Anda di halaman 1dari 27

SKENARIO 1

“PENDARAHAN RETINA”

BLOK ENDOKRIN, METABOLISME, DAN NUTRISI

Disusun oleh:
DIANDRA HELENA KHAIRUNNISA (1102020026)
KELOMPOK: A6

UNIVERSITAS YARSI
Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510. Telepon:
+62 21 4206675
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas
1.1 Makroskopis

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran
kiri atas. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam caput,
collum, corpus, dan cauda. Pankreas merupakan kelenjar retroperitoneal dengan panjang sekitar
12-15 cm (5- 6 inchi) dan tebal 2,5 cm (1 inchi). Pankreas berada di posterior kurvatura mayor
lambung. Pankreas terdiri dari kepala, badan, dan ekor dan biasanya terhubung ke duodenum
oleh dua saluran, yaitu duktus Santorini dan ampula Vateri.
Pankreas tersusun atas:
 Caput: Bagian yang paling lebar dan membulat, terletak di sebelah kanan rongga
abdomen dan di dalam lekukan duodenum yang melingkarinya.
 Corpus: Bagian utama, letaknya di belakang lambung dan di depan vertebratalumbalis 1
 Collum
 Cauda: Bagian runcing, terletak di intraperitoneal di hilum lienalis/ disebelah kiri lien.
 Ditepi cauda, antara caput dan corpus terdapat cekungan → Incisura pancreatis.
 Disebelah kanan incisura, terdapat lanjutan caput ke cauda→Processus uncinatus.
Mempunyai 2 saluran utama yang menyalurkan sekresi ke dalam duodenum yaitu:
 Duktus pancreaticus majus (Wirsungi): duktus ini mulai dari ekor /cauda pankreas
dan berjalan sepanjang kelenjar, menerima banyak cabang dari perjalanannya. Ductus
ini yang bersatu dengan ductus koledukus, kemudian masuk kedalam doedenum
melalui spingter oddi.
 Ductus pancreaticus accessorius/minor/Santorini: Bermuara ke dalam duodenum
pars descendes sedikit diatas muara ductus pancreaticus majus.

Pankreas disuplai oleh dua sistem arteri yang terpisah:


• Kepala: lengkung arteri ganda dari Aa. pankreatikoduodenalis superior anterior dan
posterior (dari A gastroduodenalis) dan dari A. pankreatikoduodenalis inferior dengan R.
anterior dan R. posterior (dari A. mesenterica superior). Jadi pasokannya dipastikan dari
daerah drainase Truncus coeliacus dan A. mesenteries superior.
• Badan: Rr. pankreatiki dari A. splenica, yang membentuk A. pankreatika dorsalis di
belakang pankreas dan A. pancraatica di bawah batas inferior kelenjar. A. pankreatika
inferior biasanya terhubung dengan arkade vaskular posterior kepala pankreas, sehingga
terdapat redundansi suplai yang nyata.
Vena pankreas berhubungan dengan arteri dan mengalir melalui V. mesenterica superior dan
V. splenica ke V. portae hepatis.

1.2 Mikroskopis
Kelenjar pankreas tersusun atas 2 bagian utama, yaitu Endokrin dan Eksokrin.
Endokrin
 Berfungsi mengeluatkan hormone ke dalam darah
 Enzim digestif dihasilkan oleh sel bagan eksokrin dan hormon disintesis oleh kelompok sel
epitel endokrin yang dikenal sebagai pulau Langerhans.
 Berkelompok dalam pulau-pulau Langerhans sebanyak sekitar 1 juta pulau, berbentuk sferis
dan berwarna pucat.
 Terdapat 4 jenis sel penghasil hormon dalam pulau-pulau tersebut:
 Sel α, jumlah sekitar 20%, memproduksi glukagon dan biasanya berada dekat bagian
tepi pulau, menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin
like activity.
 Sel ß, jumlah sekitar 75%, mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah. Sel
paling kecil menempati bagian tengah dan merupakan tipe sel terbanyak.
 Sel δ, mensekresi somatostatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin. Sel paling besar, granulanya mirip sel α
tapi kurang padat.
 Sel C atau PP, mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk
fungsi yang masih belum jelas.

Eksokrin
 Berfungsi mengeluarkan enzim2 pencernaan kedalam usus.
 Sel asini: mensintesis dan secret enzim pencernaan.
 Duktus interkalaris: menerima sekret dari asini, memiliki epitel kuboid, memanjang ke
dalam lumen asinus dan membentuk apa yg disebut sel sentroasiner
 Duktus intralobular: memiliki epitel kuboid
 Duktus interlobular: ditemukan di antara lobulus, menrerima secret dari intralobular ke
dukuts pankreatikus majus
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Insulin
Pada prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk menstabilkan kadar gula
darah. Apabila kadar gula di dalam darah tinggi, sekresi insulin akan meningkat. Sebaliknya,
apabila kadar gula darah rendah, maka sekresi insulin juga akan menurun. Dalam keadaan
normal, kadar gula darah di bawah 80 mg/dl akan menyebabkan sekresi insulin menjadi sangat
rendah. Stimulasi sekresi insulin oleh peningkatan kadar glukosa darah berlangsung secara
bifasik. Disamping kadar gula darah dan hormon-hormon saluran cerna, ada beberapa faktor lain
yang juga dapat menjadi pemicu sekresi insulin, antara lain kadar asam lemak, benda keton dan
asam amino di dalam darah, kadar hormon-hormon kelenjar pankreas lainnya, serta
neurotransmiter otonom. Kadar asam lemak, benda keton dan asam amino yang tinggi di dalam
darah akan meningkatkan sekresi insulin.
 Peningkatan kadar asam amino darah (konsumsi protein tinggi) yang akan merangsang sel
beta untuk menyekresi insulin. Melalui umpan balik negatif, peningkatan insulin memacu
pemasukan asam amino ke dalam sel, menurunkan kadar asam amino darah sambil memacu
sintesis protein.
  Hormon gastrointestinal yang disekresi melalui respon terhadap makanan. Inkrettin akan
memberitahu sel beta pankreas saat terjadi peningkatan nutrient dan akan meningkatkan
sekresi insulin dengan meningkatkan cAMP, yang meningkatkan pelepasan insulin yang
diinduksi oleh Ca2+
 Sistem saraf autonom, pulau-pulau Langerhans memiliki banyak per-sarafan parasimpatis
(vagus) dan simpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis yang terjadi sebagai respons
terhadap makanan di saluran cerna merangsang pengeluaran insulin, dengan neurotransmiter
parasimpatis asetilkolin yang bekerja melalui jalur IP3-Ca2+.

Dalam keadaan stres, yaitu keadaan dimana terjadi perangsangan syaraf simpatoadrenal,
hormon epinefrin bukan hanya meninggikan kadar glukosa darah dengan memacu glikogenolisis,
melainkan juga menghambat penggunaan glukosa di sel-sel otot, jaringan lemak dan sel-sel lain
yang penyerapan glukosanya dipengaruhi insulin. Dengan demikian, glukosa darah akan lebih
banyak tersedia untuk metabolisme otak, yang penyerapan glukosanya tidak bergantung pada
insulin. Dalam keadaan stres, sel-sel otot terutama menggunakan asam lemak sebagai sumber
energi, dan epinefrin memang menyebabkan mobilisasi asam lemak dari jaringan.
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme.
Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati
melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari
darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat
masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh
kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana
seharusnya.
Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin
mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan
lipid, maupun metabolisme protein dan mineral.insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan
lipolisis, serta meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai
peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi
insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai
organ dan jaringan tubuh.

3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus


3.1 Definisi
Menurut WHO, diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme dengan berbagai
etiologi, ditandai dengan hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein akibat defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Efek diabetes mellitus
termasuk kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan berbagai organ.
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2019, DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
3.2 Klasifikasi
Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
a. Diabetes mellitus tipe 1
Terjadi destruksi sel β pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute akibat
proses imunologik maupun idiopatik.
b. Diabetes mellitus tipe 2
Penyebab spesifik dari tipe diabetes ini masih belum diketahui, terjadi gangguan kerja
insulin dan sekresi insulin, bisa predominan gangguan sekresi insulin ataupun predominan
resistensi insulin.
c. Diabetes mellitus tipe lain
Diabetes mellitus tipe lainnya disebabkan oleh berbagai macam penyebab lainnya seperti
defek genetik fungsi sel beta, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (sindron Down, sindrom Klinefelter, dll).
d. Diabetes mellitus gestational
Diabetes mellitus gestational yaitu diabetes yang terjadi pada kehamilan, diduga
disebabkan oleh karena resistensi insulin akibat hormon-hormon seperti prolaktin,
progesteron, estradiol, dan hormon plasenta
e. Pra-diabetes
Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar
normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk
dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2.
 IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)
 IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
3.3 Etiologi
Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin, abnormalitas metabolik
yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang
menganggu toleransi glukosa. Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit eksokrin pankreas
ketika terjadi kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja sebagai
antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes.
3.4 Epidemiologi
Organisasi International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat
463 juta orang pada usia 20 – 79 tahun di dunia menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara
dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama. Prevalensi
diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur >= 15 tahun sebesar 2%.
Namun, prevalensi diabetes melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9%
pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018.
3.5 Faktor risiko
Tidak dapat dimodifikasi:
 Umur
Prevalensi DM menunjukkan peningkatan seiring dengan bertambahnya umur penderita
yang mencapai puncaknya pada umur 55-64 tahun. Faktor resiko meningkat secara
signifikan setelah usia 45 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia ini individu kurang aktif,
berat badan akan bertambah dan massa otot akan berkurang sehingga menyebabkan
disfungsi pankreas yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah karena
tidak diproduksinya insulin

 Jenis kelamin
Pada Riskesdas 2018, prevalensi diabetes mellitus pada perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki dengan perbandingan 1,78% terhadap 1,21%.

 Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus


Jika kedua orang tua memiliki DM, ada kemungkinan bahwa hampir semua anak-anak
mereka akan menderita diabetes.
Dapat dimodifikasi:
 Berat badan berlebih atau obesitas
Obesitas merusak pengaturan energi metabolisme dengan dua cara, yaitu menimbulkan
resistensi leptin dan meningkatkan resistensi insulin.
 Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas dapat memicu timbulnya obesitas pada seseorang dan kurang
sensitifnya insulin dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan penyakit DM. Mekanisme
aktivitas fisik dapat mencegah atau menghambat perkembangan DM yaitu penurunan
resistensi insulin, peningkatan toleransi glukosa, penurunan lemak adipose, pengurangan
lemak sentral; perubahan jaringan otot
 Hipertensi
 Dislipedemia
 Diet tidak sehat dan tidak seimbang (tinggi kalori)
 Merokok
 Stres
Dapat meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber
energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat
pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
3.6 Patofisiologi
Resistensi insulin pada otot adalah kelainan yang paling awal terdeteksi dari diabetes tipe
1. Adapun penyebab dari resistensi insulin yaitu: obesitas/kelebihan berat badan, glukortikoid
berlebih (sindrom cushing atau terapi steroid), hormon pertumbuhan berlebih (akromegali),
kehamilan, diabetes gestasional, penyakit ovarium polikistik, lipodistrofi (didapat atau genetik,
terkait dengan akumulasi lipid di hati), autoantibodi pada reseptor insulin, mutasi reseptor
insulin, mutasi reseptor aktivator proliferator peroksisom (PPAR γ), mutasi yang menyebabkan
obesitas genetik (misalnya: mutasi reseptor melanokortin), dan hemochromatosis (penyakit
keturunan yang menyebabkan akumulasi besi jaringan).
Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun, sehingga
insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak
dapat diukur oleh hati. Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di dalam darah dan
menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di hati.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap kembali
semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa
yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine (kencing manis).
Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai dengan ekskreta
dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia).
Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan lemak, yang menyebabkan
penurunan berat badan. Jika terjadi kekurangan insulin, kelebihan protein dalam darah yang
bersirkulasi tidak akan disimpan di jaringan. Dengan tidak adanya insulin, semua aspek
metabolisme lemak akan meningkat pesat. Biasanya hal ini terjadi di antara waktu makan, saat
sekresi insulin minimal, namun saat sekresi insulin mendekati, metabolisme lemak pada DM
akan meningkat secara signifikan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah pembentukan glukosa dalam darah,
diperlukan peningkatan jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas. Pada penderita
gangguan toleransi glukosa, kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan tetap pada level normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel beta tidak dapat
memenuhi permintaan insulin yang meningkat, maka kadar glukosa akan meningkat dan diabetes
tipe II akan berkembang
3.7 Manifestasi klinis
Gejala dari penyakit DM yaitu antara lain:
1. Poliuri (sering buang air kecil)
Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari (poliuria), hal ini
dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan
dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang dikeluarkan, tubuh
akan menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga urine dalam jumlah besar
dapat dikeluarkan dan sering buang air kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urine harian
sekitar 1,5 liter, tetapi pada pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran urine lima kali lipat
dari jumlah ini. Sering merasa haus dan ingin minum air putih sebanyak mungkin
(poliploidi). Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi atau dehidrasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh akan menghasilkan rasa haus sehingga
penderita selalu ingin minum air terutama air dingin, manis, segar dan air dalam jumlah
banyak.
2. Polifagi (cepat merasa lapar)
Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi
bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan
energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa
kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa
kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan
asupan makanan dengan menimbulkan alarm rasa lapar.
3. Berat badan menurun
Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula karena
kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein yang ada di dalam
tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam sistem pembuangan urine, penderita DM yang
tidak terkendali bisa kehilangan sebanyak 500 gr glukosa dalam urine per 24 jam (setara
dengan 2000 kalori perhari hilang dari tubuh). Kemudian gejala lain atau gejala tambahan
yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan karena komplikasi adalah kaki kesemutan,
gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di
daerah selangkangan (pruritus vulva) dan pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis)

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada
kulit).
Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali
muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit
sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah
terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
3.8 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti poliuria,
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan
lain yang menyertai adalah badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
ANAMNESIS
1) Usia dan karakteristik saat onset diabetes
2) Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisis, dan riwayat perubahan berat badan
3) Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
4) Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri
5) Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan
program latihan fisis
6) Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia,
hipoglikemia)
7) Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi pada kulit, gigi, saluran pernapasan, dan
saluran kemih
8) Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata, jantung dan
pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dan lain-lain
9) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
10) Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
11) Riwayat penyakit dan pengobatan selain DM 12) Karakteristik budaya, psikososial,
pendidikan, dan status ekonomi
PEMERIKSAAN FISIK
1) Pengukuran tinggi dan berat badan
2) Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
3) Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
4) Pemeriksaan jantung
5) Evaluasi nadi dan denyut jantung baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
6) Pemeriksaan kaki secara komprehensif: evaluasi kelainan vaskular, neuropati, dan adanya
deformitas, pemeriksaan ankle-brachial indeks (ABI) pada kedua tungkai untuk
mengetahui adanya komplikasi ulkus maupun peripheral arterial disease (PAD)
7) Pemeriksaan kulit (achantosis nigricans, bekas luka, hiperpigmentasi, necrobiosis
diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan insulin)
8) Pemeriksaan tingkat aktivitas fisis melalui kuesioner International Physical Activity
Questionnaire (IPAQ)
9) Tanda-tanda penyakit lainnya yang dapat disebabkan DM tipe lain
EVALUASI LABORATORIUM
1) Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan 2 jam TTGO
Kriteria:
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 126 mg/dl. (puasa = tidak ada asupan kalori min. 8
jam)
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2 jam setelah TTGO dengan beban 75
gram.
 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik
2) Pemeriksaan kadar HbA1c
 Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode high-performance
liquid chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

PENAPISAN KOMPLIKASI
Penapisan komplikasi sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang baru terdiagnosis DM tipe 2
melalui pemeriksaan:
1) Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan
trigliserida
2) Tes fungsi hati: albumin, globulin, SGOT, SGPT
3) Tes fungsi ginjal: ureum serum, kreatinin serum dan laju filtrasi glomerulus (LFG)
4) Tes urin: urinalisa rutin, albumin urin kuantitatif, rasio albumin-kreatinin
5) Elektrokardiografi (EKG)
6) Foto toraks
7) Pemeriksaan funduskopi dan atau foto fundus digital untuk melihat retinopati diabetik
8) Pemeriksaan komposisi tubuh, salah satunya dengan menggunakan bioelectric impedance
analysis (BIA) untuk mengetahui adanya komplikasi sarkopenia. 9) Pemeriksaan klinis
neurologis dengan menggunakan michigan neuropathy score, diabetic neuropathic
symptom dan pemeriksaan keseimbangan menggunakan berg balance scale.
3.9 Tatalaksana
TERAPI NON-FARAMKOLOGIS
a. Pengaturan diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian
dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak
0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan
berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
b. Olah raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical,
Interval, Progressive, Endurance Training). Beberapa contoh olah raga yang disarankan,
antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga
aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan
pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan
memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.
TERAPI FARMAKOLOGIS
Terapi Insulin
a. Indikasi
1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin
endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila
terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard
akut atau stroke
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet
saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik
6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar
non-ketotik.
7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi
kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan
insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama
periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO
b. Cara pemberian
c. Penggolongan sediaan insulin

Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian
ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan.
Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya
diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Namun, karena tidak
mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia sediaan campuran
tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang (NPH).
Obat hipoglekemik oral
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu:
 Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
 Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin),
meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat
membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
 Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia
post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.

3.10Komplikasi
HIPOGLIKEMIA
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas,
gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat
dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat
terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma
penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan
gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang
terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat
berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1,
yang dapat dialami 1 – 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggeris
diperkirakan 2 – 4% kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan
hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi,
meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin.
Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:
 Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)
 Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli gizi
 Berolah raga terlalu berat
 Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya
 Minum alkohol
 Stress
 Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita
mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:
 Dosis insulin yang berlebihan
 Saat pemberian yang tidak tepat
 Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik berlebihan
 Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap insulin, misalnya
gangguan fungsi adrenal atau hipofisis

HIPERGLIKEMIA
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.
Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu.
Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan
pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi
parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis,
disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat
berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa
kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

KOMPLIKASI MAKROVASKULAR
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes
adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah
otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun
komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering
merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita
hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi
makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic
Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-
penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi
terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan
darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan
darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur
gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah
raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.

KOMPLIKASI MIKROVASKULAR
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c)
menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan
pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-
komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena
kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab
itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko
komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan
komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara
yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi
mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian
intensif dengan menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang
disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya
komplikasi mikrovaskular sampai 60%.
3.11Pencegahan
Pencegahan Primer
Sasarannya adalah orang-orang yang masih sehat dan belum sakit. Pencegahan dapat
dilakukan dengan mempropagandakan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup berisiko
yang dapat dilakukan dengan:
 Kampanye makanan sehat dengan gizi seimbang pada anak-anak sekolah.
 Mengedukasi untuk menjaga berat badan dan olahraga secara teratur.
 Menganjurkan olahraga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien
diabetes.
Pencegahan Sekunder
Bertujuan untuk mencegah timbulnya komplikasi. Syarat untuk mencegah komplikasi
adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal setiap saat, tekanan
darah dan kadar lipid juga harus normal.
 Diet, olahraga, tidak merokok, dll sebagai upaya untuk mencegah resistensi insulin.
 Penyuluhan tentang perilaku hidup sehat ditambah dengan peningkatan pelayanan
kesehatan primer di pusat pelayanan kesehatan.
 Skrining penyakit untuk mencegah adanya komplikasi dengan mendeteksi penyakit lebih
dini.
Pencegahan Tersier
Yaitu mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya, terdiri dari tiga tahap,
yaitu:
 Pencegahan komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai pencegahan
sekunder.
 Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit
organ.
 Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.
3.12Prognosis
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien dalam
mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c < 7%), tanpa disertai
riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan mikrovaskuler serta
makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun jika pasien memiliki riwayat
penyakit kardiovaskuler dan telah menderita diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai
harapan hidup lebih singkat, walaupun telah melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun. DM
dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit
kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati),
dan retinopati. Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM .
4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam terhadap Diet Makanan
Thayyib pada dasarnya adalah “yang terbebas dari kekurangan dalam bidangnya’’ serta
“bebas dari segala kekeruhan”. Jadi diperintahkan agar makanan itu halal dan thayyib di saat
bersamaan. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an mengenai makanan halal dan thayyib banyak
dijelaskan di dalam al-Qur’an, di antaranya:

“Wahai manusia, Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata
bagimu.” (QS.Al-Baqarah: 168)

ْٓ ‫َو ُكلُ ْوا ِممَّا َر َز َق ُك ُم هّٰللا ُ َح ٰلاًل َط ِّيبًا ۖوَّ ا َّتقُوا هّٰللا َ الَّذ‬
‫ِي اَ ْن ُت ْم ِبهٖ مُْؤ ِم ُن ْو َن‬

“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan
baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS.Al-Maidah: 88)
DAFTAR PUSTAKA
Paulsen F. & J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Organ Interna Ed 24. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2018.
Mescher, A. L. Histologi Dasar Junqueira Edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2013.
Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed 8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2016.
World Health Organization. Guidelines for the prevention, management and care of
diabetes mellitus. EMRO Technical Publication Series.
InfoDatin Kemenkes. Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Mellitus. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2020.
Kurniawaty, E. Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan (JUKE). 2014;4(7).
Lestari, Zulkaranain, Sijid, S. Diabetes Melitus: Review Etiologi, Patofisiologi, Gejala,
Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan Cara Pencegahan. Jurnal UIN Alauddin
Makassar. 2021. ISBN: 987-602-72245-6-8.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/603/2020 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA.
DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DIREKTORAT
JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN
KESEHATAN RI. PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT DIABETES
MELLITUS. Kementerian Kesehatan RI; 2005.

Anda mungkin juga menyukai