Anda di halaman 1dari 25

TINJAUAN TEORI

I. Penyakit utama
A. Pengertian
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit
lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan
Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif
Mansjoer, dkk. 2001).
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin
dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red
cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997).
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan
komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002:
935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah,
kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100
ml darah (Price, 2006: 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan
fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan
melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.

B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan
untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya
merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik,
penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.
Penyebab umum dari anemia:
1. Perdarahan hebat
2. Akut (mendadak)
3. Kecelakaan
4. Pembedahan
5. Persalinan
6. Pecah pembuluh darah
7. Penyakit Kronik (menahun)
8. Perdarahan hidung
9. Wasir (hemoroid)
10. Ulkus peptikum
11. Kanker atau polip di saluran pencernaan
12. Tumor ginjal atau kandung kemih
13. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
14. Berkurangnya pembentukan sel darah merah
15. Kekurangan zat besi
16. Kekurangan vitamin B12
17. Kekurangan asam folat
18. Kekurangan vitamin C
19. Penyakit kronik
20. Meningkatnya penghancuran sel darah merah
21. Pembesaran limpa
22. Kerusakan mekanik pada sel darah merah
23. Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
24. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
25. Sferositosis herediter
26. Elliptositosis herediter
27. Kekurangan G6PD
28. Penyakit sel sabit
29. Penyakit hemoglobin C
30. Penyakit hemoglobin S-C
31. Penyakit hemoglobin E
32. Thalasemia
C. Klasifikasi
Secara umum anemia dikelompokan menjadi :
1. Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe
sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total
Fe dalam tubuh berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35
mg/kg BB pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh
perdarahan kronik. Di Indonesia banyak disebabkan oleh infestasi cacing
tambang (ankilostomiasis), ini pun tidak akan menyebabkan anemia bila
tidak disertai malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula disebabkan karena :
1) Diet yang tidak mencukupi
2) Absorpsi yang menurun
3) Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
4) pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
5) Hemoglobinuri
6) Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
b. Anemia penyakit kronik
Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with
reticuloendothelial siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan
berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru (abses, empiema,
dll).
2. Anemia makrositik
a. Anemia Pernisiosa
Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12 akibat faktor
intrinsik karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter
autoimun maupun faktor ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin
B12.
b. Anemia defisiensi asam folat
Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun
penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi
di seluruh saluran cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan
daun – daun yang hijau.
3. Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak,
sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Pengeluaran darah biasanya sedikit – sedikit sehingga tidak diketahui
pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum,
menometroragi, perdarahan saluran cerna, dan epistaksis.
4. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120
hari), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena
kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem
imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan
splenomegali.
5. Anemia aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel
darah. Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi,
toksin, dll.
6. Anemia megaloblastik
Disebabkan oleh defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat,
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st
gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen
kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi,
pecandu alkohol.

D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek
sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:
1. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut:
1. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan.
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
E. Pathway
F. Manifestas Klinik
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik
yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anoreksia, serta
perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi
abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman
lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu,
lelah, lalai. Kalau muncul lima gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena
anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera. Anemia bisa menyebabkan
kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia
bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung (Sjaifoellah,
1998).
Tanda dan gejala anemia:
1.       Pusing
2.       Mudah berkunang-kunang
3.       Lesu
4.       Aktivitas kurang
5.       Rasa mengantuk
6.       Susah konsentrasi
7.       Cepat lelah
8.       prestasi kerja fisik/pikiran menurun
9.       Konjungtiva pucat
10.   Telapak tangan pucat
11.   Iritabilitas dan Anoreksia
12.   Takikardia , murmur sistolik
13.   Letargi, kebutuhan tidur meningkat
14.   Purpura
15.   Perdarahan
 Gejala khas masing-masing anemia:
1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia
defisiensi besi
2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit
pada anemia hemolitik
3. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.

G. Komplikasi
Anemia menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau
gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah,
karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia,
jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan
berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa
juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Komplikasi
umum akibat anemia adalah: gagal jantung, parestisia dan kejang.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
2. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia
(aplastik).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
4. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
5. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
6. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia,
misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup
lebih pendek.
7. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
8. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
9. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
10. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
11. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
12. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan defisiensi masukan/absorpsi
13. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
14. TBC serum : meningkat (DB)
15. Feritin serum : meningkat (DB)
16. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
17. LDH serum : menurun (DB)
18. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
19. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
20. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorik bebas (AP).
21. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia,
misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel
darah (aplastik).
22. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI (Doenges, 1999).

I. Penatalaksanaan Medis
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang.
1. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
2. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
3. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan.
4. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
5. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antithimocyte globulin ( ATG ) yang diperlukan melalui jalur sentral
selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak
berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit
dan platelet ( Phipps, Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995 ).
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam
folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
4. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan
yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat
darah, sehingga Hb meningkat.
5. Anemia pada defisiensi besi
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan
sulfas ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb
kurang dari 5 gr %. Pada defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5
mg/hari.
6. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12,
bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya
faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa
atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
7. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi
8. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat
diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
9. Anemia hemolitik
dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.

II. Proses Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.
Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu
menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunujukkan keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan).
Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen
ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung :
murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane
mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada
pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti
berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru
atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan
aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah,
berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus,
menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4. Eliminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5. Makanan/ cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/ muntah, dyspepsia, anoreksia.
Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka
terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk,
kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status
defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah. (DB).
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina
(aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).
Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda
Romberg positif, paralysis (AP).
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan
pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker,
terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah
sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering
infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati
umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore
(DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/ nutrisi ke sel.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/
absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (SDM)
normal.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologist.
6. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet;
perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan  paparan dan tidak
familiar dengan sumber informasi serta kurangnya informasi tentang
perawatan dan pengobatan penyakitnya.
C. Perencanaan Keperawatan
PERENCANAAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 Perubahan perfusi setelah dilakukan tindakan a. Awasi tanda vital kaji pengisian a. Memberikan informasi tentang
jaringan berhubungan keperawatan klien kapiler, warna kulit/membrane derajat/keadekuatan perfusi
dengan penurunan menunjukkan perfusi yang mukosa, dasar kuku. jaringan dan membantu
komponen seluler yang adekuat menetukan kebutuhan intervensi.
diperlukan untuk b. Meningkatkan ekspansi paru dan
Kriteria Hasil : b. Tinggikan kepala tempat tidur
pengiriman oksigen/ memaksimalkan oksigenasi untuk
sesuai toleransi..
nutrisi ke sel. a. Tanda-tanda vital stabil kebutuhan seluler. Catatan :
b. Membran mukosa kontraindikasi bila ada hipotensi
berwarna merah muda c. Dispnea, gemericik
c. Pengisian kapiler c. Awasi upaya pernapasan ; menununjukkan gangguan
d. Haluaran urine adekuat auskultasi bunyi napas jajntung karena regangan jantung

perhatikan bunyi adventisius.. lama/peningkatan kompensasi


curah jantung
d. Iskemia seluler mempengaruhi
jaringan miokardial/ potensial
d. Selidiki keluhan nyeri risiko infark.
dada/palpitasi.. e. Mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.

e. Kolaborasi pengawasan hasil


pemeriksaan laboraturium.
Berikan sel darah merah
f. Memaksimalkan transport oksigen
lengkap/packed produk darah
ke jaringan.
sesuai indikasi.
f. Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi.

2 Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk a. Mengidentifikasi defisiensi,
dari kebutuhan tubuh keperawatan nutrisi klien makan yang disukai. memudahkan intervensi
berhubungan dengan adekuat, dengan kriterial: b. Observasi dan catat masukkan b. Mengawasi masukkan kalori atau
kegagalan untuk makanan pasien.. kualitas kekurangan konsumsi
a. Berat badan normal
mencerna atau ketidak makanan.
b. Nilai laboratorium
mampuan mencerna c. Timbang berat badan setiap hari. c. Mengawasi penurunan berat
dalam batas normal :
makanan/ absorpsi badan atau efektivitas intervensi
1) Albumin : 4 – 5,8
nutrisi yang diperlukan nutrisi. menurunkan kelemahan,
g/dL
untuk pembentukan sel meningkatkan pemasukkan dan
2) Hb : 11 – 16 g/dL
darah merah (SDM) d. Berikan makan sedikit dengan mencegah distensi gaster.
3) Ht : 31 – 43 %
normal. frekuensi sering dan atau makan d. Gejala GI dapat menunjukkan
4) Trombosit : 150.000
diantara waktu makan. efek anemia (hipoksia) pada
– 400.000 µL
5) Eritrosit : 3,8 – 5,5 e. Observasi dan catat kejadian organ.
x 1012 mual/ muntah, flatus dan dan e. Meningkatkan nafsu makan dan
gejala lain yang berhubungan. pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri,
meminimalkan kemungkinan
infeksi. Teknik perawatan mulut
khusus mungkin diperlukan bila
jaringan rapuh/ luka/ perdarahan
f. Berikan dan bantu hygiene dan nyeri berat.
mulut yang baik ; sebelum dan f. Membantu dalam rencana diet
sesudah makan, gunakan sikat untuk memenuhi kebutuhan
gigi halus untuk penyikatan individual
yang lembut. Berikan pencuci
mulut yang di encerkan bila
mukosa oral luka.
g. Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisi
TKTP dan banyak mengandung
g. Membantu penyembuhan
vitamin C
penyakit
h. Kolaborasi ; pantau hasil
pemeriksaan laboraturium
h. Meningkatakan efektivitas
i. Kolaborasi ; berikan obat sesuai
program pengobatan, termasuk
indikasi.
sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan.
i. Kebutuhan penggantian
tergantung pada tipe anemia dan
atau adanyan masukkan oral yang
buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.
3 Intoleran aktivitas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan ADL pasien.. a. Mempengaruhi pilihan
berhubungan dengan keperawatan klien intervensi/bantuan
ketidakseimbangan melaporkan peningkatan b. Kaji kehilangan atau gangguan b. Menunjukkan perubahan
antara suplai oksigen toleransi aktivitas, dengan keseimbangan, gaya jalan dan neurology karena defisiensi
(pengiriman) dan kriteria hasil : kelemahan otot. vitamin B12 mempengaruhi
kebutuhan. keamanan pasien/risiko cedera.
a. Tanda – tanda vital
c. Observasi tanda-tanda vital c. Manifestasi kardiopulmonal dari
dalam batas normal
sebelum dan sesudah aktivitas. upaya jantung dan paru untuk
b. klien melakukan
membawa jumlah oksigen
aktivitas sesuai dengan
adekuat ke jaringan.
kemampuan
d. Berikan lingkungan tenang, d. Meningkatkan istirahat untuk
c. klien tidak
menunjukkan tanda – batasi pengunjung, dan kurangi menurunkan kebutuhan oksigen
tanda keletihan suara bising, pertahankan tirah tubuh dan menurunkan regangan
baring bila di indikasikan. jantung dan paru.
e. Gunakan teknik menghemat e. Meningkatkan aktivitas secara
energi, anjurkan pasien istirahat bertahap sampai normal dan
bila terjadi kelelahan dan memperbaiki tonus otot/stamina
kelemahan, anjurkan pasien tanpa kelemahan. Meingkatkan
melakukan aktivitas harga diri dan rasa terkontrol.
semampunya (tanpa
memaksakan diri).
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Tingkatkan cuci tangan yang a. Mencegah kontaminasi
berhubungan dengan keperawatan infeksi  tidak baik; oleh pemberi perawatan
penurunan daya tahan terjadi, dengan kriteria: dan pasien.
tubuh sekunder silang/ kolonisasi bacterial.
a. Tanda – tanda vital
leucopenia, penurunan b. Pertahankan teknik aseptic ketat
dalam batas normal
granulosit (respons pada prosedur/perawatan luka. b. Menurunkan risiko
b. Leukosit dalam batas
inflamasi tertekan). c. Berikan perawatan kulit, kolonisasi/infeksi bakteri.
normal
perianal dan oral dengan cermat. c. Menurunkan risiko kerusakan
c. Keluarga menunjukkan
d. Motivasi perubahan kulit/jaringan dan infeksi.
perilaku pencegahan
posisi/ambulasi yang sering, d. Meningkatkan ventilasi semua
infeksi pada klien
segmen paru dan membantu
memobilisasi sekresi untuk
e. Pantau/batasi pengunjung. mencegah pneumonia.
Berikan isolasi bila e. Membatasi pemajanan pada
memungkinkan.. bakteri/infeksi.
f. Pantau suhu tubuh. Catat adanya
menggigil dan takikardia dengan
f. Adanya proses inflamasi/infeksi
atau tanpa demam..
membutuhkan evaluasi/
g. Berikan antiseptic topical ;
pengobatan.
antibiotic sistemik (kolaborasi).
g. Mungkin digunakan secara
propilaktik untuk menurunkan
kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi local.
5 Risiko tinggi terhadap Setelah diberikan tindakan a. Kaji integritas kulit, catat a. Kondisi kulit dipengaruhi oleh
kerusakan integritas keperawatan diharapkan   perubahan pada turgor, sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi.
kulit berhubungan resiko kerusakan integritas gangguan warna, hangat local, Jaringan dapat menjadi rapuh dan
dengan perubahan kulit tidak terjadi. Kriteria eritema, ekskoriasi.. cenderung untuk infeksi dan rusak
sirkulasi dan hasil : b. Reposisi secara periodic dan b. Meningkatkan sirkulasi kesemua
neurologist. pijat permukaan tulang apabila kulit, membatasi iskemia
mengidentifikasi factor
pasien tidak bergerak atau jaringan/mempengaruhi hipoksia
risiko/perilaku individu
ditempat tidur. seluler.
untuk mencegah cedera
c. Anjurkan pemukaan kulit kering c. Area lembab, terkontaminasi,
dermal.
dan bersih. memberikan media yang sangat
baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik.
d. Batasi penggunaan sabun. d. Sabun dapat mengeringkan kulit
secara berlebihan.
e. Bantu untuk latihan rentang e. Meningkatkan sirkulasi jaringan,
gerak. mencegah stasis.
6 Konstipasi atau Diare Setelah dilakukan tindakan a. Observasi warna feses, a. Membantu mengidentifikasi
berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam konsistensi, frekuensi dan penyebab /factor pemberat dan
penurunan masukan anak menunjukan perubahan jumlah. intervensi yang tepat.
diet; perubahan proses pola defekasi yang normal. b. Auskultasi bunyi usus. b. Bunyi usus secara umum
pencernaan; efek meningkat pada diare dan
Kriteria hasil :
samping terapi obat. menurun pada konstipasi.
a. Frekuensi defekasi 1x c. Awasi intake dan output c. Mengidentifikasi dehidrasi,
setiap hari (makanan dan cairan). kehilangan berlebihan atau alat
b. Konsistensi feces dalam pengidentifikasi defisiensi
lembek, tidak ada diet.
lender / darah d. Dorong masukkan cairan 2500- d. Membantu dalam memperbaiki
c. Bising usus dalam 3000 ml/hari dalam toleransi konsistensi feses bila konstipasi.
batas normal jantung. Akan membantu memperthankan
status hidrasi pada diare.
e. Hindari makanan yang e. Menurunkan distress gastric dan
membentuk gas. distensi abdomen
f. Kaji kondisi kulit perianal f. Mencegah ekskoriasi kulit dan
dengan sering, catat perubahan kerusakan.
kondisi kulit atau mulai
kerusakan. Lakukan perawatan
perianal setiap defekasi bila
terjadi diare.
g. Kolaborasi ahli gizi untuk diet
siembang dengan tinggi serat
g. Serat menahan enzim pencernaan
dan bulk.
dan mengabsorpsi air dalam
alirannya sepanjang traktus
intestinal dan dengan demikian
menghasilkan bulk, yang bekerja
sebagai perangsang untuk
h. Berikan pelembek feses,
defekasi.
stimulant ringan, laksatif
h. Mempermudah defekasi bila
pembentuk bulk atau enema
konstipasi terjadi.
sesuai indikasi. Pantau
keefektifan. (kolaborasi)
i. Berikan obat antidiare, misalnya
Defenoxilat Hidroklorida
dengan atropine (Lomotil) dan
obat mengabsorpsi air, misalnya
Metamucil. (kolaborasi).
i. Menurunkan motilitas usus bila
diare terjadi.
7 Kurang pengetahuan Setelah di berikan tindakan a. Beri penjelasan kepada a. Diharapkan pengetahuan pasien
berhubungan dengan keperawatan  di harapkan pasien/keluarga pasien tentang dan keluarga pasien akan
keterbatasan  paparan pasien tahu dan mengerti kondisi dan pelaksanaan bertambah.
dan tidak familiar dan tahu tentang kondisi dan keperawatan yang di lakukan
dengan sumber informasi kebutuhan pengobatan. b. Libatkan kelurga dalam b. Memungkinkan keluarga pasien
serta kurangnya pengambilan keputusan dan menjadi bagian integral dari
Kriteria Hasil :
informasi tentang perencanaan program yang di jalankan.
perawatan dan a. Pasien dan keluarga c. Tekankan pentingnya rencana c. membantu mempercepat proses
pengobatan penyakitnya. mampu mengungkapkan rehabilitasi , aktifitas , istirahat penyembuhan
tentang perawatan dan terhadap kesembuhan pasien.
pengobatan penyakit
pasien.
b. Pasien dan keluarga
pasien tidak bertanya
lagi tentang keadaan
pasien.
c. Keluarga ikut terlibat
terhadap kesembuhan
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. (Edisi 3). Jakarta: EGC .
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. (editor, Setiawan). Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C. 2006. Patofisiologi Clinical Concepts of Desiase
Process (Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa Brahm U). Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.  Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai