Oleh :
Putu Yuliani, S.Kep
NIM.C1222051
Diajukan Oleh:
NIM. C1222051
( Ns.Ni Putu Sri Darwini, S.Kep. ) ( Ns. Putu Wira Kusuma Putra,S.kep.M.Kep )
NIP. 197601051997032001 NIK. 11.06.0046
Mengetahui,
STIKES Bina Usada Bali
Profesi Ners
Ketua
A. DEFINISI
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya (Smeltzer dan Bare, 2015). Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit atau gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan
kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah
(PERKENI, 2015 dan ADA, 2017).
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemi
kronik akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin
yang disertai berbagai kelainan metabolik lain akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
( Rendy dan Margareth, 2012).
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel beta langerhans kelenjar
pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin (Sunaryati
dalam Masriadi, 2016).
Gambar Pangkreas
Gambar pangkreas
1) Fisiologi pankreas
Pangkreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai 2 fungsi yaitu sebgai
kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan
sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak,
dan karbohidrat, sedangka endokrin menghasilkan hormone insulin dan
glucagon yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat.
Kelenjar pankeas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel di pulau langerhans. Hormon
ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah
yaitu glukagon. Pankreas dibagi menurut bentuknya :
a) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak dikanan rongga abdomen,
masuk lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
b) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan
didepan vetebra lumbalis pertama.
c) Ekor (kauda) adalah bagian runcing disebelah kiri sampai menyentuh
pada limpa (lien).
2) Fisiologi insulin
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel di pulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormon lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin, menghambat sekresi glokagon dan insulin. Pankreas
menghasilkan :
a) Garam NaHCO3 : membuat susah basah
b) Karbonhidrase : amilase ubah amilum maltose
3) Pulau langerhans
4) Hormon insulin
Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino yang satu
sama lainya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino
dipisahkan, maka aktifitas fungsional dari insulin akan hilang. Translasi RNA
insulin oleh ribosom yang melekat pada reticulum endoplasma membentuk
preprohormon insulin , melekat erat pada reticulum endoplasma, membentuk
pro insulin, melekat erat pada alat golgi, membentuk insulin, terbungkus
granula sekretorit dan sekitar seperenam lainnya tetap menjadi pro insulin
yang tidak mempunyai aktifitas insulin. Insulin dalam darah beredar dalam
bentuk yang tidak terikat dan memiliki waktu paruh 6 menit. Dalam waktu
10-15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang
perikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin di dekradasi
oleh enzim insulinase dalam hati, ginjal, otot dan jaringan yang lain.
Reseptor insulin merupakan kombonasi dari empat sub unit yang saling
berikatan bersama oleh ikatan disurfide, 2 sub unit alfa (Terletak seluruhnya
diluar membran sel) 2 sub unit beta (menembus membran, menonjol kedalam
sitoplasma). Insulin berkaitan dengan sub unit alfa sub unit beta mengalami
auto fos forilas-protein kinase-fosforilasi dari banyak enzim intra selular
lainnya.
Insulin bersifat anbolik ,meningkatkan simpanan glukosa, asam- asam lemak
dan asam amino. Glokogen bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-
asam lemak, dan asam amino dari penyimpanan kedalam aliran darah. Kedua
hormon ini bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada
sebagian besar keadaan disekresikan secara timbal balik. Insulin yang
berlebihan menyebabkan hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma.
Defiensi insulin baik absolute maupun relatif koma menyebabkan diabetes
mellitus 1 penyakit komplek yang bila tidak diobati dapat mematikan.
Defisiensi glukagon dapat menimbulkan hipoglikemia dan kelebihan
glukagon menyebabkan diabetes memburuk. Produksi somatosttin yang
berlebihan oleh pangkreas menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi
diabetes lainnya.
Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau
sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans pada pankreas
yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes mellitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap
fungsi insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat
terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui. (Smeltzer
dan Bare, 2015).
C. ETIOLOGI
Adapun etiologi dari Diabetes Melitus yang dibagi menurut
klasifikasinya adalah :
a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) DM TIPE I
1) Genetik
Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri namun
mewarisi sebuah presdisposisi atau sebuah kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yg
memililiki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imun
lainnya.
2) Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat fakta adanya sebuah respon autoimun. Ini adalah
respon abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh secara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seakan-akan sebagai
jaringan asing
3) Lingkungan
Faktor eksternal yang akan memicu destruksi sel β pankreas, sebagai sampel hasil
penyelidikan menyebutkan bahwa virus atau toksin tertentu akan memicu proses
autoimun yang bisa memunculkan destuksi sel β pangkreas.
D. MANIFESTASI KLINIS
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya sering kali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis Diabetes Melitus dikaitkan dengan
konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi
ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika
melewati ambang ginjal untuk ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta timbulnya rasa
haus (polidipsia). Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai
akibat kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).
Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif
dengan polidipsia, pliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi
selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul
ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi
insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka
terhadap insulin. Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah
di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat
pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya
mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara
absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk
mnenghambat ketoasidosis (Price dan Wilson, 2012). Gejala dan tanda-tanda DM dapat
digolongkan menjadi 2 (PERKENI, 2015) yaitu :
1. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin
tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan
gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu:
a. Banyak makan (poliphagi).
b. Banyak minum (polidipsi) .
c. dan banyak kencing (poliuri). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan
timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau
berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah
lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015).
Resiko
ketidakstabilan
kadar glukosa
darah
Nyeri akut
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut referensi NANDA NIC NOC pemeriksaan penunjang Diabetes
Melitus adalah :
a. Kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzim matik sebagai
patokan penyaring.
Tabel 2.1
b. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu> 200 mg/dl (11,1mmol/ L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang di ambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200mg/dl
c. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostit, tes pemantauwan
terapi dan tes untuk mendeteksi kompliksi.
1) Tes Dianostik
Tes-tes diagnostit pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah 2 jam post
prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO.
2) Tes monitoring terapi
Tes-tes utuk mendektesi komplikasi adalah :
a) GDP : plasma vena ,darah kapiler
b) GD2 PP : Plasma vena
c) A1c : darah vena, darah kapiler
3) Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendekteksi komplikasi adalah :
a) Mikroalbuminuria : Urin
b) Ureum, kreatinin, asamurat
c) Kolesterol total : Plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : Plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL : Plasma vena (puasa)
H. PENATALAKSANAAN
a. Keperawatan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Diet. Syarat diet DM hendaknya dapat :
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e) Menarik dan mudah diberikan
2. Prinsip diet DM, adalah :
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis : boleh dimakan / tidak
3. Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
a) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
b) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
Keterangan :
2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
b) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4) Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
b. Medis
Obat :
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
2) Mekanisme kerja Biguanida
3) Pemberian Insulin
4) Indikasi penggunaan insulin
5) Cara pemberian insulin
c. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzer dan Bare, 2015 ; PERKENI, 2015).
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL),
disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+)
kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300- 320 mOs/mL) dan terjadi
peningkatan anion gap (PERKENI, 2015).
2) Hiperosmolar Non Ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma
sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap
normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah mg/dL.
Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami
keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar,
banyak keringat, gementar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran
menurun sampai koma (PERKENI, 2015).
b. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien DM
saat ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih lama.
Penyakit DM yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi
jangka panjang terdiri dari :
1) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari
pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan
plak ateroma. Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat
timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi
epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5 kali dibandingkan
orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada
hubungan dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah
terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu
faktor resiko mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar
insulin dapat menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi
semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akanmeningkatkan
risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar antara lain adalah
pembuluh darah jantung atau penyakit jantung koroner, pembuluh
darah otak atau stroke, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia
juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting
dalam timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2015)
2) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan
nefropati diabetik. Retinopati diabetik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
retinopati non proliferatif dan retinopati proliferatif. Retinopati non
proliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya
mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya
hipoksia retina. Seterusnya, nefropati diabetik adalah gangguan fungsi
ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati diabetik
ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat
retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM
mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-
molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih
(albuminuria). Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat
menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah
(Smeltzer dan Bare, 2015)
3) Neuropati
Diabetes neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius
akibat DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya
mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian tangan. Neuropati
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang
sering dirasakan adalah:
a) Kaki terasa terbakar
b) Bergetar sendiri
c) Lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya
polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko
amputasi. Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki
(PERKENI, 2015).
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia
terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan
dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan
mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah
kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
A. PENGKAJIAN
Menurut Nurarif (2016), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama
untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :
1. Biodata
a. Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis).
b. Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien).
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian. Pada
pasien post debridement ulkus kaki diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0-10)
b. Riwayat kesehatan sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum
dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh pasien tersebut,
seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di RS berapa kali.
d. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga dari pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus
karena DM ini termasuk penyakit yang menurun.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada balutan. Tanda-
tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa reaksi obat
anestesi.
b. Breathing
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post pembedahan
pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat anesthesia yang
diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler untuk mengurangi atau
menghilangkan sesak napas.
c. Blood
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada
permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.
d. Bowel
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa bius, setelahnya
normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan, bising usus, berat badan.
e. Bone
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini karena pada
bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai
otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena ulkus karena
nyeri post pembedahan.
f. Bladder
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang tidak
seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk membuka jaringan
mati yang tersembunyi di bawah kulit tersebut
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial (PPNI, 2017).
Faktor yang
berhubungan :
- Faktor biologi
- Faktor ekonomi
- Ketidakmampuan
untuk
mengabsorpsi
nutrient
- Ketidakmampuan
untuk mencerna
makanan
- Ketidakmampuan
menelan
makanan
3 - Faktor psikologis NOC : NIC :
Integrity: Skin&Mucosa Wound care
Kerusakan integritas Membranes 1. Catat
kulit b/d perubahan Kriteria Hasil: karakteristik 1. Untuk tindak lanjut
sirkulasi, imobilitas Integritas kulit baik / luka:tentukan perawatan yang
dan penurunan bisa dipertahankan ukuran dan dilakukan
sensabilitas (sensasi, elastisitas, kedalaman luka,
(neuropati), status temperatur, hidrasi, dan klasifikasi
imunologi pigmentasi) pengaruh ulcers
Tidak ada luka/lesi 2. Catat
pada kulit karakteristik 2. Semakin banyak
Perfusi jaringan baik cairan / secret secret
yang keluar membuktikan
3. Bilas dengan infeksi meningkat
cairan NaCl 0,9%
3. Cairan/terapi yang
4. Pertahankan tepat mempercepat
tehnik dressing penyembuhan
steril ketika 4. Tekhnik streril
melakukan menghindari
perawatan luka perluasan luka /
5. Amati setiap infeksi
perubahan pada
balutan 5. Perubahan pada
balutan salah satu
6. Berikan posisi ciri dari keadaan
terhindar dari luka klien
tekanan. 6. Memaksimalkan
aliran darah
NIC: Manajemen
4 NOC : Kontrol nyeri Nyeri
Tujuan : Setelah diberikan Intervensi
Nyeri akut asuhan keperawatan 1. Lakukan
N Tujuan Dan Kriteria
Diagnosa Intervensi Rasional
o Hasil
berhubungan selama … x 24 jam pengkajian nyeri
dengan agen cedera diharapkan tidak ada kompehensif 1. Digunakan untuk
fisik terputusnya masalah dalam nyeri yang meliputi pengawasan dan
continuitas jaringan dengan skala 4 sehingga P,Q, R, S, T. keefesienan obat,
nyeri dapat hilang atau kemajuan
berkurang. penyembuhan,
Kriteria hasil : 2. Dukung istirahat perubahan dan
1. Mengenali faktor tidur yang karakteristik nyer
penyebab. adekuat 2. Menghilangkan
2. Mengenali kapan tegangan abdomen
nyeri terjadi. yang bertambah
3. Menggunakan 3. Bantu keluarga dengan posisi
tindakan pengurangan dalam mencari terlentang.
non analgetik. dan menyediakan 3. Lingkungan
4. Melaporkan kontrol dukungan. berpengaruh
nyeri 4. Ajarkan terhadap keadaan
Skala: penggunaan nyeri pasien.
1. Tidak pernah teknik non 4. Pasien dapat
menunjukkan farmakologi. memanajemen nyeri.
2. Jarang menunjukkan 5. Kolaborasi
3. Kadang – kadang pemberian
menunjukkan analgetik. 5. Untuk mengurangi
4. Sering menunjukkan nyeri.
5. Secara konsisten 6. Memantau tingkat
menunjukkan kenyamanan
Managemen
Hiperglikemia 1. Pasien yang
1. Monitor GDR menggunakan
sesuai indikasi banyak suntikan
insulin harus
dimonitor glukosa
darah sebanyak
tiga kali atau lebih
setiap hari.
2. Keton dapat
2. Monitor tanda menunjukkan
dan gejala terjadinya
diabetik ketoasidosis.,
ketoasidosis ; Pengenalan dini
gula darah > 300 dan pengobatan
mg/dl, pernafasan hiperglikemia
bau aseton, sakit dapat mencegah
kepala, perkembangan
pernafasan menjadi
kusmaul, ketoasidosis atau
anoreksia, mual hiperglikemia
dan muntah, hyperosmolar
tachikardi, TD
rendah, polyuria,
polidypsia,poliph
agia, keletihan,
pandangan kabur
atau kadar
Na,K,Po4
menurun. 3. Indikator
3. Monitor v/s : TD hemodinamik
N Tujuan Dan Kriteria
Diagnosa Intervensi Rasional
o Hasil
dan nadi sesuai pasien
indikasi 4. Akses vena sebagai
4. Pertahankan akses bila
akses diperlukan regulasi
cepat
5. Cairan yang tepat
5. Berikan IV fluids dapat membantu
sesuai kebutuhan. kestabilan kadar
glukosa darah
6. Pemberian terapi
6. Konsultasi yang tepat dapat
dengan dokter mendukung
jika tanda dan penyembuhan
gejala penyakit
Hiperglikemia
menetap atau
memburuk 7. Keton dapat
7. Batasi latihan menunjukkan
ketika gula darah terjadinya
>250 mg/dl ketoasidosis.
khususnya
adanya keton
pada urine
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi status kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry, 2014).
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari Tindakan
keperawatan pada klien.Evaluasi dilaksanakan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah direncanakan.Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dievaluasi setiap selesai melakukan prasat dan
evaluasi hasil berdasarkan rumusan tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi
memberikan acuan tentang perencanaan lanjutan terhadap klien dengan diagnose DM
yaitu:
1.Kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
2. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
3. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
4. Nyeri pasien berkurang.
5. Tidak terjadi cedera
6. Kadar glukosa darah pasien stabil
DAFTAR PUSTAKA
Lewis, (2011).Patofisiologi: konsep klinis proses-prose penyakit .(edisi 4). Jakarta: EGC /
diakses tgl 17 juni 2018.
Price, Sylvia A. Wilson dkk, 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed
Jakarta; EGC / diakses tgl 17 juni 2018.
PERKENI (2015). Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.
Jakarta. PB PERKENI./ diakses tgl 17 juni 2018.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep dasar Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC; 2012/ diakses tgl 17 juni 2018.
Rendy, M Clevo dan Margarets TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika / diakses tgl 17 juni 2018.
Smeltzer & Bare (2015), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & suddarth Edisi 8.
Jakarta: EGC / diakses tgl 17 juni 2018.