Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN FOURNIER GANGREN

DI RUANG MAWAR RSD dr. SOEBANDI JEMBER


PERIODE 25 APRIL – 30 APRIL 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas


di Stase Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:
Nunik Nurhidayatul Ma’rifah
NIM. 2101031015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

FOURNIER GANGREN

A. Definisi

Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada


daerah penis, skrotum, dan perineum. FG termasuk penyakit infeksi yang fatal
namun jarang terjadi. FG pertama kali ditemukan pada tahun 1883 oleh seorang
venerologis Prancis Jean Alfred Fournier. Infeksi pada FG memiliki karakteristik
khas, yaitu akan menyebabkan trombosis pada pembuluh darah subkutis yang
akan menyebabkan nekrosis kulit di sekitarnya.
Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula
penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa
menjadi gangren yang luas dan menyebabkan septisemia. Pada beberapa tahun
terakhir ini insiden FG cenderung meningkat yang disebabkan oleh faktor
predisposisi dari FG seperti diabetes mellitus, imunosupresi, dan penyakit hati
dan ginjal kronik juga meningkat. Infeksi pada sebagian besar kasus FG
merupakan gabungan sinergis antara bakteri aerob dan anaerob.
B. Epidemiologi
Fournier gangren relatif jarang, namun insiden yang tepat dari penyakit ini
tidak diketahui. Dalam review FG pada tahun 1992, Paty dkk mendapatkan
sekitar 500 kasus infeksi telah dilaporkan dalam literatur, menghasilkan
prevalensi 1 kasus dari 7500 orang. Dari sebuah tinjauan kasus retrospektif,
terungkap 1.726 kasus didokumentasikan dalam literatur dari 1950-1999, dengan
rata-rata 97 kasus per tahun. Peneliti lain telah melaporkan sekitar 600 kasus FG
di dunia sejak tahun 1996, dimana frekuensi FG di dunia tidak berubah secara
bermakna. Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada FG untuk setiap wilayah
di dunia, meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika.
Seksual dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio
pria ke perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita
dapat disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui
sekresi vagina. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada
risiko yang lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait dengan
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang
dilaporkan terjadi pada pasien berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur
hanya ditemukan 56 kasus anak, dengan 66% dari mereka pada bayi yang lebih
muda dari 3 bulan.
C. Etiologi
FG disebabkan infeksi bakteri aerob dan anaerob seperti E.coli, coliform,
Klebsiella spp., Bacteroides spp., Streptococcus spp., Enterococcus spp.,
Pseudomonas spp., Proteus spp. dan Clostridium spp.
Penyebab FG dari anorektal meliputi: abses perianal, perirektal, dan
iskiorektalis; fisura anal dan perforasi kolon. Hal ini bias merupakan konsekuensi
dari cedera kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal, penyakit radang
usus, divertikulitis kolon, atau apendisitis.
Penyebab dari saluran urogenital meliputi: infeksi di kelenjar bulbourethral,
cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra,
epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien
dengan penggunaan jangka panjang kateter uretra).
Penyebab Dermatologis meliputi: supuratif hidradenitis, ulserasi karena
tekanan skrotum, dan trauma. Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan
perineum seperti pada pasien lumpuh menyebabkan peningkatan risiko.
Trauma bedah aksidental ataupun disengaja dan adanya benda asing juga
dapat menyebabkan penyakit. Pada wanita, sepsis aborsi, abses vulva atau
kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat dicurigai sebagai
penyebab FG. Pada pria, seks anal dapat meningkatkan risiko infeksi perineum,
baik dari trauma tumpul langsung atau dengan penyebaran mikroba dari rektal.
Sedangkan pada anak-anak yang bisa menyebabkan FG seperti sirkumsisi,
strangulasi hernia inguinalis, omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal
abses dan infeksi sistemik.
D. Manifestasi Klinis
Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin.
Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:
1. Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
2. Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di
atasnya yang disertai pruritus
3. Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
4. Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
5. Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka
Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik.
Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf
menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa
disertai syok septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat nekrosis,
yang lebih mendalam efek sistemik.
Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat kelamin,
perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda penyakit dan
untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga ditemukan krepitasi
jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem, edema, sianosis, indurasi,
blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut dapat menentukan derajat
dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri anaerob dan krepitasi yang
disebabkan mikroorganisme Clostridium yang dapat memproduksi gas. Gejala
sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan hipotensi.
E. Patofisiologi
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya FG.
Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan kulit,
subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut iskemia lokal
dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia dapat mencapai 2-3 cm/jam.
Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum
melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa,
atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan diafragma urogenital
secara posterior dan pada ramus pubis secara lateral, sehingga membatasi
perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri testis berasal
langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki suplai darah terpisah dari area
infeksi.
Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara imunitas host, yang sering
terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan virulensi dari
mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi ini memungkinkan untuk masuknya
mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun memberikan
lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi mikroorganisme
mempercepat penyebaran cepat penyakit ini.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dibantu dengan beberapa pemeriksaan
penunjang. Di antaranya adalah:
1. Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan
untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis
yang menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti, prothrombin time
(PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar
fibrinogen sangat membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti
pada ITP. Kultur darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang
terlibat serta menilai keadaan septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi
gangguan elektrolit, untuk mencari bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea
nitrogen [BUN] / kreatinin rasio, yang cenderung terjadi sebagai akibat
perlangsungan penyakit, juga kadar gula dalam darah mengevaluasi intoleransi
glukosa, yang mungkin disebabkan untuk DM atau sepsis yang disebabkan
gangguan metabolisme. Arterial blodd gas (ABG) untuk memberikan penilaian
yang lebih akurat gangguan asam dan basa. Asidosis dengan yang dapat terjadi
dengan hiperglikemia atau hipoglikemia
2. CT Scan
CT Scan memainkan peranan yang penting untuk diagnosis sama seperti
pentingnya untuk evaluasi dalam tindakan bedah. Etiologi, jalur penyebaran,
adanya cairan dan abses dapat dievaluasi dengan baik melalui CT scan.
Gambaran Fournier Gangren yang tampak pada CT Scan berupa penebalan soft
tissue dan inflamasi. CT Scan menunjukkan penebalan fascia yang asimetris,
penumpukan cairan dan abses, penumpukan lemak di sekitar jaringan, dan
emfisema subkutan yang terbentuk karena adanya gas yang dtimbulkan oleh
bakteri.

Gambar 1. Gambaran CT Scan pada pasien berusia 60 tahun yang


menunjukkan adanya udara dan cairan yang terjebak dalam dua
korpus kavernosum.
3. Radiografi
Pada radiografi, hiperlusen menunjukkan adanya gas pada soft tissue yang
terdapat di region skrotum atau perineum. Emfisema subkutis dapat terlihat di
regio inguinal, skrotum, perineum, dinding anterior abdomen, dan paha.
Radiografi dapat menunjukkan adanya udara di soft tissue sebelum secara
klinis menunjukkan krepitasi, dan ketidakberadaannya pada pemeriksaan fisik
tidak menyingkirkan diagnosis Fournier gangren. Radiografi juga menunjukkan
pembengkakan yang signifikan pada soft tissue skrotum. Gas pada fascia yang
dalam jarang terlihat pada radiografi.

Gambar 2. Fournier gangrene pada laki-laki usia 32 tahun dengan riwayat nyeri
pada testis dan infeksi pada kulit.
4. Ultrasonografi
USG dapat mendeteksi adanya Fournier gangren dengan menunjukkan
penebalan pada dinding dan gambaran hiperechoik, sehingga menyebabkan
adanya shadow yang kotor yang menunjukkan adanya gas pada dinding
skrotum. Kadangkala nampak pula gambaran hidrocele unilateral atau bilateral.
Testis dan epididimis seringkali ditemukan dalam ukuran dan echostruktur
yang normal karena terpisahkan oleh aliran darah. Vaskularisasi testis
seringkali bertahan karena aliran darah ke skrotum berbeda dengan aliran darah
ke testis.
USG juga bermanfaat untuk membedakan Fournier gangren dengan hernia
inkaserata inguinoskortal. Di lain kondisi, gas diobservasi pada obstruksi lumen
usus, jauh dari dinding skrotum.

Gambar 3. Suspek Fournier gangrene pada laki-laki usia 71 tahun dengan


demam. USG menunjukkan adanya daerah echogenik.
G. Penatalaksanaan Medis
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki
keadaan umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan
Fournier gangren melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk
diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala
sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi agresif untuk
memulihkan perfusi organ normal harus lebih diutamakan daripada prosedur
diagnostik. Dengan demikian, pengobatan pasien dengan gangren Fournier
meliputi resusitasi agresif dalam mengantisipasi operasi.
1. Antibiotik
Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi
antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus,
Enterobacteriaceae organisme dan anaerob. Dimana secara empiris
ciprofloksasin dan klindamisin dapat digunakan. Klindamisin sangat berguna
dalam pengobatan nekrosis jaringan lunak infeksi karena spektrum gram positif
dan anaerob. Klindamisin telah terbukti untuk menghasilkan tingkat respons
unggul daripada penisilin atau eritromisin.
2. Debridemen
Tujuan debridemen adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis (devitalized
tissue) sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber infeksi dari
uretra atau dari kolorektal dengan melakukan uretroskoi atau proktoskopi.
Kadang-kadang perlu dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi
feces dengan melakukan kolostomi. Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan
terbuka dan kalau perlu pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi
dilakukan evaluasi untuk menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu
dilakukan operasi ulang. Debridement yang kurang sempurna seringkali
membutuhkan operasi ulang.
3. Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan dalam
pengobatan gangren Fournier. Protokol yang biasa digunakan antara lain :
ismultiple sesi sebesar 2,5% 90min dan atmfor 100 oksigen inhalasi setiap 20
menit. HBO meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki
efek menguntungkan berbagai penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas
adalah jaringan dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara langsung beracun
terhadap bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan angiogenesis
berikutnya mengarah ke penyembuhan luka dipercepat.
4. Rekontruksi Bedah
Tergantung pada tingkat cacat kulit, pilihan dalam rekonstruksi menjahit,
ketebalan kulit perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi miomukotaneus
pedikel. Cacat kecil dapat ditutup oleh penjahitan primer, terutama dikulit yang
lentur seperti pada skrotum. Kecacatan besar biasa paling sering timbul saat
pencangkokan kulit. Kulit kaki yang sehat, pantat, dan lengan dapat digunakan
untuk pencangkokan. Cacat pada kulit batang penis harus terhindar dari
pencangkokkan untuk mencegah pembentukan bekas luka fibrosis karena
berhubungan dengan masalah ereksi.
5. Prognosis
Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi Fournier gangren biasanya baik.
Skrotum memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah
infeksi dan terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan
keterlibatan penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan
jaringan parut pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang,
mungkin terjadi gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan
selulitis.
H. Asuhan Keperawatan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.
Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah,
debridemen atau kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk
mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing
karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda
asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersama dengan
pemberian obat analgetik. Drainase, abses dengan menggunakan pembedahan
biasanya diindikasi apabila abses telah berkembang dari peradangan serasa yang
keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.
Pengkajian
Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organ-organ yang
terkena
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal (selama
curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer
hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara
jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi
miokard, efek dari asidosis/ketidakseimbangan elektrolit. Kulit hangat, kering,
bercahaya (vasodilatasi), pucat, lembab, burik (vasokonstriksi).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah.
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/masa otot
(malnutrisi). Penurunan haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah
oliguria, anuria.
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Kejang abdominal, lokalisasi nyeri/ketidaknyamanan, urtikaria,
pruritus umum.
7. Pemafasan
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pemafasan, penggunaan
kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Tanda : Suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih) tetapi mungkin normal
pada lansia mengganggu pasien, kadang sub normal (dibawah 36,5°C),
menggigil, luka yang sulit/lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi eritema,
ruam eritema makuler.
8. Sexualitas
Gejala : Perineal pruritus
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purule
Gejala : Masalah kesehatan kronis/melemahkan misal: DM, kanker, hati,
jantung, ginjal, kecanduan alkohol. Riwayat splenektomi. Baru saja menjalani
operasi prosedur invasif, luka traumatik.
Pertimbangan : Menunjukan lama hari rawat 7,5 hari.
Rencana pemulangan : Mungkin dibutuhkan bantuan dengan perawatan/alat
dan bahan untuk luka, perawatan, perawatan diri, dan tugas-tugas rumah tangga
Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang diagnosis sekunder terhadap
Fournier Gangren
Intervensi: Dapatkan riwayat kesehatan untuk menentukan:
a. Kekhawatiran pasien
b. Tingkat pengertian
c. Pemberian edukasi
2. Retensi Urin b/d obstruksi uretral sekunder terhadap Fournier Gangren
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda retensi urin
b. Kateterisasi pasien
c. Berikan agen kolinergik yang diresepkan
d. Monitor efek medikasi
3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya indormasi sekunder terhadap Fournier
Gangren
Intervensi:
a. Pastikan tingkat pengetahuan pasien
b. Dukung komunikasi dengan pasien
c. Tentukan kemampuan dan kesiapan pasien dan hambatan dalam belajar
d. Identifikasi keluarga yang membutuhkan informasi
4. Disfungsi seksual b/d efek terapi sekunder terhadap Fournier Gangren
Intervensi:
a. Informasikan pasien tentang terapi
b. Tentukan riwayat
c. Libatkan pasangan dalam membangun pengertian
5. Nyeri akut b/d insisi surgikal
Intervensi:
a. Tingkatkan kenyamanan pasien
b. Posisikan dengan hati-hati
c. Berikan analgesik
d. Kompres hangat atau dingin
6. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam fungsi Intervensi:
a. Kaji perasaan pasien terhadap citra tubuh
b. Dukung pasien untuk menyatakan kekhawatirannya
c. dentifikasi potensi terhadap harga diri:
1) Perubahan penampilan
2) Penurunan fungsi seksual
3) Penurunan energy
DAFTAR PUSTAKA

Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer.


2006. 50-140
Lovensoon RB, Singh AK, Novelline RA. 2008. Fournier Gangrene: Role of
Imaging. Radiographics (28) 519-528.
Pais VM. Fournier Gangerene. online. 2011. (diakses 2 Juni, 2014).
http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview
Setiawan F, Novianti R, MTP Wicaksono. 2013. Fournier’s Gangrene. CDK-205/
vol. 40 no. 6.
Patofisiologi Fournier’s Gangrene

Faktor etiologi
(Virulensi mikroba + Penurunan imun)

Infeksi polymicrobial di daerah perineum

Sinergi polymicroba dalam pembentukan enzim

Koagulasi pembuluh nutrient

Trombus pembuluh nutrient

Penurunan suplai darah

Penurunan oksigen jaringan

Pertumbuhan organisme anaerob & aerob

Produksi enzim lecithinase &collagenase

Digesti barrier fascia

Obliterative endartheritis

Nekrosis pembuluh darah kutan dan subkutan

Iskemia lokal dan proliferasibakterilebih lanjut

Infeksi pada fascia perineum (colles fascia)

Anda mungkin juga menyukai