Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI)

1. KONSEP KEBUTUHAN
1.1. Definisi / Deskripsi Kebutuhan
Kozier (2010), mengatakan bahwa keamanan adalah keadaan
bebas dari segala fisik psikologis yang merupakan kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan
Sedangkan kenyamanan sebagai suatu keadaan terpenuhi kebutuhan
dasar manusia meliputi kebutuhan akan ketentraman,kepuasaan,
kelegaan dan tersedia.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya
(Aziz Alimul, 2006).

Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional


yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat diantisipasi
atau di prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronis serangan yang tiba-tiba
atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).
1.2. Fisiologi Sistem
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah niciceptor,
merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memeiliki sedikit atau
bahkan tidak memiliki myelin yang terbesar pada kulit dan mukosa,
khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung
empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi
atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti :
histamin, bradikin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang
dilepas apabila terdapat kerusakan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik atau mekanis.

1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya adalah :
1.3.1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami perubahan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka menganggap nyeri adalah hal yang alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
1.3.2. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi
faktor budaya (contoh: tidak pantas kalau laki-laki mengeluh
nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
1.3.3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
meresapon nyeri (contoh: suatu daerah yang menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat dari kesalahannya
sendiri).
1.3.4. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya koping maladaptif akan menyulitkan
seseorang dalam mengatasi nyeri.
1.3.5. Arti nyeri
Nyeri bagi seseorang memeiliki banyak perbedaan dan hampir
sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti
membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi
oleh lingkungan dan pengalaman.
1.3.6. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif
tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluasi kognitif). Persepsi
ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi
nociceptor.
1.3.7. Toleransi nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor
yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain
alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan, garukan, pengalihan
perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan
faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa
marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan
lain-lain. (A.Aziz, 2008 : 125)
1.3.8. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis dan
menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat
persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan
sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia dan
lain-lain. (A.Aziz, 2008 : 125)
1.4. Stimulasi nyeri
Seseorang dapat menoleransi nyeri (pain tolerance), atau dapat
mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain
threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya :
1.4.1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat
terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada
reseptor.
1.4.2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat
terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
1.4.3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
1.4.4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria
koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya
asam laktat.
1.4.5. Spasme tot dapat menstimulasi mekanik. (A.Aziz, 2009 : 217)

2. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


GANGGUAN KEBUTUHAN
2.1. Pengkajian
Pengkajian nyeri penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang
afektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan
dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat
perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri, seperti factor
fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural.
Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni (a) riwayat
nyeri untuk mendapatkan data dari klien dan (b) observasi langsung
pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah
untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
P (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri.
Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
2.1.1. Riwayat Kesehatan
2.1.1.1. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya
memberikan klien kesempatan untuk mengungkapkan
cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut
dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan
membantu perawt memahami makna nyeri bagi klien
dan bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara
lain:
a) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta
klien menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini
biasanya dilakukan dengan bantuan gambar tubuh.
Klien biasanya menandai bagian tubuhnya yang
mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama
untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber
nyeri.
b) Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang
mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas
nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan
adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka “0” menandakan
tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi
menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien.
Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya
kepada pasien melalui skala nyeri wajah, yaitu Wong-
Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien
yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya
melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang
tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lan sia
yang mengalami gangguan komunikasi.
Keterangan :
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan (secara obyektif
klien dapat berkomunikasi
dengan baik).
nyeri sedang (secara obyektif
4-6 klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri,
dapat mendeskribsikan nyeri,
dapat mengikuti perintah dengan
baik).
nyeri berat (klien sudah tidak
7-10
c) K bisa berkomunikasi).
ualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul”
atau “ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata
yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya
sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar
pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan
yang diambil.
d) Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya
nyeri dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya,
perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa
lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang dan
kapan nyeri terakhir kali muncul.
e) Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya
nyeri. Sebagai contoh: aktivitas fisik yang berat dapat
menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas),
stresor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
f) Gejala yang menyerta :
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare.
Gejala tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau
oleh nyeri itu sendiri.
g) Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi
aktivitas harian klien akan akan membantu perawat
memahami persepsi klien tentang nyeri. Beberapa
aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah
tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah,
aktivitas waktu seggang serta status emosional.
h) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat
dipengaruhi oleh oleh pengalaman nyeri sebelumnya
atau pengaruh agama/budaya.
i) Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi,
tergantung pada situasi, derajat dandurasi nyeri,
interpretasi tentang nyeri dan banyak faktor lainnya.
Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas,
takut, lelah, depresi atau perasaan gagal pada diri
klien.
2.1.1.2. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan
indikator nyeri diantaranya :
a) Ekspresi wajah :
 Menutup mata rapat-rapat
 Membuka mata lebar-lebaR
 Menggigit bibir bawah
b) Vokalisasi :
 Menangis
 Berteriak
c) Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri
akan digerakan tubuh tanpa tujuan yang jelas):
 Menendang-nendang
 Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi,
bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal
awitan nyeri akut, respons fisiologis :
a) Peningkatan tekanan darah
b) Nadi dan pernapasan
c) Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf
simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf
simpatis telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut
mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada.
Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji lebih
dari satu respons tersebut merupakan indikator yang buruk
untuk nyeri.

2.1.2. Pemeriksaan Fisik


1. Kepala : menilai bentuknya, tekstur rambut, earna rambut,
ada/tidaknya benjolan.
2. Muka : simetris / tidaknya, pucat atau tidak, serta kering /
tidak.
3. Mata : bentuk, konjungtiva anemis/tidak, warna bola mata,
sclera ikterik/tidak, adanya nyeri tekan/tidak, penilaian
rangsangan terhadap cahaya. \
4. Hidung : bentuk, ada/tidaknya benjolan. Ada/tidaknya nyeri
tekan, nyeri tekan ada/tidak.
5. Mulut : bibir kering/tidak, gigi kotor/tidak, apakah ada
stomatitis, dan apakah ada perdarahan gusi.
6. Telinga : bentuk telinga, apakah ada serumen berlebih, dan
apakah ada infeksi.
7. Leher : apakah ada pembesaran kelenjar tyroid, apakah ada
nyeri tekan.
8. Dada : bentuknya simetris/tidak, adanya lesi/tidak, apakah
ada nyeri tekan, apakah ada wheezing/atau tidak.
9. Jantung : apakah adanya nyeri tekan, apakah bunyinya
normal.
10. Paru-paru : apakah ada nyeri tekan, apakah bunyi napasnya
normal.
11. Abdomen : apakah ada lesi/tidak, apakah ada nyeri tekan, kaji
peristaltic ususnya, apakah ada bunyi timpani.
12. Ekstremitas : apakah bisa digerakan, apakah terpasang infus,
apakah pasien menggunakan alat bantu untuk beraktivitas.
13. Kulit : warna, tekstur, apakah ada massa, apakah ada lesi
serta kaji turgor kulit.
14. Genitalia : apakah terpasang cateter atau tidak dan apakah
ada masalah pada daerah genitalia.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil Laboraturium : HB, leukosit, trombosit dan hematokrit.
2. Pemeriksaan USG, untuk data penunjang bila nyeri tekan
diabdomen.
3. Rontgen, untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang
abnormal.
4. CT SCAN (cidera kepala), untuk mengetahui pembuluh dara
yang pecah di otak.
2.2 Diagnosa yang mungkin muncul
Diagnosa 1 : Nyeri Akut
2.2.1 Definisi
Nyeri adalah sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang mungkin secara aktual/potensial terjadinya
kerusakan jaringan.
2.2.2 Batasan karakteristik
1. Laporan secara verbal atau nonverbal
2. Fakta dari observasi
3. Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
4. Gerakan melindungi
5. Tingkah laku berhati-hati
6. Muka topeng
7. Gangguan tidur (mata sayu, tamak capek, sulit atau gerkan
kacau, menyeringai)
8. Terfokus pada diri sendiri
9. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan
proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
10. Tingkah laku distraksi, contoh : menemuai orang lain atau
melakukan aktivitas yang berulang-ulang.
11. Perubahan tekanan darah, napas, nadi dan dilatasi pupil
12. Perubahan dalam nafsu makan dan minum
13. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis,
waspada, napas panjang dan berkeluh kesah)
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cidera : biologis, kimia, fisik dan
psikologis.

Diagnosa 2 : Intoleransi Aktivitas


2.2.4 Definisi
Ketidakcukupan energi secara fisiologis untuk meneruskan atau
menyelesaikan aktivitas yang diminta atau aktivitas sehari-hari.
2.2.5 Batasan Karakteristik
1. Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
2. Adanya respon abnormal dari tekanan darah dan nadi
terhadap aktivitas.
3. Perubahan EKG yang menunjukan aritmia atau iskemia.
4. Adanya dispneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
2.2.6 Faktor yang berhubungan
1. Tirah baring atau imobilisasi
2. Kelemahan yang menyeluruh
3. Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
4. Gaya hidup yang dipertahankan
9. NURSING CARE PLANNING ( NCP)
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri
2. Ajarkan teknik
keperawatan selama 1x24 jam
relaksasi pada
diharapkan nyeri dapat teratasi. pasien
3. Anjurkan pasien
Indikator IR ER
untuk kompres
1. Melapor adanya 4. Observasi TTV
nyeri 5. Kolaborasi dalam
Diagnosa 1 :
2. Luas bagian tubuh pemberian obat
nyeri akut
yang terpengaruh
3. Frekuensi nyeri
4. Panjangnya episode
nyeri
5. Pernyataan nyeri
6. Ekspresi nyeri pada
wajah
7. Posisi tubuh
protektif
8. Kurangnya istirahat
9. Ketegangan otot
10. Perubahan pada
frekuensi
pernapasan
11. Perubahan nadi
12. Perubahan tekanan
darah
13. Perubahan ukuran
pupil
14. Keringat berlebih
Kehilangan selera
makan
Setalah dilakukan tindakan 1. Kaji aktivitas dan
mobilitas
keperawatan selama 1x24 jam
2. Bantu aktifitas
diharapkan aktivitas klien pasien
3. Observasi TTV
Indikator IR ER
4. Berikan terapi
1. Tekanan darah sesuai program
dalam batas 5. Kolaborasi dalam
normal saat pemberian obat
beraktivitas
2. Respirasi dalam
batas normal saat
beraktivitas
3. Nadi dalam batas
Diagnosa 2 :
normal saat
Intoleransi
beraktivitas
Aktivitas
4. Saturasi oksigen
dalam batas
normal saat
beraktivitas
5. EKG dalam batas
normal
6. Langkah berjalan
7. Kuat
8. Kemampuan bicara
9. Jarak berjalan
10. Warna kulit
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Azis. 2006. Nusring Intervention Clasification (NIC). Solo : Mosby An Afiliate


Of Elsever.
Muhammad. Wahit Iqbal dkk. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC.
Nanda Internasional. 2011. Nursing Diagnosis : Definision & Clasificaton,
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Tamsuri. 2007. Nursing Outcome Clasification (NOC). Jakarta : Mosby Elsevier,
Academica Press.
Wartanah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba medika.
Wilkinson. Judith. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NIC NOC Edisi 7.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai