 25 – 30 tahun. Pasien DM Tipe 1 harus
melitus menggunakan insulin parenteral dan menjalankan diet yang
(IDDM) ketat ( Ben Greenstein & Diana Wood, 2002).
2. DM tipe 2, Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
non-insulin defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekres
dependent insulin disertai resistensi insulin (ADA, 2012).
diabetes
mellitus
(NIDDM)
3. DM Tipe - Defek genetik fungsi sel beta dan kerja insulin
Lain - Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Karena obat atau zat Kimia dan infeksi
- Sindrom genetika lainyang berkaitan dengan diabetes
melitus.
- Diabetes pada usia muda (MODY)
4. Diabetes Keadaan diabetes atau toleransi glukosa yang timbul selama
Kehamilan masa kehamilan dan biasanya hanya berlangsung sementara
D. Etiologi
Etiologi DM terdiri dari beberapa penyebab. Meskipun dengan lesi dan jenis yang
berbeda-beda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan
genetika biasanya memegang peran penting pada mayoritas penderita DM. Selain itu
penyebab DM lainnya adalah:7
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi :
a) Umur
b) Ras/suku
c) Jenis kelamin
d) Riwayat keluarga dengan DM
e) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4000 gr
f) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah < 2500 gr
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
a) Kadar kortikosteroid yang tinggi
b) Berat badan lebih
c) Obesitas abdominal/sentral
d) Kurangnya aktifitas fisik
e) Hipertensi
f) Dislipidemia
g) Diet tidak sehat/tidak seimbang
h) Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)/ Gula Darah Puasa Terganggu.
E. Tanda dan Gejala
Setiap individu dapat mengalami gejala yang bereda-beda. Pada DM tipe 2 bahkan
tidak menunjukan gejala sehingga penegakkan diagnosa hanya berdasarkan
ketidaknormalan hasil pemeriksaan darah rutin atau hasil uji glukosa dalam urin,
beberapa tanda-tanda umum DM yang meliputi:
1. Sering buang air kecil
2. Haus yang berlebihan
3. Peningkatan kelaparan
4. Kelelahan
5. Kekurangan minat dan konsentrasi
6. Kesemutan atau mati rasa di tangan atau dikaki
7. Penglihatan kabur
8. Sering infeksi
9. Luka lambat dalam penyembuhannya
Sedangkan Trias DM adalah:
1. Peningkatan rasa haus (polidipsia)
2. Peningkatan rasa lapar (polifagia) yang disertai
3. Pertambahan volume/frekuensi berkemih (poliuria).
4. Beberapa pasien kerap pula mengeluh rasa gatal (pruritus), terutama daerah genital,
serta penurunan berat badan yang tidak jelas.
Perkembangan DM Tipe 1 biasanya tiba-tiba dan dramatis sedangkan pada DM
Tipe 2 gejala sering dapat ringan atau bahkan tidak ada, membuat jenis diabetes sulit
untuk dideteksi.7
F. Patofisiologi
DM merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara
relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan yaitu:
a. Rusaknya se-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat, kimia dan lain-lain).
b. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
Insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan anak kunci yang
dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel. Dengan bantuan GLUT 4 yang ada
pada membran sel maka insulin dapat menghantarkan glukosa masuk ke dalam sel
kemudian di dalam sel tersebut glukosa dimetabolisasikan menjadi ATP atau tenaga jika
insulin tidak ada atau berjumlah sedikit, maka glukosa tidak akan masuk ke dalam sel dan
akan terus berada di aliran darah yang akan mengakibatkan keadaan hiperglikemik.
G. Kriteria Diagnostik
Cara diagnosis DM dapat dilihat dari peningkatkan kadar glukosa darahnya.
Terdapat beberapa kriteria diagnosis DM berdasarkan nilai kadar gula darah berikut ini
adalah kriteria diagnosis berdasarkan American Diabetes Association tahun 2015.
Kriteria diagnostik DM menurut American Diabetes Association 2015 Gold
diagnosis diabetes:
1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/ dl (11.1 mmol/L).
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah : poliuria, polidipsia dan
berat badan turun tanpa sebab.
2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L).Puasa adalah pasien tak
mendapat kalori sedikitnya 8 jam.
3. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L). Tes Toleransi Glukosa
Oral dilakukan dengan standar WHO. Menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TTGO) atau Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT) tergantung dari hasil yang dipeoleh :
a. TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-
11,0 mmol/L)
b. GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L) 16.
c. Nilai HbA1c > 6.5%
Tabel 2.2. Kriteria diagnosis dari pradiabetes dan diabetes
Prediabetes Diabetes
A1C 5.7 – 6.4% ≥ 6.5%
TGT 140 - 199 mmg/dl (7.8- ≥ 126 mg/dl (7.0
11.0 mmol/L) mmol/L)
GDPT 100 - 125 mg/dl (5.6-6.9 ≥ 200 mg/dl (11.1
mmol/L) mmol/L)*
Kadar ≥ 200mg/dl (11.1
Glukosa mmol/L)↑
Darah
*
Hyperglicemia

diagnosa untuk pasien Diabetes yang memiliki gejala
hyperglikemia atau hyperglikemic kronik.
H. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi komplikasi akut dan kronik, sebagai berikut:
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Ditandai dengan peningkatan glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl) disertai
adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-720 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap.
b. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(300-380 mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.
c. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dl. Gejala
hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar, banyak keringat,
gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran
menurun hingga koma).
2. Komplikasi Kronik
a. Makroangiopati
1) Stroke
2) Penyakit jantung iskemik
3) Penyakit arteri perifer
b. Mikroangiopati
1) Retinopati diabetik
2) Nefropati diabetik
3) Ulkus Diabetikum
c. Neuropati
I. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan DM dibagi Menjadi 2 yaitu :
1. Non Farmakologi
Pada pasien diabetes melitus tipe 2 cukup dengan menurunkan berat badan
sampai menjadi berat badan ideal.
Beberapa prinsif pengelolahan diabetes adalah :
a. Edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat agar menjalankan prilaku
hidup sehat.
b. Diet (nutrisi) yang sesuai dengan kebutuhan pasien, dan pola makan yang
sehat.
c. Olah raga seperti aerobik (berenang, bersepeda, jogging, jalan cepat) paling
tidak tiga kali seminggu, setiap 150-160 menit.
d. Obat-obat yang berkhasiat menurunkan gula darah.
2. Farmakologi
Jika pasien telah melakukan program makanan dan latihan jasmani teratur namun
pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahi dengan obat
hipoglikemia baik secara oral maupun insulin.
a. Obat hipoglikemia oral (OHO)
Obat hipglikemia oral dapat dijumpai dalam bentuk golongan
sulfonilurea,golongan biguanid dan inhibitor glukosidase alfa. Obat hipoglikemia
oral golongan sulfonilurea dan inhibitor glukosidase alfa dapat diberikan pada
pasien diabetes melitus tipe 2 yang tidak gemuk karena golongan ini mempunyai
efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel β pankreas. Sedangkan golongan
biguanid diberikan pada penderita diabetes melitus yang gemuk karena obat ini
mempunyai glukosa darah 2 jam sesudah makan yang tinggi karena obat ini
menurunkan puncak glukosa sesudah makan.
b. Insulin
Insulin merupakan satu-satunya obat dan diberikan langsung tanpa
pertimbangan lain karena pankreas sudah tidak dapat menghasilkan insulin.
Indikasi insulin:
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik
4. Hiperglikemia hiperosmolarnon ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8. Kehamilan dengan DM atau diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10. Kontra indikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
1. Insulin kerja cepat (rapidacting insulin)
2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3. Insulinkerja menengah (intermediateacting insulin)
4. Insulin kerjapanjang (long acting insulin)
5. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Efek samping terapi insulin:
1. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemi
2. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
c. Agonis GLP-1/incretin mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang
penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan
berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun
sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan.
Efekagonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneo genesis. Pada percobaan binatang, obat
ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul
pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
d. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam
bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai,dapatpuladiberikan kombinasitigaOHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga
OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti diatas kadar glukosa
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan
terapi kombinasi insulin.
Ulkus Diabetikum
A. Definisi
Ulkus diabetikum adalah luka yang terjadi pada bagian tubuh penderita diabetes
yang kejadian lukanya dipicu dan diperburuk oleh penyakit diabetes yang diderita.
B. Etiologi
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi
faktor endogen dan eksogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
2. Faktor eksogen
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
C. Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Diagnosis ulkus atau kaki diabetik ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan gejala klasik diabetes melitus da
didapatkan riwayat luka bernanah dan berbau pada kaki serta tanda-tanda inflamasi.
Diagnosis ulkus diabetik dikarakterisasi oleh:
1. Gejala dan tanda diabetes mellitus.
2. Gejala dan tanda iskemia dan neuropati perifer.
3. Ulkus kaki yang terinfeksi dan susah sembuh.
a. Anamnesis
1) Neuropati periferal
Ditandai oleh gejala-gejala seperti: hypesthesia, hyperesthesia, paresthesia,
anhydrosis.
2) Insufisiensi arteri periferal
Berkurangnya perfusi jaringan disebabkan oleh gangguan sensibilitas akibat
neuropati dan menurunnya aktivitas bakterisidal leukosit dikarenakan
hiperglikemia dan gangguan mikrosirkulasi. Hal ini mengakibatkan gejala-gejala
iskemia seperti, kerusakan integritas kulit (fisura, kulit kasar, ulkus), intermittent
claudication,resting ischemic pain (jarang pada pasien diabetik), dan ulkus yang
susah sembuh, serta menyebabkan terjadinya nekrosis pada luka ulkus diabetik.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien ulkus diabetik antara lain:
1) Pemeriksaan ulkus dan ekstremitas secara umum
Ulkus diabetik biasanya terdapat pada daerah-daerah yang menahan berat dan
mendapat tekanan seperti, telapak kaki, ujung-ujung jari kaki, daerah malleolli.
Pada ekstremitas didapatkan kalus hipertrofik, kuku tebal dan rapuh, hammer
toes, fisura.
2) Penilaian vaskularisasi jaringan
Pada pemeriksaan fisik ditemukan absen atau berkurangnya pulsasi perifer
pada level tertentu, bruit pada arteri iliac dan femoral, atrofi kulit, pertumbuhan
rambut berkurang, sianosis ujung jari kaki, ulkus, nekrosis, dan pucatnya kaki
yang mengalami gangguan (pallor).
3) Penilaian neuropati periferal
Tanda-tanda neuropati perifer yaitu, hilangnya sensasi posisi dan vibrasi,
hilangnya refleks tendon dalam, ulkus trophic, foot drop, atrofi otot, dan
pembentukan kalus pada daerah yang banyak menerima tekanan.
4) Infeksi jaringan lunak
Infeksi pada kaki diabetes umumnya bersifat polimikrobial. Infeksi yang
terlambat ditangani menyebabkan kerusakan jaringan yang berat. Cairan pus
pada luka harus dikultur dan dilakukan tes resistensi antibiotik. Antibiotik
broad – spectrum dapat diberikan sejak awal sebelum dilakukan kultur dan
selanjutnya antibiotik diberikan berdasarkan hasil kultur dan tes resistensi.
5) Osteomielitis
Infeksi tulang oleh bakteri yang menyebar dari ulkus diabetik. Infeksi pada
tulang dapat didahului oleh infeksi sendi-sendi avaskular atau infeksi tulang-
tulang sesamoid.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) CBC count
2) Profil metabolik dan glycohemoglobin: pemeriksaan glukosa darah,
glycohemoglobin, dan level kreatinin untuk menentukan kontrol glikemik
pasien dan status fungsi renal.
d. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1) Radiografi (X-Ray) untuk mendiagnosa osteomielitis.
2) USG Doppler, CT scan, MRI, angiografi.
D. Klasifikasi
Berdasarkan Konsensus Internasional Kaki Diabetik, klasifikasi kaki diabetik yang
dianjurkan adalah :
1. P : Perfusi ( grade 1, 2 , 3)
2. E : Ekstensi
3. D : Depth/dalam (grade 1,2, 3)
4. I : Infeksi (grade 1,2, 3, 4)
5. S : sensasi (grade 1,2)
a. Perfusi
Grade I Gejala dan tanda PAD (-) Pulsasia.dorsalis pedis&a. tibialis
posterior teraba. ABI normal

Grade II Gejala dan tanda PAD (+), Claudicatio (+) ABI < 0,9
iskemia (-)

Grade III PAD dan iskemia(+) ABI < 0,9 Sistolik ankle < 50
mmHgSistolikToe < 30 mmHg
b. Ekstensi/Ukuran, dinilai dengan mengukur luka dalam sentimeter
c. Depth/Tissueloss
Grade I Ulkus superfisial, tidak merusak dermis
Grade II Ulkus dalam menembus fascia sampai tendon atau otot
Grade III Ulkus dalam sampai menembus tulang
d. Infeksi
Grade I Gejala dan tanda infeksi (-)
Grade II Infeksi superfisial dan subkutan
Edema, eritema <2 cm
Grade III infeksi lebihdalam, edemadan eritema> 2 cm,
infeksisistemik(-)
Grade IV Infeksi lebih dalam, edema dan eritema >2 cm, infeksi
sistemik (+), SIRS (+)
e. Sensation
Grade I Sensasimasih baik
Grde II Test Monofilament10 gr (-)
Test Garpu tala (-)
Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diabetikum dibagi menjadi enam derajat
menurut Wagner, yaitu :
1) Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
dengan kelainan bentuk kaki "claw,callus"
2) Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit
3) Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang
4) Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas
5) Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitis
6) Derajat V : ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai
E. Patofisiologi
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglykemia
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hyperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktasi akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan menumpuk dan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hyperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein dalam bentuk advanced glycation end products (AGE), terutama yang
mengandung senyawa lisin. Proses ini merupakan penggabungan glukosa dengan
protein dalam linkungan kadar glukosa yang tinggi tanpa bantuan ensim. Proses
tersebut akan menghasilkan radikal bebas yang selanjutnya akan menimbulkan
dampak pada percepatan atherosclerosis dan mikroangiopati yang merupakan
perubahan-perubahan patologis yang biasa ditemukan pada penderita penyakit
diabetes mellitus yang menimbulkan gangguan fungsi sel endotel pembuluh darah.
Terjadinya proses glikosilasi pada protein membrane basal dapat menjelaskan semua
komplikasi baik makro maupun mikro vaskuler.
Terjadinya ulkus diabetikum sendiri disebabkan oleh faktor – faktor yang
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus
diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi, adanya angiopati tersebu akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh, Infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai ulkus diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan
ulkus diabetikum.
F. Diagnosa Banding
1. Aterosklerosis
2. Insufiensi Vena Kronik
3. Infeksi pada kaki diabetik
4. Dermopati diabetik
5. Xanthoma eruption
G. Penatalaksanaan
1. Kontrol diabetik (kontrol glukosa darah) untuk penyembuhan luka dan
meminimalisasi resiko rekurensi.
2. Penanganan keadaan sistemik yang mempersulit penyembuhan luka seperti,
hipertensi, hiperlipidemia, gangguan jantung, obesitas, gangguan fungsi ginjal, dan
lain-lain.
3. Penanganan insufisiensi arteri, pengobatan infeksi dengan antibiotik, pengobatan
ulkus, dan perawatan luka.
4. Penanganan ulkus dilakukan dengan cara insisi luka untuk drainase pus, pemasangan
alas kaki yang sesuai, pembalutan luka yang dicuci dengan saline fisiologis, dan
antibiotik, serta kontrol glukosa darah dan koreksi insufisiensi arteri periferal.
5. Perfusi jaringan perifer dikoreksi melalui tindakan operasi rekonstruksi arteri dengan
cara bypass graft vena saphena magna menghubungkan arteri femoralis superfisial ke
segmen arteri popliteal atau ke arteri tibialis, dan arteridorsum pedis sesuai dengan
hasil pemeriksaan arteriografi. Perbaikan perfusi jaringan memperbaiki ischemic
restpain, menyembuhkan ulkus superfisialis yang belum menyebar ke tulang, sendi
atau tendon.
6. Pasien juga dapat melakukan perawatan kaki diabetik di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2015). Standards of Medical Care in Diabetes - Abridged for Primary Care Provider.
American Diabetes Association.
Guyton Arthur, C.John Hall. (2016). Textbook of Medical Physiology.13th Edition..
Saunderns Elsevier. Philapdehia
IDF. (2016). Living With Diabetes. International Diabetes Federation
Inzuchi SE. (2012). Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus. In Editor Porte D J r.
et al. Ellenberg and Rifkin’s. DM. oth ed. Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.
New York. Hal 265-275
Lasalzo, Jameson, Hauser, et al, (2014). Harrison’s Manual of Medicine International
edition. 18 th ed. McGraw–Hill. New York
PERKENI (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia, PB Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta
Purnamasari D. (2016). Diagnosa dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Aru W Sudoyo,
Siti Setiati, Idrus Alwi dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 2.
Jakarta : Interna Publishing. Hal . 2325-2339
Sudoyo et al. (2007). Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam. Jakarta:Internal Publishing

Anda mungkin juga menyukai