OLEH:
Nunik Nurhidayatul Ma’rifah
NIM. 2101031015
Gambar 1. (a) Subtansi kelabu dan putih pada sumsum tulang belakang, (b) substansi
kelabu dan putih pada otak
Otak berbentuk seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata 1,2 kg
pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan (2% dari berat badan pemiliknya),
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung (Sloane,
2003). Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon')
dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: 'medulla spinalis'). Keduanya
merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka
perlu perlindungan. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang
yang membungkusnya (Price & Wilson, 2005). Otak dan sumsum tulang belakang
mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi
susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya
(korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang
bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian
korteks berupa materi putih.
Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan
jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari piameter,
lapisan arakhnoid, dan durameter (Gambar 2) (Sloane, 2003).
1. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan
banyak pembuluh darah dan terdii dari jaringan penyambung yang halus serta
dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membaran yang impermeable halus, yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan
dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.
Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ ruangan
yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter pada bagian dalam.
Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus membentuk
villi arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah. Struktur yang berjalan
dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum
subarachnoid.
3. Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan
ini biasanya terus bersambungan, tapi terputus pada beberapa sisi spesifik.
Terdiri dari:
a. Lapisan periosteal luar
b. Lapisan meningeal dalam
c. Ruang subdural, memisahkan durameter dai arachnoid pada regia kranial
dan medulla spinalis
d. Ruang epidural adalah ruangan potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.
Bagian-bagian otak
Otak terletak di dalam rongga kranium otak. Seperti terlihat pada gambar di atas,
otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Serebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di
depan lobus oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Batang otak
Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons
varoli dan di atas medula oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan
dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi)
permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi
lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini
mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum
dibentuk oleh subtansia
grisea, terdiri dari tiga
lapisan yaitu granular luar,
lapisan purkinye, lapisan
granular dalam. Serabut
saraf yang masuk dan yang
keluar dari serebrum harus
melewati serebelum. Fungsi
serebelum, yaitu:
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga
dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)
kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan
mengaturgerakan sisi badan.
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus
lateralis (I & II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius
pada diencephalon dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons
dan med. oblongata). Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan
ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang terletak
di depan thalamus pada masing-masing sisi. Ventriculus tertius
berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu
aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan perputaran
hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan taji
yang mengarah ke caudal. Dibedakan beberapa bagian: cornu anterius
pada lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei
caudate, sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang
sempit (cella media) di atas thalamus, cornu temporale pada lobus
temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis (Satyanegara et al,
2010).
2. Pengertian
Pengertian IVH (Intraventricular hemorrhage) secara singkat dapat
diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas
pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari
ventrikel. (Oktaviani et al 2011). IVH Merupakan terdapatnya darah dalam
sistem ventrikuler. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu
perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan intraventrikular
sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya darah
hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding
ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan
perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh
darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang
meluas ke sistem ventrikel (Brust, 2012)..
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim
atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan
perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH.
Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau dari
posterior communicating artery (Brust, 2012). Tingkatan IVH terdiri dari:
a. Grade I: Pendarahan terbatas pada area periventricular ( acuan asal
mula)
b. Grade II: perdarahan Intraventricular (10-50% dari area ventricular
pada pandangan sagittal)
c. Grade III: perdarahan Intraventricular (> 50% area ventricular atau
bilik jantung bengkak) (OUSF, 2004)
3. Epidemiologi
Kejadian IVH memang sangat jarang. Hal ini menjadi alasan atas
pemahaman yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, dan prognosis
jangka pendek maupun panjang pada pasien IVH. Sepertiga pasien IVH
tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%). Angka kejadian IVH
di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial adalah 3,1%
dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis pasien
perdarahan intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas,
termasuk perkembangan hidrosefalus dan menurunnya kesadaran.
Dilaporkan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan PIVH,
namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering ditemukan.
(Donna, dkk, 2011)
4. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien
tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa penyebab
IVH anatara lain:
a. Hipertensi, aneurisma: bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang
sangat dekat dengan sistem ventrikuler
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya
kejadian stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
d. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali
pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk
angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab
tersering IVH pada usia muda. Pada orang dewasa, IVH disebabkan
karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur
periventrikel. Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik
meningkatkan resiko kematian yang berbanding lurus dengan
banyaknya volume IVH.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:
1. Usia tua
2. Volume darah intracerebral hemoragik
3. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
4. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
5. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko
menjadi intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu
putamen (35-50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%),
caudatus (7%) dan serebelum (5%) (Brust,2012).
5. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat
menyebabkan timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel
mempunyai fungsi sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur
aliran. Bila terdapat penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih
lagi darah maka ventrikel akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan.
Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang menyempit, dapat terjadi
clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk sumbatan di situ akan
Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat yang
menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat
menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya
penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul
penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan
berat perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang (Annibal et
al, 2014).
Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak.
Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing
dalam menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur
kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai
pusat berbicara dan mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis
sesuai area yang terkena (Annibal et al, 2014).
STROKE AKUT
STROKE
PENURUNAN KESADARAN (-), NYERI KEPALA (+), BABINSKI (-)
HEMORAGIK
JIKA HASILNYA :
0 : Lihat hasil CT Scan
≤ - 1 : Infark / Ischemik
≥ 1 : Hemorrhagic
2) Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki,
dari tumit ke depan. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.
Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum
CT scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH,
namun CT Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi. Diantara
pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH)
dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan
mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang
mengalami peningkatan volume perdarahan. Didapatkan pada gambar
adanya perdarahan pada sistem ventrikel (Oktaviani et al, 2011).
CT SCAN Kepala
Densitas Benda
100 Hu Tulang
Hiperdens Darah
Hipodens
0 Hu Udara
• Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media
(cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fi sura Sylvii
(Gambar 5).5,7
Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras akibat
iskemia makin jelas. Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri,
pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas ganglia basalis, dan hipodensitas insula
serebri makin jelas.Distribusi pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada
fase ini.
Gangguan
konfusi
penurunan kesadaran
Gangguan mobilitas
fisik
C. C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas pasien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia, resiko meningkat
pada usia tua
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: bisa terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: bisa terjadi pada semua pekerjaan, resiko meningkat pada
pekerjaan yang meimbulkan stress dan memicu meningkatnya tik
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: IVH (Intraventrikular Hemorarghe)
b. Identitas penaggung jawab meliiputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya
d. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan
muncul sejak kapan, hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga
untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum MRS. Informasi yang dapat
diperoleh meliputi informasi mengenai peningkatan TIK dan perdarahan
otak, trauma pada kepala, riwayat gejala penyakit hipertensi.
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari pasien mengkonsumsi rokok, alkohol, stroke, diabetes melitus
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif seperti stroke, Diabetes Mellitus.
g. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status
emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis,
status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari.
h. Aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi: pasien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien,
misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan,
suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan pasien.
2. Minum: Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alkohol.
3. Eliminasi: Pada pasien didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi
karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK
apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada
pasien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
b. TTV: TD (S >140 mmHg, D> 80 mmHg), Nadi (>100X/menit), RR
(biasanya naik), Suhu (biasanya naik)
c. Tingkat kesadaran: Menurun (E<4, M<5, V<6)
d. Kepala: Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau
riwayat operasi. : kaji kondisi kepala dan rambut meliputi inspeksi
warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi dan
ketombe, ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan
berbau. Palpasi apakah terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut
rontok.
e. Mata: Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus
III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan
dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI)
f. Hidung: Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada
nervus olfaktorius (nervus I).
g. Mulut: Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
h. Dada:
Inspeksi: Bentuk simetris
Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
Auskultasi: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suaram jantung
I dan II murmur atau gallop.
i. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
Palpas: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
j. Ekstremitas: Pada pasien IVH biasnya ditemukan hemiplegi paralisa
atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan
pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
tetapi kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh
C. Data Spiritual: data apakah pasien atau keluarga memiliki kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
IVH adalah
a. Perfusi cerebral tidakefektif berhubungan dengan Tahanan pembuluh
darah; perdarahan pada bagian ventrikrel otak
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
(TIK)
c. Konfusi akut berhubungan dengan perubahan perfusi jaringan
serebral
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berkurangnya
perfusi pada area brocca
e. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan
penurunan perfusi pada bagian oksipitalis otak
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan
neutronsmiter/kelemahan fisik
3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional