Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

1. Konsep Dasar Teori


A. Pengertian
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah
dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria
atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer, dkk. 2016).
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1mm 3
darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam
100 ml darah. (Ngastiyah, 2016).
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen
darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel
darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah
(Doenges, 2018).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan
kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2016).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price,
2017).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan
perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama,
pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.

B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan
akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik,
keracunan obat, dan sebagainya.
Penyebab umum dari anemia:
1. Perdarahan hebat
2. Akut (mendadak)
3. Kecelakaan
4. Pembedahan
5. Persalinan
6. Pecah pembuluh darah
7. Penyakit Kronik (menahun)
8. Perdarahan hidung
9. Wasir (hemoroid)
10. Ulkus peptikum
11. Kanker atau polip di saluran pencernaan
12. Tumor ginjal atau kandung kemih
13. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
14. Berkurangnya pembentukan sel darah merah
15. Kekurangan zat besi
16. Kekurangan vitamin B12
17. Kekurangan asam folat
18. Kekurangan vitamin C
19. Penyakit kronik
20. Meningkatnya penghancuran sel darah merah
21. Pembesaran limpa
22. Kerusakan mekanik pada sel darah merah
23. Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
24. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
25. Sferositosis herediter
26. Elliptositosis herediter
27. Kekurangan G6PD
28. Penyakit sel sabit
29. Penyakit hemoglobin C
30. Penyakit hemoglobin S-C
31. Penyakit hemoglobin E
32. Thalasemia
C. Klasifikasi
Secara umum anemia dikelompokan menjadi :
1. Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe sekitar 20
mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh
berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita.
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia banyak
disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis), ini pun tidak akan
menyebabkan anemia bila tidak disertai malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula
disebabkan karena :
1) Diet yang tidak mencukupi
2) Absorpsi yang menurun
3) Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
4) pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
5) Hemoglobinuri
6) Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
b. Anemia penyakit kronik
Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial
siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi
seperti infeksi ginjal, paru (abses, empiema, dll).
2. Anemia makrositik
a. Anemia Pernisiosa
Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik
karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter autoimun maupun
faktor ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin B12.
b. Anemia defisiensi asam folat
Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan
absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran
cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan daun – daun yang hijau.
3. Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan
penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Pengeluaran darah biasanya sedikit – sedikit sehingga tidak diketahui pasien.
Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan
saluran cerna, dan epistaksis.
4. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari),
baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran,
kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme,
dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
5. Anemia aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin, dll.
6. Anemia megaloblastik
Disebabkan oleh defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat,
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi
parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita,
makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.

D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperleh dengan dasar:
1. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut:
1. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh
darah ke jaringan.
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
E. Pathway

Sumber : ( Arif Manjoer, dkk. 2016 )


F. Manifestas Klinik
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem
dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik yang
dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anoreksia, serta perkembangan kognitif yang
abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi
epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul lima gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera. Anemia bisa
menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika
anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung (Sjaifoellah,
2017).
Tanda dan gejala anemia:
1. Pusing
2. Mudah berkunang-kunang
3. Lesu
4. Aktivitas kurang
5. Rasa mengantuk
6. Susah konsentrasi
7. Cepat lelah
8. prestasi kerja fisik/pikiran menurun
9. Konjungtiva pucat
10. Telapak tangan pucat
11. Iritabilitas dan Anoreksia
12. Takikardia , murmur sistolik
13. Letargi, kebutuhan tidur meningkat
14. Purpura
15. Perdarahan
 Gejala khas masing-masing anemia:
1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi besi
2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia
hemolitik
3. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.
G. Komplikasi
Anemia menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia
akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena
infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah
lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan
dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat
badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk
otak. Komplikasi umum akibat anemia adalah: gagal jantung, parestisia dan kejang.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
2. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia
(aplastik).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
4. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
5. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
6. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
7. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
8. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik).
9. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
10. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
11. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
12. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi
13. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
14. TBC serum : meningkat (DB)
15. Feritin serum : meningkat (DB)
16. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
17. LDH serum : menurun (DB)
18. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
19. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan
perdarahan akut / kronis (DB).
20. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas (AP).
21. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal:
peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
22. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI
(Doenges, 1999).

I. Penatalaksanaan Medis
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang.
1. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
2. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
3. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan.
4. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
5. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang:
1. Anemia aplastik:
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antithimocyte globulin ( ATG ) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10
hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila
diperlukan dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet ( Phipps,
Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995 ).
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
4. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya,
besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
5. Anemia pada defisiensi besi
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas
ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr
%. Pada defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari.
6. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik
dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
7. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam
folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi
8. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan
cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
9. Anemia hemolitik
dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian pasien dengan anemia meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan
semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur
dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan
penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi
berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis
infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran
atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB).
Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak
sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon
terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler
melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku :
mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah
putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4. Eliminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5. Makanan/ cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring). Mual/ muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak
pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah
liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak
kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis,
misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP).
Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia,
penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker.
Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie
dan ekimosis (aplastik).
10. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang
libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/ nutrisi ke sel.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrisi yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah (SDM) normal.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
6. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan
proses pencernaan; efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan  paparan dan tidak familiar
dengan sumber informasi serta kurangnya informasi tentang perawatan dan
pengobatan penyakitnya.

No Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan


Keperawatan Keperawatan Indonesia Indoensia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Perfusi perifer Setelah dilakukan Pemeriksaan tanda-tanda vital
tidak efektif intervensi keperawatan  Observasi:
selama 6 jam, perfusi - Monitor tekanan darah
berhubungan
perifer meningkat dengan - Monitor nadi (frekuensi,
dengan (b.d): kriteria hasil: kekuatan, irama).
Penurunan  Denyut nadi - Monitor pernafasan
konsentrasi perifer (frekuensi, kedalaman).
hemoglobin meningkat - Monitor suhu tubuh.
- Monitor oksimetri nadi.
Penyembuhan
- Monitor tekanan nadi
luka (selisih TDS dan TDD)
meningkat - Identifikasi penyebab perubahan
 Sensasi meningkat tanda vital.
 Warna kulit pucat  Terapeutik:
menurun Nyeri - Aturan interval
pemantauan sesuai kondisi
ekstremitas menurun
pasien.
Parasresia menurun - Dokumentasikan hasil
Kelemahan otot pemantauan
 Edukasi:
menurun Kram otot - Jelaskan tujuan dan prosedur
menurun pemantauan
 Bruit femoralis - Informasikan hasil pemantauan,
menurun Nekrosis jika perlu
b. Pemantauan hasil
menurun Pengisian
laboratorium
kapiler membaik  Observasi:
Akral membaik - Identifikasi pemeriksaan
 Turgor kulit membaik laboratorium yang diperlukan.
Tekanan darah sistolik - Monitor hasil laboratorium.
- Pemeriksaan kesesuaian hasil
membaik
laboratorium dengan penampilan
 Tekanan darah diastolic klinis pasien.
membaik  Terapeutik:
 Tekanan ateri rata-rata - Ambil sample darah/sputum
membaik /pus/jaringan atau lainnya sesuai
 Indeks ankle-brachial protokol.
- Interpretasikan hasil
pemeriksaan.
 Kaloborasi:
- Kaloborasi dengan dokter jika
hasil laboratorium memerlukan
intervensi media.
c. Pemberian produk darah/ tranfusi:
 Observasi:
- Identifikasi rencana
transfusi
- Monitor tanda-tanda vital
sebelum, selama dan setelah
transfusi (tekanan darah, suhu,
nadi dan frekuensi nafas)
- Monitor tanda kelebihan cairan
(mis. Dispnea, takikardia,
sianosis, tekanan darah
meningkat, sakit kepala,
konvulsi)
- Monitor reaksi tranfusi.
 Terapeutik:
- Lakukan pengecekan ganda
(double check) pada label darah
(golongan darah, rhesus, tanggal
kadaluarsa, nomor seri, jumlah
dan identitas pasien).
- Pasang akses intravena, jika
belum terpasang.
- Periksa kepatenan akses
intravena, flebitis dan tanda
infeksi lokal.
- Berikan NaCl 0,9% 50- 100 ml
sebelum transfusi dilakukan.
- Atur kecepatan, aliran transfusi
dalam waktu maksimal 4 jam.
- Hentikan transfusi jika terdapat
reaksi transfusi
- Dokumentasikan tanggal,
waktu, jumlah darah, dan respon
transfusi.
 Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
transfusi
- Jelaskan tanda dan gejala reaksi
transfusi yang perlu dilaporkan
(mis. gatal, pusing, sesak, nafas,
dan/atau nyeri dada).
2. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi
intervensi 6 jam toleransi  Observasi:
Aktivitas
aktivitas meningkat - Identifikasi gangguan anggota tubuh
berhubunga dengan criteria hasil: yang menyebabkan kelelahan
 Frekuensi nadi - Monitor kelelelahan
n dengan
meningkat - Monitor pola dan jam tidur
(b.d):  Saturasi oksigen - Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamanan selama
Ketidaksei
 Kemudahan melakukan aktivitas
mbangan dalam  Terapeutik:
 melakukan aktivitas - Sediakan lingkungan nyaman dan
antara
sehari- hari meningkat rendah stimulus (mis.cahaya, suara,
suplai dan  Kecepatan berjalan kunjungan)
meningkat - Lakukan latihan rentang gerak pasif
kebutuhan
 Jarak berjalan dan/atau aktif
oksigen meningkat Kekuatan - Berikan aktivitas distraksi yang
tubuh bagian atas menenangkan
meningkat - Fasilitasi duduk disisi tempat tidur,
 Kekuatan tubuh jika tidak dapat berpindah dan
bagian bawah berjalan
meningkat  Edukasi:
 Keluhan lelah menurun - Anjurkan tirah baring
Dispnea saat aktivitas - Anjurkan melakukan aktivitas
menurun secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
 Dispnea setelah
perawat jika tanda gejala
aktivitas menurun
kelelelahan tidak berkurang
 Perasaan lemah
- Ajarkan strategi koping untuk
menurun Aritmia saat
mengurangi kelelahan
aktivitas menurun
 Kolaborasi:
 Aritmia setelah aktivitas
- Kaloborasi dengan ahli gizi tentang
menurun cara meningkatkan asupan makanan
 Sianosis menurun
Warna kulit membaik b. Pantau tanda-tanda vital
Tekanan darah  Observasi:
membaik - Monitor tekanan darah
 Frekuensi nafas - Monitor.nadi (frekuensi,
membaik KG iskemia kekuatan, irama).
membaik Monitor pernafasan
(frekuensi,kedalaman).
- Monitor suhu tubuh.
- Monitor oksimetri nadi.
- Monitor tekanan nadi (selisih TDS
dan TDD)
- Identifikasi penyebab perubahan
tanda vital.
 Terapeutik:
- Aturan interval pemantauan
sesuai kondisi pasien.
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
 Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
c. Pemberian obat:
 Observasi:
- Identifikasi kemungkinan alergi,
interaksi dan kontraindikasi obat
- Verifiksi order obat sesuai dengan
indikasi
- Periksa tanggal kadaluarsa obat
- Monitor tanda vital dan nilai
laboratorium sebelum
pemberian obat,jika perlu
- Monitor efek terapeutik obat
- Monitor efek samping, toksisitas
dan interaksi obat
 Terapeutik:
- Perhatikan prosedur pemberian obat
yang aman dan akurat
- Hindari interupsi saat
mempersiapkan, memverifikasi
atau mengelola obat
- Lakukan prinsip 6 benar (pasien,
obat, dosis, rute, waktu,
dokumentasi)
- Perhatikan jadwal pemberian obat
jenis hipnotik, narkotika dan
antibiotic
- Hindari pemberian obat yang tidak
diberi label yang benar
- Buang obat yang tidak dipakai atau
kadarluwarsa
- Fasilitasi minum obat
- Tandatangani peberian,
narkotika, sesuai protokol
- Dokumentasikan pemberian obat
dan respons terhadap obat
 Edukasi:
- Jelaskan jenis obat, alas an
pemberian, tindakan yang
diharapkan dan efeksamping
sebelum pemakaian
Jelaskan faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan
efektifitas obat
3. Risiko defisit Setelah dilakukan Manajemen nutrisi:
nutrisi ditandai intervensi 6 jam status  Observasi:
dengan (d.d): nutrisi membaik - Identifikasi status nutrisi
Ketidakmampua dengan criteria hasil: - Identifikasi alergi
n mencerna  Porsi makanan yang intoleransi makanan
makanan dihabiskan meningkat - Identifikasi makanan yang
 Kekuatan otot disukai
mengunyah meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori
 Kekuatan otot dan jenis nutrien
menelan meningkat - Identifikasi perlunya
 Serum albumin penggunaanselang nasogastrik
meningkat Verbalisasi - Monitor asupan makanan
keinginan untuk - Monitor berat badan
meningkatkan nutrisi - Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium.
 Pengetahuan tentang  Terapeutik:
pilihan makanan yang - Lakukan oral hygiene sebelum
sehat meningkat makan, jika perlu
 Pengetahuan tentang - Fasilitasi menentukan pedoman
pilihan minuman yang diet (mis. piramida makanan)
sehat meningkat - Sajikan makanan secara menarik
 Pengetahuan tentang dan suhu yang sesuai
standar asupan nutrisi - Beri makanan yang tinggi serat
yang tepat meningkat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang tinggi
 Penyiapan dan
kalori dan tinggi protein
penyimpanan makanan
- Berikan suplemen
yang aman meningkat
makanan, jika perlu
 Penyiapan dan
- Hentikan pemberian
penyimpanan minuman
makan melalui selang
yang aman meningkat
nasogastrik jika asupan oral
 Sikap terhadap dapat ditoleransi
 makanan/minuman  Edukasi:
esuai dengn tujuan - Anjurkan posisi duduk,
kesehatan meningkat jika mampu
 Perasaan cepat - Ajarkan diet yang di programkan
kenyang menurun  Kolaborasi:
 Nyeri abdomen - Kolaborasi pemberian medikasi
menurun Sariawan sebelum makan (mis. pereda
sedang Rambut rontok nyeri, antlemetik), jika perlu
sedang - Kolaborasi dengan ahli gizi
 Diare menurun untuk menentukan jumlah kalori
 Berat badan membaik dan jenis nutrien yang
 Indek masa tubuh dibutuhkan, jika perlu
(IMT) membaik b. Manajemen gangguan makan
 Frekuensi makan  Observas:
membaik - Monitor asupan dan keluarannya
 Nafsu makan membaik makanan dan cairan serta
Bising usus membaik kebutuhan kalori
 Tebal lipatan kulit  Terapeutik:
trisepmembaik - Timbang berat badan secara
rutin
 Membrane mukosa
- Diskusikan perilaku
membaik
makan dan jumlah aktivitas fisik
(termasuk olahraga) yang sesuai
- Lakukan kontrak perilaku (mis.
target berat badan, tanggung
jawab perilaku)
- Damping ke kamar mandi untuk
pengamatan perilaku
memuntahkan kembali makanan
- Berikan penguatan positif
terhadap keberhasilan target dan
perubahan perilaku
Beri konsekuensi jika tidak
mencapai target sesuai kontrak
- Rencanakan program
pengobatan untuk
perawatan di rumah (mis. medis,
konseling)
 Edukasi:
- Anjurkan membuat
catatan harian tentang perasaan
dan dan situasi pemicu
pengeluaran amakanan
(mis. pengeluaran yang
disengaja, muntah, aktivitas
berlebihan)
- Ajarkan mengatur diet yang
tepat
- Ajarkan keterampilan koping
penyelesaian masalah perilaku
makan

 Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan
makanan
c. Edukasi nutrisi:
 Observasi:
- Periksa status gizi, status alergi,
program diet, kebutuhan dan
kemampuan pemenuhan
kebutuhan gizi
- Identifikasi kemampuan dan
waktu yang tepat menerima
informasi
 Terapeutik:
- Persiapan materi dan media
seperti jenis-jenis nutrisi, label
makanan penukar, cara
mengelola, cara menakar
makanan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk
bertanya
 Edukasi:
- Jelaskan pada pasien dan
keluarga alergi makanan,
makanan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C. 2006. Patofisiologi Clinical Concepts of Desiase
Process (Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa Brahm U). Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai