Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori Anemia

2.1.1. Pengertian Anemia

Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau

hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas

pangangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus diingat pada keadaan tertentu

dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti

pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam

diagnosa anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus

dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut (Sudoyo

aru, dkk, 2019 dalam Nurarif, dkk, 2015).

Menurut Ngastiyah (2012), anemia adalah berkurangnya jumlah

eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya

volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap keseimbangan antara

pembentukan darah pada masa embrio setelah beberapa minggu dari pada masa

anak atau dewasa.

2.1.2. Klasifikasi Anemia

Menurut Wong (2009) anemia dapat diklasifikasikan menurut:

1. Etiologi atau fisiologi yang dimanifestasikan dengan penurunan jumlah

eritrosit atau hemoglobin dan tidak dapat kembali, seperti:

a. Kehilangan darah yang berlebihan. Kehilangan darah yang berlebihan

dapat diakibatkan karena perdarahan (internal atau eksternal) yang

bersifat akut ataupun kronis. Biasanya akan terjadi anemia normostatik


(ukuran normal), normokromik (warna normal) dengan syarat simpanan

zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi.

b. Destruksi (hemolisis) eritrosit. Sebagai akibat dari defek

intrakorpuskular didalam sel darah merah (misalnya anemia sel sabit)

atau faktor ekstrakorpuskular 5 (misalnya, agen infeksius, zat kimia,

mekanisme imun) yang menyebabkan destruksi dengan kecepatan yang

melebihi kecepatan produksi eritrosit.

c. Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau komponennya.

Sebagai akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang disebabkan oleh

faktor-faktor seperti neoplastik, radiasi, zat-zat kimia atau penyakit)

atau defisiensi nutrien esensial (misalnya zat besi).

2. Morfologi, yaitu perubahan khas dalam ukuran, bentuk dan warna sel darah

merah.

a. Ukuran sel darah merah: normosit (normal), mikrosit (lebih kecil dari

ukuran normal) atau makrosit (lebih besar dari ukuran normal).

b. Bentuk sel darah merah: tidak teratur, misalnya: poikilosit (sel darah

merah yang bentuknya tidak teratur), sferosit (sel darah merah yang

bentuk nya globular) dan depranosit (sel darah merah yang bentuk nya

sabit/sel sabit).

c. Warna/sifatnya terhadap pewarnaan: mecerminkan konsentrasi

hemoglobin; misalnya normokromik (jumlah hemoglobin cukup atau

normal), hipokromik (jumlah hemoglobin berkurang).

2.1.3. Jenis-jenis Anemia

1. Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang

mengurangi pasokan zat besi, mengganggu absorbsinya, meningkatkan


kebutuhan tubuh akan zat besi atau yang memenuhi sintesis Hb atau anemia

defisiensi besi terjai karena kandungan zat besi yang tidak memadai dalam

makanan (Wong,2009)

2. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena

terjadinya penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga

umur eritrosit pendek. Penyebab hemolisis dapat karena 6 kongenital

(faktor eritrosit sendiri, gangguan enzim, hemoglobinopati) atau didapat

(Ngastiyah, 2012).

3. Anemia sel sabit

Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara

kolektif disebut hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA) yang normal

digantikan sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobbin sabit (HbS) yang

abnormal. Gambaran klinis anemia sel sabit terutama karena obstruksi yang

disebabkan oleh sel darah merah yang menjadi sel sabit dan peningkatan

destruksi sel darah merah. Keadaan sel-sel yang berbentuk sabit yang kaku

yang saling terjalin dan terjaring akan menimbulkan obstruksi intermiten

dalam mikrosirkulasi sehingga terjadi vaso-oklusi. Tidak adanya aliran

darah pada jaringan disekitarnya mengakibatkan hipoksia lokal yang

selanjutnya diikuti dengan iskemia dan infark jaringan (kematian sel).

Sebagian besar komplikasi yang terlihat pada anemia sel sabit dapat

ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya pada berbagai organ tubuh.

Manifestasi klinis anemia sel sabit memiliki intensitas dan frekuensi yang

sangat bervariasi, seperti adanya retardasi pertumbuhan, anemia kronis (Hb

6-9 g/dL), kerentanan yang mencolok terhadap sepsis, nyeri, hepatomegali

dan splenomegali (Wong, 2009)


4. Anemia aplastik

Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang

yang menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi selsel darah

menurun atau terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum.

Manifestasi gejala tergantung beratnya trombositopenia (gejala

perdarahan), neutropenia (infeksi bakteri, demam), dan anemia (pucat,

lelah, gagal jantung kongesti, takikardia). (Betz Cecily & Linda Sowden,

2002)

Anemia aplastik terbagi menjadi primer (kongenital, atau yang telah

ada saat lahir) atau sekunder (didapat). Kelainan anemia yang paling

dikenal dengan anemia aplastik sebagai gambaran yang mencolok 7 adalah

syndrom fanconi yang merupakan kelainan herediter yang langka dengan

ditandai oleh pansitopenia, hipoplasia sumsum tulang dan pembentukan

bercak-bercak cokelat pada kulit yang disebabkan oleh penimbunan

melanin dengan disertai anomali kongenital multipel pada sistem

muskuloskeletal dan genitourinarius.

2.1.4. Patofisiologi dan pathway

Anemia menurut ( Wijaya & Putri, 2013) mencerminkan adanya kegagalan

sum – sum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau kedua

nya. Kegagalan sum – sum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan

toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak di ketahui.

Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (dekstruksi),

hal ini dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan

ketahanan sel darah merah normal yang menyebabkan dekstruksi sel darah

merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagostik atau

dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.

Sebagai efek samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit

akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan dekstruksi sel darah

merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin

plasma. Konsentrasi normal nya 1 mg/dL atau kurang, bila kadar diatas

1,5 mg/dL akan mengakibatkan interik pada sklera.


Pathway

Intoleransi
aktivitas

Takikardi, TD menurun,
pengisian kapiler lambat,
ekstremitas dingi, palpitasi

(Wijaya & Putri, 2013)


2.1.5. Manifestasi klinis

1. Manifestasi klinis yang sering muncul

a. Pusing

b. Mudah berkunang-kunang

c. Lesu

d. Aktivitas berkuang

e. Rasa mengantuk

f. Susah konsentasi

g. Cepat lelah

h. Prestasi kerja fisik/ pemikiran menurun

2. Gejala khas masing-masing anemia

a. Perdarahan berulang/ kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia

defisiensi besi

b. Ikterus, urin berwarna kuning tua/ coklat, perut semakin buncit pada

anemia hemolitik

c. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia kibat keganasan

3. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda anemia umum : pucat, takikardi, suara pembuluh darah

spontan, bising karotis, pembesaran jantung

b. Manifestasi khusus pada anemia :

a) Defisiensi besi : spoon nail, glositis

b) Defisiensi b12 : paresis, ulkus di tungkai


c) Hemolitik : ikterus, splenomegali

d) Aplastik : anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi ( Nurarif,

dkk, 2015)

2.1.6. Pemeriksaan penunjang

Menurut Muscari (2005) pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:

1. Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin < 12 g/dL,

Hematokrit < 33%, dan sel darah merah).

2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.

3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.

4. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.

5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada

penyakit sel sabit.

6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12

2.1.7. Pencegahan anemia

Ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk mencegah anemia :

1. Terapkan pola makan gizi seimbang setiap hari. Mulaisekarang terapkan pola

makan dengan mengacu pada bagian piring makanku di bawah ini :


2. Perhatikan asupan protein. Protein adalah bahan baku penting untuk

pembentukan sel darah merah. Namun demikian, tidak semua protein

mengandung zat besi yang sama. Ada zat besi heme, yang berasal dari protein

hewani yang berdaging dan ada zat besi no heme, yang berasal dari protein

nabati, dari keduanya zat besi heme adalah yang terbaik.

3. Mengonsumsi bahan makanan mengandung asam folat (B9) dan vitamin B12.

Anemia juga bisa ditimbulkan oleh kekurangan asam folat dan kobalamin.

Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk mengonsumsi bahan pangan

bersumber kedua vitamin ini sperti daging, aam, ikan, pisang, jeruk, wortel,

dll.
4. Menghindari konsumsi makanan yang menghambat penyerapan zat besi.

Hindari konsumsi teh, kopi, coklat, dan susu secara bersamaan atau

berdekatan dengan waktu makan.

5. Konsumsilah makanan yang akan membantu penyerapan zat besi. Dampingi

menu utama dengan makanan kaya vitamin C untuk meningkatkan

penyerapan zat besi.

6. Minumlah tablet tambah darah. Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi

tablet tambah darah ( Taufiqa, dkk, 2020)

2.1.8. Penatalaksanaan anemia

Penatalaksanaan Anemia menurut (Sugeng Jitowiyono, 2018) yang dapat

dilakukan pada pasien Anemia adalah sebagai berikut:

a. Transplantasi sel darah merah

b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi

c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah

d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan

oksigen

e. Obati penyebab perdarahan abnormal (bila ada)


f. Diet kaya besi yag mengandung daging dan sayuran hijau

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas klien dan keluarga Nama, umur, TTL, nama ayah/ibu, pekerjaan

ayah/ibu, agama, pendidikan, alamat.

b. Keluhan utama Biasanya klien datang kerumah sakit dengan keluhan pucat,

kelelahan, kelemahan, pusing.

c. Riwayat kehamilan dan persalinan

1) Prenatal: apakah selama hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan

kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat – obatan dalam jangka waktu

panjang.

2) Intranatal: usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan

berat badan waktu lahir.

3) Postnatal: keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma post partum

akibat tindakan misalnya vakum dan pemberian asi.

d. Riwayat kesehatan dahulu

1) Menderita penyakit anemia sebelum nya, riwayat imunisasi.

2) Adanya riwayat trauma, perdarahan

3) Adanya riwayat demam tinggi

4) Adanya riwayat ISPA

e. Keadaan kesehatan saat ini Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, adanya gejala

gelisah, takikardi, dan penurunan kesadaran.


f. Riwayat kesehatan keluarga

1) Riwayat anemia dalam keluarga

2) Riwayat penyakit – penyakit, seperti kanker, jantung, hepatitis, DM, asma,

penyakit- penyakit infeksi saluran pernafasan.

g. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: apakah klien tampak lemah sampai sakit berat.

2) Kesadaran: apakah klien mengalami compos mentis kooperatif sampai terjadi

penurunan tingkat kesadaranapatis, somnolen, spoor, coma.

3) Tanda – tanda vital

Tekanan darah menurun, frekuensi nadi meningkat, nadi kuat sampai lemah,

suhu meningkat atau menurun, pernafasan meningkat

4) TB dan BB

5) Kulit: apakah kulit klien teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat,

terdapatperdarahan dibawahkulit.

6) Mata: apakah ada kelainan bentuk mata, konjungtiva anemis, kondisi sklera,

terdapat perdarahan subkonjungtiva, keadaan pupil, palpebra, dan refleks

cahaya.

7) Hidung: apakah ada kelainan bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari

hidung atau gangguan fungsi penciuman.

8) Telinga: apakah ada kelainan bentuk fungsi pendengaran

9) Mulut: apakah ada kelainan bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah

kering, bibir pecah – pecah, atau perdarahan.


10) Leher: apakah terrdapat pembesaran kelenjar getah bening, tiroid membesar,

dan kondisi distensi vena jugularis.

11) Thoraks: periksa pergerakan dada, adakah pernafasan cepat atau irama nafas

tidak teratur.

12) Abdomen: periksa apakah ada pembesaran hati, nyeri, bising usus, dan bias

dibawah normal.

13) Genetalia: pada laki – laki apakah testis sudah turun kedalam skrotum dan

pada perempuan apakah labia minora tertutun labia mayora.

14) Ekstremitas: apakah klien mengalami nyeri ekstremitas, tonus otot kurang

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan

konsentrasihemoglobin

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh

sekunder

e. Ansietas berhubungan dengan kelemahan


2.2.3 Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan menurut (Moorhead, S., Johnson, M., & Maas, 2016) & (Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J., &

Wagner, 2016

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Perfusi perifer tidak efektif Perfusi jaringan: perifer (407:447) Perawatan sirkulasi: (4066:391)
berhubungan dengan
penurunan konsentrasi
1. Pengisian kapiler jari 1. Lakukan penilaian yang komprehensif pada sirkulasi
hemoglobin
2. Suhu kulit ujung kaki perifer (CRT)
3. Kekuatan denyut nadi 2. Inspeksi kulit apakah terdapat luka tekan dan jaringan
DO:
4. Nilai rata – rata tekanan darah yang tidak utuh
5. Muka pucat 3. Mengintruksikan klien untuk merubah posisi setiap 2 jam sekali
1. Pengisian kapiler > 3 detik
4.Intruksikan klien mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi
2. Nadi perifer menurun
Status sirkulasi (401:561) sirkulasi darah
atau tidak teraba
3. Akral teraba dingin 1. Tekanan darah sistol dan diastol 5. Pertahankan status hidrasi untuk menurunkan virkositas darah
4. Warna kulit pucat
2. KelelahanPingsan
5. Turgor kulit menurun
Manajemen Cairan (4120:157)

1. Monitor status hidrasi (misalnya, membran mukosa lembab,


denyut nadi adekuat, tekanan darah)
2. Dukung peningkatan asupan kalori
4. Lakukan perawatan mulut sebelum makan
16

2 Defisit nutrisi berhubungan Status: Nutrisi: (1004:551) Manajemen Nutrisi: (1100:197)


dengan kurangnya asupan
makanan 1. Asupan gizi 1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
2. Asupan makanan dimiliki pasien
DS: 3. Asupan cairan 2. Intruksikan kepada pasien mengenai kebutuhan nutrisi
4. Energi 3. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi
1. Cepat kenyang setelah makan makan
2. Kram/nyeri abdomen Status Nutrisi: (1009:553) 4. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
3. Nafsu makan menurun
1. Asupan protein Bantuan Peningkatan Berat Badan: (1240:78)
DO 2. Asupan lemak
3. Asupan karbohidrat 1. Timbang pasien pada jam yang sama
1. Berat badan menurun 4. Asupan zat besi 2. Dukung peningkatan asupan kalori
2. Bising usus hiperaktif 3. Lakukan perawatan mulut sebelum makan
3. Diare Sediakan suplemen makanan jika
4. Membran mukosa pucat diperlukan

3 Intoleransi aktifitas berhubungan Daya tahan (1:80) Manajemen Energi (180:177)


dengan proses metabolisme yang
terganggu 1. Melakukan aktivitas rutin 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
2. Aktivitas fisik 2. Tentukan pasien/orang terdekat mengenai penyebab
DS: 3. Pemulihan energi setelah istirahat 3. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara
4. Hemoglobin farmakologi maupun nonfarmakologi
1. Mengeluh lelah 5. Hematokrit 4. Tingkatkan tirah baring
2. Merasa tidak nyaman setelah 5. Susun kegiatan fisik untuk mengurangi penggunaan cadangan
beraktivitas Toleransi terhadap aktivitas (5:582) O2 untuk fungsi organ
3. Merasa lemah 6. Bantu aktifitas harian pasien
1. Frekuensi nadi setelah beraktivitas 7. Anjurkan keluarga membantu pasien dalam aktifitas sehari
DO: 2. Kekuatan tubuh bagian atas – hari yang teratur sesuai kebutuhan
3. Kekuatan tubuh bagian bawah 8. Ajarkan pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan
1. Frekuensi jantung meningkat 4. Kemudahan dalam melakukan aktivitas menajemen waktu untuk mencegah kelelahan
2. Tekanan darah berubah harian 9. Evaluasi secara bertahap kenaikan level aktivitas klien
3. Sianosis
16

4 Resiko infeksi berhubungan Keparahan infeksi: (703:145) Kontrol infeksi: (6540:134)


dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder 1. Kemerahan nyeri 1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
2. Nyeri 2. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
3. Ketidakstabilan suhu 3. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
4. Hilang nafsu makan kandung kencing
4. Tingkatkan intake nutrisi
5. Berikan terapi antibiotik

Perlindungan Infeksi: (6550:3998)

1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal


2. Monitor kerentanan terhadap infeksi

5 Ansietas berhubungan dengan Tingkat kecemasan: (1211:572) Kontrol Infeksi: (6540:134)


krisis situasional
1. Tidak dapat beristirahat 1. Kaji untuk tanda verbal dan non verbal kecemasan
DS 2. Perasaan gelisah 2. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan
3. Kesulitan berkonsentrasi dirasakan yang mungkin akan dialami klien
1. Merasa bingung 4. Pusing 3. Selama prosedur Dilakukan
2. Merasa khawatir 5. Gangguan tidur 4. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
3. Sulit berkonsentrasi 5. Ciptakan afmosfer rasa aman untuk meningkatkan
kepercayaan
DO 6. Anjurkan verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakutan

1. Tampak gelisah Peningkatan Keselamatan: (5380:327)


2. Tampak tegang
3. Sulit tidur 1. Sediakan lingkungan yang tidak mengancam
2. Tunjukkan ketenangan
3. Jelaskan semua prosedur pada pasien atau keluarga
2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan

yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan

apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,

merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).


DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily & Linda Sowden. 2002.Keperawatan Pediatri Edisi 3.Jakarta:EGC

Jitowiyono, Sugeng. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan Sistem

Hematologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Manurung, S. (2011). Buku ajar keperawatan maternitas asuham keperawatan intranatal.

Jakarta : Trans Info Media.

Muscari, Mary. 2005. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta:EGC

Ngastiyah. 2012.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta:EGC

Taufiqa, Zuhrah, dkk. 2020. Aku Sehat Tanpa Anemia : Buku Saku Anemia Untuk Remaja Putri.

Jakarta: Wonderland Publisher

Setiadi.(2012). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori

dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Wong, Donna L, dkk.2009.Buku Ajar Keperawtan Pediatrik Edisi 6 Volume 2.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai