Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRAVENTRIKULAR HEMORAGIC (IVH)

Disusun:
THESSALONIKA BERNANDA
215140053

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA JAKARTA
2022
INTRAVENTRIKULAR HEMORAGIC (IVH)

A. Konsep Teori Penyakit


1. Anatomi Otak
a. Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP)
dan sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan
medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen
sistem saraf somatis (SSS) dan neuron sistem saraf otonom/viseral
(SSO) (Muttaqin, 2010).
1) Sistem Saraf Pusat
- Otak
Bagian-bagian otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi
dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa. Otak manusia mengandung hampir
98% jaringan saraf tubuh. Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan
mempunyai isi sekitar 1200 cc. Secara ringkas fisiologis organ
otak dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ringkasan fungsional bagian-bagian sistem saraf pusat


Bagian otak terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai
berikut.
- Meningen
Meningen merupakan selaput pembungkus otak paling luar.
Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh
tulang tengkorak dan tulang belakang, dan oleh tiga lapisan
jaringan penyambung yaitu piameter, araknoid, dan durameter
(Gambar 2).

Gambar

 Piameter, langsung berhubungan dengan otak dan jaringan


spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal otak dan
jaringan spinal. Piameter merupakan lapisan vaskular yang
memiliki pembuluh darah yang berjalan menuju struktur
interna SSP untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf.
 Araknoid, merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus,
dan tidak mengandung pembuluh darah. Araknoid meliputi
otak dan medula spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur luar
seperti piameter. Daerah antara araknoid dan piameter disebut
ruang subaraknoid, tempat arteri, vena serebral, trabekula
araknoid, dan cairan serebrospinal yang membasahi SSP.
 Durameter, merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan
mirip kulit sapi yang terdiri atas dua lapisan, yaitu bagian luar
yang disebut duraendosteal dan bagian dalam yang disebut
durameningeal.

- Cairan serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang
disebut pleksus koroideus, menyekresi cairan serebrospinal
(cerebrospinal fluid─CSF) yang jernih dan tidak berwarna, yang
merupakan bantal cairan pelindung di sekitar SSP. CSF terdiri
atas air, elektrolit, gas oksigen dan karbondioksida yang terlarut,
glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit
protein. Cairan ini berbeda dari cairan ekstraseluler lainnya
karena cairan ini mengandung kadar natrium dan klorida yang
lebih tinggi, sedangkan kadar glukosa dan kaliumnya lebih
rendah.

Setelah mencapai ruang subaraknoid, CSF akan bersirkulasi di


sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar menuju sistem
vaskular (SSP tidak mengandung sistem limfe). Sebagian besar
CSF direabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang
disebut vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang
menonjol dari ruang subaraknoid ke sinus sagitalis superior otak
- Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak
yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam
sel epitel yang membatasi semua rongga otak dan medula spinalis
serta mengandung CSF). Pada setiap hemisfer serebri terdapat
satu ventrikel lateral. Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon.
Ventrikel keempat dalam pons dan medula oblongata. Ventrikel
lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga melalui
sepasang foramen-interventrikularis (foramen monro). Ventrikel
ketiga dan keempat dihubungkan melalui suatu saluran sempit di
dalam otak tengah yang disebut akueduktus sylvius. Pada
ventrikel keempat terdapat tiga lubang sepasang foramen luschka
di lateral dan satu foramen magendie di medial, yang berlanjut
hingga ke ruang subaraknoid otak dan medula spinalis.
- Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling
menonjol. Di sini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur
semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses
penalaran, memori, dan intelegensi. Hemisfer serebri kanan
mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri
mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut
pengendalian kontralateral.
- Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu (grey matter) dari serebrum
mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (tunggal girus).
Susunan seperti ini memungkinkan permukaan otak menjadi luas
(diperkirakan seluas 2200 cm2) yang terkandung dalam rongga
tengkorak yang sempit. Korteks serebri adalah bagian otak yang
paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra
lingkungan. Korteks serebri menentukan perilaku yang bertujuan
dan beralasan.
- Lobus frontal merupakan bagian dari korteks serebrum bagian
depan yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di
dasar sulkus lateralis. Bagian ini memiliki area motorik dan
paramotorik. Area broca terletak di lobus ini dan mengontrol
ekspresi bicara. Area asosiasi menerima informasi dari seluruh
otak dan menggabungkan informasi-informasi tersebut menjadi
pikiran, rencana, dan perilaku. Lobus ini bertanggung jawab
untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan
pemikiran yang kompleks. Lobus ini memodifikasi dorongan-
dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan
refleks vegetatif dari batang otak.
- Lobus parietal berada di tengah, daerah korteks yang terletak di
belakang sulkus sentralis di atas fisura lateralis, dan meluas ke
belakang ke fisura prieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area
sensorik primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran. Lobus
ini menyampaikan infromasi sensorik ke banyak daerah lain di
otak, termasuk area sosiasi motorik dan visual di sebelahnya.
- Lobus oksipital, ada di bagian paling belakang, terletak di
sebelah posterior dari lobus parietal dan di atas fisura parieto-
oksipitalis, yang memisahkan serebelum. Lobus ini adalah pusat
asosiasi visual utama. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan
visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
- Lobus temporal berada di bagian bawah, mencakup bagian
korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan
ke sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini
adalah area asosisasi primer untuk informasi auditorik dan
mencakup area Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini
juga terlibat dalam interpretasi bau dan penyimpanan memori.
- Serebelum
Serebelum atau otak kecil (Gambar 5) terletak di bagian
belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas, di dalam
fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang
menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Serebelum dihubungkan dengan
batang otak oleh tiga berkas serabut yang disebut pedunkulus.
Ada dua fungsi utama serebelum, meliputi: (1) mengatur otot-
otot postural tubuh dan (2) melakukan program akan gerakan-
gerakan pada keadaan sadar maupun bawah sadar. Serebelum
mengoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan
memelihara keseimbangan tubuh. Serebelum merupakan pusat
refleks yang mengoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta
mengubah tonus, dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh (Price, 1995 dalam Muttaqin,
2010)
- Formasio retikularis
Fomasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan
serabut yang saling terjalin membentuk inti sentral batang otak.
Bagian ini dihubungkan ke bawah dengan sel-sel intermunsial
medula spinalis serta meluas ke atas dan ke dalam diensefalon
serta telensefalon. Fungsi utama sistem retikularis antara lain: (1)
integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu
penentuan status kesasaran dan keadaan bangun; (2) modulasi
transmisi informasi sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi; (3)
modulasi aktivitas motorik; (4) pengaturan respons otonom dan
siklus tidur-bangun; (5) tempat asal sebagian besar monoamin
yang disebarkan ke seluruh SSP.
b. Batang otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan
medula oblongata.
1) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer
serebelum serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas
dengan medula oblongata di bawah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikoserebelaris yang
menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Bagian bawah pons
berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat di sini.
2) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur, dan muntah. Semua jaras asendens dan
desendens medula spinalis dapat terlihat di sini. Jaras-jaras ini
menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensasi getar,
dan diskriminasi taktil dua titik.
3) Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari batang
otak yang letaknya di atas pons. Bagian ini mencakup bagian
posterior, yaitu tektum yang terdiri atas kolikuli superior dan
kolikuli inferior serta bagian anterior, yaitu pedunkulus serebri.
Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan dan koordinasi
gerakan penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya
suara. Pedunkuli serebri terdiri atas berkas serabut-serabut motorik
yang berjalan turun dari serebrum.
4) Substansia nigra dan nukleus ruber terletak dalam mesensefalon dan
merupakan bagian dari jaras ekstrapiramidal atau jaras impuls
motorik involunter. Lesi pada substansia nigra dapat mengakibatkan
kekakuan otot, tremor halus pada waktu istirahat, langkah yang
lamban serta diseret, dan wajah seperti topeng. Nukleus ruber
berperan dalam refleks postural serta refleks untuk menegakkan
badan pada orientasi kepala seseorang terhadap ruang.
c. Diensefalon
Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-
struktur di sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dalam
serebrum. Diensefalon biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu
talamus, subtalamus, epitalamus, dan hipotalamus. Diensefalon
memproses rangsang sensorik dan membantu mencetuskan atau
memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut.
d. Talamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yang besar (Gambar 7), masing-
masing mempunyai kompleks nukleus yang saling berhubungan dengan
korteks serebri ipsilateral, serebelum, dan dengan berbagai kompleks
nuklear subkortikal seperti yang ada dalam hipotalamus, formasio
retikularis batang otak, ganglia basalis, dan mungkin juga subtansia
nigra. Semua jaras sensorik utama (kecuali sistem olfaktorius)
membentuk sinaps dengan nukleus talamus dalam perjalanannya
menuju korteks serebri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa talamus
bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak kritis, yaitu individu
dapat samar-samar merasakan nyeri, tekanan, raba, getar, dan suhu
yang ekstrem.
e. Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang
penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber,
subtansia nigra, dan globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya
belum diketahui sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat
menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.
f. Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan daraf yang membentuk atap
diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular dan
komisura, komisura psoterior, striae medularis, dan epifisis. Epitalamus
berhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa
dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius. Epifisis
mensekresi melatonin dan membantu mengatur irama sirkadian tubuh
serta menghambat hormon gonadotropin.
g. Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah talamus. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.
h. Sistem limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan
batas traktus antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus
kalosum. Sistem ini merupakan suatu pengelompokan fungsional bukan
anatomis serta mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan
mesensefalon. Struktur kortikal utama adalah girus singuili (kingulata),
girus hipokampus, dan hipokampus. Bagian subkortikal mencakup
amigdala, traktus olfaktorius, dan septum. Secara fungsional sistem
limbik berkaitan dengan hal-hal di bawah ini.
- Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu.
- Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
- Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri ssecara tidak
sadar dan mengfungsikan secara otomatis batang otak untuk
merespons keadaan.
- Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
- Merespons suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan, terutama
reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku
seksual.

i. Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-
masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis
vertebralis melalui foramina intervertebrales. Terdapat 8 pasang saraf
servikal (dan hanya 7 vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5
pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf
koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligament,
meningen spinal, dan CSF.

Struktur internal medulla spinalis terdapat substansi abu abu dan


substansi putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu
dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi bagian
kiri dan kanan oleh anterior median fissure dan median septum yang
disebut dengan posterior median septum.Keluar dari medula spinalis
merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal. Substansi abu-abu
mengandung badan sel, dendrit, neuron efferen, akson tak bermyelin,
saraf sensoris dan motoris, dan akson terminal dari neuron. Substansi
abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu:
anterior, posterior dan comissura abu-abu. Bagian posterior sebagai
input/afferent, anterior sebagai output/efferent, comissura abu-abu
untuk refleks silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat
saraf bermyelin.

j. Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
- Saraf kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
(tunggal, foramen). Terdapat 12 pasang saraf kranial yang
dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf
tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III),
troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius
(XI), dan hipoglosus (XII).

Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial


SARAF KRANIAL KOMPONEN FUNGSI
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter (menutup
rahang dan mengunyah) gerakan
rahang ke lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut, lidah
dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot
dahi, sekeliling mata serta mulut,
lakrimasi dan salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,
manis, asam, dan asin)
VIIICabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis

Cabang koklearis Sensorik Pendengaran


IX Glossofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa
pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah,
fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah, visera
leher, thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah

Sumber: Muttaqin, 2008:17

k. Sistem Ventrikular
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus
lateralis (I & II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius
pada diencephalon dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons
dan med. oblongata). Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan
ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang
terletak di depan thalamus pada masing-masing sisi. Ventriculus tertius
berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu lubang kecil,
yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan perputaran
hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan taji
yang mengarah ke caudal. Dibedakan beberapa bagian: cornu anterius
pada lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei
caudate, sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang
sempit (cella media) di atas thalamus, cornu temporale pada lobus
temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis (Satyanegara et al,
2010).

Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran


vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri
choroideus. Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi
oleh lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus
terhadap struktur-struktur otak yang berdekatan dikenal sebagai tela
choroidea. Pleksus ini membentang dari foramen interevntrikular,
dimana pleksus ini bergabung dengan pleksus-pleksus dari ventrikel
lateralis yang berlawanan, sampai ke ujung cornu inferior (pada cornu
anterior dan posterior tidak terdapat pleksus choroideus). Arteri yang
menuju ke pleksus terdiri dari a. choroidalis ant., cabang a. carotis int.
yang memasuki pleksus pada cornu inferior; dan a. choroidalis post.
Yang merupakan cabang-cabang dari a.cerebrum post (Satyanegara et
al, 2010).

LCS (Liquor Cerebrospinalis) mempunyai fungsi memberikan


dukungan mekanik pada otak, dapat digambarkan sebagai selimut dari
air yang mengelilingi otak. Cairan ini mengatur eksitabilitas otak
dengan mengatur kadar ion, membawa keluar metabolit-metabolit otak,
memberikan perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan.
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau
(Satyanegara et al, 2010). Berikut adalah nilai normal rata-rata LCS:

Tabel 1 nilai normal LCS


Daerah Penampilan Tekanan Sel (per µl) Protein Lain-lain
dalam
air
Lumbalis Jernih dan 70-180 0-5 15-45 Glukosa 50-75
tanpa warna mg/dl mg/dl
Ventrikel Jernih dan 70-190 0-5 (limfosit) 5-15 Nitrogen non
tanpa warna mg/dl protein 10-35
mg/dl

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan.
Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel
keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat
(foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal
total dalam seluruh rongga secara normal ± 150 ml; bagian internal
(ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara
400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari
(Satyanegara et al, 2010).

Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm


air; perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan
pernapasan. Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume
intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada perdarahan),
atau volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena
tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang
tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa
kenaikan tekanan (Satyanegara et al, 2010).

LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus


lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus
sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki
spatium liquor cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan
medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system
ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel
keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin
mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal.
Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-
pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya
berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-
vena) di berbagai daerah–kebanyakan di atas konveksitas superior.
Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk
mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan
cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorbsi dalam keadaan seimbang (Werner, 2009).
2. Definisi
Pengertian Intraventricular hemorrhage (IVH) secara singkat dapat
diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas
pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari
ventrikel. (Oktaviani et al 2011). IVH Merupakan terdapatnya darah dalam
sistem ventrikuler. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu
perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan intraventrikular
sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya darah
hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding
ventrikel. Disebutkan pula bahwa IVH merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel, sedangkan
perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh
darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang
meluas ke sistem ventrikel (Brust, 2012)..

Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH


sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim
atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan
perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH.
Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau dari
posterior communicating artery (Brust, 2012). Tingkatan IVH terdiri dari:
a. Grade I : Pendarahan terbatas pada area periventricular ( acuan asal
mula)
b. Grade II: perdarahan Intraventricular (10-50% dari area ventricular
pada pandangan sagittal)
c. Grade III: perdarahan Intraventricular (> 50% area ventricular atau
bilik jantung bengkak) (OUSF, 2004)
3. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak
diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa penyebab IVH
anatara lain:
a) Hipertensi, aneurisma: bahwea IVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang
sangat dekat dengan sistem ventrikuler
b) Kebiasaan merokok
c) Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian
stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
d) Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh
darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa
dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia
muda. Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran
perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel. Adanya
perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian
yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:
- Usia tua
- Volume darah intracerebral hemoragik
- Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
- Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
- Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko
menjadi intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu
putamen (35-50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-
12%), caudatus (7%) dan serebelum (5%) (Brust,2012).
4. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi
sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat
penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel
akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada
bagian yang menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila
terbentuk sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun
ikut meningkat yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak.
Penekanan dapat menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat
adanya penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul
penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat
perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang (Annibal et al, 2014).

Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti


yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam
menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan
motorik, parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara
dan mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang
terkena (Annibal et al, 2014).
5. Tanda dan Gejala
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut, kaku kuduk, muntah dan
penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada
pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda
tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hilangnya fungsi batang
otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan
kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus
temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat
diikuti kelumpuhan kontralateral (Ropper, dalam khoirul 2009).
Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :
- Kehilangan Motorik. Disfungsi motor paling umum adalah
 Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti
pada wajah, lengan dan kaki (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
 Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang
sama seperti wajah, lengan, dan kaki (Karena lesi pada hemisfer
yang berlawanan).
- Kehilangan atau Defisit Sensori.
 Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi). Kejadian seperti
kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh).
 Kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan
auditorius.
- Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal). Fungsi otak lain yang
dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa
dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
 Disartria adalah kesulitan berbicara atau kesulitan dalam membentuk
kata. Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
 Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara, yang
terutama ekspresif atau reseptif (mampu bicara tapi tidak masuk akal).
 Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir
dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
 Disfagia adalah kesulitan dalam menelan.
- Gangguan Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterprestasikan
sensasi. Dapat mengakibatkan
 Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual.
 Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
 Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial).
 Defisit Kognitif.
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
b. Penurunan lapang perhatian.
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
d. Alasan abstrak buruk.
e. Perubahan Penilaian.
 Defisit Emosional.
a. Kehilangan kontrol-diri.
b. Labilitas emosional.
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
d. Depresi.
e. Menarik diri.
f. Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
g. Perasaan Isolasi.

6. Kemungkinan Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari IVH antara lain:
a. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan
kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal
atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang
pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk.
b. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
c. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara
intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme
serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam
perkembangan vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau jeratan
dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan
serebrospinal.

7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT
Scan kepaladiperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan diagnosis
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH)
dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan
mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang
mengalami peningkatan volume perdarahan. Didapatkan pada gambar
adanya perdarahan pada sistem ventrikel (Oktaviani et al, 2011).

b. Magnetic resonance

beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI


tergantung stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobin-
deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin (Brust,
2012).
c. USG Doppler (Ultrasonografi dopple). Mengindentifikasi penyakit
arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau timbulnya
plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area karotis
didapatkan profil penyempitan vaskuler akibat thrombus (Annibal et al,
2014).
d. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis
interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding
aneurisma pada perdarahan subarachnoid (Brust, 2012).

Perbedaan Stroke hemorargik dengan iskemik dapat dilakukan dengan


pemeriksaan diagnostik stroke iskemik menurut Dewanto et al (2009)
dapat menggunakan skor stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada
sebagai berikut:
8. Terapi yang Dilakukan
Terapi yang dapat dilakukan meliputi
a. Penanganan emergency
- Kontrol tekanan darah. Rekomendasi dari American Heart
Organization/ American Strouke Association guideline 2009
merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan
yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg,
dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak.
Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan
darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai
pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi
perfusi otak yang cukup.
- Terapi anti koagulan . Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat
diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen
plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian
antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk
menghindari tejadinya komplikasi (Hinson et al, 2011).
- Penanganan peningkatan TIK:
 Elevasi kepala 300C. Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari
vena-vena besar di leher seperti vena jugularis (Dey Mahua et al,
2012).
 Trombolitik . Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting
yang dapat menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga
menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai
obat pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA
(recombinant tissue plasminogen activator). Obat golongan ini
bekerja dengan mengubah plaminogen menjadi plasmin, plasmin
akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin
degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase
yang diberikan bolus bersama infus.
- Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage). Teknik yang
digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan
untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di ventrikel.
Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi akut
hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan penilaian graeb score
(Dey Mahua et al, 2012).

- Pemberian obat anti kejang. Pasien yang mempunyai perdarahan pada


kepala tidak terkecuali perdarahan intraventrikel mempunyai risiko
tinggi akan terjadinya kejang. Menrut rekomendasi American Heart
Association tahun 2007 pemberian obat anti kejang seperti Obat Anti
Epilepsi pada pasien-pasien dengan perdarahan di otak, dapat
mencegah terjadinya kejang awal (Hinson et al, 2011).
9.
Clinical Pathway
Abnormalitas formasi vaskuler
B.
Hipertensi, aneurisma, Kebiasaan merokok otak anomali pembuluh darah
Alkoholisme serebral, malformasi pembuluh
darah termasuk angioma

Tekanan vaskuler melebihi tekanan maksimal Menyebabkan vaskuler mudah ruptur


vaskuler otak karena formasi vaskuler sendiri

Perdarahan pada ventrikrel otak


Gangguan perfusi
Perdarahan yang terjadi menyebabkan jaringan cerebral
Penekanan penekanan pada area otak (desak ruang)
pada area
sensitif nyeri
Peningkatan TIK Penekanan berat
perfusi pada area
Nyeri akut
tertentu pada
Jika dibiarkan akan otak
terjadi edema otak menyebabkan
gangguan
fisiologis otak
Gangguan
konfusi
penurunan
kesadaran

Berkurangnya perfusi pada Berkurangnya perfusi pada Berkurangnya perfusi pada


bagian temporalis bagian frontalis bagian oksipitalis

Berkurangnya perfusi pada Kerusakan Ketajaman Penglihatan


area brocca neuromotorik menurun

Kelemahan otot Gangguan sensori


Gangguan komunikasi
progresif persepsi penglihatan
verbal

Gangguan mobilitas
fisik
C. B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Pengkajian Umum
- Identitas pasien
 Nama, Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia,
resiko meningkat pada usia tua
 Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
 Suku bangsa: bisa terjadi pada semua suku bangsa
 Pekerjaan: bisa terjadi pada semua pekerjaan, resiko meningkat
pada pekerjaan yang meimbulkan stress dan memicu
meningkatnya tik
 Pendidikan:
 Status menikah:
 Identitas penaggung jawab meliiputi nama, umur, tanggal lahir,
jenis kelamin, alamat.
b) Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya
keluhan seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya
c) Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga
keluhan muncul sejak kapan, hal-hal yang telah dilakukan oleh
pasien dan keluarga untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum
MRS. Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi
mengenai peningkatan TIK dan perdarahan otak, trauma pada
kepala, riwayat gejala penyakit hipertensi.
d) Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan
sehari-hari pasien mengkonsumsi rokok, alkohol, stroke, diabetes
melitus penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin,
vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan
e) Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga
pasien ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau
apakah keluarga ada yang mengalami penyakit degeneratif seperti
stroke, Diabetes Mellitus.
f) Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga,
status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial
terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah
pasien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
g) Aktivitas sehari-hari
h) Nutrisi: pasien makan sehari-hari apakah sering makan makanan
yang mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi
oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan,
goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu
makan pasien.
i) Minum: Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alkohol.
j) Eliminasi: Pada pasien didapatkan pola eliminasi BAB yaitu
konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana
eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa
jumlahnya, karena pada pasien stroke mungkn mengalami
inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural.
k) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum:
- TTV: TD (S >140 mmHg, D> 80 mmHg), Nadi (>100X/menit),
RR (biasanya naik), Suhu (biasanya naik)
- Tingkat kesadaran: Menurun (E<4, M<5, V<6)
- Kepala: Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya
hemato atau riwayat operasi. : kaji kondisi kepala dan rambut
meliputi inspeksi warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala,
ada tidaknya lesi dan ketombe, ada tidaknya memar, kondisi
rambut apakah kotor dan berbau. Palpasi apakah terdapat nyeri
tekan, apakah terdapat rambut rontok.
- Mata: Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan
nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola
mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus
IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral
(nervus VI)
- Hidung: Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu
pada nervus olfaktorius (nervus I).
- Mulut: Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan
nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
- Dada:
 Inspeksi: Bentuk simetris
 Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
 Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
 Auskultasi: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suaram
jantung I dan II murmur atau gallop.
- Abdomen
 Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
 Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
 Palpas: tidak ada nyeri tekan
 Perkusi: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
- Ekstremitas: Pada pasien IVH biasnya ditemukan hemiplegi
paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu
juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5 Pengukuran
kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
 Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
 Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada sendi.
 Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi.
 Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan.
 Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
tetapi kekuatanya berkurang.
 Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh
- Data Spiritual: data apakah pasien atau keluarga memiliki
kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan IVH
adalah
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
b) Pola nafas tidak efektif (D.0005)
c) Gangguan pertukaran gas (D.000)
d) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial (D.0066)
e) Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan  Produksi sputum menurun Manajemen jalan napas (I.01011)
efektif (D.0001) selama 3x24 jam,  Frekuensi napas membaik Observasi:
bersihan nafas kembali  Pola napas membaik - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas
efektif - Monitor bunyi napas
- Monitor sputum
Terapeutik:
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan
chin lift
- Posisikan fowler atau semi fowler
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan pengisapan lendir
- Berikan oksigen
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
2. Penurunan kapasitas adaptif Setelah dilakukan asuhan  Tingkat kesadaran meningkat Manajemen peningkatan tekanan intrakranial (D.06194)
intrakranial (D.0066) selama 3x24 jam,  Tekanan darah membaik Observasi:
kapasitas adaptif  Tekanan nadi membaik - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
intrakranial terpenuhi  Respon pupil membaik - Monitor tanda dan gejala
- Monitor MAP
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake output cairan
Terapeutik:
- Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari pemberian cairan intavena hipotonik
- Pertahankan suhu tubuh normal
- Atur ventilator agar PCO2 optimal
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan  Kekuatan otot meningkat Dukungan mobilisasi (I.05173)
(D.0054) selama 3x24 jam,  Pergerakan ekstermitas Observasi:
gangguan mobilitas fisik meningkat - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
teratasi  Kelemahan fisik menurun - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan monilisasi
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
- Fasilitas melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
DAFTAR PUSTAKA

Annibal, J david. 2014. Journal of Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler hemorrage.


[serial online] http://emedicine.medscape.com/article/976654-overview [diakses 02
Febuari 2021].

Brust, John C.M. 2012. Current Diagnosis & Treatment Neurology. 2nd edition. United
States: Mc Graw-Hill companies Bulecheck, Gloria M et al. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC). Amsterdam: Elsevier Mosby

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Dey Mahua, Jaffe Jannifer, Stadnik Agniezka, Awad Issam A. Journal of External
Ventricular Drainage for Intraventricular Hemorrhage. 2012. [serial online]
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22002766 [Diakses 02 Januari 2021]
Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.

Hinson E. Holly,Henly Daniel F, Ziai Wendy C. 2011. Journal of Management of


Intraventricular Hemorrage. [Serial online]

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138489/ [diakses 02 Januari 2021].

Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC).Amsterdam: Elsevier


Mosby

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

Oktaviani, Donna et al. 2011. Perdarahan Intraventrikuler Primer. Jurnal Kedokteran


Universitas Indonesia. [serial online]

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/353/351 [diakses 02
januari 2021]

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Satyanegara et al. 2010. Anatomi susunan saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Werner, Kahle. 2000. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia : Sistem Syaraf dan Alat-
alat Sensoris. Jilid 3, edisi. 6. Jakarta: Penerbit Hippocrates

Anda mungkin juga menyukai