Anda di halaman 1dari 39

SKENARIO 1

“KEJANG DISERTAI DENGAN DEMAM”


BLOK SISTEM SARAF PUSAT DAN PERILAKU

Disusun oleh:
DIANDRA HELENA KHAIRUNNISA (1102020026)
KELOMPOK: A6

UNIVERSITAS YARSI
Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510. Telepon:
+62 21 4206675
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Encephalon dan Meninges
1.1 Makroskopik
ENCEPHALON
Otak merupakan salah satu organ
terbesar dan memiliki fungsi yang sangat
kompleks dalam tubuh. Otak (Encephalon)
mengisi hampir seluruh dari Cavitas cranii.
Otak orang dewasa memiliki bobot sekitar
1300 gram dalam ukuran normal. Otak
memiliki kandungan kelembaban yang tinggi
yang tersusun atas 85% air, sementara bagian
tubuh lainnya hanya mengandung 65% air.
Otak orang dewasa terdiri dari tiga
bagian, yaitu cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), truncus encephali (batang otak).
Bagian dalam otak terdapat suatu rongga yang dinamakan Ventriculi dan berisi Liquor
cerebrospinalis (LCS). Vesikel otak mula-mula terdiri dari 3 gelembung vesikel yang kontinyu
dari rostral ke caudal dan terdiri dari procencephalon (telencephalon dan diencephalon),
mesencephalon, rhombencephalon (metencephalon dan myelencephalon) yang akan kontinyu
dengan medulla spinalis.
A. Telencephalon
Termasuk cortex cerebri, Ganglia
basalis, Centrum semiovalis, Ventrikel
lateralis dan Foramen interventrikularis.
Cerebrum merupakan bagian terbesar dari
ketiga bagian encephalon. Cerebrum terdiri
atas dua Hemispherium yaitu kanan dan kiri
yang dipisahkan oleh Fissura longitudinalis
cerebri. Selama tahap-tahap perkembangan
awal, Cerebrum memiliki permukaan yang
mulus. Namun, dikarenakan adanya
pertumbuhan yang pesat menyebabkan
terbentuknya Sulci dan Gyri. Di sepanjang Gyri dan Sulci dari telencephalon, ada kira-kira. 0,5
cm lapisan materi abu-abu (Substantia grises) yang luas, yang dikenal sebagai Cortex cerebri.

Bila otak dibelah secara vertikal akan tampak bagian otak sebelah luar berwarna abu-abu
(gray matter) dan otak bagian dalam berwarna putih (white matter). Di dalam white matter
tertanam massa gray matter yang disebut ganglia basalis. Yang termasuk ganglia basalis yaitu
klaustrum, putamen, globus palidus, nucleus kaudatus dan amigdala.

Kapsula interna berada di dalam ruang yang dibatasi oleh thalamus, nucleus kaudatus dan
nucleus lentikularis. Daerah ini penting sebagai jalur lintas bagi semua serabut saraf yang
menghubungan cerebrum dengan bagian susunan saraf pusat lainnya.
Lobus cerebrum terdiri dari:
1. Lobus frontalis, terletak atau bagian diatas dahi yang sebagian besar mengatur kognisi
dan presepsi, penalaran dan ingatan, kepribadian dan tingkah laku, area motor utama,
bahasa dan ekspresi ucapan.
2. Lobus parietalis, terletak di bagian atas dari otak berfungsi dalam mengatur sensasi,
mengitrepresikan ukuran, bentuk, jarak, dan tekstur.
3. Lobus temporalis, terletak di bagian samping otak berfungsi dalam mengatur
penyimpanan memori, pendengaran (auditory), pemahaman bahasa, membaca dan
menulis.
4. Lobus ocipitalis, terletak dibagian belakang otak memiliki fungsi mengatur berkaitan
dengan hal visual.

B. Diencephalon
Secara filogenetis, Diencephalon berasal dari Prosencephalon dan terletak di antara
Telencephalon dan Mesencephalon. Diencephalon mengelilingi Ventriculus tertius dan membagi
diri menjadi Epithalamus, Thalamus (dorsalis), Hypothalamus dan Subthalamus (Thala-mus
ventralis), Commissura anterior dan Lamina terminalis mencerminkan batas rostral
Diencephalon dari Commissura anterior hingga ke Chiasma opticum. Commissura posterior,
Commissura habenularum, dan Glandula pinealis menyusun batas inferior Diencephalon.

C. Mesencephalon
Mesencephalon terdiri atas basis,
tegmentum, dan tecum mesencephali.
Tegmentum dan basis secara bersamaan
disebut sebagai Pedunculus cerebri. Basis
mesencephali terdiri atas Crura cerebri
yang mengandung berbagai macam serabut
(contoh, Fibrae corticonucleares).
Tegmentummesencephali terdiri atas
Substantia grisea centralis yang
mengelilingi Aqueductus mesencephali
(berpartisipasi dalam peredaman nyeri dari
pusat, memfasilitasi refleks ketakutan dan
menghinciar, mengatur proses saraf
otonom) dan Subtantia nigra yang
merupakan bagian dari Ganglia basalis.
Struktur tambahan bagi Tegmentum
mesencephali meliputi Nucleus ruber, suatu stasiun pemancar yang penting bagi sistem motor,
bagian mesensefalik dari Formatio reticularis, Nuclei nervi craniales ll et lV. serta traktus
asendens dan desendens. Tectum mesencephali (Lamina tecti ILamina quadrageminaJ mencakup
Colliculi superiores dan inferiores. Struktur ini merupakan stasiun pemancar yang penting bagi
refleks penglihatan (Colliculi superiores) dan perjalanan auditorik sentral (Colliculi inferiores)

D. Pons
Pons merupakan stasiun pemancar yang
mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan
formasi rectular pons mengatur aktifitas saat
terjaga atau tertidur.
E. Medulla Oblongata
Medulla oblongata memliki bentuk seprti
kerucut yang terbentang dari pons hingga
foramen magnum dan bersambung pada spinal
cord. Memiliki fungsi otomatis otak seperti
detak jantung,sirkulasi darah,pernafasan dan
pencernaan
F. Cerebellum
Cerebellum merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di atas batang otak
yang memiliki fungsi utama sebagai mengontrol gerak dan dan kesetimbangan dan membantu
belajar dan mengingat kemampuan motorik. Otak kecil memiliki besar seperti bola base, terletak
di bawah lobus oksipitalis, dan terletak dibagian atas batang otak. Cerebellum terdiri atas dua
Hemispherium dan terletak di Regio postero dan inferior Cranium, di atas dan bilateral terhadap
Foramen magnum. Permukaannya juga mengandung lipatan-lipatan yang lebih halus dan teratur.
Lipatan-lipatan yang mirip daun ini dinamakan Folia cerebelli, meliputi Cortex.
Cerebellum dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu bagian vermis (Vermis cerebelli) dan dua
Hemispherium. Hemispherium cerebelli terbagi menjadi tiga lobus :
a) Lobus cerebelli anterior
b) Lobus cerebelli posterior
c) Lobus flocculonodularis

MENINGES
A. Duramater
Duramater adalah bagian yang
tebal, kuat dan merupakan penutup
pada bagian luar enchepalon. Struktur
ini terbagi atas lamina extena
(periosteal) dan interna (meningeal
dalam). Lamina externa melekat kuat
pada cranium yang berisikan arterie
meningea, dan bersinambung dengan
periosteum permukaan luar cranium
pada foramen magnim dan foramina inracranalis. Sedangkan bagian lamina interna dekat dengan
arachnoid mater dan berkesinambunan dengan duramater spinalis melaui foramen magnum. Dua
lapisan ini salig berpisah pada banyak lokasi membentuk dua jenis struktur yaitu partisi (sekat
dura) yang mengarah ke dalam dan memisahkan bagaian bagain dari enchepalon. Struktur yang
kedua adala venosus intracranial (sinus durae matris).
Lapisan meningeal ini dapat membagi menjadi 4 bagian pada cavitas cranium yaitu falx
cerebri, tentorium cerebelli, dan falx cereebelli, dan diagphragma sellae.
 Falx cerebri : lipatan duramater yang berbentuk bulan sabit yang terletak di garis
tenggah, di antara kedua hemisphere cerebri. Ujung depannya yang sempit mlekat pada
crista frontalis interna dan crisnta galli. Bagain ujung posterior melebar dan menyatu
degan permukaan atas tentorium cerebelli di garis tengah.
 Tentorium : lapatan duamater berbentuk bulan sabit yang menjajdi atap pada bafaian
fossa cranii posterior. Bagian ini menutupi permukaan atas cerebellum yang menyokong
lobus occipitalis hemispherium cerebri.
 Falx Cerebelli : lipatan duramater kecil yang berbentuk sabit yang melekay pada crista
occipitalis interna dan menonjol ke depan di antara kedua hemispherium cerebelli.
 Diaphragma Sellae : lipatan duramater berbentuk sirkular kecil yang membentuk atap
sella turcica. Lubang kecil di tengahnya dilalui oleh tangkai glandula hypophysis
cerebri.
Persarafan dari duramater merupakan cabang-cabang nervus Trigeminus, nervus vagus
cervicalis 1-3, beserta cabang–cabang dari sistem simpatik berjalan ke duramater. Dura mater ini
peka terhadap reganggan yang menimbulkan sensasi sakit kepala. Stimulasi ujung-ujung sensoris
nervus trigeminus diatas level tentorium verebelli menimbulkan nyeri alih pada are kulit di sisi
yang sama pada kepala.
Pedarahan Duramater meliputi areteria carotis interna, arteria maxillaris, arteria pharyngea
ascendens, arteria occipitalis dan arteria vetebralis. Arteria meningea media merupakan cabang
dari arteria amaxilaris dalam fossa infratemporais. Pembuluh ini masuk ke rongga otak dan
berjalan ke depan dan lateral didalam alur pada permukaan atas pars squmosa ossis temporalis
untuk masuk cavum crania, arteri ini berjalan elalui foramen spinosum dan terletak diantara
lapisan meningeal dan endosteal duramater.Aliran vena meningea terletak di dalam lapisan
endosteal duramater. Vena meningea media mengikuti cabang-cabang arteria meningea media
dan bermuara ke dalam plexus venosus pterygoideus atau sinis sphenoparietalis.
B. Arachnoideamater
Arachnoideamater adalah suatu membran lembut yang tidak permeable meliputi otak
dan terletak diantara piamater disebelah dalam dan duramater di bagaian luar. Diantara
duramater dan arachnoideamater terdapat ruang potensial (spatium subdurale), dan antara
piamater dan arachnoideamater adalah spatium subarachnoideum yang terisi oleh liquor
cerebrospinalis. Arachnoideamater membentuk jembatan-jembatan di atas sulcus-sulcus pada
permukaan otak dan dalam situasi tertentu archnoideamater dan piamater terpisah lebar
membentuk cisternae subarachnoidea.
Pada archinoideametes terdapat
tonjolan kedalam sinus venosus membentuk
villi arachnoidales. Vili arachnoidales panyak
pada bagian sinus sagitallis superior.
Agregasi vili arachnois disebut granulationes
arachnoideales. Vili arachnoideales berfungsi
sebagai tempat difusi liquor cerebro liquor
cerebrospinalis kedalam aliran darah.
Semua arteri dan vena terletak
didalam spatium ini, demikian pula saraf-
saraf otka. Arachnoideamater menyatu
dengan epineurium daraf ketika saraf ini
keluar dari cranium. Pada kasus N.opticus,
arachnoideamater membentuk selubung untuk saraf ini yang memanjang kedalam rongga orbita
melalui canalis opticus dan bergabung dengan
sclera bola mata. Spatium subarachnoideum meluas
hingga vetebra sacralis kedua.
C. Piamater
Piamater adalah membrane vascular
yang dengan erat membungkus otak,
membungkus gyrus-gyrus dan amsuk ke
dalam sulcus-sulcus yang terdalam. Membrane ini membungkus saraf otak dan menyatu
dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk ke dalam substansi otak juga diliputi
oleh piamater.
Sistem Ventriculus Cerebri
Sistem ventrikel otak (ventriculus cerebri) terdiri atas dua ventriculus lateralis,
ventriculus tertius, dan ventriculus quartus. Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan
ventriculus tertius melalui foramina interventricularis Ventriculus tertius berhubungan dengan
ventriculus quartus melalui aqueductus cerebri. Selanjutnya, ventriculus quartus dilanjutkan oleh
canalis centralis di meduila spinalis, dan melalui tiga foramina di atap ventriculus quartus dengan
spatium subarachnoideum.
1.2 Mikroskopik
Dura Mater
Dura mater adalah lapisan luar yang tebal (L., dura mater, tough mother) terdiri atas
jaringan ikat fibroelastis padat, yang menyatu dengan periosteum tengkorak. Di sekitar medula
spinalis, dura mater dipisahkan dari periosteum vertebra oleh rongga epidural, yang mengandung
suatu pleksus vena berdinding tipis dan jaringan ikat areolar.
Dura mater selalu dipisahkan dari arakhnoid oleh rongga subdural yang sempit.
Permukaan internal semua dura mater, dan permukaan luarnya di medula spinalis, ditutupi oleh
epitel selapis gepeng yang berasal dari mesenkim
Arakhnoid
Arakhnoid (Yun. arachnoeides, mirip sarang laba-laba) memiliki dua komponen: (1)
lapisan jaringan ikat yang berhubungan dengan dura mater dan (2) suatu sistem trabekula yang
mengandung fibroblas dan kolagen. Sistem trabekular ini berhubungan langsung dengan pia
mater yang lebih dalam. Di sekeliling trabekula terdapat suatu rongga besar yang menyerupai
spons, rongga subarakhnoid, yang terisi cairan serebrospinal (CSS). terpisah dari rongga
subdural. Rongga ini membentuk bantalan hidraulik yang melindungi susunan saraf pusat dari
trauma. Rongga subarakhnoid berhubungan dengan ventrikel-ventrikel otak.
Jaringan ikat arakhnoid dianggap bersifat avascular karena tidak memiliki kapiler
pemberi nutrisi, tetapi embuluh darah besar melaluinya. Karena arakhnoid memiliki lebih sedikit
trabekula di medulla spinalis, arakhnoid lebih mudah dibedakan dari pia mater di daerah
tersebut. Arakhnoid dan pia mater saling berhubungan dan sering dianggap sebagai membran
tunggal yang disebut pia-arakhnoid.
Di beberapa daerah, arakhnoid menembus dura mater, dan membentuk tonjolan-tonjolan
ke dalam sinus venosus yang terisi darah di dalam dura mater.Tonjolan-tonjolan yang berisi CSS
ini, yang dilapisi sel-sel endotel vaskular, disebut villi arachnoidales. Fungsinya adalah
mengangkut CSS dari ruang subarakhnoid ke dalam sinus venosus.

Pia mater
Pia mater yang berada paling (L., dura mater, tender mother) dalam dilapisi oleh sel
mesenkim gepeng yang melekat erat pada keseluruhan permukaan jaringan saraf, tetapi lapisan
ini tidak berhubungan langsung dengan sel maupun serabut saraf. Di antara pia mater dan unsur-
unsur saraf terdapat selapis tipis prosessus astrosit, yang melekat erat pada pia mater. Pia mater
dan lapisan glia bersama-sama membentuk sawar fisik di bagian tepi SSP. Sawar ini
memisahkan jaringan SSP dari CSS dalam rongga subarakhnoid .
Pembuluh darah menembus SSP melalui terowongan yang berlapiskan pia mater—ruang
perivaskular. Pia mater menghilang sebelum pembuluh darah bercabang menjadi kapiler.
Namun, kapiler-kapiler tersebut tetap dilapisi sepenuhnya oleh perpanjangan prosessus astrosit
perivaskular.
Ventrikulus
 Sel ependim Melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan kanalis sentralis medula
spinalis
 Plexus Choroidalis  Mirip lipatan2 invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd jar.
Peny. Piamater, dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr neural
tube.Menghasilkan cairan cerebrosipnalis (LCS).
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi LCS
2.1 Fisiologi dan aliran LCS
Liquor cerebrospinalis atau cairan serebrospinal (CSS) mengelilingi dan menjadi
bantalan bagi otak dan korda spinalis. CSS memiliki densitas yang hampir sama seperti otak
itu sendiri, sehingga otak pada hakikatnya mengapung atau tersuspensi di dalam lingkungan
cairan khusus ini. Fungsi utama CSS:
 Sebagai cairan peredam-kejut untuk mencegah otak menumbuk bagian interior
tengkorak keras ketika kepala mengalami gerakan mendadak yang menggetarkan dengan
keras.
 Pertukaran bahan antara sel-sel saraf dan cairan interstisium di sekitarnya.
Cairan interstisium otak (bukan
darah atau CSS) adalah satu-
satunya yang berkontak langsung
dengan neuron dan sel glia.
Karena cairan interstisium otak
langsung membasahi neuron,
komposisinya sangat penting.
CSS dibentuk terutama oleh pleksus
koroideus yang terdapat di bagian-
bagian tertentu ventrikel. Pleksus
koroideus terdiri dari massa pia mater
kaya-pembuluh darah berbentuk kembang kol yang masuk ke dalam kantong-kantong yang
dibentuk oleh sel ependimal. Cairan serebrospinal terbentuk akibat mekanisme transpor selektif
menembus membran pleksus koroideus. CSS mengandung lebih sedikit K+ dan lebih banyak
Na+ sehingga cairan interstisium otak merupakan lingkungan ideal bagi perpindahan ion-ion ini
mengikuti penurunan gradiennya. CSS yang normal hampir tidak mengandung protein. Protein
plasma tidak dapat keluar dari kapiler darah untuk meninggalkan darah selama pembentukan
CSS
Setelah terbentuk, CSS mengalir melewati empat ventrikel yang saling berhubungan di
dalam otak dan melalui kanalis sentralis sempit di korda spinalis, yang berhubungan dengan
ventrikel terakhir. Cairan serebrospinal juga keluar melalui lubang-lubang kecil dari ventrikel
keempat di dasar otak untuk masuk ke ruang subaraknoid dan kemudian mengalir antara lapisan-
lapisan meningen di seluruh permukaan otak dan korda spinalis. Ketika mencapai bagian atas
otak, CSS direabsorpsi dari ruang subaraknoid ke dalam darah vena melalui vilus araknoid.
Aliran CSS melalui sistem ini dipermudah oleh gerakan silia disertai oleh faktor sirkulasi dan
poster yang menyebabkan tekanan CSS sekitar 10 mm Hg. Penurunan tekanan ini oleh
pengeluaran bahkan hanya beberapa mililiter (mL) CSS sewaktu pungsi spinal untuk analisis
laboratorium dapat menyebabkan nyeri kepala hebat. Melalui proses pembentukan, sirkulasi, dan
reabsorpsi yang terus-menerus, keseluruhan volume CSS yang besarnya sekitar 125 hingga 150
mL diganti lebih dari tiga kali sehari. Jika salah satu proses-proses ini terganggu sehingga terjadi
akumulasi CSS, timbul hidrosefalus. Peningkatan tekanan CSS dapat menyebabkan kerusakan
otak dan retardasi mental jika tidak diobati. Terapi berupa pembentukan pirau secara bedah
untuk mengalihkan CSS ke vena di bagian lain tubuh.
3. MM Meningoencephalitis Bacterial
3.1 Definisi
Meningitis secara umum merupakan penyakit infeksi selaput otak dan sumsum tulang
belakang dengan manifestasi demam dan kaku kuduk. Meningitis bakterial (MB) adalah infl
amasi meningen, terutama araknoid dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam
ruang subaraknoid.
3.2 Etiologi
Pada individu dewasa imunokompeten, S. pneumonia dan N. meningitidis adalah patogen
utama penyebab MB, karena kedua bakteri tersebut memiliki kemampuan kolonisasi nasofaring
dan menembus sawar darah otak (SDO). Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella
spp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas spp biasanya
merupakan penyebab MB nosokomial, yang lebih mudah terjadi pada pasien kraniotomi,
kateterisasi ventrikel internal ataupun eksternal, dan trauma kepala.
 Streptococcus pneumoniae
Meningitis ini kerap terkait dengan infeksi bakteri streptococcus di bagian tubuh lain,
seperti pneumonia, sinusitis, atau endokarditis
 Neisseria meningitidis
Bakteri ini menyebar melalui air liur atau lendir di saluran pernapasan. Neisseria
meningitidis merupakan bakteri penyebab meningitis yang sangat mudah menular.
 Haemophilus influenza
Haemophilus influenzatipe B (Hib) adalah jenis bakteri yang dapat menyebabkan meningitis
pada anak-anak. Selain meningitis, bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi di
tenggorokan, kulit, sendi, dan dalam darah.
 Listeria monocytogenes
Bakteri tipe ini umumnya terdapat pada makanan, seperti melon, keju, dan sayuran mentah.
 Staphylococcus aureus
Bakteri jenis ini umumnya ditemukan di kulit dan saluran pernapasan. Kondisi ini kerap
dikaitkan dengan prosedur operasi atau cedera di otak.

Faktor Risiko:
Faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko MB di antaranya:
 Newborn infants/bayi baru lahir
 Immunocompromised (HIV, kanker, dalam terapi obat imunosupresan, dan splenektomi)
 Trauma tembus kranial
 Fraktur basis kranium, infeksi telinga
 Infeksi sinus nasalis, infeksi paru, infeksi gigi
 Adanya benda asing di dalam sistem saraf pusat (contoh: ventriculoperitoneal shunt)
 Penyakit kronik (gagal jantung kongestif, diabetes, penyalahgunaan alkohol, dan sirosis
hepatik).
 Orang yang berpergian ke daerah yang memiliki kasus meningitis bakterial tinggi

Berikut adalah beberapa contoh paling umum tentang bagaimana orang menyebarkan setiap
jenis bakteri satu sama lain:
 Grup B Streptococcus dan E. coli: Ibu dapat menularkan bakteri ini kepada bayinya saat
melahirkan.
 influenzae, M. tuberculosis, dan S. pneumoniae: Bakteri ini tersebar melalui batuk atau
bersin saat orang yang terinfeksi berhubungan dekat dengan orang lain, yang menghirup
bakteri tersebut.
 N. meningitidis: Bakteri ini tersebar dengan berbagi sekresi pernafasan atau tenggorokan (air
liur atau ludah). Ini biasanya terjadi selama kontak dekat (batuk atau berciuman) atau lama
(hidup bersama).
 E. coli: Bakteri ini dapat ditularkan dengan memakan makanan yang disiapkan oleh orang
yang tidak mencuci tangan dengan baik setelah menggunakan toilet.
Orang biasanya sakit karena E. coli dan L. monocytogenes dengan memakan makanan yang
terkontaminasi.
3.3 Epidemiologi
Epidemiologi meningitis bervariasi antar wilayah, dengan jumlah kasus meningitis
sekitar 1,38 kasus per 100.000 di benua Amerika dengan case fatality rate sebesar 14.3%.
Menurut WHO, belum ada estimasi akurat mengenai prevalensi kejadian dan mortalitas
meningitis di dunia. Didapatkan data bahwa terdapat negara-negara endemik tinggi meningitis,
yaitu negara Afrika Sub Sahara dengan >10 kasus per 100.000 penduduk setiap tahunnya.
Terdapat 2-10 kasus meningitis per 100.000 penduduk setiap tahunnya pada beberapa
negara Eropa, Amerika Selatan, dan Australia. Di Asia, diperkirakan terjadi <2 kasus per
100.000 penduduk setiap tahunnya. Pada pasien anak, meningitis viral diketahui paling banyak
terjadi dan insidensinya menurun seiring pertambahan usia. Menariknya, meningitis viral lebih
sering dijumpai dibandingkan meningitis bakterial pada negara dengan cakupan imunisasi yang
baik. Hanya sekitar 3 –18% meningitis pada anak yang disebabkan oleh bakteri.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2011, didapatkan jumlah kasus
meningitis terjadi pada laki-laki sebanyak 12.010 pasien dan wanita sebanyak 7.371 pasien
dengan jumlah kematian sebesar 1.025.  Insidens meningitis di Indonesia pada tahun 2016
diketahui melebihi 78.000 kasus, dengan angka kematian lebih dari 4.000 kasus.
Meningitis diketahui memiliki case fatality rate sekitar 14.3% dan tingkat mortalitas
hingga 25 %. Pada kasus meningitis yang tidak ditatalaksana, angka kematian dapat meningkat
sampai 50-80%. Tingkat mortalitas dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti usia, kondisi
imunokompromais seperti HIV, serta organisme penyebab meningitis. Organisme yang
dilaporkan paling banyak menyebabkan mortalitas adalah Streptococcus pneumoniae meningitis
dengan case fatality rate sebesar 17.9%.
3.4 Patofisiologi
3.5 Manifestasi klinis
 Demam
 Nyeri kepala
 Kaku kuduk
 Fotofobia
 Penurunan kesadaran
 Kejang
 Kelemahan 1 sisi
 Pada stadium
kejang.
 Pada orang
dengan demam dan keluhan-keluhan
pernapasan, kemudian diikuti gejala-gejala
SSP.
 Pada Meningitis Mengingokokus seringkali diawali dengan gejala septikemia dan syok
septik, seperti demam, nyeri pada lengan dan/atau tungkai. Perlu diketahui riwayat
berpergian haji atau ada orang lain yang mengalami hal yang sama karena penyakit ini dapat
menyebabkan epidemi meningitis.
3.6 Diagnosa dan Diagnosis banding
Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik menyeluruh.
 Pemeriksaan neurologis: pemeriksaan GCS (penurunan kesadaran)
 Pemeriksaan kaku kuduk positif
 pemeriksaan kekuatan motorik (hemiparesis)
 Pada stadium lanjut dapat dijumpai tanda hidrosefalus seperti papiledema.
 Pada Meningitis Meningokokus sering diawali dengan tanda septicemia dan syok septik,
seperti kulit teraba dingin atau kebiruan pada bibir, terdapat papul sampai ekimosis pada
ekstremitas.
Kriteria Diagnosis
Tanda dan gejala klinis meningitis
Plus
• Parameter cairan serebrespinal (CSS) abnormal: predominansi PMN, rasio glukosa
CSS:darah < 0,4
Plus
• Didapatkannya bakteri penyebab di dalam CSS secara mikroskopis dan/atau hasil kultur
positif
ATAU
Gejala dan tanda klinis meningitis
Plus
• Parameter CSS abnormal: predominansi PMN, rasio glukosa CSS:darah < 0,4 Plus •
Kultur CSS negatif
Plus
• Satu dari hal berikut:
o Kultur darah positif
o Tes antigen atau PCR dari CSS menunjukan hasil positif dengan atau tanpa
• Riwayat infeksi saluran pernapasan atas yang baru
• Riwayat faktor predisposisi, seperti pneumonia, sinusitis, otitis media, gangguan
imunologi tubuh, alkoholisme, dan DM. 5.
Pemeriksaan Penunjang
• Darah lengkap, Kimia klinik (SE, SGOT, SGPT, BUN, SK, Albumin), kadar elektrolite
urine bila di curigai komplikasi SIADH pada penderita meningitis.
• Lumbal pungsi (pleositosis dominan sel polimorfonuklear, peningkatan kadar protein,
penurunan kadar glukosa, rasio glukosa LCS: Darah < 0.4)
o Kontra indikasi lumbal punksi:
- Papil edema
- Penurunan keasadaran yang dalam dan progressif
- Kecurigaan lesi desak ruang
- Deficit neurologis fokal
o Kontraindikasi relative:
- Infeksi pada daerah tusukan
- Syok
- Koagulopathy
- rombosit < 50.000 g/dL Pada kasus tersebut perlu dilakukan pemeriksaan
imaging sebelum dilakukan lumbal punksi
• Pemeriksaan latex aglutinasi atau PCR untuk 3 kuman penyebab, Kultur darah dan likuor
serta tes kepekaan antibiotika
• Pengecatan gram pada darah dan likuor.
• EEG bila didapatkan riwayat kejang
• CT Scan kepala + kontras
• MRI kepala + kontras
• Kriteria diagnosis:
o Gejala dan tanda meningitis
o + LCS abnormal; predominan PMN. Rasio glukosa LCS: darah <0,4
o + didapatkan bakteri penyebab dalam LCS atau hasil kultur +
o Dapat pula kultur LCS -, namun kultur darah + dantes antigen, atau PCR LCS +
o dengan/ tanpa riwayat infeksi saluran nafas baru, factor predisposisi misalnya
pneumonia, sinusitis, otitis media, gangguan imunologi tubuh, alkoholisme, dan
DM
Diagnosis Banding
 Meningitis Viral
 Meningitis TB
 Abses Otak
 Neoplasma Otak
 Vaskulitis sistem saraf pusat (SSP).
 Delirium Tremens (DT)
 Manajemen Kedaruratan Perdarahan Subarachnoid
 Radang otak
 Herpes Simplex Virus (HSV) dalam Pengobatan Darurat
 Leptospirosis
 karsinomatosis meningeal
 Meningitis tidak menular, termasuk peradangan meningeal yang diinduksi obat
 Pediatri, Meningitis dan Ensefalitis
 Stroke
 Empiema subdural
3.7 Tatalaksana
 Terapi antibiotic empiric:
o Neonatus, bakteri penyebab streptokokkus group B, listeria monocytogenes, E Coli;
antibiotika: Ampicillin + cefotaxime
o 2 bulan - 18 tahun, bakteri penyebab N. meningitides, S. pneumonia, H. Influenza;
antibiotika Ceftriaxon atau cefotaxime, dapat ditambahkan vankomisin
o 18-50 tahun, bakteri penyebab S, Pneumonia, N. Meningitidis; antibiotika Ceftriaxone
dapat ditambahkan Vancomicyn
o > 50 tgh, bakteri penyebab S. Pneumonia, L. Monocytogenes, bakteri gram negative;
Antibiotika Vancomicyn + ampicillin, + Ceftriaxone

 Pemberian antibiotika Spesifik sesuai dengan hasil kultur


 Dexamethasone 0.15 mg/KgBB (10 mg pada dewasa) setiap 6 jam selama 2-4 hari.
Diberikan pertama 30 menit sebelum diberikan antibiotika
 Pemberian antipyretika (paracetamol, metamizole) sesuai dengan kebutuhan penderita
 H2 bloker injeksi setiap 12 jam
 Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
 Penatalaksanaan kejang dengan anti konvulsan sesuai dengan protocol status epileptikus
 Pada kondisi Status epilepsy Refrakter pasien dirawat di ICU dengan menggunakan
ventilator dan obat – obatan astesi
 Sedative dapat diberikan bila pasien gelisah dengan clobazam 2x10 mg
 Apabila didapatkan tanda-tanda tekanan intracranial yang meningkat maka dapat diberikan
manitol 20%, diberikan dengan dosis awal 1-1,5 g/kg berat badan selama 20 menit,
dilanjutkan dosis 0,25-0,5 g/kg berat badan setiap 4-6 jam atau dengan menggunakan cairan
hypertonic saline NaCl 3% 2 ml/KgBB selama 30 menit atau Natrium - laktat 1.2 ml/kgBB
selama 15 menit
 Hemikraniektomi dekompresi, pemasangan EVD atau VP shunt dapat dilakukan pada
kondisi malignant intracranial hypertension
 Pemasangan lumbal drain dapat dilakukan sebagai alternative yang kurang invasive
dibandingkan dengan EVD

3.8 Komplikasi
Diperkirakan 25% penderita penyakit meningokokus, akan mengalami komplikasi.
Komplikasi tidak jarang terjadi pada penyebab lain dari meningitis bakteri. Tingkat keparahan
dapat bervariasi dari orang ke orang, dan dapat bersifat sementara atau permanen. Terapi yang
tertunda dapat menyebabkan peradangan vaskular dengan infark serebral. Komplikasi jangka
panjang lainnya termasuk
 kejang
 masalah dengan memori dan konsentrasi
 masalah dengan gerakan, keseimbangan dan koordinasi
 kesulitan belajar
 masalah bicara
 kehilangan penglihatan
 gangguan pendengaran

3.9 Pencegahan
Individu yang mengalami kontak dengan pasien meningitis meningokokal harus diberi
antibiotik profilaksis. Pilihan antibiotik yang biasa diberikan adalah ciprofl oxacin 500 mg dosis
tunggal atau rifampicin 2 x 600 mg selama 2 hari. Profilaksis tidak dibutuhkan jika durasi sejak
penemuan kasus meningitis meningokokal sudah lebih dari 2 minggu. Imunisasi S. pneumoniae,
H. influenza dan N. meningitidis diketahui menurunkan insiden meningitis secara bermakna.
Meningitis dapat dicegah dengan mengurangi kemungkinan penyebaran infeksi dan mengubah
gaya hidup menjadi lebih sehat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:
 Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir secara rutin
 Menjaga jarak dengan orang yang terinfeksi
 Menggunakan masker jika sedang sakit atau ketika merawat orang sakit
 Berolahraga secara rutin
 Beristirahat yang cukup
 Memilih makanan yang telah dimasak hingga matang
 Mencuci sayuran dan buah hingga bersih
 Tidak berbagi makanan atau barang pribadi
 Menghindari paparan asap rokok, termasuk berhenti merokok
 Menerapkan perilaku seks yang sehat
Selain beberapa upaya di atas, pencegahan meningitis juga dapat dilakukan dengan vaksinasi
atau imunisasi. Pemberian vaksin bertujuan untuk melindungi pasien dari bakteri dan virus
penyebab meningitis. Beberapa vaksin yang digunakan untuk mencegah meningitis meliputi:
 Vaksin pneumococcal, untuk memberikan perlindungan terhadap bakteri pneumococcal
 Vaksin Hib, sebagai perlindungan dari bakteri Haemophilus influenzae tipe B
 Vaksin MenC, untuk mencegah infeksi bakteri Meningococcal grup C
 Vaksin MMR, untuk mencegah kondisi yang dapat memicu meningitis, seperti
gondongan, campak, dan rubella
 Vaksin ACWY, untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi
bakteri Meningococcal grup A, C, W, dan Y
 Vaksin meningitis B, sebagai perlindungan dari bakteri Meningococcal tipe B
3.10Prognosis
MB yang tidak diobati biasanya berakhir fatal. Meningitis pneumokokal memiliki tingkat
fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%. Pada sekitar 30% pasien yang bertahan hidup, terdapat sekuel
defi sit neurologik seperti gangguan pendengaran dan defi sit neurologik fokal lain. Individu
yang memiliki faktor risiko prognosis buruk adalah pasien immunocompromised, usia di atas 65
tahun, gangguan kesadaran, jumlah leukosit CSS yang rendah, dan infeksi pneumokokus.
Gangguan fungsi kognitif terjadi pada sekitar 27% pasien yang mampu bertahan dari MB
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
4. MM Kejang Demam
4.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai

5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38oC, dengan metode pengukuran
suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
4.2 Etiologi
Faktor utama terjadinya kejang demam adalah demam. Demam diartikan sebagai suhu
tubuh yang melampaui batas normal, yang dapat disebabkan oleh kelainan pada otak ataupun
disebabkan bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh. Demam yang
tinggi dapat merangsang terjadinya kejang. Peningkatan suhu tubuh dapat memengaruhi nilai
ambang kejang dan eksitabilitas neural karena berpengaruh pada kanal ion, metabolism seluler,
serta produksi adenosine triphosphate (ATP).
a. Infeksi
Sebagian besar kejang demam berhubungan dengan kejadian infeksi. Infeksi virus lebih
sering menyebabkan demam yang berujung pada kejang demam, bila dibandingkan dengan
infeksi bakteri. Virus yang sering menyebabkan kejang demam antara lain adalah influenza
A, adenovirus, dan respiratory syncytial virus. Selain itu, infeksi sistem gastrointestinal juga
terbukti memiliki kaitan dengan kejadian kejang demam.
b. Demam Pasca Imunisasi
Pasca-imunisasi, demam dapat terjadi sebagai bagian dari kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI). Imunisasi yang sering menyebabkan demam adalah vaksin kuman hidup yang
dilemahkan, yaitu difteri-tetanus-pertussis (DTP) dan mumps-measles-rubella (MMR).
Angka kejadian kejang demam pasca vaksinasi hanya terjadi pada 11% anak. Bahkan
penelitian lain menunjukkan kejadian yang lebih sedikit lagi. Perlu diinformasikan kepada
orang tua bahwa kejang disebabkan karena demam dan bukan karena imunisasi.
Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam adalah usia <5 tahun dan riwayat keluarga. Beberapa risiko kejang
demam adalah:
 Usia 6 bulan hingga 5 tahun, di mana kejang demam jarang terjadi di luar usia ini
 Gangguan neurologis, seperti cerebral palsy.
 Gangguan mineral, seperti defisiensi zinc dan zat besi
 Riwayat keluarga yang memiliki kejang demam
Faktor Risiko Kejang Demam Berulang
Kejang demam berulang dapat terjadi pada anak dengan faktor risiko berikut:
 Riwayat keluarga dengan kejang demam, terutama orang tua atau saudara kandung
(keluarga derajat pertama)
 Durasi yang terjadi antara demam dan kejang <1 jam
 Usia <18 bulan
 Temperatur yang rendah yang membangkitkan bangkitan kejang
4.3 Epidemiologi
Epidemiologi kejang demam di dunia diperkirakan terjadi pada 2‒5% anak dengan
insidensi puncak pada usia 12‒18 bulan. Kejang demam dilaporkan terjadi pada 2‒5% anak usia
6 bulan ‒ 5 tahun pada negara maju. Paling banyak terjadi adalah kejang demam sederhana, yaitu
sebesar 70‒75% kasus. Angka kejadian kejang demam tercatat lebih tinggi pada beberapa
daerah, contohnya Jepang. Kejang demam diketahui lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan, dengan perbandingan 1,6:1.
Hingga saat ini belum terdapat data lengkap mengenai kejadian kejang demam di
Indonesia. Berdasarkan pusat data dan informasi (Pusdatin) tahun 2019, tercatat 7,3% kematian
balita disebabkan akibat demam. Kejang demam tidak menyebabkan kematian pada anak. Pada
pasien tanpa kelainan neurologis, kejang demam umumnya memiliki prognosis baik, terutama
pasien dengan kejang demam sederhana. Sementara itu, kejang demam kompleks berisiko
komplikasi epilepsi, yang memiliki risiko kematian akibat luka trauma.
4.4 Patofisiologi

4.5 Manifestasi klinis


Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Saat kejang, anak akan terlihat aneh
untuk beberapa saat, hilang kesadaran, tangan dan kaki kaku, tersentaksentak atau kelojotan, dan
mata berputar-putar sehingga hanya putih mata yang terlihat. Anak tidak responsive untuk
beberapa waktu, napas akan terganggu dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Namun,
tidak seberapa lama kemudian, anak akan segera normal kembali.
Kejang demam dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu kejang demam sederhana (80%) dan
kejang demam kompleks (20%).
Kejang demam sederhana:
 berdurasi tidak lebih dari 15 menit
 bersifat umum
 bentuk kejang berupa tonik atau klonik
 akan berhenti sendiri
 tanpa gerakan fokal
 tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam kompleks:
 durasinya lebih dari 15 menit
 fokal atau kejang umum didahului kejang parsial
 serta berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam.
4.6 Diagnosa dan Diagnosis banding
 Pemeriksaan laboratorium: untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam; darah
erifer, elektrolit dan gula darah
 Pungsi lumbal: untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis, tidak
dilakukan pada anak kurang dari 12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan
keadaan umum baik
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis.
 Elektroensefalografi (EEG): apabila kejang/bangkitan bersifat fokal
 Pencitraan (CT scan atau MRI kepala): dilakukan apabila terdapat indikasi seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis atau paresis nervus kranialis)
Diagnosis banding:
Diagnosis banding KD antara lain:
1. Menggigil karena demam tinggi, kondisi ini dapat dibedakan dari KD, yaitu anak tetap
sadar ketika menggigil.
2. Febrile syncope
3. Breath holding attack: anak mena- han napas untuk beberapa waktu sehingga hilang
kesadaran
4. Reflex anoxic seizures: anak tiba-tiba lemas akibat nyeri atau syok;
5. Demam yang mencetuskan kekambuhan kejang pada epilepsi;
6. Infeksi SSP seperti meningitis dan ensefalitis
Kejang demam yang atipikal/tidak khas perlu dibedakan dengan epilepsi yang mengalami
kekambuhan karena demam, GEFS+ (Generalized/genetic epilepsy with febrile seizures plus),
dan FIRES (Febrile in- fection-related epilepsy syndrome).
4.7 Tatalaksana
Pada saat evaluasi anak dengan KD, perlu dikenali red flags yang diperlukan untuk
memutuskan tindakan selanjutnya. Red flags tersebut ada- lah: (1) Anak dengan KD kompleks;
(2) Tanda rangsang meningeal; (3) Penurunan kesadaran masih ada setelah lebih dari satu jam
kejang berhenti; (4) Terdapat ruam pada anak dengan klinis yang tidak baik; (5) Ubun-ubun
menonjol; (6) Takikardia menetap meskipun suhu badan telah terkoreksi; (7) Tanda distres napas
sedang sampai berat.
Tatalaksana profilaksis intermiten
Profilaksis intermiten adalah pemberian obat antikonvulsan hanya ketika anak mengalami
demam, untuk mencegah kejang. Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/ kali per
oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12
kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/ kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orang tua bahwa
dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, irita- bilitas, serta sedasi.
Tatalaksana profilaksis kontinyu
Profilaksis kontinyu atau rumatan adalah pemberian obat anti konvulsan untuk mencegah
kejang yang diberikan setiap hari. Neurologi IDAI masih merekomendasikan pemberian
antikonvulsan jangka panjang dengan indikasi ketat, antara lain: (1) Kejang fokal; (2) Kejang
lama >15 menit; (3) Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis
asam valproat adalah 15–40 mg/ kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3–4 mg/kg/hari
dalam 1–2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun.
Pemberian antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan untuk memberikan kenyamanan pada anak. Dosis para- setamol
yang digunakan adalah 10–15 mg/kg/ kali diberikan tiap 4–6 jam. Dosis ibuprofen 5–10
mg/kg/kali, 3–4 kali sehari.
Beberapa hal yang harus dilakukan bila anak kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh
orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh
lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal,
setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.
4.8 Komplikasi
Komplikasi kejang demam dapat berupa kejang demam berulang, paralisis Todd, epilepsi
parsial kompleks, mesial temporal sclerosis (MTS), serta gangguan tingkah laku dan kognitif
anak.
4.9 Pencegahan
Pencegahan kejang demam yang pertama tentu dengan usaha menurunkan suhu tubuh
apabila anak demam. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan obat penurun panas, misalnya
parasetamol atau ibuprofen. Hindari obat dengan bahan aktif asam asetilsalisilat, karena obat
tersebut dapat menyebabkan efek samping serius pada anak. Pemberian kompres air hangat
(bukan dingin) pada dahi, ketiak, dan lipatan siku juga dapat membantu.
Sebaiknya orangtua memiliki termometer di rumah dan mengukur suhu anak saat sedang
demam. Pengukuran suhu berguna untuk menentukan apakah anak benar mengalami demam dan
pada suhu berapa kejang demam timbul. Pengobatan jangka panjang hanya diberikan pada
sebagian kecil kejang demam dengan kondisi tertentu.
4.10Prognosis
Prognosis kejang demam umumnya baik. Prognosis jangka panjang KD baik dan akan
menghilang sendiri pada saat usia 6 tahun. Sekitar 30–35% KD akan berulang pada masa anak
dini, 75% akan berulang dalam kurun waktu 1 tahun setelah episode KD pertama. Angka
kematian hanya (0,64- 0,75%). Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna,
sebagian berkembang menjadi epilepsi, yakni sebanyak (2-7%). Kejang demam dapat
mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat
akademik. Sebesar (4%) penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah
laku dan penurunan tingkat intelegensi. Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan
kejang demam cukup menkhawatirkan bagi orangtua. Sehingga edukasi terhadap keluarga sangat
penting pada penatalaksanaan kejang demam
Edukasi pada orang tua:
 Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.
 Memberitahukan cara penanganan kejang.
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
 Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.
5. MM Lumbal Pungsi
Lumbar puncture (lumbal fungsi) adalah tindakan pemeriksaan cairan sumsum tulang
untuk keperluan diagnostik atau terapi dan pengobatan.
Indikasi
Digunakan untuk mendapatkan cairan serebrospinalis (CSS) dan mengukur tekanan pembukaan
ruang subaraknoid dalam membantu evaluasi serta penanganan pasien dengan nyeri kepala akut
atau gejala-gejala lain pada keadaan berikut:

1. Meningitis
2. Perdarahan subaraknoid (Subarachnoid Hemorrhage-SAH)
3. Meningitis karsinomatosa
4. Terkadang untuk sindrom Guillain-Barre
5. Terkadang pada kasus ensefalitis
Kontraindikasi
1. Pasien yang memerlukan pungsi lumbal dan mengalami salah satu berikut ini harus
melakukan pemeriksaan pencitraan otak terlebih dahulu, yang menunjukkan bahwa lumbal
pungsi aman dilakukan:
a. Perubahan status mental
b. Papiledema
c. Peningkatan tekanan intracranial
2. Infeksi jaringan lunak atau kulit pada vertebra lumbal
3. Adanya massa di medula spinalis atau hematom/abses epidural
4. Pasien koagulopati
Persiapan
Alat
1. Alat antiseptik/disinfeksi

1) betadinedanalokohl
2) kapas lidi
3) kapas steril
4) duk lobang
5) sarung tangan steril
2. Alat pemeriksaan
1) jarum spinal
2) reagen, none dan pandy
3) tabung reaksi kecil

Pasien

 Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi meliputi tujuan,
prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-hal yang
mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut.
 Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan dilakukan
tindakan lumbal pungsi.
 Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan posisi lateral dekubitus.

Posisi lateral dekubitus

 Minta pasien berbaring ke satu sisi, dengan lutut ke dada dan kepala/wahu melengkung
ekarah lutut dsedapat mungkin. Menaruh bantal dibawah kepala membantu mengurangi
puntiran bahu.
 Pastikan bahwa letak vertebra lumbal sejajar dengan pinggir tempat tidur (pada
bayi/anak, atau orang dewasa yang tidak kooperatif perlu minta bantuan untuk menahan
pasien pada psosiis optimal). Bahu atas dan pinggul harus diatas keseimbangan pantat.
 Pasien yang kooperatif dapat diminta melengkungkan punggung bawahnya, seperti
“kucing marah” untuk membuka processus spinosus secara optimal.
Posisi duduk

 Minta pasien duduk disatu sisi tempat tidur dengan posisi tempat tidur berada di bawah
pertengahan paha pasien dan kaki pasien menyentuh lantai, jikam memungkinkan.
 Minta pasien melengkungkan tubuhnya ke depan dengan posisi meja didepannya, tinggi
meja harus setinggi bagian aas abdomen pasien. Bantal dapat ditaruh diatas meja untuk
kenyamanan pasien.

 Setelah mengambil posisi, tetapi sebelum persiapan, beri tanda untuk insersi jarum
dengan tekanan kuat dari ujung luer-lock (penghubung) selubung jarum terhadap kulit
(yang akan meninggalkan tanda selama beberapa menit dan memberikan target yang
dapat dilihat)
 Siapkan area yang luas dengan larutan klorhksidin glukonat dan povidon iodin
o Pastikan lapangan steril meliputi ruang antara L4/L5 dan L3/L4
o Gunakan kain steril untuk membatasi area tindakan
Langkah kerja
1. Analgesia: gunakan lidokain 1% untuk menghasilkan anestesi lokal
1) suntik area subkutan dengan jarum berdiameter kecil (ukuran 27) dan kemudian
menggunakan jarm berdiameter lebih besar (ukuran 22) untuk infiltrasi jaringan lunak
perspinosa kebawah ke Lig. supraspinale. Memijat area tersebut setelahnya dengan ibu jari
tangan anda akan menyebarkan benjolan kecil dan memungkinkan penilaian kembali
petunjuk penting pada tulang
2. Menilai ruang subaraknoid:
1) Taruh ibu jari tangan yang tidak dominan pada processus spinous L4
2) Dengan menggunakan tangan yang dominan, masukkan jarum spinal ukuran 20 melalui
kulit tepat di kaudal ibu jari. Hati-hati mengarahkan bevel sejajar sumbu panjang
columna spinalis, karena meminimalkan trauma pada serabut dural yang tersusun
longitudinal
3) Memasukkan jarum dengan mandrain ditempatnya sampai menemukan tahanan Lig.
Supraspinale. Masukkan terus melalui ligamen maka akan terasa adanya pengurangan
tahanan
4) Angkat mandrain (Perhatikan barel jarum unuk melihat aliran balik CSS ketika
memasukkan jarum secara perlahan)

3. Mengukur tekanan pembukaan:


1) Saat melihat aliran balik CSS, pasang stopcock tiga jarum pada pangkal jarum dengan
ruang terhubung ke manometer arah vertikal
2) Pada posisi lateral dekubitus, minta pasien untuk meluruskan tungkai dan lehernya
secara perlahan
3) Tekanan pembukaan ditentukan oleh kolom CSS berhenti naik, biasanya memerlukan
waktu 1-2 menit. Tekanan pembukaan normaladalah 6-20 cm H 2O pada posisi
dekubitus lateral
4. Mengumpulkan CSS
1) Kumpulkan CSS 1-2 ml pada setiap tabung berjumlah 4 dengan diberi nomor
2) Saat tekanan pembukaan meningkat, snagat baik untuk mengukur tekanan tertutup
5. Mencabut jarum
1) Masukkan kembali mandbrain secara menyeluruh pada pangkal jarum
2) Memberitahu pasien bahwa ajrum telah dicabut
3) Tempelkan kassa pada tempat lumbal pungsi selamam beberapa detik; kemudian
tempelkan dengan pembalut adhesif plastik
6. Menganalisis CSS
1) Kencangkan penutup pada tabung CSS untuk mencegah keluarnya cairan sepanjang
perjalanan ke laboratorium
2) Tabung nomor 1: hitung jumlah sel dan diferensiasi
3) Tabung nomor 2: pewarnaan gram dan biakan
4) Tabung nomor 3: protein dan glukosa
5) Tabung nomor 4: ulangi hitung jumlah sel dan diferensiasi
6. MM Pandangan Islam terhadap Keabsahan Ibadah Umrah
SYARAT HAJI
Haji menjadi wajib dilaksanakan bagi seorang muslim apabila memenuhi syarat di bawah.
Apabila tidak terpenuhi syarat ini, hajinya tetap sah. Misalnya, anak kecil naik haji.
1. Islam
2. Berakal sehat (tidak gila)
3. Baligh (dewasa)
4. Merdeka
5. Mampu
WAJIBNYA HAJI
Yaitu pekerjaan dalam ibadah haji yang harus dikerjakan serta wajib membayar dam jika
meningalkan. Wajibnya haji ada 7 (tujuh) :
1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke
Mina).
3. Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh
butir kerikil berturut-turut.
4. Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13
Zulhijah).
6. Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.
RUKUN HAJI
Yaitu pekerjaan dalam ibadah haji yang harus dilakukan dan tidak boleh diwakilkan dan tidak
sah hajinya apabila ditinggalkan. Fardhu/rukun haji ada 4 (empat) :
1- Ihram yaitu pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umroh dengan memakai
pakaian ihram disertai niat haji atau umroh di miqat.
2- Wuquf di Arafah yaitu berdiam diri, dzikir dan berdo'a di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah
3- Tawaf Ifadhah yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar
jumrah Aqabah pada tanggal 10 Zulhijah.
4- Sa'i di antara Safa dan Marwah yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan
Marwah sebanyak 7 Kali, dilakukan sesudah Tawaf Ifadah.
5- Tahallul yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa'i.
6. Tertib yaitu mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal.
SUNNAH HAJI
Perbuatan yang disunnahkan dalam ibadah haji adalah :
1- Mandi sunat Ihram.
2- Bertalbiah.
3- Melakukan tawaf qudum bagi orang yang mengerjakan haji ifrad dan haji qiran.
4- Bermalam di Mina pada malam Arafah.
5- Berlari-lari kecil dan sopan-santun ketika melakukan Tawaf Qudum.
Meninggalkan salah satu dari rukun-rukun tersebut, maka ibadahnya belum selesai kecuali
dengan melakukannya. Seandainya seseorang dalam rumrahnya tidak melakukan thawaf, maka
ia harus tetap dalam keadaan ihram sampai melakukan thawaf. Dan orang yang tidak (belum)
melakukan sa’i, maka harus tetap dalam keadaan ihram sampai melakukan sa’i. Demikian pula
dalam ibadah haji, barangsiapa yang tidak mengerjakan rukun-rukunnya, maka hajinya tidak sah.
Barangsiapa yang tidak wuquf di Arafah hingga matahari terbit pada keesokan harinya (hari raya
Qurban), maka ia telah ketinggalan ibadah haji dan hajinya tidak sah, maka ia bertahallul dengan
melakukan umrah, yaitu thawaf dan sa’i lalu mencukur rambut atau memendekkannya. Setelah
itu pulang ke negeri asalnya dan pada tahun berikutnya mengerjakan ibadah haji kembali.
Demikian halnya bila halangan menyempurnakan haji atau umrah berupa sakit, suatu peristiwa
tak diduga, atau kehilangan bekal, maka jamaah harus bersabar, siapa tahu halangan tersebut
akan segera hilang. Apabila tidak bisa bersabar, dia dikategorikan orang yang terhalang.
Maka, hendaknya dia menyembelih kurban (hadyu), mencukur atau memendekkan rambut dan
bertahalul. seperti firman Allah “Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi
jika kalian terkepung (oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah
didapat, dan jangan kalian mencukur kepala kalian, sebelum hadyu sampai di tempat
penyembelihannya.” (QS. Al-Baqarah: 196).
Akan tetapi, jika orang yang terhalang tadi pada saat ihram sudah mengatakan, “Jika ada sesuatu
yang menghalangiku, tempat tahalulku adalah tempat di mana aku ditakdirkan terkena
halangan,” maka ihramnya tetap sah dan dia tidak perlu menyembelih hadyu.
DAFTAR PUSTAKA
Paulsen, F., Waschke, J. Sobotta: Atlas of Anatomy 16th Edition. Munich (DE): Elsevier;
2018.
Mescher, A. L. Junqueira’s basic histology. Bloomington (US): McGraw-Hill Education;
2013.
Sherwood, L. Introduction to Human Physiology 8th Edition. Kanada (CA): Brooks/Cole,
Cengage Learning; 2013.
Meisadona, G., Soebroto, A., Estiasari, R. Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis
Bakterialis. Jurnal CDK-224. 2015; 42(1).
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Acuan Panduan Praktik Klinis Neurologi.
Jakarta (ID): Badan Penerbit PERDOSSI; 2016.
Runde, T., Anjum, F., Hafner, J. Bacterial Meningitis. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022.
Jafri, RZ., Ali, A., Messonnier, NE., dkk. Global epidemiology of invasive
meningococcal disease. Pupul Health Metr. 2013; 11(17).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam.
Jakarta (ID): Badan Penerbit IDAI; 2016.
Xixis, K., Samanta, D. Keenaghan, M. Febrile Seizure. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022.
Dreier, J., Li, J., Sun, Y., dkk. Evaluation of Long-term Risk of Epilepsy, Psychiatric
Disorders, and Mortality among Children with Recurrent Febrile Seizures: A National Cohort
Study in Denmark. JAMA Pediatri 2019; 173, pp. 1164–1170.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta (ID): Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2020. ISBN 978-602-416-977-0
Handryastuti, S. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak Terkini. Jurnal Indonesia
Medical Associtation. 2021; 71(5).
Maghfirah, Namira, I. Kejang Demam Kompleks. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Malikussaleh. 2022; 8(1).
Marcus, R., Walter, K. Bacterial Meningitis. Jama Patient Page. 2022; 328(21).
Kementerian Agama RI. Tuntutan Manasik Haji dan Umrah. Jakarta (ID): Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah; 2020.

Anda mungkin juga menyukai