Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN INTRAVENTRICULAR HEMORHAGE

(IVH) DI RUANG MAWAR RSD dr. SOEBANDI JEMBER


PERIODE 16 MEI – 21 MEI 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan


Tugas di Stase Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:
Nunik Nurhidayatul Ma’rifah
NIM. 2101031015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
A. KONSEP TEORI
1. Anatomi Fisiologi

Gambar 1. (a) Subtansi kelabu dan putih pada sumsum tulang belakang, (b) substansi
kelabu dan putih pada otak

Otak berbentuk seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata 1,2 kg
pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan (2% dari berat badan pemiliknya),
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung (Sloane,
2003). Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon')
dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: 'medulla spinalis'). Keduanya
merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka
perlu perlindungan. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang
yang membungkusnya (Price & Wilson, 2005). Otak dan sumsum tulang belakang
mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi
susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya
(korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang
bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian
korteks berupa materi putih.

Lapisan Pelindung Otak

Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan
jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari piameter,
lapisan arakhnoid, dan durameter (Gambar 2) (Sloane, 2003).
1. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan
banyak pembuluh darah dan terdii dari jaringan penyambung yang halus serta
dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membaran yang impermeable halus, yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan
dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.
Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ ruangan
yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter pada bagian dalam.
Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus membentuk
villi arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah. Struktur yang berjalan
dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum
subarachnoid.
3. Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan
ini biasanya terus bersambungan, tapi terputus pada beberapa sisi spesifik.
Terdiri dari:
a. Lapisan periosteal luar
b. Lapisan meningeal dalam
c. Ruang subdural, memisahkan durameter dai arachnoid pada regia kranial
dan medulla spinalis
d. Ruang epidural adalah ruangan potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.

Bagian-bagian otak

Otak terletak di dalam rongga kranium otak. Seperti terlihat pada gambar di atas,
otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Serebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di
depan lobus oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Batang otak

Batang otak terdiri dari:


1. Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara
ke-dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon
dan mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilah puluh
derajat kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat
nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak
tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur
gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas,
bagian atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di
daerah tengah bagian
ventral medula
oblongata. Fungsi
medula oblongata:
a. Mengontrol
kerja jantung.
b. Mengecilkan
pembuluh darah
(vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks
Serebelum

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons
varoli dan di atas medula oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan
dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi)
permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi
lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini
mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum
dibentuk oleh subtansia
grisea, terdiri dari tiga
lapisan yaitu granular luar,
lapisan purkinye, lapisan
granular dalam. Serabut
saraf yang masuk dan yang
keluar dari serebrum harus
melewati serebelum. Fungsi
serebelum, yaitu:
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga
dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)
kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan
mengaturgerakan sisi badan.
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus
lateralis (I & II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius
pada diencephalon dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons
dan med. oblongata). Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan
ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang terletak
di depan thalamus pada masing-masing sisi. Ventriculus tertius
berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu
aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan perputaran
hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan taji
yang mengarah ke caudal. Dibedakan beberapa bagian: cornu anterius
pada lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei
caudate, sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang
sempit (cella media) di atas thalamus, cornu temporale pada lobus
temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis (Satyanegara et al,
2010).

Gambar 1. Sistem ventrikrel


Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu
penjuluran vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler
arteri choroideus. Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan
dilapisi oleh lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus
terhadap struktur-struktur otak yang berdekatan dikenal sebagai tela
choroidea. Pleksus ini membentang dari foramen interevntrikular, dimana
pleksus ini bergabung dengan pleksus-pleksus dari ventrikel lateralis yang
berlawanan, sampai ke ujung cornu inferior (pada cornu anterior dan
posterior tidak terdapat pleksus choroideus). Arteri yang menuju ke pleksus
terdiri dari a. choroidalis ant., cabang a. carotis int. yang memasuki pleksus
pada cornu inferior; dan a. choroidalis post. Yang merupakan cabang-
cabang dari a.cerebrum post (Satyanegara et al, 2010).

gambar 2 sistem ventrikel


LCS (Liquor Cerebrospinalis) mempunyai fungsi memberikan
dukungan mekanik pada otak, dapat digambarkan sebagai selimut dari air
yang mengelilingi otak. Cairan ini mengatur eksitabilitas otak dengan
mengatur kadar ion, membawa keluar metabolit-metabolit otak,
memberikan perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan. Cairan
cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau (Satyanegara et al,
2010). Berikut adalah nilai normal rata-rata LCS:
Tabel 1 nilai normal LCS
Daerah Penampilan Tekanan Sel (per µl) Protein Lain-lain
dalam air
Lumbalis Jernih dan 70-180 0-5 15-45 Glukosa 50-75
tanpa warna mg/dl mg/dl
Ventrikel Jernih dan 70-190 0-5 5-15 mg/dl Nitrogen non
tanpa warna (limfosit) protein 10-35
mg/dl
LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan.
Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel
keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat
(foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal
total dalam seluruh rongga secara normal ± 150 ml; bagian internal
(ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara
400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari
(Satyanegara et al, 2010).
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180
mm air; perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan
pernapasan. Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume
intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau
volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena tengkorak
dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat
menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan
(Satyanegara et al, 2010).
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari
ventriculus lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui
aquaductus sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini
memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui foramen
lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan
system ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel
keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin
mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal.
Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh
kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui
jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai
daerah–kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan
cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi.
Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus
menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorbsi dalam
keadaan seimbang (Werner, 2000).

Gambar 4 sirkulasi cairan serebrospinal


No. Syaraf Cranial Cara Pemeriksaan

1. Saraf Olfaktorius (CN I ) Cara Pemeriksaan: pasien


Merupakan saraf sensorik. Saraf ini memejamkan mata, disuruh
berasal dari epithelium olfaktori membedakan bau yang dirasakan
mukosa nasal. Berkas serabut (kopi, teh,dll)
sensorik mengarah ke bulbus
olfaktori dan menjalar melalui
traktus olfaktori sampai ke ujung
lobus temporal (girus olfaktori),
tempat persepsi indera penciuman
berada.
Fungsi: saraf sensorik, untuk
penciuman

2. Saraf Optik (CN II) Cara Pemeriksaan: Dengan snelend


Merupakan saraf sensorik. Impuls card, dan periksa lapang pandang
dari batang dan kerucut retina di
bawa ke badan sel akson yang
membentuk saraf optic. Setiap saraf
optic keluar dari bola mata pada
bintik buta dan masuk ke rongga
cranial melaui foramen optic.
Seluruh serabut memanjang saat
traktus optic, bersinapsis pada sisi
lateral nuclei genikulasi thalamus
dan menonjol ke atas sampai ke
area visual lobus oksipital untuk
persepsi indera penglihatan.
Fungsi saraf sensorik, untuk
penglihatan

3. Saraf Okulomotorius (CN III) Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola


Merupakan saraf gabungan, tetapi mata, menggerakan konjungtiva,
sebagian besar terdiri dari saraf refleks pupil dan inspeksi kelopak
motorik. Neuron motorik berasal mata
dari otak tengah dan membawa
impuls ke seluruh otot bola mata
(kecuali otot oblik superior dan
rektus lateral), ke otot yang
membuka kelopak mata dan ke otot
polos tertentu pada mata. Serabut
sensorik membawa informasi
indera otot (kesadaran perioperatif)
dari otot mata yang terinervasi ke
otak.
Fungsi: saraf motorik, untuk
mengangkat kelopak mata keatas,
kontriksi pupil, dan sebagian
gerakan ekstraokuler

4. Saraf Traklear (CN IV) Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola


Adalah saraf gabungan, tetapi mata, menggerakan konjungtiva,
sebagian besar terdiri dari saraf refleks pupil dan inspeksi kelopak
motorik dan merupakan saraf mata
terkecil dalam saraf cranial. Neuron
motorik berasal dari langit-langit
otak tengah dan membawa impuls
ke otot oblik superior bola mata.
Serabut sensorik dari spindle otot
menyampaikan informasi indera
otot dari otot oblik superior ke
otak.
Fungsi: saraf motorik, gerakan
mata kebawah dan kedalam
5. Saraf Trigeminal (CN V) Cara Pemeriksaan: menggerakan
Saraf cranial terbesar, merupakan rahang kesemua sisi, pasien
saraf gabungan tetapi sebagian memejamkan mata, sentuh dengan
besar terdiri dari saraf sensorik. kapas pada dahi atau pipi.
Bagian ini membentuk saraf menyentuh permukaan kornea
sensorik utama pada wajah dan dengan kapas.
rongga nasal serta rongga oral.
Neuron motorik berasal dari pons
dan menginervasi otot mastikasi
kecuali otot buksinator. Badan sel
neuron sensorik terletak dalam
ganglia trigeminal.
Serabut ini bercabang ke arah
distal menjadi 3 divisi:
1) Cabang optalmik membawa
informasi dari kelopak mata, bola
mata, kelenjar air mata, sisi
hidung, rongga nasal dan kulit dahi
serta kepala.
2) Cabang maksilar membawa
informasi dari kulit wajah, rongga
oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan
palatum.
3) Cabang mandibular membawa
informasi dari gigi bawah, gusi,
bibir, kulit rahang dan area
temporal kulit kepala.
4) Fungsi: saraf motorik, gerakan
mengunya, sensai wajah, lidah dan
gigi, refleks korenea dan refleks
kedip
6. Saraf Abdusen (CN VI) Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola
Merupakan saraf gabungan, tetapi mata, menggerakan konjungtiva,
sebagian besar terdiri dari saraf refleks pupil dan inspeksi kelopak
motorik. Neuron motorik berasal mata
dari sebuah nucleus pada pons yang
menginervasi otot rektus lateral
mata. Serabut sensorik membawa
pesan proprioseptif dari otot rektus
lateral ke pons.
Fungsi: saraf motorik, deviasi mata
ke lateral
7. Saraf Fasial (CN VII) Cara pemeriksaan: senyum, bersiul,
Merupakan saraf gabungan. mengngkat alis mata, menutup
Meuron motorik terletak dalam kelopak mata dengan tahanan,
nuclei pons. Neuron ini menjulurkan lida untuk membedakan
gula dan garam
menginervasi otot ekspresi wajah,
termasuk kelenjar air mata dan
kelenjar saliva. Neuron sensorik
membawa informasi dari reseptor
pengecap pada dua pertiga bagian
anterior lidah.
Fungsi: saraf motorik, untuk
ekspresi wajah
8. Saraf Vestibulokoklearis (CN Cara pemeriksaan: test webber dan
VIII) rinne
Hanya terdiri dari saraf sensorik
dan memiliki dua divisi.
1) Cabang koklear atau auditori
menyampaikan informasi dari
reseptor untuk indera
pendengaran dalam organ korti
telinga dalam ke nuclei koklear
pada medulla, ke kolikuli
inferior, ke bagian medial nuclei
genikulasi pada thalamus dan
kemudian ke area auditori pada
lobus temporal.
2) Cabang vestibular membawa
informasi yang berkaitan
dengan ekuilibrium dan
orientasi kepala terhadap ruang
yang diterima dari reseptor
sensorik pada telinga dalam.
Fungsi: saraf sensorik, untuk
pendengran dan keseimbangan
9. Saraf Glosofaringeal (CN IX) Cara pemeriksaan: membedakan rasa
Merupakan saraf gabungan. Neuron manis dan asam
motorik berawal dari medulla dan
menginervasi otot untuk wicara dan
menelan serta kelenjar saliva
parotid. Neuron sensorik membawa
informasi yang berkaitan dengan
rasa dari sepertiga bagian posterior
lidah dan sensasi umum dari faring
dan laring; neuron ini juga
membawa informasi mengenai
tekanan darah dari reseptor
sensorik dalam pembuluh darah
tertentu.
Fungsi: saraf sensorik dan motorik,
untuk sensasi rasa
10 Saraf Vagus (CN X) Cara pemeriksaan: menyentuh faring
Merupakan saraf gabungan. Neuron posterior, pasien menelan saliva,
motorik berasal dari dalam medulla disuruh mengucap ah…
dan menginervasi hampir semua
organ toraks dan abdomen. Neuron
sensorik membawa informasi dari
faring, laring, trakea, esophagus,
jantung dan visera abdomen ke
medulla dan pons.
Fungsi: saraf sensorik dan motorik,
refleks muntah dan menelan
11 Saraf Aksesori Spinal (CN XI) Cara pemeriksaan: suruh pasien
Merupakan saraf gabungan, tetapi untuk menggerakan bahu dan
sebagian besar terdiri dari serabut lakukan tahanan sambil pasien
motorik. Neuron motorik berasal melawan tahanan tersebut.
dari dua area: bagian cranial
berawal dari medulla dan
menginervasi otot volunteer faring
dan laring, bagian spinal muncul
dari medulla spinalis serviks dan
menginervasi otot trapezius dan
sternokleidomastoideus. Neuron
sensorik membawa informasi dari
otot yang sama yang terinervasi
oleh saraf motorik ; misalnya otot
laring, faring, trapezius dan otot
sternokleidomastoid.
Fungsi: saraf motorik, untuk
menggerakan bahu
12 Saraf Hipoglosal (CN XII) Cara pemeriksaan: pasien disuruh
Termasuk saraf gabungan, tetapi menjulurkan lidah dan menggerakan
sebagian besar terdiri dari saraf dari sisi ke sisi.
motorik. Neuron motorik berawal
dari medulla dan mensuplai otot
lidah. Neuron sensorik membawa
informasi dari spindel otot di lidah
Fungsi: saraf motorik, untuk
gerakan lidah

2. Pengertian
Pengertian IVH (Intraventricular hemorrhage) secara singkat dapat
diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas
pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari
ventrikel. (Oktaviani et al 2011). IVH Merupakan terdapatnya darah dalam
sistem ventrikuler. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu
perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan intraventrikular
sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya darah
hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding
ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan
perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh
darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang
meluas ke sistem ventrikel (Brust, 2012)..
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim
atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan
perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH.
Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau dari
posterior communicating artery (Brust, 2012). Tingkatan IVH terdiri dari:
a. Grade I: Pendarahan terbatas pada area periventricular ( acuan asal
mula)
b. Grade II: perdarahan Intraventricular (10-50% dari area ventricular
pada pandangan sagittal)
c. Grade III: perdarahan Intraventricular (> 50% area ventricular atau
bilik jantung bengkak) (OUSF, 2004)

3. Epidemiologi
Kejadian IVH memang sangat jarang. Hal ini menjadi alasan atas
pemahaman yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, dan prognosis
jangka pendek maupun panjang pada pasien IVH. Sepertiga pasien IVH
tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%). Angka kejadian IVH
di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial adalah 3,1%
dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis pasien
perdarahan intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas,
termasuk perkembangan hidrosefalus dan menurunnya kesadaran.
Dilaporkan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan PIVH,
namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering ditemukan.
(Donna, dkk, 2011)
4. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien
tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa penyebab
IVH anatara lain:
a. Hipertensi, aneurisma: bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang
sangat dekat dengan sistem ventrikuler
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya
kejadian stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
d. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali
pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk
angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab
tersering IVH pada usia muda. Pada orang dewasa, IVH disebabkan
karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur
periventrikel. Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik
meningkatkan resiko kematian yang berbanding lurus dengan
banyaknya volume IVH.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:
1. Usia tua
2. Volume darah intracerebral hemoragik
3. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
4. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
5. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko
menjadi intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu
putamen (35-50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%),
caudatus (7%) dan serebelum (5%) (Brust,2012).
5. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat
menyebabkan timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel
mempunyai fungsi sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur
aliran. Bila terdapat penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih
lagi darah maka ventrikel akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan.
Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang menyempit, dapat terjadi
clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk sumbatan di situ akan
Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat yang
menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat
menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya
penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul
penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan
berat perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang (Annibal et
al, 2014).
Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak.
Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing
dalam menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur
kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai
pusat berbicara dan mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis
sesuai area yang terkena (Annibal et al, 2014).

6. Tanda dan Gejala


Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut, kaku kuduk,
muntah dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan
koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan
tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hilangnya
fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap
mengalami pemulihan kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan
perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami
seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (Ropper,
dalam khoirul 2009).
Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :
1. Kehilangan Motorik. Disfungsi motor paling umum adalah
a. Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti
pada wajah, lengan dan kaki (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
b. Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang sama
seperti wajah, lengan, dan kaki (Karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
2. Kehilangan atau Defisit Sensori.
a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi). Kejadian seperti
kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh).
b. Kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan
auditorius.
3. Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal). Fungsi otak lain yang
dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Disartria adalah kesulitan berbicara atau kesulitan dalam
membentuk kata. Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara,
yang terutama ekspresif atau reseptif (mampu bicara tapi tidak
masuk akal).
c. Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Disfagia adalah kesulitan dalam menelan.
4. Gangguan Persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterprestasikan sensasi. Dapat mengakibatkan
a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual.
b. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
c. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial).
5. Defisit Kognitif.
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
b. Penurunan lapang perhatian.
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
d. Alasan abstrak buruk.
e. Perubahan Penilaian.
6. Defisit Emosional.
a. Kehilangan kontrol-diri.
b. Labilitas emosional.
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
d. Depresi.
e. Menarik diri.
f. Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
g. Perasaan Isolasi.

7. Kemungkinan Komplikasi yang muncul

Komplikasi yang dapat muncul dari IVH antara lain:


a. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan
kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi
serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus
dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan
keluaran yang buruk.
b. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan
hipertensi.
c. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan
antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari
vasospasme serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik
berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial. 2).
Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan
dari sirkulasi cairan serebrospinal.

8. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Diagnosis IVH dapat dilakukan menggunakan alogaritma gajah mada
dan siriraj skore.

ALGORITMA STROKE GAJAH MADA

STROKE AKUT

PENURUNAN KESADARAN, NYERI KEPALA, REFLEKS BABINSKI

KETIGANYA / DUA DARI KETIGANYA STROKE


HEMORA

PENURUNAN KESADARAN (+), NYERI KEPALA (+)/(-), BABINSKI (-) STROKE


HEMORAGIK

STROKE
PENURUNAN KESADARAN (-), NYERI KEPALA (+), BABINSKI (-)
HEMORAGIK

PENURUNAN KESADARAN (-), NYERI KEPALA (-), BABINSKI (+) STROKE


ISKEMIK

PENURUNAN KESADARAN (-), NYERI KEPALA (-), BABINSKI (-) STROKE


ISKEMIK
SIRIRAJ STROKE SCORE

A. DERAJAT KESADARAN D. TANDA – TANDA ATEROMA


 Koma : 2 1. Angina Pectoris
 Apatis : 1  (+) : 1
 Sadar : 0  (-) : 0
B. MUNTAH 2. Claudicatio Intermitten
 (+) : 1  (+) : 1
 (-) : 0  (-) : 0
C. SAKIT KEPALA 3. DM
 (+) : 1  (+) : 1
 (-) : 0  (-) : 0

SSS = (2,5 X KESADARAN) + (2 X MUNTAH ) + (2 X SAKIT KEPALA) + (0,1 X


TD. DIASTOLE) – (3 X ATEROMA) – 12

JIKA HASILNYA :
 0 : Lihat hasil CT Scan
 ≤ - 1 : Infark / Ischemik
 ≥ 1 : Hemorrhagic

DIAGNOSIS BANDING JENIS STROKE

GEJALA HEMORRHAGIC INFARK


Permulaan Sangat akut Sub akut
Waktu serangan Aktif Tidak aktif
Peringatan sebelumnya ++ ++
Muntah ++ -
Kejang ++ -
Penurunan kesadaran ++ -
Bradikardi +++ (Hari I) + (Hari IV)
Perdarahan retina ++ -
Papil edema + -
Rangsangan meningeal ++ -
Ptosis ++ -
Lokasi (Topis) Sub Kortikal Sub / Kortikal
LETAK LESI DAN PERBEDAAN TOPIKAL

GEJALA KORTIKAL SUB KORTIKAL


Afasia + -
Astereogenesis + -
2 Point Discrimination terganggu + -
Graphestesi terganggu + -
Extinction Phenomena + -
Loss of Body Image + -
Kelumpuhan lengan/tungkai tidak + -
sama - +
Kedua mata melihat hidung - +
Gangguan sensibilitas - +
Distonic posture

DIAGNOSIS BANDING JENIS-JENIS STROKE

KRITERIA PIS SAH TROMBOSIS EMBOLI


Umur > 40 th 20 – 30 th 50 – 70 th Semua umur
Onset Perjalanan Aktif cepat Aktif cepat Bangun tidur ≠ Tentu, cepat
Gejala Penyerta :
 Sakit kepala ++ ++++ - -
 Muntah ++ ++++ - -
 Vertigo + - +/- +/-
Risk factor :
 Ht HT + /- +/- -
 Kel. Jantung berat/maligna - ASHD RhHD
 DM HHD - ++ -
 Hiperlipidemi - - ++ -

Kesadaran ↓↓↓/ koma ↓↓ pelan N/ ↓ N/ ↓


Kaku Kuduk +/- ++++ - -
Kelumpuhan ↓↓↓↓ ↓ ↓↓ Hemiparese ↓↓
Hemiplegi Hemiparese Lengan Hemiparese
lengan= +/- ≠tungkai Lengan
≠tungkai
Afasia - - ++/- ++/-
Pembuluh darah +/- ++++ - -
Arteriografi Shift midline Aneurisma Oklusi/stenosis Oklusi
CT-Scan Hiperdens N/ Hiperdens Hipodens Hipodens
++++ Extracerebral Sdh 4-7 hari Sdh 4-7 hari
Intracerebral
Pemeriksaan reflek yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
pemeriksaan reflek patologis yaitu
1) Reflek babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi
lateral. Orang normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan penarikan
tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal
pada bayi masih ada.

2) Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki,
dari tumit ke depan. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.

Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum
CT scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH,
namun CT Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi. Diantara
pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH)
dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan
mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang
mengalami peningkatan volume perdarahan. Didapatkan pada gambar
adanya perdarahan pada sistem ventrikel (Oktaviani et al, 2011).

CT SCAN Kepala

Densitas Benda

100 Hu Tulang

Hiperdens Darah

Isodens Jaringan otak

Hipodens
0 Hu Udara

Gambaran CT-Scan Kesan

Gambaran hiperdens berbentuk cembung Epidural hematom (EDH)

Gambaran hiperdens berbentuk bulan sabit Subdural hematom (SDH)

Gambaran hiperdens berbatas tegas Intraserebral hematom (ICH)

Campuran gambaran hiperdens dan hipodens Tumor dengan massa campuran


berbatas tidak tegas solid dan kistik

Ventrikel melebar Hidrosefalus

Sulkus serebri melebar Brain atrofi


Infark Hiperakut
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan
biasanya tidak sensitif mengidentifi kasi infark serebri karena terlihat normal
pada >50% pasien; tetapi cukup sensitif untuk mengidentifi kasi perdarahan
intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi
trombolitik. Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut adalah
sebagai berikut:
• Gambaran pendangkalan sulcus serebri
(sulcal eff acement)
Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri. Infark
serebral akut menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya
kadar oksigen dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan kegagalan pompa
natrium-kalium, yang menyebabkan berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke
intraseluler dan edema sitotoksik yang lebih lanjut. Edema serebri dapat dideteksi
dalam 1-2 jam setelah gejala muncul. Pada CT scan terdeteksi sebagai
pembengkakan girus dan pendangkalan sulcus serebri.5,7
• Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri Substansia
grisea merupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan
substansia alba, karena metabolismenya lebih aktif. Karena itu, menghilangnya
diferensiasi substansia alba dan substansia grisea merupakan gambaran CT scan
yang paling awal didapatkan. Gambaran ini disebabkan oleh influks edema pada
substansia grisea. Gambaran ini bisa didapatkan dalam 6 jam setelah gejala
muncul pada 82% pasien dengan iskemia area arteri serebri media.3,7,8
• Tanda insular ribbon
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri serebri
media karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai kolateral
arteri serebri anterior maupun posterior.3
• Hipodensitas nukleus lentiformis
Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat dalam 2
jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami kerusakan
ireversibel yang cepat pada oklusi bagian proksimal arteri serebri media karena
cabang lentikulostriata arteri serebri media yang memvaskularisasi
nukleus lentiformis merupakan end vessel.3
• Tanda hiperdensitas arteri serebri media
Gambaran ekstraparenkimal dapat ditemukan paling cepat 90 menit setelah gejala
timbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada pembuluh darah besar, yang biasanya
terlihat pada cabang proksimal (segmen M1) arteri serebri media, walaupun
sebenarnya bisa didapatkan pada semua arteri. Arteri serebri media merupakan
pembuluh darah yang paling banyak mensuplai darah ke otak. Karena itu, oklusi
arteri serebri media merupakan penyebab terbanyak stroke yang berat.
Peningkatan densitas ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal
karena adanya trombus intravaskular atau menggambarkan secara langsung
trombus yang menyumbat itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda
hiperdensitas arteri serebri media (Gambar 4).1-3,5,6

• Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media
(cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fi sura Sylvii
(Gambar 5).5,7
Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras akibat
iskemia makin jelas. Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri,
pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas ganglia basalis, dan hipodensitas insula
serebri makin jelas.Distribusi pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada
fase ini.

Infark Subakut dan Kronis


Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan efek massa yang
menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini terjadi
pada infark yang melibatkan pembuluh darah besar. Edema dan efek massa
memuncak pada hari ke-1 sampai ke-2, kemudian berkurang. Infark kronis
ditandai dengan gambaran hipodensitas dan berkurangnya efek massa. Densitas
daerah infark sama dengan cairan serebrospinal (Gambar 6).
b. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan
perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi
hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-
ferritin dan hemosiderin (Brust, 2012).
c. USG Doppler (Ultrasonografi dopple). Mengindentifikasi penyakit
arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau
timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada
area karotis didapatkan profil penyempitan vaskuler akibat
thrombus (Annibal et al, 2014).
d. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid (Brust, 2012).
9. Terapi yang dilakukan
Terapi yang dapat dilakukan meliputi
A. Penanganan emergency
a. Kontrol tekanan darah. Rekomendasi dari American Heart
Organization/ American Strouke Association guideline 2009
merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan
yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg,
dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan
otak. Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan
tekanan darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali
perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan
untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.
b. Terapi anti koagulan . Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan
dapat diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah
fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu
pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan
untuk menghindari tejadinya komplikasi (Hinson et al, 2011).
B. Penanganan peningkatan TIK:
a. Elevasi kepala 300C. Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari
vena-vena besar di leher seperti vena jugularis (Dey Mahua et al,
2012).
b. Trombolitik . Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting
yang dapat menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga
menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai
obat pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA
(recombinant tissue plasminogen activator). Obat golongan ini
bekerja dengan mengubah plaminogen menjadi plasmin, plasmin
akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin
degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase
yang diberikan bolus bersama infus.
c. Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage). Teknik yang
digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan
untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di
ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya
obstruksi akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan
penilaian graeb score (Dey Mahua et al, 2012).

d. Pemberian obat anti kejang. Pasien yang mempunyai perdarahan


pada kepala tidak terkecuali perdarahan intraventrikel mempunyai
risiko tinggi akan terjadinya kejang. Menrut rekomendasi American
Heart Association tahun 2007 pemberian obat anti kejang seperti
Obat Anti Epilepsi pada pasien-pasien dengan perdarahan di otak,
dapat mencegah terjadinya kejang awal (Hinson et al, 2011).
B. CLINICAL PATHWAY
Abnormalitas formasi vaskuler
Hipertensi, aneurisma, Kebiasaan merokok otak anomali pembuluh darah
Alkoholisme serebral, malformasi pembuluh
darah termasuk angioma

Tekanan vaskuler melebihi tekanan maksimal Menyebabkan vaskuler mudah ruptur


vaskuler otak karena formasi vaskuler sendiri

Perdarahan pada ventrikrel otak

Perdarahan yang terjadi menyebabkan


Penekanan Gangguan perfusi
penekanan pada area otak (desak ruang)
pada area jaringan cerebral
sensitif nyeri
Peningkatan TIK Penekanan berat
perfusi pada area
Nyeri akut tertentu pada otak
Jika dibiarkan akan menyebabkan
terjadi edema otak gangguan
fisiologis otak

Gangguan
konfusi
penurunan kesadaran

Berkurangnya perfusi pada Berkurangnya perfusi pada Berkurangnya perfusi pada


bagian temporalis bagian frontalis bagian oksipitalis

Berkurangnya perfusi pada Kerusakan Ketajaman Penglihatan


area brocca neuromotorik menurun

Kelemahan otot Gangguan sensori


Gangguan progresif persepsi penglihatan
komunikasi verbal

Gangguan mobilitas
fisik
C. C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas pasien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia, resiko meningkat
pada usia tua
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: bisa terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: bisa terjadi pada semua pekerjaan, resiko meningkat pada
pekerjaan yang meimbulkan stress dan memicu meningkatnya tik
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: IVH (Intraventrikular Hemorarghe)
b. Identitas penaggung jawab meliiputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya
d. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan
muncul sejak kapan, hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga
untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum MRS. Informasi yang dapat
diperoleh meliputi informasi mengenai peningkatan TIK dan perdarahan
otak, trauma pada kepala, riwayat gejala penyakit hipertensi.
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari pasien mengkonsumsi rokok, alkohol, stroke, diabetes melitus
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif seperti stroke, Diabetes Mellitus.
g. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status
emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis,
status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari.
h. Aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi: pasien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien,
misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan,
suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan pasien.
2. Minum: Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alkohol.
3. Eliminasi: Pada pasien didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi
karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK
apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada
pasien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
b. TTV: TD (S >140 mmHg, D> 80 mmHg), Nadi (>100X/menit), RR
(biasanya naik), Suhu (biasanya naik)
c. Tingkat kesadaran: Menurun (E<4, M<5, V<6)
d. Kepala: Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau
riwayat operasi. : kaji kondisi kepala dan rambut meliputi inspeksi
warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi dan
ketombe, ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan
berbau. Palpasi apakah terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut
rontok.
e. Mata: Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus
III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan
dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI)
f. Hidung: Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada
nervus olfaktorius (nervus I).
g. Mulut: Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
h. Dada:
 Inspeksi: Bentuk simetris
 Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
 Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
 Auskultasi: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suaram jantung
I dan II murmur atau gallop.
i. Abdomen
 Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
 Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
 Palpas: tidak ada nyeri tekan
 Perkusi: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
j. Ekstremitas: Pada pasien IVH biasnya ditemukan hemiplegi paralisa
atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan
pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
tetapi kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh
C. Data Spiritual: data apakah pasien atau keluarga memiliki kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
IVH adalah
a. Perfusi cerebral tidakefektif berhubungan dengan Tahanan pembuluh
darah; perdarahan pada bagian ventrikrel otak
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
(TIK)
c. Konfusi akut berhubungan dengan perubahan perfusi jaringan
serebral
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berkurangnya
perfusi pada area brocca
e. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan
penurunan perfusi pada bagian oksipitalis otak
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan
neutronsmiter/kelemahan fisik
3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Perfusi Serebral Setelah dilakukan SLKI: SIKI:


tidakefektif berhubungan asuhan selama 1. Status sirkulasi Monitor Status Neurologi
dengan Tahanan pembuluh 3x24 perfusi 2. Kemampuan 1. Monitor ukuran pupil, 1. mengetahui tingkat kesadaran
darah; perdarahan pada serebral kognitif bentuk, kesimetrisan, dan
bagian ventrikrel otak tidakefektif 3. Status neurologis reaktifitasnya
teratasi 2. Monitor level kesadaran 2. mengontrol keadaan serebral
4. Perfusi jaringan 3. mengetahui tingkat kesadaran
3. Monitor level orientasi
perifer 4. Monitor Glasgow Coma 4. mengetahui tingkat kesadaran
Scale
a. Tekanan systole 5. Monitor tanda vital: suhu, 5. mengetahui kondisi tubuh
dan diastole dalam tekanan darah, nadi, dan pasien
rentang yang respirasi 6. mengetahui keadekuatan
diharapkan (sistol: 6. Monitor status respirasi: pernafasan pasien
<140 mmHg; level AGD, oksimetri nadi,
diastole: <90 kedalaman, pola, laju, dan
mmHg) usaha napas
b. Tidak ada 7. Monitor Intra Cranial 7. mengetahui keadaan serebral
ortostatikhipertensi Pressure (ICP) dan pasien
c. Komunikasi jelas Cerebral Perfusion
Menunjukkan Pressure (CPP)
konsentrasi dan 8. Monitor refleks kornea 8. mengetahui tingat kesadaran
orientasi (GCS : 9. Monitor tonus otot 9. mengetahui tingkat kekuatan
E4V5M6) pergerakan otot
d. Pupil seimbang dan 10. Catat perubahan pasien 10. mengetahui perkembangan
reaktif dalam merespon stimulus pengobatan pasien
e. Bebas dari aktivitas 11. Monitor status cairan 11. mengontrol keseimbangan
kejang
Tidak mengalami nyeri 12. Pertahankan parameter ditubuh
kepala hemodinamik 12. hemodinamik menentukan
13. Tinggikan kepala 0-45o keadekuatan sirkulasi
tergantung pada konsisi 13. menurunkan TIK
pasien dan order medis

Monitor Tekanan Intra Kranial


1. Monitor intake dan output 1. mengatur keseimbangan
cairan
2. Cek kaku kuduk pasien 2. kaku kuduk mengindikasikan
peningkatan TIK
3. Posisikan pasien dengan 3. mencegah peningkatan TIK
kepala dan leher pada
posisi normal,
menghindari hip fleksi
yang ekstrim
4. Sesuaikan kepala di 4. melancarkan sirkulasi darah
tempat tidur untuk
mengoptimalkan pefusi
serebral 5. terlalu banyak tindakan
5. Batasi perawatan untuk mendorong peningkatan TIK
meminimalkan
peningkatan ICP
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan SLKI: SIKI: Manjemen nyeri
dengan peningkatan asuhan selama 1. Tingkat
1. Menentukan perkiraan
tekanan intracranial 3x24 nyeri akut kenyamanan: 1. Mengetahui keadaan nyeri
teratasi nyeri seperti lokasi,
(TIK) pasien merasa karakteristik, durasi,
senang secara frekuensi, kualitas,
fisisk dan intensitas atau skala nyeri,
psikologis dan faktor pemicu
2. Tingkat nyeri terjadinya nyeri
3. Manajemen nyeri 2. Observasi ekspresi non 2. Ekspresi non verbal
verbal yang menunjukkan menunjukkan ekspresi keadaan
Menunjukkan tingkat ketidaknyamanan pasien yang sebenarnya
nyeri, dibuktikan 3. Mengetahui lebih dalam
dengan indikator berikut 3. Gunakan stategi terhadap neyri yang dirasakan
ini (sebutkan nilainya 1- komunikasi terapeutik pasien
5: ekstrem, berat, untuk menggali
sedang, ringan, atau pengalaman pasien
tidak ada) terhadap nyeri dan cara
a. Ekspresi nyeri lisan penanganannya 4. Mengetahui pengetahuan
atau pada wajah 4. Identifikasi pengetahuan pasien tentang nyeri
b. Posisi tubuh pasien dan keyakinan 5. Untuk menghindari
melindungi tentang nyeri. peningkatan TIO
c. Kegelisahan atau 5. Hindari mual dan muntah Distraksi
ketegangan otot
1. Memberikan kesempatan pada
d. Perubahan dalam Distraksi
pasien untuk memilih terapinya
kecepatan
1. Tawarkan kepada pasien sendiri
pernapasan, denyut
teknik distraksi seperti
jantung, atau
terapi musik,
tekanan darah
mengalihkan dengan cara
bercakap-cakap atau
dengan bercerita
pengalaman, mengingat
massa yang indah/positif,
tekhnik membayangkan 2. Agar pasien memahami
sesuatu, humor, atau manfaat terapi
teknik napas dalam
2. Jelaskan kegunaan
stimulasi yang digunakan
terhadap perasaan 3. Membuat jadwal untuk
misalnya mendengarkan mengurangi nyeri
musik dan membaca.
3. Identifikasi dengan pasien
jadwal kegiatan yang
menyenangkan seperti
berjalan-jalan, berbicara 4. Untuk mengurangi rasa nyeri
dengan keluarga atau datang
teman
4. Anjurkan pasien untuk 5. Mengetahui kefektifan teknik
mempraktekkan teknik distraksi
distraksi sebelum waktu
nyeri, jika pasien mampu
5. Evaluasi dan
dokumentasikan respon
dari distraksi
3. Konfusi akut Setelah dilakukan SLKI: SIKI: 1. Memudahkan intervensi
berhubungan dengan asuhan selama 1. Kemampuan 1. Identifikasi kemungkinan sesuai dengan kondisi klien
perubahan perfusi 3x24 konfusi akut kognitif: penyebab konfusi 2. Respon kognitif maladaptive
jaringan serebral teratasi kemampuan untuk 2. Kaji kemampuan sensori biasanya mencakup gangguan
menampikan dan persepsi pasien sensori dan persepsi yang
proses mental dapat membahayakan
yang kompleks keamanan pasien.
2. Memori: 3. Mengetahui tingkat kesadaran
pasien
kemampuan untuk 3. Pantau status neurologis
4. Mengetahui kondisi
mendapatkan (GCS) emosional pasien
kembali secara 5. mengetahui kondisi tubuh
kognitif dan 4. Pantau status emosional pasien
melaporkan
5. Monitor tanda vital: suhu,
informasi yang tekanan darah, nadi, dan 6. mengetahui tingkat kesadaran
diterima respirasi
sebelumnya 6. Monitor ukuran pupil, 7. mengontrol keadaan serebral
3. Status neurologis: bentuk, kesimetrisan, dan 8. mengetahui tingkat kesadaran
kesadaran: reaktifitasnya
7. Monitor level kesadaran
orientasi sadar 8. Monitor level orientasi
a. Pasien akan
menunjukkan
penurunan
agitasi/kegelisaha
n
b. Membuka mata
terhadap stimulus
eksternal
c. Memahami
instruksi verbal
4. Gangguan komunikasi setelah dilakukan SLKI: SIKI:
verbal berhubungan asuhan a. Kemampuan 9. Kaji tingkat 1. Perubahan dalam isis
dengan berkurangnya keperawatan komunikasi kemampuan pasien kognitif dan bicara
perfusi pada area brocca selama 3x24 jam b. Kemampuan dalam berkomunikasi merupakan indikator dari
gangguan komunikasi 10. Minta pasien mengikuti gangguan serebral
komunikasi verbal ekspresif:
teratasi kemampuan untuk
perintah sederhana 2. Melakukan penilaian
mengungkapkan 11. Tunjukkan objek dan terhadap adanya keruskan
dan mengartikan minta pasien sensorik
pesan verbal dan menyebutkan nama 3. Melakukan penilaian
non verbal benda tersebut terhadap adanya kerusakan
c. Kemampuan 12. Ajarkan pasien motorik
komunikasi reseptif: berkomunikasi non 4. Bahasa isyarat dapat
kemampuan untuk verbal (bahasa isyarat) membantu untuk
menerima dan 13. Kolaborasi dengan ahli menyampaikan isi pesan
mengartikan pesan terapi wicara yang dimaksud
verbal dan non 5. Untuk mengidentifikasi
verbal kekurangan/kebutuhan
1. Pasien akan
mengkomunikasika
terapi
n kebutuhan
5. Gangguan sensori persepsi Setelah dilakukan SLKI: SIKI:
penglihatan berhubungan tindakan a. Pasien akan 1. Pastikan derajat/tipe 1. Mengetahui seberapa berat
dengan penurunan perfusi keperawatan berpartisipasi dalam kehilangan penglihatan kehilangan penglihatan
pada bagian oksipitalis selama 3x24 jam program pengobatan 2. Menggali kemampuan klien
otak gangguan sensori b. Pasien akan 2. Dorong mengekspresikan mengenali penyakit serta
persepsi mempertahankan perasaan tentang kehilangan mengetahui derajat sakit
penglihatann lapang ketajaman / kemungkinan kehilangan
teratasi penglihatan tanpa penglihatan 3. Menghindari kesalahan
kehilangan lebih 3. Tunjukkan pemberian tetes memberikan obat
lanjut. mata, contoh menghitung
tetesan, menikuti jadwal, 4. Menghindari cedera pada klien
tidak salah dosis
4. Lakukan tindakan untuk
membantu pasien
menangani keterbatasan
penglihatan, contoh,
kurangi kekacauan,atur
perabot, ingatkan memutar
kepala ke subjek yang 5. Manajemen regimen
terlihat; perbaiki sinar pengobatan
suram dan masalah
penglihatan malam.
5. Kolaborasi obat sesuai
dengan indikasi
6. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan SLKI: SIKI: terapi latihan
berhubungan dengan tindakan 1. Ambulasi berjalan: 1. Mengontrol kemampuan yang
Kelemahan keperawatan kemampuan 1. Monitoring vital sign dimiliki pasien
selama 3x24 jam berjalan dari satu sebelm/sesudah latihan dan
neutronsmiter/kelemahan
gangguan tempat ke tempat lihat respon pasien saat
fisisk latihan
mobilitas fisik lain 2. Melakukan terapi sesuai
teratasi dengan 2. Ambulasi kursi 2. Konsultasikan dengan dengan kemampuan pasien
roda: kemampuan terapi fisik tentang rencana
untuk berpindah ambulasi sesuai dengan
dari satu tempat ke kebutuhan 3. Untuk mencegah cidera
tempat lain 3. Bantu pasien untuk
menggunakan kursi menggunakan tongkat,
roda kruk, walker, kursi roda
3. Pergerakan sendi saat berjalan dan cegah
aktif: rentang gerak terhadap cedera 4. Melatih pasien untuk
sendi dengan 4. Ajarkan pasien atau tenaga melakukan rentang gerak
gerakan atas kesehatan lain tentang minimal
inisiatif sendiri teknik ambulasi 5. Menentukan terapi mobilisasi
4. Tingkat mobilisasi: 5. Kaji kemampuan pasien selanjutnya
kemampuan untuk dalam mobilisasi 6. Memandirikan pasien untuk
melakukan 6. Latih pasien dalam melakukan activity daily living
pergerakan yang pemenuhan kebutuhan (ADL)
bermanfaat ADLs secara mandiri sesuai
5. Perawatan diri: kemampuan 7. Memberikan dukungan bagi
kemampuan untuk 7. Dampingi dan Bantu pasien kemajuan pasien
melakukan saat mobilisasi dan bantu
perawatan diri penuhi kebutuhan ADLs ps. 8. Membantu pasien terbiasa
paling dasar dan 8. Berikan alat bantu jika secara pelahan dengan kondisi
aktivitas perawatan pasien memerlukan. tubuhnya
diri 9. Ajarkan pasien bagaimana 9. Membantu pasien terbiasa
6. Pelaksanaan merubah posisi dan berikan secara pelahan dengan kondisi
berpindah: bantuan jika diperlukan tubuhnya
kemampuan untuk
mengubah letak
tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Annibal, J david. 2014. Journal of Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler


hemorrage. [serial online] http://emedicine.medscape.com/article/976654-
overview [diakses 10 Oktober 2015].
Brust, John C.M. 2012. Current Diagnosis & Treatment Neurology. 2nd edition.
United States: Mc Graw-Hill companies
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013.
Nursing Intervention Classification. Oxford: Elcevier.
Dey Mahua, Jaffe Jannifer, Stadnik Agniezka, Awad Issam A. Journal of External
Ventricular Drainage for Intraventricular Hemorrhage. 2012. [serial
online] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22002766 [Diakses 10
oktober 2015]
Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Hinson E. Holly,Henly Daniel F, Ziai Wendy C. 2011. Journal of Management of
Intraventricular Hemorrage. [Serial online]
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138489/ [diakses 10
oktober 2015].
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Moorhead, S., Johnson, M., Meridean L. Maas., & Swanson, E. 2013. Nursing
Outcome Classification. Oxford: Elcevier.
Nanda International 2013. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
Jakarta:EGC
Nanda International 2015. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta:EGC
Satyanegara et al. 2010. Anatomi susunan saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Oktaviani, Donna et al. 2011. Perdarahan Intraventrikuler Primer. Jurnal
Kedokteran Universitas Indonesia. [serial online]
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/353/3
51 [diakses 10 oktober 2015]
UOSF Children Hospital at UCSF Medical Center. 2004. Intensive Care Nursery
House Staff Manual Intraventricular Hemorrhage (IVH). The Regents of
the University of California USA. [serial online]
https://www.ucsfbenioffchildrens.org/pdf/manuals/49_IntraventricularHem.
pdf [diakses 10 Oktober 2015]
Werner, Kahle. 2000. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia : Sistem Syaraf
dan Alat-alat Sensoris. Jilid 3, edisi. 6. Jakarta: Penerbit Hippocrates
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai