Anda di halaman 1dari 68

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavitas
cranii. Otak dilanjutkan sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen
magnum.1

Gambar 2.1 Sistem saraf pusat11

2.1.1 Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar otak dan terdiri dari dua
hemispherium cerebri yang dihubungkan oleh massa substantia alba
yang disebut corpus callosum. Setiap hemisphere terbentang dari os
frontale sampai ke os occipitale di atas fossa cranii anterior dan
media, dan di posterior, di atas tentorium cerebelli. Hemisphere
dipisahkan oleh sebuah celah dalam, yaitu fissura longitudinalis
cerebri, di mana ke dalamnya menonjol falx cerebri. Lapisan
permukaan setiap hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun
oleh substansia grisea.1

29
30

Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyri yang dipisahkan oleh


fissura atau sulci. Dengan cara demikian permukaan cortex
bertambah luas. Sejumlah sulci yang besar membagi permukaan
setiap hemisphere dalam lobus-lobus. Lobus-lobus diberi nama
sesuai dengan tulang tengkorak yang ada di atasnya. Lobus frontalis
terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis. Lobus
parietalis terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus
lateralis. Lobus occipitalis terletak di bawah sulcus parieto-
occipitalis. Di bawah sulcus lateralis terletak lobus temporalis.1

Gambar 2.2 Cerebrum11

Gyrus precentralis terletak tepat anterior terhadap sulcus


centralis dan dikenal sebagai area motoris. Sel-sel saraf motorik
besar di dalam daerah ini mengatur gerakan volunter sisi tubuh yang
31

berlawanan. Hampir seluruh serabut saraf menyilang garis ke sisi


berlawanan di medulla oblongata pada saat mereka turun menuju
medulla spinalis.1
Pada area motoris, tubuh dipresentasikan dalam posisi terbalik.
Sel-sel saraf yang mengatur gerakan kaki berlokasi di bagian atas,
sedangkan yang mengatur gerakan wajah dan tangan terletak di
bagian bawah. Gyrus postcentralis terletak tepat posterior terhadap
sulcus centralis, dikenal sebagai area sensoris. Sel-sel saraf kecil di
dalam daerah ini menerima dan menginterpretasikan sensasi nyeri,
suhu, raba, dan tekan dari sisi tubuh kontralateral.1

Gambar 2.3 Gyrus pada cortex cerebri11

Gyrus temporalis superior terletak tepat di bawah sulcus


lateralis. Bagian tengah gyrus ini menerima dan menginterpretasikan
suara dan dikenal sebagai area auditiva. Area broca atau area bicara
motoris, terletak tepat di atas sulcus lateralis. Area ini mengatur
gerakan bicara. Pada orang bertangan kanan, area Broca hemisphere
kiri bersifat dominan, sedangkan pada orang kidal yang dominan
adalah sisi kanan.1
32

Area visual terletak pada polus posterior dan aspek medial


hemisphere cerebri di daerah sulcus calcarinus. Area ini merupakan
area penerima kesan visual. Rongga yang terdapat di dalam setiap
hemispherium cerebri disebut ventriculus lateralis. Ventriculus
lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen
interventriculare.1

Gambar 2.4 Gyrus pada cortex cerebri11

2.1.2 Diencephalon
Diencephalon hampir seluruhnya tetutup dari permukaan otak.
Terdiri atas thalamus di dorsal dan hypothalamus di ventral.
Thalamus adalah massa substansia grisea besar, yang terletak di
kanan dan di kiri ventriculus tertius. Thalamus merupakan stasiun
perantara besar untuk jaras sensoris aferen yang menuju ke cortex
cerebri. Hypothalamus membentuk bagian bawah dinding lateral dan
dasar ventriculus tertius. Struktur-struktur berikut ini terdapat di
dasar ventriculus tertius, dari depan ke belakang yaitu chiasma
opticum, tuber cinereum, dan infundibulum, corpus mammillare, dan
substansia perforata posterior.1
33

2.1.3 Mesencephalon
Mesencephalon adalah bagian sempit otak yang berjalan
melewati incisura tentorii dan menghubungkan otak depan dengan
otak belakang. Mesencephalon terdiri dari dua belahan lateral yang
disebut pedunculus cerebri. Masing-masing dibagi dalam pars
anterior yaitu crus cerebri, dan bagian posterior yaitu tegmentum
oleh sebuah pita substansia grisea berpigmen yang disebut subtansia
nigra. Rongga sempit mesencephalon disebut aqueductus cerebri,
yang menghubungkan ventriculus tertius dengan ventriculus quartus.
Tectum adalah bagian mesencephalon yang terletak posterior
terhadap aqueductus cerebri. Tectum mempunyai empat tonjolan
kecil, yaitu dua colliculus superior dan dua colliculus inferior.
Colliculus ini terletak profunda di antara cerebellum dan
hemispherium cerebri.1

Gambar 2.5 Area fungsional cortex cerebri11


34

2.1.4 Cerebellum
Pons terletak pada permukaan anterior cerebellum, di bawah
mesencephalon di atas medulla oblongata. Pons terutama disusun
oleh serabut-serabut saraf yang menghubungkan kedua belahan
cerebellum. Pons juga mengandung serabut-serabut ascendens dan
descendens yang menghubungkan otak depan, mesencephalon, dan
medulla spinalis. Beberapa sel saraf di dalam pons berfungsi sebagai
stasiun perantara, sedangkan yang lain membentuk inti saraf otak.1
Medulla oblongata berbentuk kerucut dan menghubungkan
pons di atas dengan medulla spinalis di bawah. Fissura medianan
terdapat pada permukaan anterior medulla, dan pada setiap sisi
terdapat benjolan yang disebut pyramis. Pyramis tersusun dari
berkas-berkas serabut saraf yang berasal dari sel-sel besar di dalam
gyrus precentralis cortex cerebri. Pyramis mengecil ke bawah dan di
sini hampir seluruh serabut-serabut descendens menyilang ke sisi
lainnya, membentuk decussatio pyramidum.1
Posterior terhadap pyramis terdapat oliva, yang merupakan
elevasi lonjong yang dibentuk oleh nucleus olivarius yang terletak di
bawahnya. Di belakang oliva terdapat pedunculus cerebellaris
inferior, yang menghubungkan medulla dnegan cerebellum. Pada
permukaan posterior pars inferior medulla oblongata terdapat
tuberculum gracile dan cuneatum, yang dibentuk oleh nucleus
gracillis di medial nucleus cuneatum di lateral.1
Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior di bawah
tentorium cerebelli. Cerebellum terletak posterior terhadap pons dan
medulla oblongata. Terdiri dari dua hemisphere yang dihubungkan
oleh bagian tengah, yang disebut vermis. Cerebellum dihubungkan
dengan mesencephalon melalui pedunculus cerebellaris superior,
dengan pons oleh pedunculus cerebellaris medius, dan dengan
meduula oblongata oleh pedunculus cerebellaris inferior.1
35

Lapisan permukaan tiap hemispherium cerebelli disebut


cortex, terdiri dari substansia grisea. Cortex cerebelli berlipat-lipat
disebut folia, yang dipisahkan oleh fissura transversa yang tersusun
rapat. Kelompok massa substansia grisea tertentu didapatkan di
dalam cerebellum, tertanam di dalam substansia alba, yang terbesar
dikenal sebagai nucleus dentatus.1
Cerebellum berperan penting dalam mengendalikan tonus otot
dan mengkoordinasikan gerak otot pada sisi tubuh yang sama.
Rongga pada otak belakang adalah ventriculus quartus. Rongga ini
dibatasi di depan oleh pons dan medulla oblongatam dibelakang oleh
velum medullare superius dan inferius serta cerebellum. Ventriculus
quartus berhubungan ke atas dengan ventriculus tertius melalui
aqueductus cerebri, dan ke bawah berlanjut sebagai canalis centralis
medulla spinalis. Juga berhubungan dengan spatium
subarachnoideum melalui tiga lubang di bagian bawah atap, satu
lubang di medial dan dua lubang di lateral.1

2.1.5 Meningen
Cerebrum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran,
atau meningen duramater, arachnoideamater, dan piamater

Gambar 2.6 Medulla spinalis dan meningen12

1) Duramater Encephali
36

Secara konvensional duramater terdiri dari dua lapis:


lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini
berhubungan erat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu di
mana mereka terpisah dan membentuk sinus venosus. Lapisan
endosteal tidak berbeda dengan periosteum yang meliputi
permukaan dalam tulang-tulang tengkorak. Lapisan ini tidak
terbentang melewati foramen magnum untuk berlanjut ke
lapisan duramater di medulla spinalis. Di sekitar pinggir semua
foramina cranii lapisan ini berhubungan dengan periosteum
pada permukaan luar tulang-tulang tengkorak. Pada sutura,
lapisan ini berhubungan dengan ligamentum suturale. Lapisan
ini melekat dengan erat pada tulang-tulang di basis cranii.1

Gambar 2.7 Meningen12


37

Lapisan meningeal adalah duramater yang sebenarnya


merupakan membrana fibrosa padat dan kuat yang
membungkus otak dan melanjutkan diri setelah melalui
foramen magnum sebagai duramater medulla spinalis. Lapisan
ini juga merupakan selubung tubular bagi saraf-saraf orak,
pada saat saraf otak melalui foramina di basis cranii. Di luar
tengkotak, selubung ini menyatu dengan epineurium saraf.1
Lapisan meningeal membentuk empat septum ke arah
dalam yang membagi cavitas cranii menjadi ruang-ruang yang
saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-
bagian otak. Fungsi septa-septa ini adalah untuk fiksasi otak.
Falx cerebri adalah lipatan duramater yang berbentuk bulan
sabit yang terletak di garis tengah, di antara kedua hemisphere
cerebri. Ujung depannya yang sempit melekat pada crista
frontalis interna dan crista galli. Ujung posteriornya yang lebar
menyatu dengan permukaan atas tentorium cerebelli di garis
tengah. Sinus sagittalis superior berjalan pada pinggir atasnya
yang terfiksasi, sinus sagiitalis inferior berjalan pada pinggir
bawahnya yang bebas dan cekung, dan sinus rectus berjalan
sepanjang perlekatannya pada tentorium cerebelli.1
Tentorim cerebelli adalah lipatan duramater berbentuk
bulan sabit, yang menjadi atap fossa cranii posterior. Lapisan
ini menutupi permukaan atas cerebellum dan menyokong lobus
occipitalis hemispherium cerebri. Di depan terdapat sebuah
celah, incisura tentorii, untuk tempat lewatnya mesencephalon,
sehingga terdapat pinggir dalam yang bebas dan pinggir luas
yang terfiksasi. Pinggir yang terfiksasi melekat pada processus
clinoideus posterior, pinggir superior os petrosus, dan pinggir-
pinggir alur untuk sinus transversus pada os occipitale. Pinggir
bebasnya berjalan ke depan pada kedua ujungnya, melintasi
pinggir yang terfiksasi, dan melekat pada processus clinoideus
38

anterior tiap sisi. Pada tempat di mana kedua pinggir


bersilangan, nervus cranialis ketiga dan keempat berjalan ke
depan memasuki dinding lateral sinus cavernosus. Dekat apeks
pars petrosus ossis temporalis, lapis bawah tentorium menonjol
ke depan, di bawah sinus petrosus superior, membentuk
recessus untuk nervus trigeminus dan ganglion trigeminale.1
Banyak arteri yang mendarahi duramater, yaitu arteria
carotis interna, arteria maxillaris, arteria pharyngea ascendens,
arteria occipitalis, dan arteria vertebralis. Dari sudut klinis,
yang terpenting adalah arteria meninges media, yang sering
rusak pada cedera kepala.1
Arteria meningea media berasal dari arteria maxillaris di
dalam fossa infratemporalis. Pembuluh ini masuk ke rongga
otak dan berjalan ke depan dan lateral di dalam alur pada
permukaan atas pars squamosa ossis temporalis. Untuk masuk
cavum crania, arteri ini berjalan melalui foramen spinosum dan
terletak di antara lapisan meningeal dan endosteal duramater.
Ramus anterior (frontalis) membuat alur dalam atau
terowongan pada angulus anteroinferior ossis parietalis, dan
perjalanannya kira-kira sesuai dengan garis gyrus precentralis
otak yang ada di bawahnya. Ramus posterior (parietalis)
melengkung ke belakang dan mendarahi bagian posterior
duramater.1
Vena-vena meningea terletak di dalam lapisan endosteal
duramater. Vena meningea media mengikuti cabang-cabang
arteria meningea media dan bermuara ke dalam plexus venosus
pterygoideus atau sinus sphenoparietalis. Vena-vena terletak
lateral terhadap arterinya.1

2) Arachnoideamater
39

Arachnoideamater adalah suatu membran lembuat yang


tidak permeabel yang meliputi otak dan terletak di antara
piamater di sebelah dalam dan duramater di sebelah luar.
Membran ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdurale, dan dari piamater oleh spatium
subarachnoideum, yang terisi oleh liquor cerebrospinalis.1
Arachnoideamater membentuk jembatan-jembatan di
atas sulcus-sulcus pada permukaan otak dan dalam situasi
tertentu, arachnoideamater dan piamater terpisah lebar
membentuk cisternae subarachnoideae. Pada daerah tertentu,
arachnoideamater menonjol ke dalam sinus venosus
membentuk vili arachnoidales. Vili arachnoidales ini paling
banyak di sepanjang sinus sagittalis superior. Agregasi vili
arachnoidales disebut sebagai granulationes arachnoidales. Vili
arachnoidales berfungsi sebagai tempat difusi liquor
cerebrospinalis ke dalam aliran darah.1

3) Piamater
Piamater adalah membran vaskular yang dengan erat
membungkus otak, membungkus gyrus-gyrus dan masuk ke
dalam sulcus-sulcus yang terdalam. Membran ini membungkus
saraf otak dan menyatu dengan epieneuriumnya. Arteri-arteri
yang masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh
piamater.1

2.1.6 Suplai Darah Otak


40

1) Arteri Otak
Otak disuplai oleh dua arteria carotis interna dan dua
arteria vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada
permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi
(circulus arteriosus cerebri). 1
a. Arteria Carotis Interna
Arteria carotis interna muncul dari sinus cavernosus
pada sisi medial processus clinoideus anterior. Kemudian
arteria ini membelok ke belakang menuju ke sulcus cerebri
lateralis. Di sini, arteria ini bercabang menjadi arteria
cerebri anterior dan arteria cerebri media.1

Gambar 2.8 Circulus Willisi11

Cabang-cabang bagian cerebral arteria carotis interna


adalah sebagai berikut:1
- Arteri opthalmica dipercabangkan sewaktu arteri
carotis interna keluar dari sinus cavernosus. Arteri ini
41

masuk orbita melalui canalis opticus, di bawah dan


lateral terhadap nervus opticus. Arteri opthalmica
mendarahi mata dan struktur orbita lainnya, dan
cabang-cabang terminalnya mendarahi daaerah kulit
kepala, sinus ethmoidalis dan frontalis, serta dorsum
nasi.
- Arteri communicans posterior adalah pembuluh kecil
yang berjalan ke belakang untuk bergabung dengan
arteri cerebri posterior.
- Arteri choroidea adalah sebuah cabang kecil, berjalan
ke belakang, masuk ke dalam cornu inferior
ventriculus lateralis dan berakhir di dalam plexus
choroideus.
- Arteri cerebri anterior berjalan ke depan dan medial,
dan masuk ke dalam fissura longitudinalis cerebri.
Pembuluh ini bergabung dengan arteri yang sama dari
sisi yang lain melalui arteri communicans anterior.
Arteria ini membelok ke belakang di atas corpus
callosum, dan cabang-cabang corticalnya mendarahi
permukaan medial cortex cerebri sampai ke sulcus
parieto-occipitalis. Pembuluh ini juga mendarahi
sebagian cortex selebar 1 inci (2,5 cm) pada
permukaan lateral yang berdekatan. Dengan demikian,
arteri cerebri anterior mendarahi area tungkai di gyrus
precentralis. Cabang-cabang central menembus
substansi otak dan mendarahi massa substansia grisea
di bagian dalam hemispherium cerebri.
- Arteri cerebri media, cabang terbesar dari arteri carotis
interna, berjalan ke lateral di dalam sulcus lateralis
cerebri. Cabang-cabang cortical mendarahi seluruh
permukaan lateral hemisphere, kecuali daerah sempit
42

yang disuplai oleh arteri cerebri anterior, polus


occipitalis dan permukaan infero-lateral hemisphere
yang disuplai oleh arteri cerebri posterior. Dengan
demikian arteri ini mensuplai seluruh area motoris
kecuali area tungkai pada hemispherium cerebri.
Cabang-cabang central masuk ke substansia perforata
anterior dan mensuplai massa substansia grisea di
bagian dalam hemispherium cerebri.
b. Arteria Vertebralis
Arteria vertebralis cabang dari bagian pertama arteri
subclavia berjalan ke atas melalui foramina pada
processuss transversus vertebrae cervicalis I sampai VI.
Pembuluh ini mausk tengkotak melalui foramen magnum
dan berjalan ke atas, depan dan medial medulla oblongata.
Pada pinggir bawah pons, arteri ini bergabung dengan
arteri dari sisi lainnya membentuk arteria basilaris.
Cabang-cabang cranial dari arteria vertebralis adalah
arteriae meningeae, arteri spinalis anterior dan posterior,
arteri cerebelli posteroinferior, dan arteriae medullares.1

Gambar 2.9 Arteri pada otak11


c. Arteri Basilaris
43

Arteri basilaris dibentuk oleh gabungan kedua


arteria vertebralis, berjalan naik di dalam alur pada
permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons
bercabang dua menjadi arteri cerebri posterior. Cabang-
cabang dari arteri basilaris adalah arteri untuk pons,
cerebellum, dan telinga dalam, serta arteri cerebri
posterior.1
Arteria cerebri posterior pada masing-masing sisi
melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling
mesencephalon. Cabang-cabang cortical mendarahi
permukaan inferolateral lobus temporalis dan permukaan
lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi arteria ini
mendarahi cortex visual. Cabang-cabang central
menembus substansi otak dan mendarahi massa substansia
grisea di dalam hemispherium cerebri dan
mesencephalon.1

d. Circulus Willisi
Circulus Willisi terletak di dalam fossa
interpeduncularis basis cranii. Circulus ini dibentuk oleh
anastomosis antara kedua arteri carotis interna dan kedua
arteri vertebralis. Arteri communicans anterior, arteri
cerebri anterior, arteri carotis interna, arteri communicans
posterior, arteri cerebri posterior, dan arteri basilaris ikut
membentuk circulus ini, Circulus Willisi memungkinkan
darah yang masuk melalui arteri carotis interna atau arteri
vertebralis untuk didistribusikan ke setiap bagian dari
kedua hemispherium cerebri. Cabang-cabang cortical dan
central dari circulus ini mendarahi substansi otak.1

2) Vena Otak
44

Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot di dalam


dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.
Vena-vena ini muncul dari otak dan bermuara ke dalam sinus
venosus cranialis. Terdapat vena-vena cerebri, cerebelli, dan
batang otak. Vena cerebri magna dibentuk oleh gabungan
kedua vena cerebri interna dan bermuara ke dalam sinus
rectus.1

2.1.7 Nervus Cranialis


Terdapat 12 nervus cranialis yaitu nervus olfaktorius, nervus
opticus, dan nervus vestibulocochlearis yang bersifat sebagai
sensoris murni. Nervus oculomotorius, nervus trochlearis, nervus
abducens, nervus accessorius, dan nervus hypoglossus bersifat
motorik murni, serta saraf cranial lainnya itu trigeminus, nervus
facialis, nervus glossopharyngeus, dan nervus vagus bersifat
campuran.1
1) Nervus Olfactorius
Nervus ini berasal dari sel-sel reseptor nervus olfaktorius
di membrana mucosa olfactorius. Membrana mucosa
olfactorius terletak pada bagian atas cavitas nasi di atas concha
nasalis superior. Berkas serabut-serabut nervus olfactorius ini
berjalan melalui lubang-lubang pada lamina cribrosa ossis
ethmoidalis untuk masuk ke dalam bulbus olfactorius dalam
cavitas cranii. Bulbus olfactorius dihubungkan dengan area
olfactorius cortex cerebri oleh tractus olfactorius.1
2) Nervus Opticus
Nervus opticus merupakan kumpulan axon sel-sel
lapisan ganglionik retina. Nervus opticus muncul dari bagian
belakang bola mata dan meninggalkan rongga orbita melalui
canalis opticus untuk masuk ke dalam rongga cranium.
45

Selanjutnya menyatu dengan nervus opticus sisi lainnya


membentuk chiasma opticum.1
Pada chiasma, serabut-serabut dari belahan medial
masing-masing retina menyilang garis tengah dan masuk ke
tractus opticus sisi kontralateral, sedangkan serabut-serabut
belahan lateral retina berjalan ke posterior di dalam tractus
opticus berakhir dengan bersinaps pada sel-sel saraf di dalam
corpus geniculatum laterale. Sebagian kecil serabut berjalan ke
nucleus pretectalis dan coliculus superior serta berperan pada
refleks cahaya. Axon sel-sel saraf dari corpus geniculatum
laterale berjalan ke posterior sebagai radiatio optica dan
berakhir pada cortex visual hemispherium cerebri.1

Gambar 2.10 Nervi craniales11


46

3) Nervus Occulomotorius
Nervus occulomotorius keluar dari permukaan anterior
mesencephalon. Sarad ini berjalan ke depan di antara arteria
cerebri posterior dan arteria cerebelli superior. Kemudian
berjalan terus ke depan di dalam fossa cranii media pada
dinding lateral sinus cavernosus. Di sini, nervus bercabang
menjadi ramus superior dan ramus inferior, yang masuk ke
rongga orbita melalui fissura orbitalis superior.1
Nervus occulomotorius menyarafi otot-otot ekstrinsik
mata yaitu musclus levator palpebrae superioris, musculus
rectus superior, musculus rectus medialis, musculus rectus
inferior, dan musculus obliquus inferior. Selain itu, otot-otot
intrinsik mata seperti musculus constrictor pupillae iris dan
musculus ciliaris dipersarafi oleh komponen parasimpatik
nervus occulomotorius. Serabut-serabut ini bersinaps di dalam
ganglion ciliare dan mencapai bola mata di dalam nervi ciliares
breves. Dengan demikian nervus occulomotorius seluruhnya
bersifat motorik. Saraf ini berfungsi untuk mengangkat
kelopak mata atas, memutar bola mata ke atas, bawah, dan
medial, konstriksi pupil dan akomodasi mata.1

4) Nervus Trochlearis
Nervus trochlearis adalah saraf cranial yang paling
ramping. Setelah menyilang saraf sisi lainnya, saraf ini
meninggalkan permukaan posterior mesencephalon. Kemudian
nervus trochlearis berjalan ke depan melalui fossa cranii media
pada dinding lateral sinus cavernosus dan masuk ke orbita
melalui fissura orbitalis superior. Nervus trochlearis menyarafi
musculus obliquus superior bola mata (musculus ekstrinsik).
Nervus trochlearis seluruhnya motorik dan membantu memutar
bola mata ke bawah dan lateral.
47

5) Nervus Trigeminus
Nervus trigeminus merupakan saraf cranial terbesar.
Saraf ini meninggalkan aspek anterior pons sebagai radix
motoris yang kecil dan radix sensoris yang besar, berjalan ke
depan, keluar dari fossa cranii posterior, untuk mencapai apex
pars petrosa ossis temporalis di dalam fossa cranii media. Di
sini, radix sensoris membesar membentuk ganglion
trigeminale. Ganglion trigeminale terletak di dalam sebuah
kantong duramater disebut cavum trigeminale. Radix motoris
nervus trigeminus terletak di bawah ganglion sensorik dan
terpisah darinya. Nervus opthalmicus (N.V1), nervus
maxillaris (N.V2), dan nervus mandibularis (N.V3) berasal
dari pinggir anterior ganglion.1
a. Nervus Opthalmicus
Nervus opthalmicus bersifat murni sensorik. Nervus
ini berjalan ke depan pada dinding lateral sinus cavernosus
di dalam fossa cranii media dan bercabang tiga, nervus
lacrimalis, nervus frontalis, dan nervus nasociliaris, yang
masuk ke dalam rongga orbita melalui fossa orbitalis
superior.1
Nervus lacrimalis berjalan ke depan pada pinggir
atas musculus rectus lateralis. Nervus ini bergabung
dengan ramus zygomaticotemporalis cabang dari nervus
maxillaris, yang mengandung serabut secretomotorik
parasimpatik ke glandula lacrimalis. Kemudian nervus
lacrimalis masuk glandula lacrimalis dan memberikan
cabang-cabang ke conjunctiva dan kulit kelopak mata atas.
Nervus frontalis berjalan ke depan pada permukaan atas
musculus levator palpebrae superioris dan bercabang dua
menjadi nervus supraorbitalis dan nervus supratrochlearis.
48

Saraf-saraf ini meninggalkan rongga orbita dan menyarafi


sinus frontalis dan kulit dahi serta kulit kepala.1
Nervus nasociliaris menyilang nervus opticus,
berjalan ke depan pada pinggir atas musculus rectus
medius, dan berlanjut sebagai nervus ethmoidalis anterior
yang berjalan melalui foramen ethmoidale anterius, masuk
ke cavitas cranii. Kemudian saraf ini berjalan turun melalui
celah pada sisi crista galli masuk ke cavitas nasi. Saraf ini
memberikan dua rami nasales internae, dan kemudian saraf
ini menyarafi kulit di puncak hidung melalui ramus nasalis
externus, cabang-cabangnya adalah ramus sensorik ke
ganglion ciliare, nervis ciliares longi, nervus
infratrochlearis, dan nervus ethmoidalis posterior.1

b. Nervus Maxillaris
Nervus maxillaris bersifat sensorik murni. Nervus
ini meninggalkan cranium melalui foramen rotundum dan
menyilang fossa pterygopalatina, masuk orbita melalui
fissura orbitalis inferior. Kemudian saraf ini berlanjut
sebagai nervus infraorbitalis di dalam sulcus infraorbitalis,
dan nervus ini muncul pada permukaan wajah melalui
foramen infraorbitale. Nervus maxillaris bercabang
menjadi serabut-serabut sensorik ke wajah dan sisi hidung.1

c. Nervus Mandibularis
Nervus mandibularis bersifat motorik dan sensorik.
Radix sensoris meninggalkan ganglion trigeminale dan
keluar dari cranium melalui foramen ovale untuk masuk ke
fossa infratemporalis. Radix motoris nervus trigeminus
juga keluar dari tengkorak melalui foramen ovale dan
bergabung dengan radix sensoris untuk membentuk truncus
49

nervus mandibularis, dan kemudian membelah dua menjadi


sebuah divisi anterior yang kecil dan sebuah divisi
posterior yang besar.1
6) Nervus Abducens
Saraf kecil ini muncul dari permukaan anterior otak
belakang di antara pons dan medulla oblongata. Nervus
abducens berjalan ke depan bersama arteria carotis interna
melalui sinus cavernosus di dalam fossa cranii media dan
masuk orbita melalui fissura orbitalis superior. Nervus
abducens menyarafi musculus rectus lateralis dan karena itu
berfungsi memutar bola mata ke lateral.1
7) Nervus Facialis
Nervus facialis muncul sebagai sebuah radix motoris dan
sebuah radix sensoris (nervus intermedius). Saraf muncul pada
permukaan anterior otak belakang di antara pons dan medulla
oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii
posterior bersama nervus vestibulocochlearis dan masuk ke
meatus acusticus internus pada pars petrosa ossis temporalis.1
Pada dasar meatus, saraf ini masuk canalis facialis,
berjalan ke lateral melintasi telinga dalam. Pada saar mencapai
dinding medial telinga tengah (cavitas tympani), saraf melebar
membentuk ganglion geniculatum. Kemudian saraf membelok
secara tajam ke belakang di atas promontorium dan pada
dinding posterior telinga tengah membelok ke bawah pada sisi
medial aditus ad antrum mastoideum. Nervus facialis berjalan
ke bawah di belakang pyramid, dan keluar dari os temporale
melalui foramen stylomastoideum. Nervus facialis kemudian
berjalan ke depan melalui glandula parotidea ke daerah
distribusinya.1
Cabang-cabang penting nervus facialis adalah sebagai berikut:1
50

a. Nervus petrosus major merupakan percabangan dari nervus


facialis pada ganglion geniculatum. Nervus ini
mengandung serabut-serabut preganglionik parasimpatik
yang bersinaps di ganglion pterygopalatinum. Serabut pada
posganglionik merupakan sekretomotorik glandula
lacrimalis dan glandula di hidung dan palatum. Nervus
petrosus major juga mengandung serabut pengecap dari
palatum.
b. Nervus ke musculus stapedius menyarafi musculus
stapedius di dalam telinga tengah.
c. Chorda tympani berasal dari nervus facialis di dalam
canalis facialis pada dinding posterior telinga tengah. Saraf
ini berjalan ke depan di atas permukaan medial bagian atas
membrana tympani dan meninggalkan telinga tengah
melalui fissura petrotympanica, masuk fossa
infratemporalis dan bergabung dengan nervus lingualis.
Chorda tympani mengandung serabut-serabut
sekretomotorik parasimpatik preganglionik yang menuju
ke glandula submandibularis dan glandula sublingualis.
Saraf ini mengandung juga serabut pengecap dari dua
pertiga bagian anterior lidh dan dasar mulut.
d. Nervus auricularis posterior, venter posterior musculus
digastricus dan stylohyoideus adalah rami musculares dari
nervus facialis pada saat saraf ini muncul dari foramen
stylomastoideum.
e. Lima rami terminales ke otot-otot ekspresi wajah. Cabang-
cabang tersebut adalah ramus temporalis, ramus
zygomaticus, ramus buccalis, ramus mandibularis, dan
ramus cervicalis. Setelah meninggalkan foramen
stylomastoideum, nervus facialis terletak di dalam glandula
parotidea, dan terletak di antara pars superficialis dan
51

profunda glandula. Di sini, nervus facialis memberikan


cabang-cabang terminal, yang muncul dri pinggir anterior
glandula dan berjalan ke otot-otot wajah dan kulit kepala.
Ramus buccalis menyarafi musculus buccinator, dan ramus
cervicalis menyarafi musculus platysma dan musculus
depressor anguli oris. Dengan demikian, nervus facialis
mengatur ekspresi wajah, salivasi, dan lakrimasi, serta
merupakan jalur unruk sensasi pengecap dari bagian
anterior lidah dan dasar mulur serta dari palatum.

8) Nervus Vestibulocochlearis
Nervus vestibulocochlearis merupakan saraf sensorik
yang terdiri atas dua berkas saraf yaitu nervus vestibularis dan
nervus cochlearis. Saraf-saraf ini meninggalkan permukaan
anterior otak di antara pons dan medulla oblongata. Saraf-saraf
ini melewati fossa cranii posterior dan masuk ke meatus
acusticus internus bersama dengan nervus facialis.1
Serabut vestibular merupakan pusat pengolahan impuls
dari sel-sel saraf ganglion vestibulare yang terletak di dalam
meatus acusticus internus. Serabut vestibularis berasal dari
vestibulum dan canalis semicircularis, karena itu serabut ini
berperan dalam sensasi posisi dan dengan gerakan kepala.
Serabut cochlear merupakan pusat pengolahan impuls dari sel-
sel saraf ganglion spirale cochleae. Serabut-serabut cochlear
berasal dari organum spirale Corti, karena itu berperan dalam
pendengaran.1

9) Nervus Glossopharyngeus
Nervus glossopharyngeus adalah saraf motorik dan
sensorik. Saraf ini keluar dari permukaan anterior medulla
oblongata, di antara oliva dan pedunculus cerebellaris inferior.
52

Nervus glossopharyngeus berjalan ke lateral di dalam fossa


cranii posterior dan meninggalkan cranium dengan melalui
foramen jugulare. Ganglion sensorium superius dan inferius
terletak pada saraf ini pada saar melalui foramen jugulare.
Kemudian nervus glossopharyngeus berjalan turun melalui
bagian atas leher ke bagian posterior lidah. Dengan demikian,
nervus glossopharyngeus membantu proses menelan dan
merangsang salivasi. Saraf ini juga mengatur sensasi dari
pharynx dan belakang lidah serta membawa impuls yang
mempengaruhi tekanan darah arteri dan respirasi dari sinus
caroticus dan glomus caroticus.1

10) Nervus Vagus


Nervus vagus terdiri atas serabut-serabut motorik dan
sensorik. Saraf ini keluar dari permukaan anterior medulla
oblongata di antara oliva dan pedunculus cerebellaris inferior.
Nervus vagus berjalan ke lateral melalui fossa cranii posterior
dan meninggalkan tengkorak melalui foramen jugulare. Nervus
vagus mempunyai kedua ganglion sensorik superius dan
inferius. Di bawah ganglion inferius, radix cranialis nervus
accessorius bergabung dengan nervus vagus dan distribusinya
terutama di dalam ramus pharyngeus dan laryngeus rekuren.1
Nervus vagus berjalan turun ke leher bersama arteria
carotis interna dan vena jugularis interna di dalam selubung
carotis. Berjalan melalui mediastinum di thorax melalui
posterior radix pulmonis, dan masuk ke abdomen melalui
hiatus oesophagus di diaphragma. Dengan demikian, nervus
vagus menyarafi jantung dan pembuluh-pembuluh besar di
dalam thorax, larynx, trachea, bronchi, dan paru-paru, serta
sebagian besar tractus digestivus dari pharynx sampai ke
flexura coli splenica. Saraf ini juga menyarafi kelenjar-kelenjar
53

yang berhubungan dengan tractus digestivus, seperti hepar dan


pancreas. Nervus vagus mempunyai distribusi yang paling luas
di antara semua saraf-saraf cranial dan menyarafi struktur-
struktur tersebut di atas melalui serabut aferen dan eferen.1

11) Nervus Accessorius


Nervus accessorius adalah saraf motorik. Nervus ini
terdiri dari radix cranialis dan radix spinalis. Radix cranialis
muncul dari permukaan anterior medulla oblongata di antara
oliva dan pedunculus cerebellaris inferior. Nervus ini berjalan
ke lateral di dalam fossa cranii posterior dan bergabung dengan
radix spinalis. Radix spinalis dari sel-sel saraf di dalam
substansia (cornu) grisea anterior dari lima segmen bagian atas
pars cervicalis medulla spinalis. Saraf ini naik ke atas
sepanjang medulla spinalis dan masuk cranium melalui
foramen magnum.1
Kedua radix berstu dan meninggalkan cranium melalui
foramen jugulare. Kemudian kedua radix memisahkan diri.
Radix cranialis bergabung dengan nervus vagus dan diperluas
melalui cabang-cabangnya ke otot-otot palatum molle dan
pharynx (melalui plexus pharyngeus) dan otot-otot larynx
(kecuali musculus cricothyroideus).1
Radix spinalis berjalan ke bawah dan lateral, dan masuk
ke permukaan dalam musculus sternocleidomastoideus, yang
dipersarafinya dan kemudian menyilang trigonum colli
posterius untuk menyarafi musculus trapezius. Jadi nervus
accessorius berperan mengatur gerakan palatum molle,
pharynx, dan larynx, dan mengatur gerakan dua otot besar di
leher, yaitu musculus sternocleidomastoideus dan musculus
trapezius.1
54

12) Nervus Hypoglossus


Nervus hypoglossus adalah saraf motorik. Nervus ini
muncul pada permukaan anterior medulla oblongata dan di
antara pyramis dan oliva, melewati fossa cranii posterior, dan
meninggalkan cranium melalui canalis nervi hypoglossi.
Kemudian saraf ini berjalan ke bawah dan depan di leher untuk
menyilang arteria carotis interna dan externa untuk mencapai
lidah. Dalam perjalanan bagian atasnya, nervus hypoglossus
bergabung dengan serabut C1 dari plexus cervicalis.1
Cabang-cabang penting dari nervus hypoglossus adalah
sebagai berikut:1
a. Ramus meningeus
b. Ramus descendens (serabut C1) berjalan ke bawah dn
bergabung dengan ramus descendens nervus cervicalis (C2
dan C3) untuk membentuk ansa cervicalis. Cabang-cabang
dari ansa ini menyarafi musculus omohyoideus, musculus
sternohyoideus, dan musculus sternothyroideus.
c. Nervus ke musculus thyrohyoideus (C1)
d. Rami musculares ke semua otot-otot lidah, kecuali
musculus palatoglossus (plexus pharyngeus)
e. Nervus ke musculus geniohyoideus (C1)
Dengan demikian, nervus hypoglossus menyarafi otot-otot
lidah (kecuali musculus palatoglossus) dan dengan demikian
mengatur bentuk dan gerakan lidah.

2.2 Fisiologi Otak


Sistem saraf terdiri dari susunan saraf pusat (SSP), yang mencakup
otak dan medulla spinalis, dan susunan saraf tepi (SST) yang mencakup
serat-serat saraf yang membawa informasi ke divisi aferen dan dari divisi
eferen SSP. Tiga kelas fungsional neuron-neuron aferen, neuron eferen, dan
antarneuron membentuk sel-sel peka rangsang sistem saraf. Neuron aferen
55

memberitahu SSP tentang kondisi di lingkungan eksternal dan internal.


Neuron eferen membawa perintah dari SSP ke organ efektor, yaitu otot dan
kelenjar. Antarneuron berperan mengintegrasikan informasi aferen dan
memformulasikan respons eferen, serta untuk fungsi-fungsi mental yang
lebih tinggi yang berkaitan dengan fungsi luhur.2
1. Korteks Serebri
Korteks serebri adalah lapisan luar (substansia grisea) yang
menutupi bagian di bawahnya yaitu substansia alba. Substansia alba
terdiri dari berkas-berkas saraf yang menghubungkan berbagai regio
korteks dengan bagian lain. Korteks terdiri dari badan sek saraf,
dendrit, dan sel glia. Tanggung jawab utama berbagai fungsi tertentu
terlokalisasikan di regio korteks tertentu sebagai berikut:
1) Lobus occipitalis mengandung korteks penglihatan
2) Lobus temporalis mengandung korteks pendengaran
3) Lobus parietalis berperan dalam penerimaan dan pemrosesan
perseptual masukan somatosensorik (somestetik dan proprioseptif)
4) Gerakan motorik volunter dijalankan oleh lobus frontalis tempat
korteks motorik primer dan daerah motorik luhur berbeda

Gambar 2.11 Area fungsional cortex cerebri


56

Kemampuan bahasa bergantung pada aktivitas terintegrasi dua


daerah bahasa primer-daerah Broca dan daerah Wernicke biasanya
hanya terletak di bagian otak yang dominan. Daerah asosisasi adalah
bagian-bagian korteks yang tidak secara spesifik dikaitkan dengan
pemrosesan masukan sensorik atau perintah motorik atau kemampuan
bahasa. Daerah-daerah ini merupakan penghubung integratif antara
berbagai informasi sensorik dan tindakan bertujuan, serta peran kunci
dalam fungsi-fungsi otak yang lebih tinggi misalnya ingatan dan
pengambilan keputusan. Daerah asosiasi mencakup korteks asosiasi
prefrontal, korteks asosiasi parietal-temporal-oksipital serta korteks
asosiasi limbik.2

Gambar 2.12 Homunculus cerebri

2. Nucleus Basal, Thalamus, dan Hipotalamus


Struktur-struktur otak pada subkorteks - nucleus basal, talamus,
dan hipotalamus berinteraksi secara ekstensif dengan korteks dalam
melakukan fungsinya. Nucleus basal menghambat tonus otot,
57

mengkoordinasikan kontraksi postural yang lambat dan menetap, dan


menekan pola-pola gerakan yang tidak bermanfaat. Talamus berfungsi
sebagai stasiun pemancar untuk pemrosesan awal masukan sensorik
dalam perjalanannya ke korteks, Bagian ini juga berperan dalam
kesadaran kasar akan sensasi dan beberapa tingkat kesadaran.
Hipotalamus mengatur banyak fungsi homeostatik, sebagian melalui
kontrolnya yang ekstensif pada sistem saraf otonom dan sistem
endokrin.2

2.3 Stroke
Definisi stroke menurut WHO adalah tanda-tanda klinis gangguan
fungsi otak fokal atau global yang berkembang dengan tiba-tiba,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematin, tanpa penyebab
lain yang jelas selain dari vaskular. Definisi lain stroke menurut American
Heart Association (AHA) istilah stroke harus digunakan secara luas untuk
mencakup semua hal berikut:3,4
1. Infark sistem saraf pusat adalah kematian otak, medula spinalis, atau
sel retina akibat iskemia, berdasarkan pada patologi, imaging
(pencitraan), atau bukti objektif lainnya dari cedera iskemik fokal
otak, medula spinalis, atau retina dalam distribusi vaskular yang jelas,
atau bukti klinis dari cedera iskemik fokal dari otak, medula spinalis,
atau retina berdasarkan gejala yang bertahan ≥ 24 jam atau sampai
kematian, dan etiologi lainnya disingkirkan.
2. Definisi stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis
disebabkan oleh infark fokal dari cerebral, spinal, atau retina.
3. Definisi infark sistem saraf pusat “silent” adalah bukti imaging
(pencitraan) atau neuropatologis dari infark sistem saraf pusat, tanpa
riwayat disfungsi neurologis akut akibat lesi.
4. Definisi perdarahan intraserebral adalah perkembangan tanda klinis
disfungsi neurologis yang tiba-tiba disebabkan oleh pengumpulan
58

secara fokal dari darah di parenkim otak atau sistem ventrikular yang
tidak disebabkan oleh trauma.
5. Definisi perdarahan intraserebral “silent” adalah kumpulan fokus dari
darah yang kronis pada parenkim otak, ruang subarachnoid, atau
sistem ventrikel pada pemeriksaan neuroimaging atau neuropatologi
yang tidak disebabkan oleh trauma dan tanpa riwayat disfungsi
neurologis akut yang disebabkan oleh lesi.
6. Definisi perdarahan subarachnoid adalah perdarahan ke dalam ruang
subarachnoid.
7. Definisi stroke akibat perdarahan subarachnoid perkembangan tanda
klinisi disfungsi neurologis dan atau nyeri kepala yang tiba-tiba
disebabkan oleh perdarah ke ruang subarachnoid yang tidak
disebabkan oleh trauma.
8. Definisi stroke akibat trombosis vena serebral adalah infark atau
perdarahan pada otak, medula spinalis, atau retina disebabkan oleh
trombosis dari struktur vena serebral. Tanda dan gejala disebabkan
oleh edema reversibel tanpa infark atau perdarahan tidak
dikategorikan sebagai stroke.
9. Definisi stroke yang tidak disebabkan secara spesifik adalah episode
disfungsi neurologis akut yang diduga disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan, bertahan ≥ 24 jam atau sampai mati, tetapi tanpa bukti
yang cukup untuk diklasifikasikan sebagai salah satu di atas.

2.4 Epidemiologi
Di seluruh dunia, stroke merupakan penyebab kedua kematian dan
urutan ketiga penyebab disabilitas. Sekitar 10% dari 55 kematian di dunia
yang terjadi setiap tahun di dunia disebabkan oleh stroke. Selama dekade ini,
kejadian stroke telah menurun sebanyak 42% di negara-negara
berpenghasilan tinggi, sedangkan selama empat dekade terakhir, insiden
stroke di negara berpenghasilan rendah dan menengah menjadi meningkat
lebih dari dua kali lipat.4
59

Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis pada penduduk umur ≥ 15


tahun di Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter sebanyak
10,9 per mil, jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2013 berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebanyak 7 per mil. Prevalensi stroke pada tahun
2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8 per mil), diikuti oleh D.I Yogyakarta (10,3 per mil). Prevalensi stroke
berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di
Sulawesi Selatan (17,9 per mil), D.I Yogyakarta (16,9 per mil), Sulawesi
Tengah (16,6 per mil), kemudian diikuti oleh Jawa Timur (16 per mil).
Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan
pendidikan rendah baik yang terdiagnosis tenaga kesehatan (16,5 per mil)
maupun diagnosis tenaga kesehatan atau gejala (32,8 per mil). Prevalensi
stroke di perkotaan lebih tinggi daripada pedesaan, Prevalensi juga lebih
tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja dibandingkan yang bekerja.
Stroke juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
umur ≥ 75 tahun. Prevalensi stroke menurut Riskesdas terjadi sama tinggi
pada laki-laki dan perempuan.5

2.5 Klasifikasi
Menurut Perdossi stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran
klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai
cara pengobatan, preventif, dan prognosis yang berbeda, walaupun
patogenesisnya serupa.6
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1) Stroke iskemik
a. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
60

2) Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat
cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam
jaringan otak. Apabila perdarahan terjadi pada individu yang
tidak mengidap hipertensi, maka diperlukan pemeriksaan
untuk mengetahui kausa lain dari perdarahan tersebut seperti
gangguan perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor yang
menyebabkan erosi. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intraserebrum paling sering terjadi pada saat pasien terjaga dan
aktif, sehingga kejadian sering disaksikan orang lain.7
Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam,
basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban
terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan stroke tipe ini.
Dengan mengingat bahwa basal ganglia memodulasi fungsi
motorik volunter dan bahwa semua serat saraf aferen dan
eferen di separuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk
dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa
stroke di salah satu bagian ini diperkirakan dapat menimbulkan
defisit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan di dalam
jarungan otak menyebabkan defisit neurologis fokal yang
cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit
sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan
dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada
keterlibatan kapsula interna.7

b. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid memiliki dua kausa utama
yaitu ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala.
Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke
61

dalam ruang subarachnoid lapisan meningen dapat


berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi sekitar
50% pada bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab
tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit
utama dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan
mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah
perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah
vasospasme reaktif disertai infark, ruptur ulang, hiponatremia,
dan hidrosefalus. Bagi pasien yang bertahan hidup setelah
perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah
penyulit paling berbahaya pada masa pascaperdarahan dini.
Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12 hari
setelah perdarahan awal. Seberapa luas spasme arteru
menyebabkan iskemia dan infark bergantung pada keparahan
dan distribusi pembuluh-pembuluh yang terlibat.7

2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu


1) TIA
2) Stroke-in-evolution
3) Completed stroke

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah


1) Sistem karotis
2) Sistem vertebro-basilar

Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang


mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan
memberikan kombinasi gejala yang lebih banyak pula. Bamford (1992)
mengajukan klasifikasi klinis stroke sebagai berikut:6
1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Gambaran klinik:
62

a. Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral


sisi lesi)
b. Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
c. Gangguan fungsi luhur: misalnya afasia, gangguan visuo-spasial,
hemineglect, agnosia, apraxia.
Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah emboli kardiak atau trombus
arteri ke arteri, maka dnegan segera pada penderita ini dilakukan
pemeriksaan fungsi kardiak dan jika pemeriksaan ke arah emboli
arteri ke arteri mendapatkan hasil normal, maka dipertimbangkan
untuk pemeriksaan elektrokardiografi.

2. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)


Gejela lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi
serebral pada sistem karotis, yaitu:
a. Defisit motorik/sensorik dan hemianopia
b. Defisit motorik/sensorik disertai dengan gejala fungsi luhur
c. Gejala fungsi luhur dan hemianopia
d. Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif dibanding
infark lakunar (hanya monoparesis-monosensorik)
e. Gangguan fungsi luhur saja
Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah tertentu
dan percabangan arteri serebri media bagian kortikal, atau pada
percabangan arteri serebri media pada penderita dengan kolateral
kompensasi yang baik atau pada arteri serebri anterior. Pada keadaan
ini kemungkinan embolisasi sistematik dari jantung menjadi penyebab
stroke terbesar dan pemeriksaan tambahan dilakukan seperti pada
TACI.
63

3. Lacunar Infarct (LACI)


Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep
infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari pada CT-scan
otak. Adapun tanda-tanda klinisnya:
a. Tidak ada defisit visual
b. Tidak ada gangguan fungsi luhur
c. Tidak ada gangguan fungsi batak otak
d. Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
e. Gejalanya:
- Pure motor stroke (PMS)
- Pure sensory stroke (PSS)
- Ataksik hemiparesis (termasuk ataxia dan paresis unilateral,
dysarthria-hand syndrome)
Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli karena
biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal, sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari emboli kardiak.

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)


Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis.
Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan tiga tipe
sebelumnya. Adapun gejala klinisnya adalah:
a. Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan
motorik/sensorik kontralateral
b. Gangguan motorik/sensorik bilateral
c. Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)
d. Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral
e. Isolated hemianopia atau buta kortikal
Heterogenesitas penyebab POCI menyebabkan pemeriksaan kasus
harus lebih teliti dan lebih mendalam. Salah satu jenis POCI yang
sering disebabkan emboli kardiak adalah gangguan batang otak yang
timbulnya serentak dengan hemianopia homonym.
64

2.6 Faktor Risiko


Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang dapat diubah
(modifiable risk factors) dan faktor risiko yang tidak dapat diubah (non-
modifiable risk factors) adalah sebagai berikut:7
1. Faktor risiko yang dapat diubah
1) Behavioral risk factors
a. Merokok
b. Unhealthy diet: lemak, garam berlebihan, asam urat,
kolesterol
c. Alkoholik
d. Obat-obatan: narkoba (kokain), antikoagulan, antiplatelet,
obat kontrasepsi
2) Physiological risk factors
a. Penyakit hipertensi
b. Penyakit jantung
c. Diabetes mellitus
d. Infeksi
e. Gangguan ginjal
f. Kegemukan
g. Polisitemia
h. Kelainan anatomi pembuluh darah
Dalam beberapa kasus, merokok dapat menyebabkan stroke,
serangan jantung, penyakit paru-paru, dan berbagai macam jenis
kanker. Penggunaan tembakau memiliki efek pada radikal bebas dan
terdapat racun yang merusak pembuluh darah dan berkontribusi untuk
membentuk “sumbatan” (trombus). Studi menunjukkan bahwa salah
satu bagian dari bagian dari rokok dapat meningkatkan denyut jantung
dan tekanan darah, serta membuat arteri menyempit. Sejumlah
penelitian telah menunjukkan potensi rokok berefek pada faktor-faktor
risiko stroke lainnya seperti peningkatan tekanan darah dan
65

penggunaan kontrasepsi oral. Tanpa diduga, perokok pasif memiliki


perkiraan terbesar dari risiko perokok aktif.7
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering
memicu ICH. Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita
hipertensi. Pada kasus stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH
menderita hipertensi. Risiko ICH diketahui meningkat berhubungan
dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga
berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak dua
sampai tujuh kali.7
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial
juga merupakan faktor risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup
kronik dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon
juga meningkatkan risiko stroke. Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi
alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga dua gelas per
hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum berat
dapat merusak miokardium.7
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal
yang sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif
merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas
fisik akan meningkatkan risiko stroke dan penyakit jantung koroner
sebanyak 50%.7
Dalam tubuh menghasilkan energi dari pemecahan gula menjadi
glukosa yang berasal dari karbohidrat yang kita makan. Glukosa
dalam darah yang tinggi terus menerus mengakibatkan diabetes
melitus. Glukosa darah diuji setelah 8 sampai 10 jam saat puasa.
Kadar puasa tidak boleh melebihi 110 mg/dl. Diabetes melitus seperti
kadar kolesterol tinggi menyebabkan aterosklerosis. Diabetes melitus
dapat dikontrol dengan diet dan olahraga, serta jika diperlukan
dilakukan pengobatan.7
66

2. Faktor risiko yang tidak dapat diubah


1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Genetik
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui
merupakan pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak
dapat dimodifikasi, apabila diketahui adanya faktor risiko ini,
memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien dengan risiko yang
tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap
faktor risiko yang dapat dimodifikasi.7
Umur merupakan faktor kemungkinan paling sering terjadi
stroke. Risiko stroke dua kali lipat untuk setiap berturut-turut dalam
10 tahun pada usia >55 tahun. Hal ini juga berlaku untuk stroke
iskemik, sedangkan usia yang berkaitan untuk intracerebral
hemorrhage (ICH) paling sedikit dan paling banyak terjadi pada
subarachnoid hemorrhage (SAH) dengan usia sekitar 45-55 tahun.
Stroke adalah penyakit yang terjadi pada laki-laki dan perempuan,
tetapi lebih umum pada pria dalam rentang 45-84 tahun. Usia
merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke,
Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun.7
Stroke lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada
perempuan. Sebagian besar akan terjadi lebih banyak pada pria
dibandingkan wanita akan mengalami stroke pada tahun tertentu.
Namun, lebih dari setengah dari total kematian stroke yang terjadi
adalah pada wanita. Berdasarkan umur, lebih banyak perempuan lebih
banyak meninggal karena dibandingkan laki-laki. Insidens stroke
ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.7
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena
beberapa hal antara lain kecenderungan genetik, dan paparan
lingkungan hidup atau gaya hidup yang mirip. Pada penelitian
67

Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah dan ibu


berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Risiko stroke juga
meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai
penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-laki)
atau 65 tahun (wanita). Riwayat seseorang pernah mengalami gejala
stroke (TIA/ Transient Ischemic Attack) meningkatkan risiko 10 kali
dibandingkan seseorang yang tidak memiliki riwayat stroke. Riwayat
penyakit jantung sebelumnya juga memiliki risiko yang sama.7

2.7 Patofisiologi
1) Patofisiologi Stroke Iskemik
Iskemia jaringan otak biasanya disebabkan oklusi mendadak arteri
di otak (biasanya arteri vertebrobasilar) bila ada ruptur plaque, kemudian
akan mengaktivasi sistem pembekuan. Interaksi ateroma dengan bekuan
akan mengisi lumen arteri sehingga aliran darah mendadak tertutup.
Aterosklerosis berhubungan dengan banyak faktor resiko, seperti
hipertensi, obesitas, merokok, diabetes mellitus, usia dan kadar kolesterol
tinggi.
Stroke iskemik terjadi berdasarkan 3 mekanisme yaitu trombosis
serebri, emboli serebri dan pengurangan perfusi sistemik umum.
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh darah
otak yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap.15

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah


b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
68

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion


b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

Gambar 6. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.16

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan


melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan
energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal
bebas.16

Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke


yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi
serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis
69

serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa
jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan


intima arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna
robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi
sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau
tempat-tempat yang melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-
tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai
resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria
karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya
intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah
menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas
dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2) Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial


hemorrhage, hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial
hemmorhage terjadi akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis,
akan menyebabkan perubahan patologi dari dinding pembuluh darah.
Perubahan patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Kenaikan tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya
denyut jantung, dapat menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga dapat
70

terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan menjadi awal dari timbulnya


gejala-gejala klinis (fase hematoma expansion).2,4,17Pada fase hematoma
expansion, gejala-gejala klinis mulai timbul seperti peningkatan tekanan
intracranial. Meningkatnya tekanan intracranial akan mengganggu
integritas jaringan-jaringan otak dan blood brain-barrier. Perdarahan
intraserebral lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya inflamasi
sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-hematoma edema).
Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma
expansion, akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat
volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian
tekanan intracranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak
serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin
berkembang.
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.
Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah
menerobos atau menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan
splitting” tanpa merusaknya. Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan
diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan bila perdarahan
yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak struktur anatomi dari
otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat menyebabkan
herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum.Perdarahan
intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga
ke ventrikel otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel.
Perdarahan intraventrikel ini diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan
memperburuk prognosis. Jumlah perdarahan yang lebih dari 60 ml akan
meningkatkan resiko kematian hingga 93%. 2,4
71

Gambar 7. Mekanisme seluler pada Stroke Hemorrage.16

2.8 Diagnosis
Penegakkan diagnosis stroke didasarkan oleh anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak
sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak,
dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang
bekerja, atau sewaktu beristirahat. Selain itu perlu ditanyakan pula
faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya penyakit kencing
manis, darah tinggi, dan penyakit jantung, serta obat-obat yang sedang
dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit
lainnya.6

2. Pemeriksaan Fisik
72

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi


vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernapasan, tentukan
juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan
skor dengan skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale/GCS) agar
pemantauan selanjutnya lebih mudah. Namun jika penderitanya sadar,
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan
saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik atau
adakah afasia.6
Stroke Siriradj Score dilakukan bersama-sama pemeriksaan fisik
untuk membedakan antara stroke iskemik dan stroke perdarahan.

Skor Stroke Siriraj:


(2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1D) – (3 x A) – 12

Peniaiannya adalah sebagai berikut:


Skor > 1 : Perdarahan supratentorial
Skor <-1 : Infark serebri
Skor -1 s.d. 1 : Meragukan
Jika kesadaran menurun dan nilai GCS telah ditentukan, lakukan
pemeriksaan refleks-refleks batang otak yaitu:
- Reaksi pupil terhadap cahaya
- Refleks kornea
- Refleks okulo-sefalik
- Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernapasan Cheyne
Stokes, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.
Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf
otak dan anggota gerak.

3. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
2) Pemeriksaan kardiologi
73

3) Pemeriksaan pada emboli serebral


4) Pemeriksaan radiologi

Stroke Iskemik
- Anamnesis
Gangguan global berupa gangguan kesadaran. Ganggian fokal yang
muncul mendadak, dapat berupa:8
a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, wicara, dan sebagainya.
b. Gnagguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi somatik sensoris
g. Gangguan neurobehavioral yang meliputi:
1) Gangguan atensi
2) Gangguan memory
3) Gangguan bicara verbal
4) Gangguan mengerti pembicaraan
5) Gangguan pengenalan ruang
6) Gangguan fungsi kognitif lain

- Pemeriksaan Fisik8
a. Penurunan GCS
b. Kelumpuhan saraf kranial
c. Kelemahan motorik
d. Defisit sensorik
e. Gangguan otonom
f. Gangguan neurobehavior
74

- Pemeriksaan Penunjang8
a. CT Scan + CT Angiografi/MRI + MRA otak
b. EKG
c. Doppler Carotis
d. Transcranial Doppler
e. TCD Bubble Contrast & VMR
f. Laboratorium: hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal
(ureum, kreatinin), activated partial thrombin time (APTT), waktu
prothrombin (PT), INR, gula darah puasa, dan 2 jam PP, HbA1C,
profil lipid, C-reactive protein (CRP), laju endap darah, dan
pemeriksaan atas indikasi seperti enzim jantung, serum elektrolit,
analisis hepatik, dan pemeriksaan elektrolit.
g. Thorax foto
h. Urinalisa
i. Echocardiografi
j. Pemeriksaan neurobehavior
k. DSA serebral
- Kriteria Diagnosis
Terdapat gejala defisit neurologis global atau salah satu/beberapa defisit
neurologis fokal yang terjadi mendadak dengan bukti gambaran
neuroimaging (CT-scan atau MRI).8

Stroke Hemoragik
- Anamnesis8
a. Gejala prodromal yaitu: gejala peningkatan tekanan intrakranial
dapat berupa sakit kepala, muntah-muntah, sampai kesadaran
menurun.
b. Gejala penekanan parenkim otak (perdarahan intraserebral),
memberikan gejala tergantung daerah otak yang tertekan/terdorong
oleh bekuan darah.
75

- Pemeriksaan Fisik8
a. GCS
b. Kelumpuhan saraf kranial
c. Kelemahan motorik
d. Defisit sensorik
e. Gangguan otonom
f. Gangguan neurobehavior

- Pemeriksaan Penunjang8
a. CT Scan + CT Angiografi/MRI + MRA otak
b. EKG
c. Doppler Carotis
d. Transcranial Doppler
e. TCD Bubble Contrast & VMR
f. Laboratorium: hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal
(ureum, kreatinin), activated partial thrombin time (APTT), waktu
prothrombin (PT), INR, gula darah puasa, dan 2 jam PP, HbA1C,
profil lipid, C-reactive protein (CRP), laju endap darah, dan
pemeriksaan atas indikasi seperti enzim jantung, serum elektrolit,
analisis hepatik, dan pemeriksaan elektrolit.
g. Thorax foto
h. Urinalisa
i. Echocardiografi
j. Pemeriksaan neurobehavior
k. DSA serebral

- Kriteria Diagnosis
Defisit neurologis fokal atau global yang muncul secara tiba-tiba, dapat
disertai tanda peningkatan tekanan intrakranial dan dibuktikan dengan
adanya lesi perdarahan pada pemeriksaan neuroimaging otak (CT-scan
atau MRI).8
76

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Adapun
perbedaan klinisnya adalah sebagai berikut:9

Tabel 2.1 Perbedaan stroke9


Gejala Klinis PIS PSA Non-hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi
batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Seringkali
Penurunan kesadaran Ada Ada Tidak ada
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparese Sering di awal Permulaan tidak ada Sering dari awal
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan N.III Tidak ada Bisa ada Tidak ada

Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada
28% stroke hemoragik. Pada perdarahan subarachnoid perdarahan
mengiritasi meningen. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang
tiba-tiba dan kaku kuduk. Sering juga dijumpai adanya kehilangan
kesadaran sementara pada saat perdarahan terjadi. Onset yang terjadi secara
tiba-tiba ini yang membedakan perdarahan subarachnoid dari nyeri kepala
dan kaku kuduk dari meningitis, yang terjadi dalam beberapa jam. Migrain
terkadang dapat menyebabkan nyeri kepala hebat secara tiba-tiba tetapi
tanpa kaku kuduk.9
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan
menyebabkan gangguan berat pada motorik, sensorik, dan gangguan
77

penglihatan pada sisi kontralateral tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan


hemianopia homonim). Pada pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik
pada keempat ekstremitas, berhubungan dengan gangguan fungsi batang
otak. Perdarahan pada pons merupakan perdarahan dengan tingkat
mortalitas yang sangat tinggi. Perdarahan pada sistem ventrikular, baik
berasal dari perdarahan subarachnoid atau intraserebral, merupakan pertanda
prognosis yang buruk. Apabila terjadi, perdarahan ini sering menyebabkan
kematian dalam waktu beberapa jam setelah perdarahan.9

2.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1) Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut
sangat pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan
cepat, sistemarik, dan cermat.10

2) Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan10
- Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis,
nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen
dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit
neurologis yang nyata.
- Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95%.
- Perbaiki jalan napas termasuk pemasangan pipa orofaring
pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi
bulbar dengan gangguan jalan napas.
- Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.
- Pasien stroke iskemik akut yang non-hipoksia tidak
memerlukan terapi oksigen.
78

- Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal


Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2
<60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada
pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
- Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2
minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2 minggu, maka
dianjurkan dilakukan trakeostomi.

b. Stabilisasi Hemodinamik10
- Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pemberian cairan hipotonik seperti glukosa)
- Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai
sarana untuk memasukkan cairan dan nutrisi.
- Usahakan CVC 5-12 mmHg.
- Optimalisasi tekanan darah.
- Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, maka obat-obat vasopresor dapat diberikan
secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/tinggi,
norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah
sistolik berkisar 140 mmHg.
- Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan
selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskemik.
- Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi.
- Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan
aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus dikoreksi.

c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum10


- Tekanan darah
79

- Pemeriksaan jantung
- Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran,
pemeriksaan pupil dan okulomotor, keparahan hemiparesis)

d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK) 10


- Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema
serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan
gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah
serangan stroke.
- Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena
kenaikan TIK.
- Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP
>70 mmHg.
- Penata
- Laksanakan penderita dengan peningkatan tekanan
intrakranial meliputi:
I. Tinggikan posisi kepala 20º-30º
II. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena
jugular
III. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan
hipotonik
IV. Hindari hipertermia
V. Jaga normovolemia
VI. Osmoterapi atas indikasi:
VII. Manitol 0,25 – 0,50 g/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam dengan target ≤310 mOsm/L.
Osmolaritas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari
selama pemberian osmoterapi. Kalau perlu berikan
furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB/ i.v
80

VIII. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40


mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan
dilakukan tindakan operatif.
IX. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan
sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya TIK
dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal
dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator. Agen nondepolarized seperti vencuronium
atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamine
dan blok pada ganglion lebih baik digunakan. Pada
pasien dengan kenaikan krisis TIK sebaiknya
diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau
lidokain sebagai alternatif.
X. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk
mengatasi edema otak dan tekanan tinggi intrakranial
pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau
diyakini tidak ada kontraindikasi.
XI. Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus
akut akibat stroke iskemik serebelar.
XII. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
sereberal yang menimbulkan efek masa, merupakan
tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan
memberikan hasil yang baik.

e. Penanganan Transformasi Hemoragik10


Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdahan
asimtomatik. Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama
dengan terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki
perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial
secara hati-hati.
81

f. Pengendalian Kejang10
- Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20
mg dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kgBB
bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
- Bila kejang belum teratasi, maka perlu rawat di ICU.
- Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke
iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan.
- Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian
diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama
pengobatan.

g. Pengendalian Suhu Tubuh10


- Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati
dnegan antipiretika dan diatasi penyebabnya.
- Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
atau 37,5ºC.
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus
dilakukan kultur dan hapusan dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikuler analisa cairan serebrospinal
harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
- Jika didapatkan meningitis, maka segera dilakukan terapi
antibiotik.
h. Pemeriksaan Penunjang10
- EKG
- Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah,
dan elektrolit)
- Bila perlu kecurigaan perdarahan subarachnoid, lakukan
punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal.
- Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada, CT-scan.
82

2. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat


1) Cairan10
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12
mmHg.
b. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral)
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin
sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan
(produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan
yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius
pada penderita panas).
d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) harus
selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai
tercapai nilai normal.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa
gas darah.
f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah
dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.

2) Nutrisi10
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48
jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi
menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun,
makanan diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kgBB/hari
dengan komposisi:
- Karbohidrat 30-40% dari total kalori
- Lemak 20-25% (pada gangguan napas dapat lebih tinggi 35-
55%)
83

- Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein ) dan


1,4-2,0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0,8
g/kgBB/hari).
d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan
>6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan dukungan nutrisi boleh diberikan secara
parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-
obatan yang diberikan. Contohnya hindarkan makanan yang
banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat
warfarin.

3) Pencegahan dan Penanganan Komplikasi10


a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi
subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam,
emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan fraktur) perlu
dilakukan.
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahan sesuai dengan tes
kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai
dengan pola kuman.
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau
memakai kasur antidekubitus.
d. Pencegahan trombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang berisiko menderita trombosis vena
dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH
atau heparinoid perlu diberikan. Risiko perdarahan sistemik dan
perdarahan intraserebral perlu diperhatikan. Pada pasien
imobilisasi yang tidak bisa menerima antikoagulan, penggunaan
stocking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk
mencegah trombosis vena dalam.
84

4) Penatalaksanaan Medis lain10


a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan.
Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke
akut harus diobati dnegan titrasi insulin. Target yang harus
dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl)
harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infus glukosa
10-20%.
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor
dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau
propofol bisa digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakan, penyedotan lendir, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernapasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
katetetisasi intermiten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemeriksaan
laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial
Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain sesuai indikasi.
i. Rehabilitasi.
j. Edukasi.
k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah
sakit).

3. Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Akut


Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia
didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%.
Sebesar 22,5—27,6% di antaranya mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik >180 mmHg. Banyak studi menunjukkan adanya
85

hubungan berbentuk kurva U (U-shaped relationship) antara hipertensi


pada stroke akut (iskemik maupun hemoragik) dengan kematian dan
kecacatan. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa tingginya tekanan
darah pada level tertentu berkaitan dengan tingginya kematian dan
kecacatan.10
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai
tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat
memperburuk keluarga neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan
darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah
awitan serangan stroke. Berbagai guideline merekomendasikan
penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan
secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini:10
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah
awitan apabila tekanan darah sistolik >220 mmHg atau tekanan
darah diastolik >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang
akan diberi terapi trombolitik, tekanan darah diturunkan hingga
tekanan darah sistolik <185 mmHg dan tekanan darah diastolik
<110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantai hingga
tekanan darah sistolik <180 mmHg dan tekanan darah diastolik
<105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian terapi trombolitik.
Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetolol, nitropaste,
nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
b. Pada pasien stroke perdarah intraserebral akut, apabila tekanan
darah sistolik >200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP)
>150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan
darah setiap 5 menit.
c. Apabila tekanan darah sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg
disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranialm
dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan darah
86

diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena


secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral ≥60 mmHg.
d. Apabila tekanan darah sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg
tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial,
tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan
obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110
mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT
2010, penurunan tekanan darah sistolik hingga 140 mmHg masih
diperbolehkan.
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan tekanan darah
sistolik 150-220 mmHg penurunan tekanan darah dengan cepat
hingga tekanan darah sistolik 140 mmHg cukup aman. Setelah
kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.
f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan
tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta
(labetolol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya di atas.
h. Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak.
i. Pada perdarahan subarachnoid (PSA) aneurismal, tekanan darah
harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan
perfusi serebral untuk mencegah risiko terjadinya stroke iskemik
sesudah PSA serta perdarahan berulang.
j. Calcium channel blocker (CCB) contohnya nimodipin telah diakui
dalam berbagai panduan penatalaksanaan PSA karena dapat
memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme
serebral telah terjadi.
87

k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi


hipertensi dapat dilakukan dalam penatalaksanaan vasospasme
serebral pada PSA aneurismal, tetapi target rentang tekanan darah
belum jelas.
l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan
hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya. Target penurunan adalah 15-25%
pada jam pertama, dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam
6 jam pertama.

4. Penatalaksanaan Hipotensi pada Stroke Akut


Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya
keluaran neurologis, terutama bila tekanan darah sistolik <100 mmHg
atau tekanan darah diastolik <70 mmHg. Oleh karena itu, hipotensi pada
stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama diseksi aorta,
hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena iskemia
miokardial atau aritmia.10
Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infus
dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti
takikardia. Obat-obat vasopresor yang dapat digunakan antara lain,
fenilephrin, dopamine, dan norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut
diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah
optimal, yaitu tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg pada kondisi
akut stroke.10

2.11 Intracerebral Hemorrhage (Perdarahan Intraserebral/PIS)


2.11.1 Definisi
Perdarahan intraserebral adalah ekstravasasi darah ke parekinm
otak yang terjadi secara akut dan spontan. Perdarahan juga bisa
88

meluas ke ventrikel atau ruang subarachnoid. Perdarahan


intraserebral adalah salah satu jenis stroke yang biasanya timbul
karena adanya pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat
hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, sebelum, pons, dan batang otak.6,13

2.11.2 Epidemiologi
Perdarahan intraserebral adalah salah satu jenis stroke dengan
persentase 10% kasus stroke. Perdarahan intraserebral dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi dan 15% penyebab
kematian akibat stroke. Berdasarkan penyebab perdarahan,
perdarahan intraserebral diklasifikasikan menjadi perdarahan
intraserebral primer dan sekunder. Perdarahan intraserebral primer
terjadi 78-88% dari kasus.13,14

2.11.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Hipertensi menjadi penyebab utama, sekitar 55% dari kasus
perdarahan intraserebral. Cerebral Amyloid Angiopathy (CAA)
adalah penyebab utama lain dari perdarahan intraserebral/perdarahan
lobaris pada penderita usia lanjut. Hematoma pasca trauma biasanya
multipel dan melibatkan permukaan basal otak. Malformasi vaskular
termasuk aneurisma adalah penyebab tersering dari perdarahan
intraserebral, terutama pada individu normotensi. Koagulopati dapat
menyebabkan perdarahan intraserebral multipel dan rekuren,
terkadang disertai oleh perdarahan sistemik.13
Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko dari perdarahan
intraserebral adalah jenis kelamin laki-laki, usia tua, dan etnik Asia.
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak terjadi pada negara
berpengahasilan rendah. Faktor risiko terpenting dari perdarahan
intraserebral adalah hipertensi dan cerebral amyloid angiopathy
(CAA). Perdarahan intraserebral akibat hipertensi lebih sering terjadi
89

pada struktur yang profunda, dan risiko perdarahan intraserebral


meningkat dengan peningkatan nilai tekanan darah. CAA terjadi
berhubungan dengan peningkatan usia, dan perdarahan intraserebral
akibat CAA terjadi pada regio lobaris.15

Gambar 2.13 Penyebab perdarahan intraserebral13

Faktor risiko lain dari perdarahan intraserebral adalah sebagai


berikut:15,16
a. Konsumsi alkohol: Risiko ini tergantung pada dosis yang
dikonsumsi, peningkatan risiko perdarahan intraserebral
seiring dengan tingginya dosis alkohol yang dikonsumsi
sehari-hari. Perubahan akut dari tekanan darah selama ingesti
memiliki pengaruh terhadap fungsi trombosit dan koagulasi,
dan disfungsi dari endotel vaskular.
b. Kolesterol: kadar kolesterol total serum yang rendah
merupakan faktor risiko perdarahan intraserebral (berbeda
dengan stroke iskemik)
c. Genetik: Gen yang sangat erat dihubungkan dengan
perdarahan intraserebral adalah Gen Apolipoprotein E (APOE)
90

dan alel e2 dan e4. Adanya alel e2 juga dihubungkan dengan


kejadian ekspansi hematoma.
d. Antikoagulasi: Antikoagulan oral banyak digunakan sebagai
profilaksis pada pasien dengan atrial fibrilasi dan penyakit
kardiovaskular lain. Risiko perdarahan intraserebral pada
pasien yang mengonsumsi warfarin adalah 0,3-1,0% per pasien
per tahun.
e. Drug abuse: obat simpatomimetik seperti kokain, adalah faktor
risiko dari perdarahan intraserebral.
f. Penyakit ginjal kronis
g. Sleep apnea

Gambar 2.14 Penyebab perdarahan intrakranial14

2.11.4 Klasifikasi
Perdarahan intraserebral terbagi menjadi dua yaitu:14
a. Perdarahan intraserebral primer
91

Perdarahan yang disebabkan oleh hipertensi kronis yang


menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya
pembuluh darah otak.
b. Perdarahan intraserebral sekunder
Perdarahan sekunder yang terjadi bukan karena hipertensi
kronis, melainkan akibat dari anomali vaskular kongenital,
koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif, vaskulitis,
post stroke ischemic, obat-obatan.

2.11.5 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan perubahan patologi yaitu
proliferasi dari sel otot polos arteriol yang berdiameter 100-400
mikrometer, proses ini disebut dengan arteriolosklerosis hiperplastik.
Selanjutnya, sel otot polos akan berdegenerasi dan tunica media
digantikan oleh kolagen, yang menyebabkan pembuluh darah
mengalami penurunan tonus dan compliance yang rendah.
Selanjutnya arteriol tersebut akan mengalami dilatasi dan
terbentuklah aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang
lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus, dan cabang-cabang
paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan
degeneratif yang sama. Kenaikan tekanan darah yang mendadak atau
kenaikan dalam jumlah masif akan menginduksi pecahnya pembuluh
darah utama terutama pada pagi dan sore hari.6,17
92

Gambar 2.15 Edema cerebri pada perdarahan intraserebral17


Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat
berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volume nya besat akan
merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinis. Jika
perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah akan
dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson white matter
tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh
pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial,
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falx
cerebri atau lewat foramen magnum.6
Kematian dapat disebabkan karena kompresi otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan
ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada 1/3
kasus perdarahan otak di nucleus caudatus, thalamus, dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial
yang menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak.6
93

Gambar 2.17 Kaskade iskemia cerebral15


Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-
neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan
lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93%
pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan
bila terjadi perdarahan serebellar dengan volume di antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75% tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.6

2.11.6 Pemeriksaan Penunjang

Intracranial Hemorrhage
94

Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut (<24 jam),


gambaran radiologi akan terlihat hyperdense, sedangkan jika fase
subakut (24 jam – 5 hari) akan terlihat isodense, sedangkan pada fase
kronik (> 5hari) akan terlihat gambaran hypodense. Perdarahan
terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.

2.11.7 Penatalaksanaan
Penanganan stroke hemoragik dapat bersifat medik atau bedah
tergantung keadaan dan syarat yang diperlukan untuk masing-masing
jenis terapi. Penanganan medik fase akut dilakukan pada penderita
stroke hemoragik dengan menurunkan tekanan darah sistemik yang
tinggi dengan obat-obat anti hipertensi yang biasanya kerja cepat
untuk mencapai tekanan darah premorbid atau diturunkan kira-kira
20% dari tekanan darah waktu masuk rumah sakit. Jika keadaan
penderita cukup berat karena peninggian tekanan intrakranial (TIK)
disertai dengan deteriorasi fungsi neurologik progresif, intubasi,
hyperventilation terkontrol dan pemantauan diuresis dapat dilakukan
dalam setting ICU.6
Tindakan bedah pada perdarahan intraserebral sampai sekarang
masih kontroversial terutama pada perdarahan daerah basal ganglia,
prognosis biasanya buruk secara fungsional. Meskipun ada beberapa
indikasi untuk tindakan bedah, misalnya volume darah >55 cc dan
pergeseran garis tengah >5 mm. Pada kasus perdarahan intraserebral,
pasien dapat bertahan hidup, tetapi level fungsionalnya kurang baik.6
Perdarahan intraserebral dibedakan atas perdarahan
supratentorial dan infratentorial dengan gejala klinis yang khas pada
95

masing-masing lokasi. Tindakan pembedahan pada perdarahan intra-


serebral primer tergantung tujuan tingkat keparahan klinis dan
indikasi bedahnya. Tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah:6
a. Aspirasi sederhana
b. Kraniotomi
Indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahan adalah:
- Lesi dengan efek massa, edema, atau pergeseran garis
tengah (berpotensi terjadinya herniasi)
- Lesi di mana gejalanya terjadi akibat peningkatan TIK
atau efek massa dari klot ataupun edema sekitar lesi
- Volume hematoma sedang (10-30 cc), hematom luas (30-
85 cc) dengan GCS>8
- Dijumpai tanda peningkatan TIK yang menetap atau
persisten meskipun telah diberikan terapi
- Penurunan kesadaran secara cepat (terutama dengan
adanya tanda penekanan batang otak)
- Terjadi pada pasien-pasien usia muda (<50 tahun)
- Onset kejadian stroke <24 jam
- Lokasi lesi yang cukup aman yaitu lobar, kapsula
eksternal, hemisfer non-dominan, serebelum (GCS <13
atau dengan volume hematoma >4 cm)
c. Open surgery
d. Evakuasi endoskopik
e. Aspirasi stereotaksik
Aspirasi sederhana jarang dilakukan karena biasanya darah
hanya sedikit yang dapat disedot dan di samping itu dapat
menimbulkan “blind in rebleeding”. Sedangkan open surgery telah
dibuktikan kurang bermanfaat karena pada uji klinis menyebabkan
kematian dan cacat berat meningkat sekitar 13%. Evakuasi
endoskopik yang dilakukan uji klinis menyebutkan bahwa prosedur
ini berguna untuk perdarahan subkortikal dengan syarat penderita
96

<60 tahun dan kesadaran baik atau turun sedikit/somnolen. Metode


ini tidak dapat dipakai pada perdarahan putamen dan thalamus. Akan
tetapi re-evaluasi penelitian menunjukkan bahwa metode ini belum
dapat direkomendasikan karena perlu uji klinis yang lebih besar.6
Aspirasi stereotaksik tanpa endoskopi telah banyak dilakukan
terutama di Jepang pada perdarah supratentorial baik intraparenkim
maupun interventrikuler. Diperlukan uji klinis yang mapan untuk
memastikan bahwa metode ini cukup berhasil. Pembedahan
perdarahan serebelum lebih pasti dalam indikasinya dibandingkan
perdarahan supratentorial dan jika dilakukan sesuai indikasi akan
menolong hiduo penderita.6
Indikasi yang jelas yaitu:6
a. Adanya penurunan kesadaran yang disertai dengan kompresi
batang otak yang prograsif atau diameter hematoma >3 cm.
b. Jika penderita menurun kesadarannya disertai hidrosefalus dan
diameter hematoma <3 cm, maka tindakan ventrikulostomi
dapat dilakukan sebagai tindakan awal dan kemudian observasi
penderita akan menentukan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai