Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH MATA KULIAH

KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN 2

“ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAFASAN ”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. AHMAD GHOZALI 20176513003


2. AMELDA ZASKIA SALSABILA 20176523005
3. AZIZATUL UMMAH 20176523010
4. CINDY MAILAN 20176523013
5. DESI ADAYANI 20176523016
6. DEWI MILIYANI 20176523018
7. DHEA RISKY APRILLIANTI 20176522020

DOSEN PEMBIMBING : Ns, Azhari Baedlawi, M.Kep

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN 2

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


VISI DAN MISI
VISI

DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

“Menjadi Institusi Pendidikan Diploma IV Keperawatan Unggulan


Kegawatdaruratan yang Bermutu dan Mampu Bersaing di Tingkat Regional pada
tahun 2020.”

MISI

DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENES PONTIANAK

1) Meningkatkan Program Pendidikan Keperawatan yang unggul dalam


Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Kompetensi
2) Meningkatkan Program Pendidikan Keperawatan yang unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Penelitian
3) Mengembangakan Upaya Pengabdian Masyarakat yang unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif Yang
Berbasis IPTEK dan Tenologi Tepat Guna
4) Mengembangakan Program Pendidikan Keperawatan yang unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Mandiri, Transparan, dan Akuntabel
5) Mengembangakan Kerjasama Baik Lokal Maupun Regional

i
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH MATA KULIAH KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM


PERNAFASAN

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KEGAWAT DARURAT 2

PRODI : SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PONTIANAK

SEMESTER : 7 (TUJUH)

Pontianak, September 2020

Pembimbing Akademik,

Ns, Azhari Baedlawi M.Kep

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya Makalah mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Sistem Pernafasan”. Atas
dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan modul ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz, M.Si selaku direktur Potekkes Kemenkes


Pontianak.
2. Ibu Ns. Nurbani, M. Kep selaku ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku ketua Prodi DIV Keperawatan
Pontianak. Sekaligus pembimbing akademik kami yang memberikan dorongan
dan masukan kepada kami
4. Pak Ns, Azhari Baedlawi M.Kep selaku koordinator mata kuliah Keperawatan
Kegawatdaruratan 2
5. Teman-teman satu kelompok yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan
makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Pontianak, September 2020

Penulis

Kelompok 1

iii
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI......................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii

ISI...........................................................................................................................iv

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

C. Tujuan..........................................................................................................4

D. Manfaat Penulisan......................................................................................4

BAB II.....................................................................................................................5

I. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan ..............................................................5

II. Konsep Dasar Penyakit Asma ........................................................................8

III. Konsep Dasar Penyakit Edem Paru ...........................................................13

IV. Konsep Asuhan Keperawatan .....................................................................21

V. Konsep Asuhan Keperawatan Kasus ...........................................................32

BAB III .................................................................................................................50

A. Kesimpulan .....................................................................................................50

B. Saran ................................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................52


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah pernafasan yang lazim digunakan mencakup 2 proses :
pernafasan luar (eksterna) yaitu penyerapan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida dari tubuh secara keseluruhan serta pernafasan dalam
(interna), yaitu penggunaan oksigen dan pembentukan karbondioksida
oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair
sekitarnya. Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas (paru-paru)
dan sebuah pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi terdiri dari dinding
dada, otot-otot pernafasan, pusat pernafasan diotak yang mengendalikan
otot pernafasan.

Asma merupakan penyakit pada saluran pernapasan yang bersifat


kronis. Kondisi ini disebabkan oleh peradangan saluran pernapasan yang
menyebabkan hipersensitivitas bronkus terhadap rangsang dan obstruksi
pada jalan napas. Gejala klinis dari penyakit asma yang biasanya muncul
berupa mengi (wheezing), sesak napas, sesak dada dan batuk yang
bervariasi dari waktu ke waktu dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi.
Gejala Gejala tersebut biasanya akan memburuk pada malam hari,
terpapar alergen (seperti debu, asap rokok) atau saat sedang mengalami
sakit seperti demam (Global Initiative of Asthma 2018)

Masalah yang sering dialami pada pasien asma adalah sesak


napas. Sesak napas ini terjadi karena obstruksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh menebalnya dinding saluran napas yang ditimbulkan
oleh peradangan dan edema yang dipicu oleh pengeluaran zat histamine,

1
tersumbatnya saluran napas oleh sekresi berlebihan mukus kental,
hiperresponsitivitas saluran napas yang ditandai oleh konstriksi hebat
saluran napas kecil akibat spasme otot polos di dinding saluran napas
(Sherwood 2012). Obstruksi bertambah berat saat melakukan ekspirasi
karena fisiologis pernapasan menyempit pada fase tersebut. Diameter
bronkiolus lebih banyak berkurang pada saat ekspirasi daripada selama
inspirasi karena terjadi peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi
paksa sehingga menekan bagian luar bronkiolus dan menutupnya
saluran napas cenderung sangat meningkat karena tekanan positif dalam
dada selama eskpirasi. Hal ini menyebabkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi tidak dapat diekspirasikan sehingga volume udara
yang masuk dan keluar tidak seimbang. Penyempitan pada saluran
napas ini akan mengakibatkan kesulitan dalam ekspirasi (Guyton and
Hall 2012).

Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang


mendasar pada kasus gawat darurat, maka setiap perawat gawat darurat harus
berkompeten dalam melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan
pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan
menentukan bentuk pertolongan yang akan diberikan kepada pasien. Semakin
cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula dapat dilakukan pengkajian
awal sehingga pasien tersebut dapat segera mendapat pertolongan sehingga
terhindar dari kecacatan atau kematian.

Acute Lung Odema (ALO) atau Edema Paru adala kondisi dimana
cairan terakumulasi di dalam paru - paru, biasaya diakibatkan oleh ventrikel
kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat. Di Ruang ICCU ( Intensive
Coronary Care Unit ) RSUD W.Z Johannes Kupang terdapat jumlah kasus

2
Acute Lung Oedema (ALO) atau Edema Paru tahun 2017 terdapat 20 kasus,
tahun 2018 terdapat 22 kasus, dan sampai Juli 2019 terdapat 12 kasus.

Faktor penyebab Acut Lung Oedema atau Edema Paru adalah Usia,
riwayat penyakit Jantung, Riwayat penyakit paru - paru,dan merokok. Namun
juga dapat terjadi tanpa gangguan jantung, Jantung berfungsi untuk memompa
darah ke seluruh tubuh dari bagian rongga jantung yang disebut Ventrikel
kiri.Ventrikel kiri mendapat darah dari paru - paru, yang merupakan tempat
pengisisan oksigen kedalam darah untuk kemudian disalurkan keseluruh
tubuh. Darah dari paru - paru, sebelum mencapai ventrikel kiri, akan melewati
bagian rongga jantung lainnya, yaitu atrium kiri. Acut Lung Oedema (ALO)
atau Edema Paru yang disebabkan oleh gangguan Jantung terjadi akibat
ventrikel kiri tidak mampu memompa masuk darah dalam jumlah cukup,
sehingga tekanan didalam atrium kiri, serta pembuluh darah diparu - paru
meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian menyebabkan terdorongnya
cairan melalui pembuluh darah kedalam alveoli.

Sehubungan dengan prevalensi kejadian Acut Lung Oedema (ALO) atau


Edema Paru masih tinggi serta masih adanya resiko seperti dampak kematian
yang ditimbulkan akibat Acut Lung Oedema (ALO) maka peran perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan untuk mencegah dan meningkatkan
kesehatan pasien. Peran perawat di ruang ICCU dalam menangani pasien
dengan Acut Lung Oedema (ALO) sangat penting karena sangat berpengaruh
terhadap kematian pasien, peran perawat di Ruang ICCU RSUD. Prof Dr. W.
Z. Johannes kupang sangat berhasil dibuktikan dengan tidak ada angka
kematian pasien Acut Lung Oedema (ALO) di ruang ICCU dalam 3 bulan
terakhir ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Asmatikus

3
2. Apa yang menyebabkan terjadinya Edema Paru

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang
Keperawatan Kegawat daruratan yang berkaitan dengan Asuhan
Keperawatan Kegawat daruratan pada Sistem Pernafasan
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui klien dengan status asmatikus
b. Untuk mengetahui klien dengan status edema paru

D. Manfaat Penulisan
1. Prodi D IV Keperawatan Pontianak
Manfaat penulisan untuk menambah literatur dan daftar pustaka.

2. Penulis
Manfaat penulisan untuk menambah wawasan mengenai Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan pada sistem pernafasan .

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gambar. 1
I. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
a. Anatomi
Sistem Respiratorik terdiri dari jalan nafas atas, jalan nafas bawah dan
paru. Setiap bagian dari sistem ini memainkan peranan yang penting dalam
menjamin terjadinya pertukaran gas, yaitu suatu proses dimana oksigen dapat
masuk kealiran darah dan karbon dioksida dapat dilepaskan.
1. Jalan nafas atas
Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka yang
memingkinkan udara atmosfer masuk melalui hidung, mulut, dan bronkus
hingga ke alveoli. Jalan nafas atas terdiri dari rongga hidung, mulut,
laring, trachea, sampai percabangan bronkus. Udara yang masuk melalui
rongga hidung akan mengalami proses penghangatan, pelembapan, dan
penyaringan dari segala kotoran. Setelah rongga hidung, dapat dijumpai
daerah faring mulai dari bagian belakang palatum mole sampai ujung
bagian atas dari esofagus faring terbagi menjadi tiga yaitu :

1. Nasofaring (bagian atas), di belakang hidung.


2. Orofaring (bagian tengah ), dapat dilihat saat membuka mulut.

5
3. Hipofaring (bagian akhir), sebelum menjadi laring.
Dibawa faring terletak eosefagus dan laring yang merupakan
permulaan jalan nafas bawah. Di dalam laring ada pita suara dan otot-
otot yang dapat membuatnya bekerja, serta tersusun atas tulang rawan
yang kuat. Pita suara merupakan suatu lipat yang jaringan yang terdekat
di garis tengah. Tepat di laring, terdapat struktur yang berbentuk daun
yang disebut Epiglotis. Epiglotis ini berfungsi sebagai pintu gerbang yang
akan menghantarkan udara yang menuju trakea, sedangkan benda padat
dan cairan akan dihantarkan menuju eosefagus. Dibawah laring, jalan
nafas akan menjadi trakea, yang terdiri dari cincin-cincin tulang rawan.

2. Jalan nafas bagian bawah


Jalan nafas bawah terdiri dari bronkus dan percabangannya serta
paru-paru. Pada saat inspirasi, udara berjalan melalui jalan nafas atas
menuju jalan nafas bawah sebelum mencapai paru-paru. Trakea terbagi
dua cabang, yaitu bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Masing-
masing bronkus utama terbagi lagi menjadi beberapa bronkus primer dan
kemudian terbagi lagi menjadi bronkiolus.
b. Fisiologi
Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen akan bergerak dari
alveoli melintasi membran alveolar-kapiler dan menuju sel darah merah.
Sistem sirkulasi kemudian akan membawa okisgen yang telah berikatan
dengan sel darah merah ini menuju jaringan tubuh, dimana oksigen akan
digunakan sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme.
Pertukaran gas dan karbon dioksida pada membran alveolar-kapiler
dikenal dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai,
maka sel darah merah yang telah teroksigenasi dengan kadar karbon
dioksida yang rendah ini akan menuju sisi kiri jantung, dan akan dipompakan
ke seluruh tubuh sel dalam tubuh. Saat mencapai jaringan, sel darah merah

6
yang teroksigenasi ini akan melepaskan ikatannya dengan oksigen dan
oksigen tersebut akan digunakan untuk bahan bakar metabolisme. Juga karbon
dioksida akan masuk sel darah merah. Sel darah merah yang rendah oksigen
dan tinggi karbon dioksida ini akan menuju sisi kanan jantung untuk
kemudian dipompakan ke paru-paru.
Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah alveoli harus terus
menerus mengalami pengisian dengan udara segar yang mengandung oksigen
dalam jumlah adekuat.

Gambar . 2 Gambar . 3

Proses pernafasan sendiri ada 2 : inspirasi (menghirup) dan ekspirasi


(mengeluarkan nafas). Inspirasi dilakukan oleh 2 jenis otot :

a) Otot interkostal, antara iga-iga. Pernafasan ini dikenal sebagai perrnafasan


torakal. Tentu saja otot harus dipersyaraf, dan ini dilakukan melalui nervus
interkostalis (Th 1-12).
b) Otot diafragma, bila konstraksi diafragma akan turun. Ini dikenal sebagai
pernafasan abdominal, dan persyaratan adalah melalui N. Frenikus yang
berasal dari C3-4-5. Pusat pernafasan ada di batang otak, yang mendapatkan
rangsangan melalui baroreseptor yang terdapat di aorta dan a.karotis melalui
N.frenikus dan nn.interkostalis akan terjadi pernafasan abdor ino torakal (pada
bayi torakal abdominal).

7
Dalam keadaan normal, maka ada volume tertentu yang kita hirup
saat benafas. Ini dikenal sebagai tidal volume. Bila membutuhkan
oksigen lebih banyak, maka akan dilakukan penambahan volume
pernafasan melalui pemakaian otot-otot.

Jika tidal volume adalah 6-8 cc/kg BB, maka pada penderita
dengan berat 70 kg, tidal volume akan 450-500 cc. Dengan frekuensi
nafas per menit 12-20 kali, maka volume per menit 500 x 14 = 7000
cc/menit.

Bila pernafasan lebih dari 40x/menit, maka penderita harus


dianggap mengalami hiperventilasi (nafas dangkal). Bila frekuensi nafas
maupun kedalaman nafas harus dipertimbangkan saat mengevaluasi
pernafasan.

Kesalahan yang sering terjadi adalah anggapan bahwa penderita


dengan frekuensi nafas yang cepat berarti mengalami hiperventilasi.

c. Airway + C-Spine Control


II. Konsep Dasar Penyakit Asma
A. Pengertian
Asma berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah), dan
pertama kali digunakan oleh ”Bapak kesehatan”, yakni Hipocrates, seorang
dokter Yunani, lebih dari 2000 tahun yang lalu. Asma atau obstruksi jalan
napas yang bersifat reversible. Asma terjadi ketika bronkhi mengalami
inflamasi/peradangan dan hiperesponsif. Penyakit ini menyebabkan
penyempitan pada saluran pernapasan sehingga menimbulkan kesulitan
dalam bernapas. (Reeves, 2001)
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia, sekitar setengah
kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40

8
tahun. Hampir 17% dari semua rakyat Amerika mengalami asma dalam suatu
kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka. (Smeltzer, 2002)
Asma merupakan salah satu penyakit kronik yang penting di dunia,
dengan sekitar 300 juta penduduk dunia adalah penyandang asma. 2,14
prevalensi asma bervariasi dari 1% sampai 18% di berbagai negara di dunia.
Di Indonesia, belum ada survey nasional mengenai prevalensi asma tetapi
penelitian dari berbagai institusi mendapatkan prevalensi asma antara 2-7%.
Kematian akibat asma bervariasi di setiap tempat. Sebanyak 250.000 kematian
akibat asma setiap tahun terkait tatalaksana yang tidak adekuat.
Untuk meningkatkan kepedulian asma di seluruh dunia Global
Initiative for Asthma (GINA) mencanangkan hari asma sedunia (World
Asthma Day). Untuk tahun 2010 World Asthma Day adalah tanggal 4 Mei
2010.
B. Patofisiologi

Pada penderita trauma kemampuan sistem respiratorik dalam


menyediakan oksigen yang adekuat dan pelepasan karbon dioksida akan
terganggu kemungkinan karena :

a. Hipoventilasi akibat hilangnya penggerak usaha bernafas, yang biasanya


disebabkan oleh penurunan fungsi neurologis.
b. Hipoventilasi akibat adanya obstruksi aliran udara pada jalan nafas atas
dan bawah.
c. Hipoventilasi akibat penurunan kemampuan paru untuk mengambang.
d. Hipoksia akibat penurunan absorpsi oksigen melalui membran alveolar-
kapiler.
e. Hipoksia akibat penurunan aliran darah ke alveoli.
f. Hipoksia akibat ketidakmampuan udara untuk mencapai alveolus,
biasanya karena terisi oleh air atau debris.

9
g. Hipoksia pada tingkat seluler akibat penurunan aliran darah ke sel
jaringan.
Tiga komponen pertama diatas merupakan keadaan hipoventilasi akibat
penurunan volume per menit. Jika tidak ditangani, maka hipoventilasi akan
mengakibatkan penumpukan karbon dioksida, asidosis, metabolisme
anaerobic, dan kemudian kerusakan sel, dan dapat berakhir dengan kematian.
Pengelolaan yang harus diberikan meliputi usaha memperbaiki frekuensi dan
kedalaman pernafasan penderita, yaitu dengan mengoreksi semua masalah
yang ada pada jalan nafas dan pemberian bantuan nafas.

Alergen masuk kedalam tubuh, kemudian allergen ini akan merangsang


sel B untuk menghasilkan sat anti. Karena terjadi penyimpangan dalam
system pertahanan tubuh maka terbentuklah imoglobulin E (Ig. E).Pada
penderita alergi sangat mudah memprouksi Ig. E. dan selai beredar didalam
daerah juga akan menempel pada permukaan basofil dan mastosit.Mastosit ini
amat penting dalam peranannya dalam reaksi alergi terutama terhadap
jaringan saluan nafas, saluran cerna dan kulit.
Bila suatu saat penderita berhubungan dengan allergen lagi, maka allergen
akan berikatan dengan Ig.E yang menempel pada mastosit, dan selanjutnya sel
ini mengeluarkan sat kimia yang di sebut mediator ke jaringan sekitarnya.
Mediator yang dilepas di sekitar rongga hidung akan menyebabkan bersin –
bersin dan pilek. Sedangkan mediator yang dilepas pada saluran nafas akan
menyebabkan saluran nafas mnengkerut, produksi lendir meningkat, selaput
lendir saluran nafas membengkak dan sel – sel peradangan berkumpul di
sekitar saluran nafas. Komponen – komponen itu menyebabkan penyimpitan
saluran nafas.

C. Faktor pencetus.
 Alergen
 Infeksi saluran nafas

10
 Ketegangan jiwa Alrgen
 Infeksi saluran nafas
 Ketegangan jiwa
 Kegiatan jasmani
 Obat – obatan
 Polusi udara
 Lingkungan kerja
 Lain – lain.
D. Etiologi.
Dua tipe dasar imunologik dan non imunologik .Asma alergik
(disebut ekstrinsik ) terjadi pada saat kanak – kanak terjadi karena
kontak dengan elergan dengan penderita yang sensitive.
Asma non imunologik atau non alergik ( di sebut instrinsik ), biasanya
terjadi pada usia diatas 35 tahun. Serangan dicetuskan oleh infeksi pada
sinus atau cabang pada bronchial. Asma campuran yang serangannya
diawali oleh infeksi virus atau bacterial atau oleh allergen. Pada saat lain
serangan dicetuskan oleh factor yang berbeda atau juga dapat di
cetuskan oleh perubahan suhu dan kelembaban, uap yang mengiritasi,
asap, bau – bauan yang kuat, latihan fisik dan stress emosional.
E. Pemeriksaan penunjang.
1. Test fungsi paru ( Spirometer )
2. Foto thorax
3. Pemeriksaan darah (DL, BGA)
4. Test kulit
5. Test Provokasi bronkhial

11
gambar 4: monitor elektronik

F. Manifestasi klinik
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad
hiperaktifitas bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan
maupun dengan pengobatan.
Gejala asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Sesak nafas
d. Dada seperti tertekan atau terikat
e. Pernafasan cuping hidung
G. Terapi
1. Oksigen 4 – 6 liter / menit
2. Agonis B2 ( salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbulatin 10 mg )
intalasi nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1
jam. Pemberian agonis B2 dapat secara subcutan atau iv dengan dosis
salbutamol 0,25 mg atau terbulatin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5 %
dan diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5 – 6 mg / kg BB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

12
4. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg iv jika tak ada respon segera
atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat
berat.
III. Konsep Dasar Penyakit Edem Paru
A. Pengertian
Edema paru adalah suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi
diekstravaskuler dalam paru (Muttaqin, 2008)
Edema Paru adalah penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa
yang berlebihan dalam ruang intersisial dan alveolus paru (Price, 2005).
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik
dirongga intersisialis maupun dalam alveoli (Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
a. Sindroma Kongesti Vena: edema paru dapat terjadi karena kelebihan
cairan intravaskuler. Sindroma ini sering terjadi pada klien yang
mendapat cairan kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar
terutama pada klien dengan gangguan fungsi ginjal (Muttaqin, 2008).
b. Udema Neurogenik : keadaan ini terjadi pada klien dengan gangguan
system saraf pusat. Diduga dasar mekanisme edema paru neurogenik
adalah adanya rangsangan hipotalamus yang menyebabkan rangsangan
pada system adrenergic, yang kemudian menyebabkan pergeseran volume
darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan penurunan
komplien ventrikel kiri (Muttaqin, 2008).
c. Perubahan permeabilitas kapiler
Infeksi (bakteri atau virus), pneumonia, reaksi imunologis dapat terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler paru sehingga terjadi pergesaran cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler (Price, 2005).
d. Peningkatan tekanan vaskuler paru (Price, 2005)
a. Penyebab jantung
Gagal jantung kiri, stenosis mitral, subakut endokarditis bacterial

13
b. Penyebab bukan jantung
Fibrosis vena pulmonalis, stenosis vena pulmonalis congenital,
penyakit oklusi vena pulmonalis.
c. Penurunan tekanan onkotik
Penyakit gagal Ginjal, gangguan hati dapat terjadi hipoalbumin
sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler (Price, 2005).
d. Penyebab campuran atau tidak diketahui
Emboli paru, bypass kardiopulmoner, kelebihan dosis narkotik (Price,
2005).
e. Keracunan inhalasi
Edema paru yang disebabkan karena inhalasi bahan kimia toksik dapat
menyebabkan lesi paru. Zat yang bersifat toksik seperti klorin, oksida
nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam dan lain-lain
(Muttaqin, 2008).
C. Tanda dan gejala (Ingram and Braunwald, 1988).
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas.
Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang
tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain
mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas
yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan
paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara
paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih
pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan
dalam alveoli selama bernapas).

14
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3
stadium:
a. Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
b. Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
c. Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya
menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia
dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan
dengan hati-hati.

15
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal,
yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic
nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark
Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal
ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara
radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain
pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler
paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada
cardiogenic shock lung.

16
D. Patofisiologi Pathway dan Respon Masalah Keperawatan

Pneumonia

Infeksi pada alveoli Akumulasi cairan di


paru-paru

Peningkatan permeabilitas
membran alveolokapiler Gagal ginjal dan gg. hepar Peningkatan
tekanan
Gagal jantung kiri
hidrostatik
hipoalbuminemia

Gangguan Kerusakan Ketidakmampuan memompa


Peningkatan permeabilitas
Endotelium Ephitelium Kebocoran
darah ke ventrikel kiri
membarane alveokapiler
Kapiler alveolar cairan
kapiler
Darah terhenti di atrium kiri
Hubungan inter gg. endothelium Kerusakan epitelium
Cairan bocor
endotelial kapiler alveolar
ke alveoli
tegang
Darah kembali ke paru2
Cairan bocor
Protein darah ke intersisialis Cairan bocor ke alveoli
mengalir ke
interstisial

Penumpukan cairan pada alveoli Edema paru MRS Hospitalisas Ansietas


i
Gangguan difusi O2 & CO2

17
B1 (Breathing) Gangguan difusi O2 & CO2 B2 (blood) B3 (brain)

Suplai O2 ke jantung ↓ peningkatan CO2 dan


Gangguan difusi O2 Gangguan difusi O2 Gangguan penurunan O2
& CO2 & CO2 pertukaran Gas
Kontraksi jantung ↓
Penurunan kesadaran
Kapasitas vital dan
Peningkatan usaha volume paru
bernapas, tachipneu menurun
Resiko cidera
Suplai O2 ke jaringan ↓ Tekanan pengisian
diastolic ↓
Sekresi yang kental Napas sesak dan
atau berlebihan berbuhi Sianosis, akral dingin, CRT >
kemerahan
2 detik Volume sekuncup ↓

Ketidakefektifan pola Kebersihan Perubahan perfusi Penurunan curah


jalan napas jaringan perifer jantung
napas

18
B4 (bladder) B5 (bowel) B6 (bone)

Suplai O2 ke ginjal ↓ Suplai O2 ke


Immobolisasi
jaringan otot ↓
Perfusi ginjal ↓
Suplai O2 ke usus Metabolism anaerob
GFR ↓

Peristaltik usus katabolisme protein


Aktivasi system konstipasi dan lemak
renin angiotensin menurun

Retensi Na dan air oleh ginjal Distensi abdomen Lemah, lelah

Edema, peningkatan BB, produksi urine ↓ Nafsu makan Intoleran aktivitas


menurun
Resiko Kelebihan volume cairan

Peningkatan
asam lambung

Mual, muntah

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

19
E. Komplikasi edema paru
a. Dapat terjadi gagal nafas
b. Gagal jantung
c. Pneumonia
d. Syok septik
F. Pemeriksaan penunjang ( Smeltzer, 1997)
a. BGA: terjadi penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 akibat adanya hipoksemia.
b. Thorax photo: tampak gambaran infiltrate alveolar tersebar di seluruh paru
menandakan adanya oedem paru.
c. Laboratorium: leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
d. Echo Cardio Grafi: untuk mengetahui fungsi jantung. Tampak adanya penurunan
fungsi jantung yang ditandai dengan penurunan EF.
e. EKG: untuk melihat adanya takikardi supraventrikular atau atrial. Juga untuk
memprediksi adanya iskemi, IMA dan CVA yang berhubungan dengan edema paru
kardiogenik.
G. Penatalaksanaan medis (Price, 2005)
a. Oksigenasi
Oksigen diberikan dengan konsentrasi yang adekuat untuk mengurangi
hipoksia dan dispneu. Bila tanda-tanda hipoksia menetap, oksigen harus diberikan
dengan tekanan positif intermitten atau kontinu.
b. Diuretic (contoh Lasix)
Diberikan secara iv untuk memberi efek diuretik yang cepat.
c. Posisi semifowler
Pasien diposisikan dalam posisi semifowler untuk membantu mengurangi
akhir balik vena ke jantung. Pasien diposisikan dengan tungkai dan kaki dibawah,
sebaiknya kaki menggantung sisi tempat tidur.
d. Aminofilin
Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang berarti, maka
perlu untuk merelaksasi bronkospasme
e. Morfin
Morfin diberikan secara intravena dalam dosis kecil untuk mengurangi
kecemasan dan dispnu sehingga darah dapat didistribusikan dari sirkulasi paru ke
bagian tubuh yang lain
f. Digitalis

20
Untuk meningkatkan kontraksitilitas jantung. perbaikan kontraktilitas akan
menurunkan tekanan diastole.
g. Antibiotik
Diberikan untuk mengatasi infeksi. Pemberian antibiotic sebaiknya
diberikan setelah diperoleh hasil kultur dan uji kepekaan terhadap kuman
penyebab.

IV. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Data Fokus
a. Identitas pasien
Umur: bayi dan dewasa tua cenderung mengalami, dibandingkan remaja/ dewasa muda.
b. Keluhan utama: sesak napas, Mudah lelah, napas cepat dan hipoksia.
c. Riwayat penyakit sekarang
Sesak nafas, cyanosis, batuk-batuk, slem pink proty disertai dengan demam tidak khas,
keringat dingin, gelisah, takikardia, kulit tampak pucat, dan akral dingin
d. Riwayat penyakit dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, penyakit paru,
seperti pneumonia, emboli paru, jantung (gagal jantung kiri, penyakit katup jantung),
ginjal.
e. ADL
1) Nutrisi: sesak nafas akan membuat nafsu makan menurun
2) Eliminasi: dapat terjadi penurunan jumlah urine
3) Aktivitas istirahat: aktivitas istirahat dapat terganggu akibat adanya sesak nafas.
4) Hygiene personal: hygiene personal tidak dapat dilakukan secara mandiri.
f. Psikososialspiritual
Pasien juga gelisah, cemas, depresi, takut, peningkatan ketegangan. kebiasaan merokok
dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung yang nantinya akan menimbulkan terjadinya
udema paru.
g. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/
non produktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, SpO 2 , PO2 ,
PCO2 , pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat,
ronchi pada lapang pandang paru, kulit pucat, cyanosis.

21
2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan, banyak
keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan, akral dingin dan lembab, CRT> 2 detik,
tekanan darah meningkat
3) B3 (Brain)
Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, reflex menurun
4) B4 (Bladder)
Produksi urine menurun, VU(vesika urinaria) teraba lembek.
5) B5 (Bowel)
Kadang mual, muntah, bising usus normal.
6) B6 (Bone)
Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, sensasi nyeri sendi berkurang.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan sekresi yang kental atau
berlebihan sekunder akibat asma yang di tandai dengan takipneu, pernafasan cupping
hidung , nadi meningkat.
DS: klien mengatakan susah bernapas
DO: dyspnea, takhypnea, menggunakan oto bantu pernapasan, napas pendek, adanya
retraksi dinding dada.
2. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan:
intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan
DS: mengeluh sesak napas
DO: batuk (produktif dan non produktif), ronchy, crakles, demam, hemopitisis dan
dispnea.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui
alveolar dan membrane kapiler
DS: klien mengeluh nyeri tekan pada dada.
DO: edema, penurunan nadi, warna kulit pucat, bradikardi, akral dingin, sianosis,
penurunan suplai O2.CRT < 2 dtik, takipnea.
4. Resiko cedera berhubungan dengan kesadaran menurun.
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan
tubuh.
DS: klien mengatakan merasa letih dan merasa lemah pada saat melalukan aktivitas.

22
DO: respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas, ketidak nyamanan setelah
beraktivitas, dispnea setelah aktivitas,
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan
kontraktilitas dan penurunan curah jantung.
DS: klien mengatakan gelisah, klien mengatakan susah BAK.
DO: edema, gangguan elektrolit, perubahan pola pernapasan, penurunan tekanan vena
ventrikel, peningkatan BB, produksi urine ↓.
7. Kostipasi berhubungan dengan berhubungan dengan imobilisasi
DS: klien mengatakan tidak dapat mengeluarkan veses, nyeri pada saat devekasi.
DO: bising usus hiperaktif, keletihan umum, perkuisi abdomen pekak, muntah,
8. Kebutuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, anoreksia
dan gangguan pencernaan.
DS: klien mengatakan merasa mual, kurang selera makan
DO: bising usus hiperaktif, ketidak mampuan mencerna makanan, mengeluh gangguan
sensasi rasa, membran mukosa pucat, muntah
9. Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup
DS:klien mengeluh pusing pada saat beraktivitas ringan dan berat
DO: vertigo,dispenea,adanya sianosis, aritmia,
10. Ansietas b.d hospitalisasi
DS: klien merasa takut pada lingkungan yang baru dihadapinya
DO: klien tampak :-cemas,gelisah, ketakutan, bingung, stres.

3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup
Goal: klien akan meningkatkan curah jantung yang efektif selama dalam perawatan
Objektive: klien tidak akan mengalami perubahan volume sekuncup
Outcomes: dalam waktu 3x 24 jam perawatan klien
1) Tidak mengeluh pusing pada saat beraktivitas ringan dan berat
2) Klien tidak akan mengalami vertigo,
3) Klien tidak akan mengalami dispenea,
4) Tidak ada sianosis,
5) Tidak ada aritmia,
Intervensi:
1) Ajarkan kepada pasien tentang bagaimana melakukan teknik pengurangan stres

23
R/. untuk menurunkan ansietas dan menghindari komplikasi cardiac
2) Bantu pasien untuk menghindari aktifitas yang terlalu banyak
R./ yang dapat meningkatkan kebutuhan oksingen mio cardia.
3) Berikan oksingen, sesuai instruksi
R/.untuk meningkatkan suplai oksingen ke mio kardium.
4) Berikan obat anti aritmia, bila diprogramkan.
R/. Untuk mengurangi atau menghentikan aritmia.
5) Pantau nadi apikal dan radial sekurang-kurangnya setiap 4jam.
R./. untuk mendekteksi aritmia secara lebih baik.
6) Observasi irama nadi minimal setiap 4 jam, dan laporkan ketidak teraturannya.
R/. Aritmia dapat mengindikasikan komplikasi yang menuntut intervensi yang cepat.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui
alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan dispneu, CRT>2 detik, sianosis,
retraksi dada, RR.12-20x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan.
Goal : Klien tidak akan mengalami perfusi jaringan selama dalam perawatan.
Objective : Klien tidak akan mengalami gangguan transport oksigen dan membrane
kapiler.
Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam klien akan tidak mengalami perfusi jaringan, setelah
dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
1) Klien tidak akan mengalami nyeri tekan pada dada
2) Tidak akan mengalami edema,
3) Nadi normal (55-90x/mnt),
4) Warna kulit normal,
5) Akral hangat,
6) Tidak mengalami sianosis,
7) CRT < 3 dtik,
8) Tidak ada takipnea.
Intervensi:
1) Jelaskan kepada klien tindakan yang akan diberikan kepada klien.
Rasional: Pengetahuan yang cukup akan meningkatkan peran serta dan ketelibatan
pasien dan keluarga dalam tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
2) Beri posisi semi fowler
Rasional: meningkatkan inspirasi dan memperbaiki ventilasi
3) Minta pasien untuk tetap beristirahat

24
Rasional: mencegah peningkatan penggunaan oksigen sehingga dapat memperparah
kekurangn oksigen dijaringan.
4) Observasi kondisi yang dirasakan oleh pasien yaitu dispneu, CRT>2 detik, sianosis,
retraksi dada, RR.12-20x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan
Rasional : perbaikan kondisi mengindikasikan adekuatnya pemenuhan kebutuhan
oksigen.
5) Kolaborasi dalam pemberian: oksigen tekanan tinggi.
Rasional: oksigen diberikan untuk membantu pemenuhan kebutuhan oksigen yang
kurang.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan retensi secret/produksi secret yang
banyak yang ditandai dengan ekspansi paru tidak maksimal, ronkhi +, takipnoe, batuk
dengan secret yang sulit dikeluarkan
Goal : Klien akan mempertahankan keefektifan poal napas selama dalam perawatan.
Objective : Klien tidak akan mengalami retensi secret selama dalam perawatan.
Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien menunjukkan pola nafas efektif
setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
1) Klien tidak akan mengalami sesak napas
2) Napas normal 12-20x/mnt,
3) Tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
4) Tidak ada retraksi dinding dada.
Intervensi:
1) Motivasi pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif, fisio terapi nafas
R/ Untuk memudahkan secret keluar dan memudahkan upaya bernafas dalam dan
meningkatkan drainase secret untuk memudahkan pembersihan nafas.
2) Auskultasi bunyi nafas
R/ Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder
3) Berikan posisi semi fowler
R/ Posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan untuk
bernafas.
4) Obsevasi frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
R/ Frekuensi nafas biasanya meningkat dan sesak terjadi karena adanya peningkatan
kerja nafas, ekspansi dada terbatas berhubungan dengan atelektasis.
5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

25
d. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan:
intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan
Goal : klien akan mempertahankan keefektifan bersihan jalan napas selama dalam
perawatan.
Objective : klien tidak akan mengalami intubasi,ventilasi, proses penyakit, kelemahan
dan kelelahan selama perawatan.
Outcomes : klien tidak akn mengalami sesak napas, tidak mengalami batuk (produktif
dan non produktif), tidak ada bunyi napas tambahan, tidak mengalami demam.
Intervensi:
1) Jelaskan pada pasien setiap prosedur tindakan dan tujuan dilakukan tindakan.
Rasional: dengan penjelasan pasien akan mengerti sehingga kooperatif terhadap
tindakan yang dilakukan.
2) Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar
R/ Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5
kali pernafasn dengan O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT menggunakan
resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan
3) Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam
R/ Monitor produksi sekret
4) Beri fisioterapi dada sesuai indikasi
R/ Fasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama.
5) Beri bronkodilator
R/ Fasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama.
6) Ubah posisi, lakukan postural drainage
R/ memberikan kenyamanan klien untuk bernapas
7) Monitor ventilator tekanan dinamis
R/ Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan
nafas
8) Monitor status hidrasi klien
R/ Mencegah sekresi kental
9) Monitor humidivier dan suhu ventilator
R/ Oksigen lembab merangasang pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,80C.
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan
kontraktilitas dan penurunan curah jantung.
Goal: klien akan mempertahankan keseimbangan volume cairan selama dalam perawatan.

26
Objective : klien tidak akan mengalami peningkatan preload, penurunan kontraktilitas
dan penurunan curah jantung selama dalam perawatan.
Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien akan mempertahankan
keseimbangan volume cairan dengan criteria hasil:
1) Klien tidak akan merasa gelisah
2) BAK normal
3) Tidak ada edema
4) Tidak mengalami gangguan elektrolit
5) Pernapasan normal
6) Tekanan vena ventrikel normal,bb kembali normal
7) Produksi urine normal
Intervensi:
1) Jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan
2) Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
R/ mengetahui adanya keseimbangan cairan dalam tubuh
3) Intake cairan peroral harus dibatasi.
R/ intake cairan peroral yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume cairan
dalam tubuh sehingga dapat memperberat terjadinya edema.
4) Timbang berat badan tiap hari
R/ peningkatan berat badan menandakan tidak adanya respon terhadap terapi dalam
mengurangi kelebihan cairan.
5) Kolaborasi dalam pemberian diuretic (lasix)
R/ mengatasi retensi cairan yang berlebihan dengan cara menghambat reabsorbsi
natrium dan kalium pada asenden loop of handle dan selanjutnya dapat mengurangi
preload dan tekanan pengisian yang berlebihan.
6) Observasi :
a) Tekanan darah
R/ hipertensi menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
b) Tanda-tanda edema, BB, kulit

27
R/ tidak adanya tanda-tanda edema, BB turun dan kulit tidak mengkilap atau
menegang menunjukkan berkurangnya volume cairan dalam tubuh dan
membaiknya fungsi kerja jantung.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, anoreksia dan
gangguan pencernaan.
Goal :Klien akan mempertahankan status nutrisi yang adekuat selama dalam perawatan.
Objective : klien tidak akan mengalami muntah, anoreksia, dan gangguan pencernaan
selama dalam perawatan.
Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan:
1) Klien tidak mengatakan mual, selera makan kembali bertambah
2) Bising usus kembali normal
3) Mampuan mencerna makanan dengan baik
4) Tidak mengeluh gangguan pada sensasi rasa
5) Membran mukosa lembab
6) Tidak muntah
Intervensi
1) Jelaskan pentingnya asupan nutrisi bagi tubuh
R/ nutrisi dapat membantu metabolisme dalam pembentukan antibody sehingga
meningkatkan daya tahan tubuh
2) Ciptakan suasana makan yang nyaman (misal jauhkan pispot)
R/ mengurangi mual dan muntah sehingga meningkatkan nafsu makan
3) Pertahankan kebersihan mulut yang baik
R/ mulut bersih memberikan rasa nyaman sehingga nafsu makan meningkat
4) Berikan makanan porsi kecil dan sering
R/ mencegah mual muntah
5) Kolaborasi dalam pemberian nutrisi parenteral (dextrose)
R/ dextrose mengandung glukosa untuk memperbaiki keseimbangan nutrisi
6) Observasi keluhan nafsu makan, BB dan keadaan umum pasien
R/ peningkatan BB, nafsu makan menunjukkan adanya perbaikan asupan nutrisi
g. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O 2 dengan kebutuhan
tubuh ditandai dengan sesak nafas saat beraktifitas, RR>24x/menit, nadi>100x/menit,
sianosis, kelemahan.
Goal : klien akan mempertahankan toleransi aktivitas selama dalam perawatan.

28
Objective : klien tidak akan mengalami ketidakseimbangan suplai O2 selama dalam
perawatan.
Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien akan mempertahankan toleransi
aktivitas dengan criteria hasil:
1) Klien tidak akan merasa letih
2) Klien tidak merasa lemah pada saat melalukan aktivitas
3) Respon frekuensi jantung normal terhadap aktivitas
4) Merasa nyamanan setelah beraktivitas
5) tidak mengalami dispnea setelah aktivitas
Intervensi:
1) Jelaskan pada pasien tentang keadaan dan tindakan yang akan dilakukan
Rasional: dengan penjelasan pasien memahami kondisinya dan akan kooperatif
terhadap tindakan yang akan dilakukan
2) Ubah posisi pasien tiap beberapa waktu tertentu (miring atau duduk)
Rasional: mobilisasi pasif dapat memprtahankan kekuatan otot/ sendi dan
meningkatkan sirkulasi
3) Atur posisi slang ventilator dalam kondisi aman
Rasional: slang tidak menghalangi mobilisasisehingga pasien tidak takut untuk
bergerak
4) Berkolaborasi dengan petugas fisioterapi untuk latihan pasif
Rasional: latihan rentang gerak mempertahankan kelenturan sendi, mencegah
kontraktur dan membantu menurunkan ketegangan otot.
5) Observasi respon fisiologis terhadap peningkatan aktifitas (respirasi, denyut dan
irama jantung,tekanan darah.)
Rasional: untuk menyakinkan frekuensinya kembali normal.
h. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kesadaran menurun.
Goal : Klien tidak akan mengalami resiko cedera selama dalam perawatan.
Objective : Klien tidak akan mengalami penurunan kesadaran selama dalam perawatan.
Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam klien tidak mengalami resiko cedera selama dalam
perawatan, dengan criteria hasil:, tidak ada tanda-tanda cidera.malnutrisi, hipoksia
jaringan, fisik( misalnya: integritas kulit tidak utuh, imobilitas fisik.)
Intervensi:
1) Jelaskan pada pasien dan kelurga setiap tindakan yang akan dilakukan.
Rasioanal : dengan penjelasan diharapkan pasien dan keluarga menjadi kooperatif.

29
2) Anjurkan pasien minta tolong bila membutuhkan sesuatu.
Rasional: supaya kebutuhan pasien terpenuhi dan pasien tidak terlalu banyak
bergerak.
3) Pasang alat pengaman/pagar di sekeliling sisi tempat tidur.
Rasional: pemasangan pengaman mencegah pasien jatuh dari tempat tidur.
4) Merubah posisi secara bertahap, terlebih dari posisi tidur ke posisi duduk atau
berdiri.
Rasional: tidur dalam waktu lama mengakibatkan volume darah yang bersirkulasi
sedikit, perfusi ke otak menurun, pasien bisa pusing saat bangun tidur.
5) Hindarkan barang-barang yang membahayakan dari sekitar jangkauan pasien.
Rasional: untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
i. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi.
Goal : klien tidak akan mengalami konstipasi selama dalam perawatan.
Objective : klien tidak akan mengalami imobilisasi selama dalam perawatan.
Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam klien tidak akan mengalami : konstipasi dengan
criteria hasil:
1) Dapat BAB dengan normal
2) Tidak mengalami nyeri saat devekasi
3) Bising usus kembali normal
4) Tidak mengalami keletihan umum
5) Tidak mengalami muntah
Intervensi:
1) Jelaskan kepada pasien untuk tidak mengejan saat defekasi
Rasional : mengejan dapat meningkatkan kerja otot jantung.
2) Beri diet tinggi serat.
Rasional: tinggi serat akan membantu terbentuknya feses.
3) Bantu klien mobilisasi sesuai indikasi.
Rasional: mobilisasi memungkinkan meningkatkan peristaltic usus.
4) Kolaborasi dalam pemberian obat pencahar/ minyak pelumas feses.
Rasional: mungkin dibutuhkan untuk membantu merangsang fungsi defekasi,
kesulitan saat defekasi dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
5) Observasi abdomen klien setiap 4-8 jam terhadap tanda distensi, bising usus, flatus,
dan lapor pada dokter jika terdapat perubahan abnormal.

30
Rasional : konstipasi dapat memicu respon valsava sehingga menurunkan
kontraktilitas miokard.
j. Ansietas b.d hospitalisasi
Goal: klien akan menurunkan tingkat ansietas selama dalam perawatan
Objective: klien tidak akan mengalami hospitalisasi selama dalam perawatan
Outcomes: dalam waktu 1x 24 jam perawatan klien:
1) Tidak merasa takut pada lingkungan yang baru dihadapinya
2) Tidak tampak cemas
3) Tidak tampak gelisah
4) Tidak takut
5) Tidak bingung
6) Tidak mengalami stres

Intervensi
1) Motivasi klien untuk mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam aktifitas yang ia rasa
menyenangkan
R/. untuk membangun rasa kontrol
2) Berikan penjelasan yang benar kepada pasien tentang semua tindakan
R/. untuk menghindari terlalu banyak informasi
3) Secara seksama, perhatikan kebutuhan fisik klien.berikan makanan bergizi dan
tingkatkan kualitas tidur disertai langkah-langkah yang memberikan rasa nyaman.
R./ menciptakan kesejahtraan dan menyakinkan klien bahwa kebutuhannya akan
terpenuhi.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah
teratasi,tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada criteria evaluasi.

31
V. Konsep Asuhan Keperawatan Kasus
A. Pengkajian
Asuhan keperawatan ini dilakukan diruang ICCU RSUD. Prof. Dr. W.Z. Johannes
Kupang. Ny. S. Q berumur 57 tahun, dengan alamat Penfui, , beragama Islam,pekerjaan
IRT. Masuk rumah sakit pada tanggal 06 Juli 2019 jam 19.50 WITA melalui IGD dengan
keluhan sesak napas, pasien dgi beri penanganan therapy oksgen nasal canule 4 lpm,
melakukan EKG, diberikan therapy IVFD Nacl 0,9 % 500/24 jam, dengan diagnosa Accute
Lung Oedema ( ALO ) atau Eema Paru , saat dikaji pasien dalam keadaan tidak mampu
berespon terhadap lingkungan sekitar.
Hasil pengkajian Pasien mengeluh sesak napas, dan jantung berdebar - debar Pasien
mengatakan merasakan sesak nafas ± 1 jam di rumah sebelum MRS. Pasien langsung
dibawa ke IGD RSUD Prof Dr. W. Z Johannes Kupang, saat tiba diruang IGD pasien
langsung diberi penanganan : Therapy oksigen nasal canul 4 lpm,melakukan EKG,
diberikan therapy IVFD Nacl 0.9% 500cc/24 jam. Selanjutnya pasien di rawat diruang
ICCU saat dikaji pasien mngatakan sesak napas berkurang, nyeri perut kuadran kiri bawah,
dengan skala nyeri 4, pasien juga mengatakan nyeri ulu hati, pasien juga merasakan lelah
dan capek, O2 nasal canule sementara diaff, posisi tidur pasien semi fowler dan pasien
tampak lemah.Pasien mengatakan ada riwayat Hipertensi dan tidak pernah dikontrol, juga
ada riwayat pembengkakan Jantung sejak tahun 2018 tapi tidak terkontrol.Pasien
mengatakan dalam keluarga ada yang menderita Hipertensi yaitu suami dan anak.
1. Pengkajian Primer
Airway (jalan napas) pasien merasakan sesak napas, RR 19 x/menit, tarikan napas normal
dengan irama napas teratur, pasien tidak batuk, auskultasi bunyi napas ronchi , tekanan
darah 170/100 mmHg, Nadi kuat dan teratur dengan frekuensi 80x/menit,suhu: 36,70C.
Ekstremitas dingin, ada nyeri dada di sebelah kiri menyebar ke tangan kiri seperti ditusuk -
tusuk dan hilang timbul, warna kulit pucat,turgor kulit baik, capilari refill time <3 detik,
mukosa mulut lembab, terdapat edema pada tungkai kiri derajat I, kebutuhan nutrisi:
makan 10 sdm, minum 500 cc, parenteral:NacL 0,9% 14 tetes per menit 500cc/24 jam,
eliminasi:BAK melalui kateter warna urin kuning pekat 660 cc/7jam, tidak ada nyeri saat
BAK, tidak ada keluhan nyeri pinggang, BAB tidak teratur ( saat pengkajian pasien belum
BAB dari hari yang lalu ), bising usus 20x/menit (normal 5-30x/menit), tingkat kesadaran:
Composmentis, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya positif pada mata kiri dan kanan,
GCS:E4-M5-V6 jumlah nilai 15.
2. Pengkajian Sekunder

32
Musculoskeletal/ neurosensorik: kekuatan otot, ekstremitas kanan atas dan bawah 5,
ekstremitas kiri atas dan bawah 5 (Semua ADL (makan/minum, personal hygiene, toileting
oleh karena dibantu oleh perawat dan keluarga oleh karena EKG LVH & abnormal
Segmen ST & T ). Tidak terdapat lesi.Status psikososial pasien, kurang pengetahuan,
ketegangan meningkat, pasien lebih focus pada diri sendiri.
Hasil Pemeriksaan Penunjang Tanggal 06 Juli 2019: Darah Rutin : HB:10,2 gr/dl (normal
12-16), Ht: 33.0 %/L (normal 37.0 - 47.0 ), RDW - CV : 18,8 H ( 11,0 - 16.0 ), Jumlah
leukosit : 15.39 H ( 4.0 - 10.0 ) Hitung Jenis : Neutrofil : 84.3 H ( 50 - 70 ), Limfosit 7,9 L
( 20 - 40 ), Jumlah Neutrofil : 12,98 H ( 1.50 - 7.00 ), Jumlah Monosit : 0.97 H ( 0.00 -
0.70 ). Kimia Darah : Kreatinin darah : 1.20 H ( 0.6 - 11 ). Elektrolit : Kalium darah : 2.7 L
( 3.5 - 4.5 ) Tanggal 08 Juli 2019: Kolestrol Total : 207 H ( < 200 ), HDL Kolestrol : 129 H
( < 105 ). EKG : Left Ventricular Hypertrophy ( LVH ) + Abnormal segmen ST & T
abnormal Therapy yang didapat adalah :
a. IVFD Nacl 0,9 % / Infus
Indikasi : Mengatur cairan tubuh, mengatur kerja dan fungsi otot jantung,
mendukung metabolism tubuh, merangsang kerja saraf.
b. Furosemide 2 x 20 mg / IV
Indikasi : Membantu membuang cairan atau garam di dalam tubuh melalui urine
dan meradakan pembengkakan yang disebabkan oleh gagal jantung
c. Ranitidine 2 x 25 mg / IV
Indikasi : Menurunkan kadar Asam Lambung
d. Spironolacton 1 x 25 mg / oral
Indikasi : Mengobati tekanan darah tinggi dan juga mengobati pembengkakan di
salah satu bagian tubuh yang disebabkan oleh kondisi tertentu.
e. Digoksin 1 x 0,25 mg / Oral
Indikasi : Mengatasi penyakit jantung seperti aritmia dan gagal jantung.
f. Lisinopril 1 x 5 mg / Oral
Indikasi : Mengobati tekanan darah tinggi dan gagal jantung
g. NAC 3 x 200 mg / Oral
Indikasi : Mengencerkan dahak yang menghalangi saluran napas
h. Aspar K 3 x 1 tab / Oral
Indikasi : Mengatasi kekurangan kaliaum atau dikenal juga dengan istilah
hipokalemia
B. Diagnosa Keperawatan

33
Diagnosa keperawatan yang ditegakan berdasarkan data-data yang dikaji dimulai
dengan menetapkan masalah, penyebab, dan data pendukung. Masalah keperawatan yang
ditemukan adalah :
1. Penurunan Cardiac Output berhubungan dengan perubahan irama jantung data yang
didapatkan :
Data Subyektif :
Ny. S.Q mengatakan merasakan sesak napas dan kelelahan
Data obyektif:
Ny.S.Q mengalami sesak nafas, perubahan elektrokardiogram (Left ventrikuler
hypertropi), perubahan warna kulit (pucat), batuk non produktif, kapiler refill time >3
detik, hasil EKG: Left ventrycular hypertropi, edema pada tungkai kiri derajat I, RR
19x/mnt
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, data yang didapatkan :
Data Subyektif :
Ny. S.Q mengatakan merasakan lelah dan capek
Data Obyektif :
ADL (activities of daily living) dibantu oleh keluarga dan perawat seperti Toileting dan
personal hygiene, TTV: TD.170/100 MmHg, RR. 19 x/menit, Hasil EKG Left ventrycular
hypertropy, Hasil laboratorium HB 10.2g/dL.
3. Nyeri akut, dianaliasa sebagai berikut :
Data Subyektif :
Ny S. Q mengeluh nyeri di ulu hati
Data Obyektif :
Ny. S. Q ku Nampak lemah, Skala nyeri 4.
C. Intervensi keperawatan
a) Penurunan Cardiac output berhubungan dengan perubahan irama jantung
NOC : Keefektifan pompa jantung
Tujuan :
Pasien akan menunjukan keefektifan pompa jantung, yang diamati atau dilaporkan
ditingkatkan dari cukup berat (2) menjadi ringan (4), dengan Kriteria Hasil :
 Tekanan darah sistol
 Tingkat kelelahan berkurang
 Pucat

34
 Edema perifer
NIC : Perawatan jantung
a. Pastikan tingkat aktifitas pasien yang tidak membahayakan curah jantung atau
memprovokasi serangan jantung
b. Monitor EKG, lakukan penilaian komperhensif pada sirkulasi
perifer(misalnya cek nadi perifer, edema, warna dan suhu ekstermitas),
c. Monitor sesak nafas, kelelahan, takipneu dan ortopneu,
d. Lakukan terapi relaksasi sebagaimana semestinya.
e. Monitor keseimbangan cairan
f. Monitor status penapasan terkait dengan adanya gejala gagal jantung
g. Monitor nilai Laboratorium yang tepat ( nilai elektrolit)
h. Kolaborasi pemberian obat Antiaritmia
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
NOC :
 Self care : ADLs di bantu
 Toleransi aktivitas
 Konservasi Energi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan bertolerasi teradap aktivitas, , yang
diamati atau dilaporkan ditingkatkan dari cukup berat (2) menjadi ringan (4), dengan,
Kriteria hasil:
a. Berpartisipasi dala aktivitas fisik tanpa disertai penigkatan tekanan darah, nadi dan
RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari - hari secara mandiri
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat NIC :
d. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
e. Pakaikan baju yang tidak menghambat pergerakan
f. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas ( takikardi, distritmia, dan sesak
napas )
g. Monitor lokasi kecendrungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan selama
pergerakan/ aktivitas
h. Kolaborasi pemberian obat untuk mengotrol darah tinggi.

35
c) Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera biologis ( Iritasi lambung ) NOC :
Kontrol Nyeri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan menunjukkan rasa nyaman dan bebas
dari nyeri, , yang diamati atau dilaporkan ditingkatkan dari cukup berat (2) menjadi ringan
(4), dengan
Kriteria hasil
a. Mengtahui factor penyebab nyeri
b. Mengetahui permulaan terjadinya nyeri
c. Menggunakan tindakan pecengahan
d. Melaporkan gejala
e. Melaporkan kontrol nyeri
NIC : Manajemen nyeri (1400)
1. Lakukan pengkajian nyeri komperhensif yang meliputi P,Q,R,S,T
2. Observasi kenyamanan non verbal
3. Ajarkan untuk teknik non farmakologi misalnya : distraksi atau relaksasi
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
yang dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur
5. Kolaborasi pmberian analgetik.
D. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakuakan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah ditetapkan. Pelaksanaan implementasi pada Ny. S.Q. dilakukan selam 3 hari
perawatan.

Adapun tindakan-tindakan prinsip yang dilakukan pada Ny. S.Q adalah


memasang infus NaCl 0,9% 14 tpm, mengobservasi tanda-tanda vital yakni tingkat
kesadaran composmentis dengan GCS: GCS: E4M5V6, TD: 170/100 mmHg, Nadi: 80
x/menit, Suhu: 37°C, RR: 19 x/menit.

Diagnosa penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan irama


jantung, tindakan yang dilakukan adalah memastikan tingkat aktivitas pasien yang tidak
membahayakan curah jantung atau memprookasi serangan jantung dengan cara
menganjurkan pasien untuk tidak mengedan saat BAB, Memonitor EKG, melakukan
penilaian komperhensif pada sirkulasi perifer, memonitor nilai laboratorium yang tepat.

36
Diagnosa keperawatan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen, tindakan yang
dilakukan adalah mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas,memekaikan baju yang tidak menghambat pergerakan,menganjurkan pasien
untuk mengubah posisi tiap dua jam.Tindakan yang dilakukan pada masalah
keperawatan intoleransi aktivitas sesuai dengan intervensi.

Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iritasi lambung),
tindakan yang dilakukan adalah melakukan pengkajian nyeri: lokasi, karakteristik,
durasi/ lamanya nyeri, frekuensi, beratnya nyeri dan faktor pencetus, melihat ekspresi
nyeri pasien, mengobservasi kenyamanan non verbal seperti aktivitas yang dilakukan
dan memberikan informasi kepada pasien tentang penyebab nyeri dan penanganan
nyeri. Tindakan yang dilakukan pada masalah keperawatan nyeri akut sesuai dengan
intervensi, namun ada tindakan yang tidak dilakukan oleh penulis berdasarkan
intervensi yakni kolaborasi pemberian analgesik untuk menurunkan nyeri pasien.

37
Diagnosa 1 : Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan irama jantung
NO. Tanggal Jam Implementasi
DX
1 08 juli 2019 08.30 : Memastiakan tingkat aktifitas pasien yang tidak membahayakan curah jantung
atau memprovokasi serangan jantung dengan cara menganjurkan pasien untuk
tidak mengedan saat BAB
Hasil : Pasien paham dengan anjuran yang disampaikan ;
09.00 Memoonitor EKG (LVH/Left Ventricular Hypertrophy + abnormal segmen
ST & T abnormal)
13.00 Melakukan penilaian komperhensif pada sirkulasi perifer
Hasil : Nadi : 80x/ mnit /teratur / kuat, CRT : < 3dtk, warna kulit : pucat ;
13.20 Monitor nilai laboratorium yang tepat nilai elektrolit kalium darah : 2,7 L ;
14.00 Melayani obat Digoksin 0,25 mg
Hasil : pasien dapat minum obat dengan baik

09 Juli 2019 08.30 Memastikan tingkat aktifitas pasien yang tidak membahayakan curah jantung
atau memprovokasi serangan jantung,
Hasil : menganjurkan pasien untuk tidak mengedan saat BAB ;

38
09.00 Memoonitor EKG SV1 = 2,6mv, RV6 =2,81mv ,R+5=5,07mv ;
13.00 Melakukan penilaian secara komperhensif pada sirkulasi perifer

14.00 Hasil : N 102 x/menit / Tidak teratur / kuat, CRT: <3dtk, RR : 28x/mnt ;
Melayani pasien obat Digoksin 0,25mg
Hasil : Pasien dapat minum obat dengan baik

10 Juli 2019 08.30 Memastiakan tingkat aktifitas pasien yang tidak membahayakan curah jantung
atau memprovokasi serangan jantung,
Hasil : menganjurkan pasien untuk tidak mengedan saat BAB ;
09.00 Memoonitor EKG SV1 = 2,6mv, RV6 =2,81mv ,R+5=5,07mv ;
13.00 Melakukan penilaian secara komperhensif pada sirkulasi perifer
Hasil : N 102 x/menit/ tidak teratur / kuat, CRT: <3dtk, RR : 28x/mnt ;
14.00 Melayani pasien obat Digoksin 0,25mg
Hasil : Pasien dapat minum obat dengan baik

Diagnosa II : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen
No. Tanggal Jam Implementasi

39
DX
II 08 Juli 10.00 Mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas, menganjurkan pasien
2019 untuk tidak terlalu banyak bergerak
Hasil : pasien mendengarkan dengan kooperatif ;
Memakaikan baju yang tidak menghambat pergerakan, menganjurkan Pasien
10.30 menggunakan baju yang longgar agar dapat lebih mudah menggerakan badan
Hasil : pasien dapat mendengarkan dengan koperatif ;
Mengaujrkan pasien untuk mengubah posisi tiap dua jam
Hasil : pasien dapat tidur nyaman sesuai posisi yang diinginkan ;
10.45 Memonitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas ( takikardi, sesak napas, pucat )Pasien
sesak napas berkurang dan pucat
Hasil : pasien dapat berespon dengan baik ;
Melayani pasien obat Spironolacton dan Lisinopril
13.00 Hasil : pasien dapat minum obat dengan baik
Melayani pasien obat Digoksin 0,25mg
14.00 Hasil : Pasien dapat minum obat dengan baik
09 Juli 09.45 Mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas, menganjurkan pasien
2019 untuk tidak terlalu banyak bergerak
Hasil: pasien mendengarkan dengan kooperatif ;
Memakaikan baju yang tidak menghambat pergerakan, menganjurkan Pasien

40
10.30 menggunakan baju yang longgar agar dapat lebih mudah menggerakan badan
Hasil : pasien dapat mendengarkan dengan koperatif ;
Mengaujurkan pasien untuk mengubah posisi tiap dua jam
Hasil : pasien dapat tidur nyaman sesuai posisi yang diinginkan ;
11.00 Memonitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas ( takikardi, sesak napas, pucat )
Pasien sesak napas berkurang dan pucat
Hasil : pasien dapat berespon dengan baik ;
Memberikan pasien obat untuk mengontrol darah tinggi Spronolacton 25 mg, dan
11.30 Lisinopril 5 mg
Melayani pasien obat Spironolacton dan Lisinopril
14.00 Hasil : pasien dapat minum obat dengan baik
10 Juli 09.45 Mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas, menganjurkan pasien
2019 untuk tidak terlalu banyak bergerak
Hasil : pasien mendengarkan dengan kooperatif ;
Memakaikan baju yang tidak menghambat pergerakan
10.30 Hasil : Pasien menggunakan baju yang longgar agar dapat lebih mudah menggerakan
badan ;
Menganjurkan pasien untuk mengubah posisi tiap dua jam
11.00 Hasil : pasien dapat tidur nyaman sesuai posisi yang diinginkan ;
Memonitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas ( takikardi, sesak napas, pucat )

41
Pasien sesak napas berkurang dan pucat
Hasil : pasien dapat berespon dengan baik ;
11.30 Memberikan pasien obat untuk mengontrol darah tinggi Spronolacton 25 mg, dan
Lisinopril 5 mg
14.00 Memberikan pasien obat untuk mengontrol darah tinggi Spronolacton 25 mg, dan
Lisinopril 5 mg

42
Diagnosa III : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (Iritasi lambung )

NO. Tanggal Jam Implementasi


DX
III 08 Juli 08.45 Mengkaji nyeri secara komperhensif
2019 Hasil : P : Asam lambung meningkat
Q : nyeri hilang timbul
R : pasien nyeri di ulu hati
S : skala nyeri 4
T : Pada saat siang hari
10.20 Mengobsevasi kenyamanan non verbal
Hasil : pasien merasa nyaman dengan aktivitas yang di lakukan ;
10.55 Memberikan informasi kepada pasien tentang penyebab nyeri dan penanganan nyeri yaitu
menghindari makanan yang pedis dan asam
Hasil : pasien mendengarkan dengan baik
09 juli 08.45 Mengkaji nyeri secara komperhensif
2019 Hasil : P : Asam lambung meningkat
Q : nyeri hilang timbul
R : pasien nyeri di ulu hati
S : skala nyeri 3
T : Pada saat siang hari ;

43
10.20 Mengobsevasi kenyamanan non verbal
Hasil : pasien merasa nyaman dengan aktivitas yang di lakukan
11.10 Memberikan informasi pada pasien tentang penyebab nyeri dan penanganan nyeri yaitu
hindari makanan yang mengandung pedas dan asam
Hasil : pasien mendengarkan dengan baik
10 juli 09.30 Mengkaji nyeri secara komperhensif
2019 Hasil : P : -
Q : nyeri berkurang
R : pasien nyeri di ulu hati
S : skala nyeri 2
T : Pada saat siang hari ;
10.45 Mengobsevasi kenyamanan non verbal
Hasil : pasien merasa nyaman dengan aktivitas yang di lakukan ;
11.10 Memberikan informasi pada pasien tentang penyebab nyeri dan penanganan nyeri yaitu
hindari makanan yang mengandung pedas dan asam
Hasil : pasien mendengarkan dengan baik.

44
E. Evaluasi
Diagnosa I :
Tanggal 08 Juli 2019 : Jam 14.00
S: Ny. S.Q mengatakan sesak napas berkurang, kelelahan +
O: Tanda-tanda vital Td. 170/100 mmHg. Wajah terlihat pucat,
Hasil laboratorium Kalium darah 2,7 L
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,5
Tanggal 09 Juli 2019 : Jam : 14:20
S : Ny.S.Q mengatakan masih merasa lelah
O :Ny. S.Q tampak beristirahat dengan posisi tidur terlentang, ADL
masih dibantu sepenuhnya oleh keluarga dan perawat
A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi. 1 - 5
Tanggal 10 Juli 2019 : Jam 14.00
S : Ny. S.Q mengatakan nyeri di ulu hati
O : Ku lemah Skala nyeri 4
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1- 3
Diagnosa II
Tanggal 08 Juli 2019 : Jam 14.00
S: Ny. S.Q mengatakan sesak napas berkurang, kelelahan +
O: Tanda-tanda vital Td : 170/100 mmHg, Wajah terlihat pucat. Hasil
laboratorium Kalium darah 2,7 L
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,5
Tanggal 09 Juli 2019 : Jam : 14:20
S : Ny.S.Q mengatakan masih merasa lelah
O : Ny. S.Q tampak beristirahat dengan posisi tidur terlentang, ADL
masih dibantu sepenuhnya oleh keluarga dan perawat
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi. 1 – 5

45
Tanggal 10 Juli 2019 : Jam 14.00
S : Ny. S.Q mengatakan nyeri di ulu hati
O : Ku lemah, Skala nyeri 4
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1- 3
Diagnosa III
Tanggal 08 Juli 2019 : Jam 14.00
S: Ny. S.Q mengatakan sesak napas berkurang, kelelahan +
O: Tanda-tanda vital Td : 170/100 mmHg, Wajah terlihat pucat, Hasil
laboratorium Kalium darah 2,7 L
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,5
Tanggal 09 Juli 2019 : Jam : 14:20
S : Ny.S.Q mengatakan masih merasa lelah
O : Ny. S.Q tampak beristirahat dengan posisi tidur terlentang, ADL
masih dibantu sepenuhnya oleh keluarga dan perawat
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi. 1 – 5
Tanggal 10 Juli 2019 : Jam 14.00
S : Ny. S.Q mengatakan nyeri di ulu hati
O : Ku lemah, Skala nyeri 4
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1- 3

46
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma merupakan penyakit pada saluran pernapasan yang bersifat
kronis. Kondisi ini disebabkan oleh peradangan saluran pernapasan yang
menyebabkan hipersensitivitas bronkus terhadap rangsang dan obstruksi
pada jalan napas. Gejala klinis dari penyakit asma yang biasanya muncul
berupa mengi (wheezing), sesak napas, sesak dada dan batuk yang
bervariasi dari waktu ke waktu dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi.
Gejala Gejala tersebut biasanya akan memburuk pada malam hari, terpapar
alergen (seperti debu, asap rokok) atau saat sedang mengalami sakit seperti
demamAsma merupakan salah satu penyakit kronik yang penting di dunia,
dengan sekitar 300 juta penduduk dunia adalah penyandang asma.
Acute Lung Odema (ALO) atau Edema Paru adala kondisi dimana
cairan terakumulasi di dalam paru - paru, biasaya diakibatkan oleh
ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat. Faktor
penyebab Acut Lung Oedema atau Edema Paru adalah Usia, riwayat
penyakit Jantung, Riwayat penyakit paru - paru,dan merokok. Namun juga
dapat terjadi tanpa gangguan jantung, Jantung berfungsi untuk memompa
darah ke seluruh tubuh dari bagian rongga jantung yang disebut Ventrikel
kiri.Ventrikel kiri mendapat darah dari paru - paru, yang merupakan
tempat pengisisan oksigen kedalam darah untuk kemudian disalurkan
keseluruh tubuh. Darah dari paru - paru, sebelum mencapai ventrikel kiri,
akan melewati bagian rongga jantung lainnya, yaitu atrium kiri. Acut Lung
Oedema (ALO) atau Edema Paru yang disebabkan oleh gangguan Jantung
terjadi akibat ventrikel kiri tidak mampu memompa masuk darah dalam
jumlah cukup, sehingga tekanan didalam atrium kiri, serta pembuluh darah
diparu - paru meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian menyebabkan
terdorongnya cairan melalui pembuluh darah kedalam alveoli.

47
B. Saran
Untuk menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat ini, hendaknya
kita berpedoman dari segala bentuk aspek keperawatan itu sendiri,
sehingga dapat tercapai asuhan keperawatan yang sesuai.
Penulis masih dalam tahap belajar dalam penulisan makalah ini yang
tentunya banyak kesalahan baik dalam segi penulisan maupun segi isi
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapakan saran dan kritik yang
dapat memperbaiki kesalahan-keasalahan tersebut dalam penulisan
makalah selanjutnya.

48
Daftar Pustaka
Amin, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing
assessment process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian
Emergency Nursing Journal, 12; 130-136

Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK. UNPAD.
Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 20 april 2015.

Emergency Nurses Association. (2017). Emergency nursing: Scope and standards of


practice (2nd ed.). Des Plaines, IL: Author.

Latief, Said. A, dkk. 2002. Anesthesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi: Konsep-konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. 2005. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC

49

Anda mungkin juga menyukai