Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR

“ANEMIA ”

FINDI LOISA MANGANGAWE

215340017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA, 2023
A. PENGERTIAN
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) atau
sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah
merah dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011)

Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb)
dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar
hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria
tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki kadar
hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu
dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara
fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di


bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia adalah gejala dari
kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat
atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe
anemia dengan beragam penyebabnya. (Marilyn E, Doenges, Jakarta, 2002). Anemia
adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun
dibawah normal.(Wong, 2003)
Laki-laki dewasa  Hb < 13 gr/dl

Perempuan dewasa tidak hamil  Hb < 12 gr/dl

Perempuan dewasa hamil  Hb < 11 gr/dl

Anak usia 6-14 tahun  Hb < 12 gr/dl

Anak usia 6 bulan – 6 tahun  Hb < 11 gr/dl


B. PENYEBAB

1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)


2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper

Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:

1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12,


asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan
terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak
dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap
zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di
saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan
anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan
masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis,
dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin
B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat
menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah
merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria,
atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
C. TANDA DAN GEJALA

a. Lemah, letih, lesu dan lelah


b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi
pucat. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
d. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit
dada)
e. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
f. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SSP
g. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)

D. PATOFISIOLOGI
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2.
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI
a. Anemnia defisiensi
Besi anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh factor yang mengurangi
pasokan zat besi, menggangu absorbsinya, meningkatkan kebutuhan tubuh akan
zat besi, atau yang memenuhi sintesis HB atau anemia defisiensi besi terjadi
karena kandungan zat besi yang tidak memadai dalam makanan (Wong, 2009).
b. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
pendek penyebab hemolitik dapat karena kongenital (factor eritrosit sendiri,
gangguan enzim, hemoglobinopati) atau didapat (Ngastia, 2012)
c. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara kolektif
disebut heminoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HBA) yang normal digantikan
Sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobin sabit (HBS) yang abnormal.
Gambaran klinis anemia sel sabit terutama karena obstruksi yang disebabkan oleh
sel darah merah yang menjadi sel sabit dan peningkatan destruksi sel darah merah.
Keadaan sel-sel yang berbentuk sabit yang kaku yang saling terjalin dan terjaring
akan meninmbulkan ibstruksi intermiten dalam mikro sirkulasi sehingga terjadi
vaso-oklusi. Tidak adanya aliran darah pada jaringan disekitarnya mengakibatkan
hipoksia local yang selanjutnya diikuti dengan iskemia dan infark jaringan
(kematian sel). Sebagian besar komplikasi yang terlihat pada anemia sel sabit dapat
ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya terjadi pada organ tubuh. Manifestasi
klinis anemia sel sabit memiliki intensias dan frekuensi yang sangat bervariasi,
seperti adanya retardasi pertumbuhan, anemia kronis (HB 6-9g/dl), kerentan yang
mencolok terhadap sepsi, nyeri, hapatomegali, dan splenomegaly (Wong, 2009)
d. Anemia aplastic
Anemia aplastic merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi sel-sel darah menurun atau
terhenti timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum manifestasi gejala
terhantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan) neutropenia (infeksi
bakteri, demam), dan anemia (pucat, Lelah, gagal jantung kongesti, takikardia).
(Bedzcecily & linda sodden, 2002). Anemia aplastic terbagi menjadi primer
(kongenital, yang telah ada saat lahir) atau sekunder (didapat). Kelainan anemia
yang paling dikenal dengan anemia aplastic sebagai gambaran yang mencolok
adalah sindrom fanjioni yang merupakan kelaianan herediter yang Langkah dengan
ditandai oleh pansitopenia, hypoplasia sumsum tulang dan oembentukan coklat-
coklat pada kulit yand di sebabkan oleh penimbunan melanin dengan disertai
anomalia kongenital multiple pada system musculoskeletal dan genitourinaroius.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnoseanemia
adalah (Handayani & Andi, 2008)

1. Pemeriksaan laboratorium hematologis


 Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia.Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen,seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH,
danMCHC), asupan darah tepi.
 Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukositdan
trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endapdarah (LED),
hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
 Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengandiagnosis
definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidakmemerlukan
pemeriksaan sumsum tulang
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
 Faal ginjal
 Faal endokrin
 Asam urat
 Faat hati
 Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
 Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
 Radiologi: torak,bone survey, USG, atau limfangiografi.
 Pemeriksaan sitogenetik.
 Pemeriksaan biologi molekuler
(PCR: polymerase chain reaction,FISH: fluorescence in situ hybridization)
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah
yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal:
a. Pada paisen dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya,
besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi:
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat
ferosus.
5. Anemia megaloblastik:
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik
dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
6. Anemia sel sabit
a. Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
b. Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
c. Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
d. Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
e. Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak responsive
f. terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkandarah sabit, dan
kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untukmencegah krisis.

I. KOMPLIKASI
a. Gagal jantung
b. Kejang
c. Perkembangan otot buruk (jangka panjang)
d. Daya konsentrasi menurun
e. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas pasien , alasan masuk, Riwayat Kesehatan, Riwayat Kesehatan dahulu,
Riwayat Kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala  kesimetrisan, warna rabut, kebersihan kepala, rambut kering, mudah
putus, menipis, ada uban atau tidak, sakit kepala, pusing
b. Mata  sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor.
c. Telinga  kesimetrisan telinga, fungsi pendengaran , kebersihan telinga
d. Hidung  kesimetrisan, fungsi penciuman, kebersihan, apakah ada perdarahn
pada hidung atau tidak.
e. Mulut  keadaan mukosa mulut, kebersihan mulut, keadaan gigi, kebersihan
gigi, stomatitis (sariawan lidah dan mulut)
f. Leher  kesimetrisan, adanya pembeesaran kelenjar tyroid/tidak, adanya
pembersan kelenjar getah bening,
g. Thorax
1. Paru-paru
I: pergerakan dinding dada, takipnea, ortopnea, dispnea (kesulitan bernafas,
nafas pendek, dan cepat Lelah saat melakukan aktivitas jasmani manifestasi
berkurangnya pengiriman oksigen)
P: taktil premitus simetris
P: sonor
A: bunyi nafas vesikuler , bunyi nafas tambahan lainnya.
2. Jatung
I : jantung berdebar-debar, takikardia, dan bissing jantung menggambarkan
beban jantung dann curah jantung meningkat
P: tidak teraba adanya massa
P: pekak
A: bunyi jantung murmur sistolik
h. Abdomen
I: kesimetrisan, diare, muntah, melena/hematemesis
A: suara bissing usus
P: tempat bunyi timpani
P: terabanya pembesaran hepar/tidak, adanya nyeri tekan/tidak
i. Gentealia  normal/abnormal
j. Integument  mukosa pucat, kering dan kulit kering
k. Ekstremitas  pucat pada kulit, dasar kuku, dan memberane mukosa, kuku
mudah patah dan berbentuk seperti sendok, kelemahan dalam melakukan
aktivitas.
l. Punggung  kesimetrisan punggung, warna kulit, dan kebersihan
m. Neurosensory : gejala  sakit kepala , berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus,
ketidakmampuan berkonstrasi, insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan
pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah, parestesia tangan/kaki
(AP): klaudikasi. Sensasi menjadi dingin. Tanda: peka rangsang, gelisah, depresi
censerung tidur, apatis. Mental : tidak mampu berespon, lambat dan dangkal.
Ofatalmi : hemoragis restina (aplastic, AP). Epitaksis : perdarahn dari lubang-
lubang aplastik. Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi
koma tanda Romberg positif, palarilisis (AP)

3. Diagnosa keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis (keenganan untuk makan)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
4. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


keperawatan
1 Perfusi perifer tidak
efektif berhubungan Setelah dilakukan intervensi Observasi
dengan penurunan keperawatan selama 3 x 24 jam,
maka perfusi perifer meningkat,  Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer,
konsentrasi hemoglobin
dengan kriteria hasil: edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
brachial index)
1. Pengisian kapiler membaik  Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis:
2. Akral membaik diabetes, perokok, orang tua, hipertensi, dan
3. Warna kulit pucat menurun kadar kolesterol tinggi)
4. Turgor kulit membaik  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
pada ekstremitas
Terapeutik

 Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah


di area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi

Edukasi

 Anjurkan berhenti merokok


 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari
kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat
beta
 Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
(mis: melembabkan kulit kering pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi vaskular
 Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
(mis: rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis: rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa).
2 Defisit nutrisi Observasi
Setelah dilakukan intervensi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Identifikasi status nutrisi

factor psikologis maka status nutrisi membaik, Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

dengan kriteria hasil: Identifikasi makanan yang disukai

(keenganan untuk makan)
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

1. Porsi makan yang dihabiskan
Identifikasi perlunya penggunaan selang

meningkat
nasogastrik
2. Berat badan membaik
 Monitor asupan makanan
3. Indeks massa tubuh (IMT)
 Monitor berat badan
membaik
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida
makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

 Ajarkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan


(mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
3 Intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan intervensi Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
maka toleransi aktivitas  Identifikasi
gangguan fungsi tubuh yang
kelemahan
meningkat, dengan kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
1.Keluhan Lelah menurun  Monitor pola dan jam tidur
2.Frekuensi nadi membaik  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik

 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus


(mis: cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara


meningkatkan asupan makanan
4 Defisit pengetahuan
Setelah dilakukan intervensi Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
kurang terpapar informasi maka status tingkat
pengetahuanmeningkat, dengan informasi
kriteria hasil:  Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
1. Perilaku sesuai anjuran hidup bersih dan sehat
meningkat
2. Verbalisasi minat dalam Terapeutik
belajar meningkat  Sediakan materi dan media Pendidikan
3. Kemampuan menjelaskan Kesehatan
pengetahuan tentang suatu  Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
topik meningkat kesepakatan
4. Kemampuan  Berikan kesempatan untuk bertanya
menggambarkan pengalaman
sebelumnya yang sesuai Edukasi
dengan topik meningkat
 Jelaskanfaktor risiko yang dapat mempengaruhi
5. Perilaku sesuai dengan
Kesehatan
pengetahuan meningkat
 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
6. Pertanyaan tentang masalah
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
yang dihadapi menurun
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
7. Persepsi yang keliru terhadap
masalah menurun

Anda mungkin juga menyukai