Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PERNAFASAN

EFUSI PLEURA DI RUANG KENANGA


RS TK. II KARTIKA HUSADA
KAB KUBU RAYA

RIMA OCKTAVIA
NIM. 201133056

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKKES KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TA.2020/2021
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis  Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan Kerjasama Baik Lokal maupun Regional.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PERNAFASAN


EFUSI PLEURA DI RUANG KENANGA
RS TK.II KARTIKA HUSADA
KAB KUBU RAYA

Telah mendapatkan persetujuan dari Pembimbing Akademik (Clinical Teacher)


dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure) telah disetujui pada :
Hari/Tanggal :

Telah Disusun Oleh:

Rima Ocktavia
201133056

Mengetahui,
Clinical Teacher Clinical Instructure

Ns. Azhari Baedlawi, M.Kep Ns. Guntur Prasetyo, S.Kep


NIDN. 4005129101

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan yang
berjudul “Laporan pendahuluan efusi pleura di ruang kenanga RS Tk. II Kartika
Husada” pada Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah.
Dalam penyusunan laporan studi kasus ini, penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz., M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana
Terapan dan Ners.
3. Ibu Ns. Azhar Baedlawi, M.Kep selaku Koordinator Praktik Klinik Stase
Keperawatan Anak.
4. Semua dosen Program Studi Profesi Ners Pontianak yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang
bermanfaat.
5. Teman-teman Mahasiswa Program Studi Profesi Ners Pontianak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan
spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini dapat bermanfaat untuk semua pihak terutama
dalam perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan.

Pontianak, April 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

VISI DAN MISI ......................................................................................... ii


LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................ iv
DAFTAR ISI............................................................................................... v
BAB I KONSEP DASAR
1. Pengertian............................................................................... 1
2. Etiologi................................................................................... 1
3. Patofisiologi............................................................................ 3
4. Klasifikasi............................................................................... 5
5. Manifestasi Klinis................................................................... 6
6. Komplikasi............................................................................. 7
7. Pemeriksaan Penunjang........................................................... 8
8. Penatalaksanaan Medis............................................................ 9
BAB II WOC........................................................................................... 10
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian............................................................................... 11
2. Diagnosa Keperawatan............................................................ 14
3. Intervensi Keperawatan........................................................... 15
4. Implementasi dan Evaluasi ..................................................... 16
5. Aplikasi Pemikiran Kritis........................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 20

v
BAB I
KONSEP DASAR

1. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain (Nurarif, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan
peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah
selaput tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan bagian dalam
dinding dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang
antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak terdeteksi hadir
dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan
lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Philip, 2017).
Effusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang tidak
semestinya yang disebabkan oleh pembentukan cairan pleura lebih cepat
dari proses absorbsinya. Sebagian besar effusi pleura terjadi karena
meningkatnya pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan
absorpsi cairan pleura tersebut.Pada pasien dengan daya absorpsi normal,
pembentukan cairan pleura harus meningkat 30 kali lipatsecara terus
menerus agar mampu menimbulkan suatu effusi pleura. Di sisi lain,
penurunan daya absorpsi cairan pleura saja tidak akan menghasilkan
penumpukan cairan yang signifikan dalam rongga pleura mengingat
tingkat normal pembentukan cairan pleura sangat lambat (Lee YCG, 2013)

2. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau
keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut yaitu
peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik, peningkatan

1
permeabilitas kapiler, penurunan tekanan osmotik koloid darah,
peningkatan tekakanan negative intrapleura, dan kerusakan drainase
limfatik ruang pleura. Penyebab effusi pleura (Saferi Andra, 2013) :
a. Virus dan mikoplasma
Insidennya agak jarang bila terjadi jumlahnya tidak banyak. Contoh :
Echo virus, riketsia, mikoplasma, Chlamydia.
b. Bakteri piogenik
Bakteri berasala dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Contoh aerob : strepkokus pneumonia, S.mileri,S.aureus,
hemopillus, klabssiella. Anaerob : bakteroides seperti pepto
streptococcus, fusobacterium.
c. Tuberculosis
Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus subpleura yang
robek atau melalui aliran limfe, atau karena robeknya perkijuan kearah
saluran limfe yang menuju pleura.
d. Fungi
Sangat jarang terjadi, biasanya karena perjalanan infeksi fungi dari
jaringan paru. Contoh: aktinomiksis, koksidiomikosis. Asergilus,
Kriptokokus, Histoplasma.
e. Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.Amoeba
masuk dalam bentuk tropozoid setelah melewati perenkim hati
menembus diafragma terus ke rongga pleura. Effusi terjadi karena
amoeba menimbulkan peradangan .
f. Kelainan intra abdominal
Contoh : pancreatitis, pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut,
pancreatitis kronis, abses ginjal.
g. Penyakit kalogen
Contoh : lupus eritematosus sistemik (SLE), arthritis rematoid(RA),
sclerpderma.

2
h. Gangguan Sirkulasi
Contoh : gangguan CV (payah jantung), emboli pulmonal,
hypoalbuminemia.
i. Neoplasma
Gejala paling khas adalah jumlah cairan effusi sangat banyak dan
selalu berakumulasi kembali dengan cepat.
j. Sebab-sebab lain. Seperti: trauma (trauma tumpul, laserasi, luka
tusuk), uremia, miksedoma, limfedema, reaksi dipersensitif terhadap
obat, effusi pleura .

3. Patofisiologi

Gambar : Anatomi rongga pleura


a. Trakea
Trakea juga dikenal sebagai tenggorokan. Trakea adalah tulang tabung
yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru. Ini adalah
tabung berotot kaku terletak di depan kerongkongan yang sekitar 4,5
inci panjang dan lebar 1 inci.
b. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-
kira veterbrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Trakea bercabang menjadi

3
bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih pendek
lebih lebar dan lebih vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi
dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di
bawah arteri disebut lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis
sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas
dan bawah.
c. Bronkioli
Bronkioli membentuk percabangan menjadi bronkioli terminalis yang
tidak mempunyai kelenjar lender dan silia. Bronkioli terminalis ini
kemudian menjadi bronkioli respiratori, yang dianggap menjadi
saluran transisional antara udara konduksi dan jalan udara pertukaran
gas. Sampai titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml
udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam
pertukaran gas.
d. Pleura Parietal dan Pleura Visceral
Pleura yang bagiannya menempel dengan dinding dalam rongga dada
disebut pleura parietalis dan bagian yang melekat dengan paru-paru
disebut pleura visceralis. Sebetulnya pleura ini merupakan kantung
yang dindingnya berisi cairan serosa yang berguna sebagai pelumas
sehingga tidak menimbulkan sakit bila antara dinding rongga dada dan
paru-paru terjadi gesekan pada waktu respirasi.
e. Lobus
Lobus merupakan jalur dari paru-paru yang terdiri dari beberapa
bagian yaitu paru kiri terdiri dari dua lobus (lobus superior dan lobus
inferior) dan paru kanan terdiri dari tiga lobus yaitu (lobus superior,
lobus medius dan lobus inferior).
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru. Di mana antara pleura
yang membungkus pulmo dekstra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian :

4
1) Pleura Viscelaris/Pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat
pada permukaan pulmo.
2) Pleura Parietalis yaitu bagian pleura yang berbatasan dengan
dinding thoraks.
Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus pulmonis
sebagai ligamen Pulmonal (pleura penghubung). Di antara kedua lapisan
pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cairan pleura.
Dimana di dalam cairan pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang
berfungsi agar tidak terjadi gesekan antara pleura ketika proses
pernapasan. (Wijaya & Putri, 2013).

4. Klasifikasi
Effusi pleura dibagi menjadi dua yaitu :
a. Effusi pleura transudat merupakan ultrafiltrat plasma, yang
menandakan bahwa membrane pleura tidak terkena penyakit.
Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistematik yang
mempengaruhi produksi dan absorb cairan pleura seperti (gagal
jantung kongesif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis
peritoneum).
b. Efusi pleura eksudat Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati
pembuluh kapiler yang rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi
pleura tersebut atau kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau ke
dalam paru terdekat. Kriteria effusi pleura eksudat :
1) Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
2) Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase (LDH) lebih dari 0,6
3) LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum.
Penyebab effusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema, penyakit
metastasis (misalnya kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium)
haemotorak, infark paru, keganasan, repture aneurismaaorta. (Nurarif,
2015)

5
5. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu :
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak nafas.
b. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis),
banyak keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan
berkurang bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan
vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
damoiseu).
e. Didapati segi tiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz,
yaitu dareah pekak kkarena cairan mendorong mediastinum kesisi
lain,pada auskulasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan
ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura B
Menurut Saferi & Mariza (2013) gambarakn klinis effusi pleura
tergantung pada penyakit dasarnya :
a. Sesak napas
b. Rasa berat pada dada
c. Bising jantung (pada payah jantung)
d. Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok (ca bronkus)
e. Lemas yang progresif
f. Bb menurun (pada neoplasma)
g. Demam menggigil (pada empiema)

6
h. Asitesis (pada sirosi hati)
i. Asites dengan tumor pelvis (pada sindrom meig)

6. Komplikasi
a. Fibrothotaks
Effusi pleura yang beruba eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parientalis dan pleura viseralis akibat effusi pleura tidak ditangani
dengan drainase yang baik. Jika fibrothoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan
untuk memisahkan membran pleura tersebut.
b. Atelektasis, pengembangan paru yang tidak sempurna yang tidak
sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat effusi pleura disebut
juga atelektasis.
c. Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada effusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan penggantian jaringan baru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan
oleh tekanan ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan
membran yang mengelilinginya (rongga pleura).
f. Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan
menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang
terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan
tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.

7
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi
pleura, dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral sampai saat
ini masih merupakan yang paling diperlukan untuk mengetahui adanya
effusi pleura pada awal diagnose. Pada posisi tegak, akan terlihat
akumulasi cairan yang menyebabkan hematoraks tampak lebih tinggi,
kubah diafragma tampak lebih ke lateral, serta sudut kostofrenikus
yang menjadi tumpul. Pada posisi supine, effusi pleura yang sedang
hingga masif dapat memperlihatkan suatu peningkatan densitas yang
homogeny yang menyebar pada bagian bawah paru, selain itu dapat
pula terlihat elevasi hemidiafragma, diposisik kubah diafragma pada
daerah lateral.
b. CT scan dada.
CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairan efusi dengan lebih
jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau
tumor. Tomografi computer (CT-scan) dengan toraks harus dilakukan
pada effusi pleura yang tidak terdiagnosa jika memang sebelumnya
belum pernah dilakukan.
c. Blood Gas Analysis (BGA)
Blood Gas Analysis (BGA) merupakan pemeriksaan penting untuk
penderita sakit kritis yang bertujuan untuk mengetahui atau
mngevaluasi pertukaran Oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan
status asam-basa dalam darah arteri. Analisis gas darah (AGD) atau
BGA (Blood Gas Analysis) biasanya dilakukan untuk mengkaji
gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh gangguan
pernafasan dan/atau gangguan metabolic. Komponen dasar AGD
mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base
excesses/kelebihan basa).
d. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan
dalam jumlah kecil.

8
e. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk
diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa
membantu untuk menentukan penyebabnya.
f. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura
sebelah luar diambil untuk dianalisa.
g. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung
untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu (Nurarif, 2015) :
a. Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispneu akan semakin meningkat pula.
b. Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu
dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah
cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya
baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotik, Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat
adanya infeksi. Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi
obat melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan
pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
e. Water seal drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari
cavum pleura atau rongga pleura.

9
BAB II
WOC EFUSI PLEURA

10
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama/inisial, tanggal pengkajian, nama panggilan, nama orang tua,
tanggal lahir, umur, ayah, ibu, agama, pendidikan, jenis kelamin,
bahasa yang digunakan, data diperoleh dari, berat badan, dan tinggi
badan.
b. Informasi Medik
Keluhan utama, keluhan yanag menyertai, riwayat penyakit sekarang,
waktu dan tempat pengobatan terakhir, obat yang terakhir didapat,
obat yang rutin diberikan, penyakit yang pernah diderita, pemeriksaan
penunjang medis, dan riwayat penyakit keluarga.
c. Keadaan Umum
1) Keadaan Umum Pasien
2) Tingkat Kesadaran
3) Tanda-tanda Vital
4) Pemeriksaan Fisik
Sistem Kardiovaskuler :
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

11
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
Sistem Pernapasan :
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya
dyspneu.
a) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
Sistem Pencernaan :
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.

12
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali per menit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta,
tumor).
Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau
somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
Sistem Muskuloskeletal:
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.Selain
itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
Sistem Integumen:
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan
tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport
Nutrisi dan metabolisme: Dalam pengkajian pola nutrisi dan
metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan
berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien. Perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur

13
abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses
penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
eliminasi, genitalia, aktivitas, dan istirahat tidur.
Psikososial: Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien
terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
d. Data Tambahan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual ataupun potensial. Diagnosa keperawatan
merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan
(Dinarti & Mulyanti, 2017).
Adapun diagnosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan tindakan
infasif adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
(kelemahan otot nafas) (D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi,
iskemia, neoplasma) (D.0077)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
(D.0019)
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0111)
(PPNI, 2017).

14
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan (SLKI & SIKI, 2017)
Diagnosa : Pola nafas tidak efektif (D.0005)
NO SLKI SDKI
1 Tujuan : setelah Observasi
dilakukan tindakan a. Identifikasi pola nafas (frekuensi,
keperawatan diharapkan kedalaman, usaha nafas)
pola nafas membaik. b. Identifikasi bunyi nafas tambahan
Kriteria hasil : (mis. Gurgling, mengi, wheezing ,
a. Ventilasi semenit ronchi kering)
meningkat
b. Kapasitas vital Terapeutik
meningkat a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Tekanan ekspirasi head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
meningkat jika curiga trauma sevikal)
d. Tekanan inspirasi b. Posisikan semi-fowler atau fowler
meningkat c. Berikan oksigen jika perlu
e. Dispnea menurun
f. Penggunaan otot Edukasi
bantu napas menurun a. Ajarkan teknik batuk efektif
g. Orthopnea menurun
h. Pernapasan pursed- Kolaborasi
lip menurun a. Kolaborasi pemberian
i. Pernapasan cuping bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
hidung menurun jika perlu.
j. Frekuensi napas b. Pemantuan Respirasi
membaik
k. Kedalaman napas
membaik
l. Ekskursi dada
membaik

Diagnosa : Nyeri akut (D.0077)


NO. SLKI SDKI
2. Tujuan : setelah Observasi
dilakukan tindakan a. Identifikasi skala nyeri
keperawatan diharapkan b. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri menurun.

15
Kriteria hasil : intensitas nyeri.
a. Keluhan nyeri
menurun Terapeutik
c. Berikan teknik nonfarmakologis
b. Melaporkan nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri
terkontrol meningkat d. Pertimbangan jenis dan sumber
c. Meringis menurun nyeri dalam pemiihan strategi
d. Penggunaan analgetik meredakan nyeri
menurun
e. Tekanan darah Edukasi
membaik e. Anjurkan tekhnik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
f. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

Diagnosa : Intoleransi aktifitas (D.0056)


NO. SLKI SDKI
3. Tujuan: setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawaan a. Identifkasi gangguan fungsi tubuh
diharapkan akitifitas yang mengakibatkan kelelahan
meningkat. Kriteria hasil : b. Monitor lokasi dan
a. Kemudahan ketidaknyamanan selama
melakukan aktifitas melakukan aktifitas
b. Dyspnea saat
beraktifitas menurun Terapeutik
c. Dispnea setelah a. Sediakan lingkungan nyaman dan
beraktifitas menurun rendah stimulus (mis. Cahaya,
d. Perasaan lemah suara, kunjungan)
menurun
e. Tekanan darah Edukasi
membaik a. Anjurkan tirah baring
f. Frekueni nadi membaik b. Melakukan aktvitas secara
bertahap

4. Implementasi dan Evaluasi


Implementasi yaitu Pencegahan, pengaturan posisi dan intervensi
mandiri. Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri dan
kolaborasi tindakan mandiri: aktivitas perawat yang dilakukan atau yang

16
didasarkan pada kesimpulan sendiri dan bahan petunjuk dan perintah
tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi: tindakan yang dilaksanakan
atas hasil keputusan bersama dengan dokter dan petugas kesehatan lain.
Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang
teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana
keperawatan. Evaluasi ini akan mengarahkan asuhan keperawatan, apakah
asuhan keperawatan yang dilakukan ke pasien berhasil mengatasi masalah
pasien atau asuhan yang sudah dibuatakan terus berkesinambungan terus
mengikuti siklus proses keperawatan sampai benar-benar masalah pasien
teratasi (Ernawati, 2019). Untuk lebih mudah melakukan pemantauan
dalam kegiatan evaluasi keperawatan maka kita menggunakan komponen
SOAP yaitu:
S : data subyektis.
O : data objektif.
A : analisis, interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis
merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih terjadi, atau masalah
atau diagnosis yang baru akibat adanya perubahan status kesehatan klien.
P : planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah dilanjutkan,
ditambah atau dimodifikasi. (Ernawati, 2019).

5. Aplikasi Pemikiran Kritis


Penatalaksanaan fisioterapi pada efusi pleura dengan modalitas infra
red dan chest theraphy. Berdasarkan penelitian oleh wijaya (2018)
didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan terdapatnya akumulasi cairan
dengan jumlah berlebihan pada rongga pleura, yang normalnya
memiliki sejumlah cairan (5-15ml) yang berfungs sebagai pelumas
pada permukaan pleura agar bergerak tanpa adanya friksi (Puspita,
2017).

17
Menurut (Aiyegbusi, 2016) Infra red merupakan modalitas yang
digunakan untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan prinsip dari
efek analgesic dari terapi panas dimana terjadi vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah.
Efusi Pleura adalah kondisi kesehatan dimana jumlah kelebihan cairan
secara abnormal menumpuk di rongga pleura. Efusi pleura merupakan
cairan abnormal yang terjadi di rongga pleura yang diakibatkan oleh
transudasi atau eksudasi berlebih dari permukaan pleura. Efusi pleura
dapat dibedakan menjadi eksudat dan transudate didasarkan dari
penyebabnya. Rongga pleura sendiri dibatasi dengan pleura parietal
dan pleura visceral. Fisioterapi berperan penting dalam mengurangi
pernapasan pada kasus efusi pleura dengan menggunakan modalitas
infra red dan chest therapy.
b. Alasan penggunaan
Chest Therapy adalah modalitas fisioterapis dimana mengupayakan
untuk membantu membersihkan jalan napas dari adanya mukus atau
sekresi yang berlebihan. Namun modalitas ini tidak hanya mengatasi
permasalahan dari adanya mukus atau sekresi, tetapi juga mengatasi
masalah pada kasus respirasi seperti peningkatan kerja pernapasan dan
batuk tidak efektif.
c. Mekanisme
Durasi waktu latihan 30 sampai 40 menit setiap kali terapi dengan
modalitas infra red dan chest therapy terhadap adanya gangguan pola
pernapasan, penurunan ekspansi thoraks, mukus yang berlebih, dan
batuk tidak efektif. Metode ini dapat mengatasi gangguan pola
pernapasan, penurunan ekspansi thoraks, mukus yang berlebih, dan
batuk tidak efektif.
d. Dampak
Penelitian yang dilakukan terhadap latihan ini membantu dalam
keseimbangan antara paru-paru dan thoraks, baik altelektasis dan
kyphoscoliosis dari postur abnormal yang mempengaruhi elastis dada.

18
Latihan ini menyebabkan peningkatan ventilasi paru-paru dan
pertukaran gas, latihan ini juga dapat di kombinasikan dengan latihan
pernapasan, latihan batuk atau olahraga dalam rehabilitasi paru-paru
biasa. Dengan teknik pernapasan dalam yang dibantu dengan
memobilisasi dinding thoraks ini dapat meningkatkan ekspansi thoraks
akibat dari peningkatan ventilasi paru dan pertukaran gas sehingga
spasme yang dirasakan pasien dapat berkurang dan dinding thoraks
dapat mengembang secara maksimal (Muselema, 2015).

Sumber referensi:
Aiyegbusi, A., Aturu, A., & Akinfeleye, A. (2016). A comparative study
of the effects of infrared radiation and warm-up exercises in the
management of DOMS. Journal of Clinical Sciences, 13(2), 77.
https://doi.org/10.4103/2408-7408.179681
Muselema, C. K. (2015). School of Medicine Department of Physiology
Effects of Active Cycle of Breathing Techniques ( Acbt ) on
Ventilatory Function in Adult Heart Failure Patients At the Unversity
Teaching Hospital Lusaka Zambia
Puspita, I., Soleha, T. U., & Berta, G. (2017). Penyebab Efusi Pleura di
Kota Metro pada tahun 2015. Jurnal Agromedicine, 4(1), 25–
32.http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/
1545/pdf
Roberts, S. E., Schreuder, F. M., Watson, T., & Stern, M. (2017). Do
COPD patients taught pursed lips breathing (PLB) for dyspnoea
management continue to use the technique long-term? A mixed
methodological study. Physiotherapy (United Kingdom), 103(4),
465–470.https://doi.org/10.1016/j.physio.2016.05.006
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2,
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha
Medika

19
DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan
Medikal Bedah Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika
Dean, E. (2014). Effect of Body Position on Pulmonary Function. Journal of
American Physical Therapy. http://ptjournal.apta.org/
Ernawati, N. (2019). Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Dengan
Pendekatan Kasus : Modul 3. Sumber : http://repository.poltekkes-
soepraoen.ac.id/
Kardiyudiani dan Susanti, (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta:
PT Pustaka Buku.
Kemenkes Kesehatan RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia Seputar Diare.
Jakarta: Kemenkes RI
Lee YCG. Pleural Anatomy and Fluid Analysis in Principles and Practice of
Interventional Pulmonology. Springer. New York. 2013. 545-555
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015.
Jakarta: Media Action Publishing.
PHILIP ENG Respiratori medical clinic. (2017). philipeng.com.
http://www.philipeng.com.sg/ms /conditions/pleural-effusion/
Puspita, I., Soleha, T. U., & Berta, G. (2017). Penyebab Efusi Pleura di Kota
Metro pada tahun 2015. Jurnal Agromedicine, 4(1), 25–32. Retrieved from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1545/pdf
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Edisi 1, Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI

20

Anda mungkin juga menyukai