“ANEMIA ”
215340017
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb)
dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar
hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria
tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki kadar
hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu
dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara
fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.
D. PATOFISIOLOGI
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2.
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI
a. Anemnia defisiensi
Besi anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh factor yang mengurangi
pasokan zat besi, menggangu absorbsinya, meningkatkan kebutuhan tubuh akan
zat besi, atau yang memenuhi sintesis HB atau anemia defisiensi besi terjadi
karena kandungan zat besi yang tidak memadai dalam makanan (Wong, 2009).
b. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
pendek penyebab hemolitik dapat karena kongenital (factor eritrosit sendiri,
gangguan enzim, hemoglobinopati) atau didapat (Ngastia, 2012)
c. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara kolektif
disebut heminoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HBA) yang normal digantikan
Sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobin sabit (HBS) yang abnormal.
Gambaran klinis anemia sel sabit terutama karena obstruksi yang disebabkan oleh
sel darah merah yang menjadi sel sabit dan peningkatan destruksi sel darah merah.
Keadaan sel-sel yang berbentuk sabit yang kaku yang saling terjalin dan terjaring
akan meninmbulkan ibstruksi intermiten dalam mikro sirkulasi sehingga terjadi
vaso-oklusi. Tidak adanya aliran darah pada jaringan disekitarnya mengakibatkan
hipoksia local yang selanjutnya diikuti dengan iskemia dan infark jaringan
(kematian sel). Sebagian besar komplikasi yang terlihat pada anemia sel sabit dapat
ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya terjadi pada organ tubuh. Manifestasi
klinis anemia sel sabit memiliki intensias dan frekuensi yang sangat bervariasi,
seperti adanya retardasi pertumbuhan, anemia kronis (HB 6-9g/dl), kerentan yang
mencolok terhadap sepsi, nyeri, hapatomegali, dan splenomegaly (Wong, 2009)
d. Anemia aplastic
Anemia aplastic merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi sel-sel darah menurun atau
terhenti timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum manifestasi gejala
terhantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan) neutropenia (infeksi
bakteri, demam), dan anemia (pucat, Lelah, gagal jantung kongesti, takikardia).
(Bedzcecily & linda sodden, 2002). Anemia aplastic terbagi menjadi primer
(kongenital, yang telah ada saat lahir) atau sekunder (didapat). Kelainan anemia
yang paling dikenal dengan anemia aplastic sebagai gambaran yang mencolok
adalah sindrom fanjioni yang merupakan kelaianan herediter yang Langkah dengan
ditandai oleh pansitopenia, hypoplasia sumsum tulang dan oembentukan coklat-
coklat pada kulit yand di sebabkan oleh penimbunan melanin dengan disertai
anomalia kongenital multiple pada system musculoskeletal dan genitourinaroius.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnoseanemia
adalah (Handayani & Andi, 2008)
I. KOMPLIKASI
a. Gagal jantung
b. Kejang
c. Perkembangan otot buruk (jangka panjang)
d. Daya konsentrasi menurun
e. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas pasien , alasan masuk, Riwayat Kesehatan, Riwayat Kesehatan dahulu,
Riwayat Kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala kesimetrisan, warna rabut, kebersihan kepala, rambut kering, mudah
putus, menipis, ada uban atau tidak, sakit kepala, pusing
b. Mata sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor.
c. Telinga kesimetrisan telinga, fungsi pendengaran , kebersihan telinga
d. Hidung kesimetrisan, fungsi penciuman, kebersihan, apakah ada perdarahn
pada hidung atau tidak.
e. Mulut keadaan mukosa mulut, kebersihan mulut, keadaan gigi, kebersihan
gigi, stomatitis (sariawan lidah dan mulut)
f. Leher kesimetrisan, adanya pembeesaran kelenjar tyroid/tidak, adanya
pembersan kelenjar getah bening,
g. Thorax
1. Paru-paru
I: pergerakan dinding dada, takipnea, ortopnea, dispnea (kesulitan bernafas,
nafas pendek, dan cepat Lelah saat melakukan aktivitas jasmani manifestasi
berkurangnya pengiriman oksigen)
P: taktil premitus simetris
P: sonor
A: bunyi nafas vesikuler , bunyi nafas tambahan lainnya.
2. Jatung
I : jantung berdebar-debar, takikardia, dan bissing jantung menggambarkan
beban jantung dann curah jantung meningkat
P: tidak teraba adanya massa
P: pekak
A: bunyi jantung murmur sistolik
h. Abdomen
I: kesimetrisan, diare, muntah, melena/hematemesis
A: suara bissing usus
P: tempat bunyi timpani
P: terabanya pembesaran hepar/tidak, adanya nyeri tekan/tidak
i. Gentealia normal/abnormal
j. Integument mukosa pucat, kering dan kulit kering
k. Ekstremitas pucat pada kulit, dasar kuku, dan memberane mukosa, kuku
mudah patah dan berbentuk seperti sendok, kelemahan dalam melakukan
aktivitas.
l. Punggung kesimetrisan punggung, warna kulit, dan kebersihan
m. Neurosensory : gejala sakit kepala , berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus,
ketidakmampuan berkonstrasi, insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan
pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah, parestesia tangan/kaki
(AP): klaudikasi. Sensasi menjadi dingin. Tanda: peka rangsang, gelisah, depresi
censerung tidur, apatis. Mental : tidak mampu berespon, lambat dan dangkal.
Ofatalmi : hemoragis restina (aplastic, AP). Epitaksis : perdarahn dari lubang-
lubang aplastik. Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi
koma tanda Romberg positif, palarilisis (AP)
3. Diagnosa keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis (keenganan untuk makan)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
4. Intervensi keperawatan
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi