Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

AN. R DENGAN KDS

Diruang Cempaka RSU MITRA DELIMA

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN ANAK

Oleh:

Ananda Nicola Hidayat (1720003)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKes KEPANJEN

2021
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar KDS

2.1.1 Pengertian KDS

Istilah kejang perlu secara cermat dibedakan dari epilepsi. Epilepsi

menerangkan suatu penyakit pada seseorang yang mengalami kejang rekuren non

metabolik yang disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya (Price

2015). Kejang adalah suatu kejadian proksimal yang disebabkan oleh lepas

muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuro SSP. Kejang demam

(kejang tonik-klonik demam) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu mencapai >38°c). kejang demam dapat terjadi karena proses

intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi 2-4% populasi anak

berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun, paling sering pada anak usia 17-23 bulan

(Keliat, 2015).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38°c) yang disebabkan oleh proses ektrakranium (diluar

rongga tengkorak). Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi

(demam). Demanya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang

paling utama adalah infeksi dan virus. Demam yang disebabkan oleh imunisasi

juga dapat memprovokasi terjadinya kejang demam (Price 2006).


9

Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit, umumnya berhenti sendiri, bentuk kejang umum

tonik dan atau klonik (Ismet, 2017).

Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) yang memiliki ciri:

berlangsung singkat kurang dari 15 menit dan umumnya berhenti sendiri, kejang

di seluruh tubuh, kaku, tanpa gerakan disatu bagian tubuh. Kejang tidak berulang

dalam 24 jam, kejang demam sederhana merupakan 80 persen dari seluruh kejang

demam.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan, Kejang Demam

Sederhana terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38°c yang disebabkan oleh

proses ekstrakranial. Dimana kejang demam sering terjadi pada anak usia 6 bulan

hingga 5 tahun.

2.1.2. Anatomi dan Fisologi

Gambar 2.1 bagian bagian otak manusia

(Sumber: Biology, Neil A. Campbell)


Otak sebagai bagian dari sistem saraf, berfungsi mengatur dan

mengoordinasi sebagaian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh. Sistem saraf

terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling berhubung dan vital untuk

perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan. Unit terkecil dalam sistem saraf

adalah neuron yang diikat oleh sel – sel gelia. Fungsi sistem saraf adalah sebagai

penerima informasi dalam bentuk stimulasi, memproses informasi yang diterima,

dan memeberi respons atau reaksi terhadap stimulasi.

2.1.3 Sel Saraf (Neuron)

Sistem saraf tersusun atas miliaran sel yang sangat khusus yang disebut sel

saraf (neuron). Setiap neuron tersusun atas badan sel, dendrit dan akson (neurit).

Badan sel merupakam bagian sel saraf yang mengandung nucleus (inti sel) dan

tersusun pula sitoplasma yang bergranuler dengan warna kelabu. Di dalamnya

juga terdapat membran sel, nucleolus (anak inti sel), dan retikulum endoplasma.

Retikulum endoplasma tersebut memiliki struktur berkelompok yang disebut

badan nissl.

Pada badan sel terdapat bagian yang berupa serabut dengan penjuluran

pendek. Bagian ini disebut dendrit, dendrit memiliki struktur yang bercabang-

cabang (seperti pohon) dengan berbagai bentuk dan ukuran. Fungsi dendrit

adalah menerima impuls (rangsangan) yang datang dari reseptor. Kemudian

impuls tersebut dibawah menuju ke badan sel saraf.

Selain itu, pada badan sel juga terdapat penjuluran panjang dan

kebanyakan tidak bercabang. Namanya adalah akson atau neurit. Akson

berperan dalam menghantarkan impuls dari badan sel menuju efektor, seperti otot
dan kelenjar. Walaupun diameter akson hanya beberapa mikrometer, namun

panjangnya bisa mencapai 1 hingga 2 meter.

Agar informasi atau impuls yang dibawah tidak bocor (sebagai isolator),

akson dilindungi oleh selubung lemak yang kemilau. Kita bisa menyebutnya

selebung myelin. Selubung myelin dikelilingi oleh sel-sel schwan. Selubung

meilin tersebut dihasilkan oleh sel-sel pendukung yang disebut oligodendrosit.

Sementara itu, pada akson terdapat bagian yang tidak terlindungi oleh selubung

meilin. Bagian ini disebut nodus ranvier, yang berfungsi memperbanyak impuls

saraf atau mempercepat jalannya impuls.

Berdasarkan struktur dan fungsinya, neuron dikelompokkan dalam

beberapa bagian sebagai berikut:

1) Saraf sensorik, berfungsi menghantar impuls (pesan) dari reseptor kesistem

saraf pusat, yaitu otak (ensevalon) dan sum-sum belakang (medulla spinalis).

Ujung akson dari saraf sensorik berhubungan dengan saraf asosiasi atau

penghubung (intermediet).

2) Saraf motorik, mengirim impuls dari sistem saraf pusat keotot atau kelenjar

yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf

motorik berada pada sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek

berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat

panjang terhadap sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf

motorik dengan sel saraf sensorik atau berhubungan dengan sel saraf lainnya

yang ada didalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls

dari reseptor sensorik atau sel asosiasi lainnya. Kelompok-kelompok serabut

saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu selubung dan membentuk

urat
saraf. Sedangkan badan sel saraf, berkumpul membentuk ganglion atau

simpuls saraf.

3) Saraf asosiasi (penghubung), terdapat pada sistem saraf pusat yang berfungsi

menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik atau

berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada didalam sistem saraf pusat.

Sel saraf asosiasi menerima impuls dari reseptor sensorik atau sel saraf

asosiasi lainnya.

4) Saraf adjustor, berfungsi sebagai penghubung saraf sensorik dan motorik

disum-sum tulang belakang dan otak.

2.1.4 Penghantaran Implus Saraf

Sel-sel saraf bekerja secara kimiawi. Sel saraf yang sedang tidak aktif

mempunyai potensial listrik yang disebut potensial istirahat jika ada rangsangan,

misalnya sentuhan, potensial istirahat berubah menjadi potensial aksi. Potensial

aksi merambat dalam bentuk arus listrik yang disebut impuls yang merambat dari

sel saraf ke sel saraf berikutnya sampai ke pusat saraf atau sebaliknya. Jadi,

impuls adalah arus listrik yang timbul akibat adanya rangsangan.

1) Sinapsis, dalam pelaksanaannya, sel-sel saraf bekerja bersam sama. Pada saat

datang rangsangan, impuls mengalir dari satu sel saraf ke saraf penghubung,

sampai ke pusat saraf atau sebaliknya dari pusat saraf ke sel saraf terus ke

efektor, hubungan antara dua sel saraf disebut sinapsis.

2) Penghantaran impuls saraf, seperti halnya jaringan komputer, sistem saraf

mengimkan sinyal-sinyal listrik yang sangat kecil dan bolak balik, dengan

membawa informasi dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya. Sinya

listrik tersebut dinamakan impuls (rangsangan). Ada dua cara yang

dilakukan
neuron sensorik untuk menghantarkan impuls tersebut, yakni melalui

membran sel atau membran plasma dan sinapsis.

3) Macam-macam gerak, Gerakan biasa atau gerak sadar yaitu gerak yang

terjadi melalui serangkaian alur impuls, alur impuls tersebut dimulai dari

reseptor sebagai penerima rangsangan, lalu ke saraf sensorik sebagai

penghantar impuls kemudian dibawa ke saraf pusat yaitu otak untuk di otak.

Kemudian akan muncul tanggapan yang akan disampaikan ke saraf motorik

menuju ke efektor dalam bentuk gerak yang disadari. Gerakan yang tidak

disadari atau gerakan refleks merupakan suatu reaksi yang bersifat otomatis

atau tanpa disadari. Impuls saraf pada gerak refleks melalui alur impuls

pendek. Alur impuls dimulai dari reseptor sebagai penerima rangsangan,

kemudian dibawa oleh neuron ke sumsum tulang belakang tanpa diolah oleh

pusat saraf. Kemudian tanggapan dikirm oleh saraf motorik menuju ke

efektor, alur impuls pada gerak refleks disebut lengkung refleks.

2.1.5 Sistem Saraf

1) Saraf pusat, seluruh aktivitas tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf

pusat. Sistem ini mengintegrasika dan mengolah semua pesan yang masuk

untuk membuat keputusan atau perintah yang akan dihantarkan melalui

saraf motorik ke otot atau kelenjar. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan

sumsum tulang belakang. Otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak,

sedangkan sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang

belakang. Otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu otak depan, otak tengah, dan

otak belakang. Pembagian daerah ini tampak nyata hanya selama

perkembangan otak fase embrio. Otak pada manusia dewasa terdiri dari

beberapa bagian (lobus), otak


besar mengisi penuh bagian depan dari rongga tengkorak, dan terdiri dari dua

belahan (hemiver) besar, yaitu belahan kiri dan belahan kanan. Otak tengah

otak tengah manusia berbentuk kecil dan tidak terlalu mencolok. Didalam otak

tengah terdapat bagian-bagian seperti lobus optik yang mengatur gerak bola

mata dan kolikulus inferior yang mengatur pendengaran. Otak tengah

berfungsi menyampaikan impuls antara otak depan dan otak belakang,

kemudian antara otak depan dan mata.

Otak belakang otak belakang terletak dibawah lobus oksipital serebrum,

terdiri atas dua belahan dan permukaanya berlekuk-leku. Otak belakang terdiri

dari tiga bagian utama yaitu: jembatan varol (pons varolli), otak kecil

(sereblum), dan sumsum lanjutan (medulla oblongata).

2) Sistem saraf tepi, sistem saraf tepi (sistem saraf perifer) merupakan bagian

dari sistem saraf tubuh yang meneruskan rangsangan (impuls) menuju dan

dari sistem saraf pusat. Karena itu didalamnya terdapat serabut saraf

sensorik (saraf aferen) dan serabut saraf motorik (saraf eferen). Saraf kranial

merupakan saraf yang keluar dari permukaan dorsal otak. Saraf spinal ialah

semua saraf yang keluar dari kedua sisi tulang belakang. Masing-masing

saraf ini mempunyai karakteristik fungsi dan jumlah saraf yang berbeda.

Sementra itu, ganglia merupakan kumpulan badan sel saraf yang

membentuk simpul- simpul saraf dan di luar sistem saraf pusat. Beradasrkan

cara kerjanya sistem saraf tepi dibedakan menjadi dua yaitu: Sistem saraf

sadar dan Sistem saraf tak sadar.

3) Sistem saraf tak sadar (saraf otonom), sistem saraf tak sadar disebut juga

saraf otonom adalah sistem saraf yang bekerja tanpa diperintah oleh

sistem saraf
pusatdan terletak khusus pada sumsum tulang belakang. Berdasarkan sifat

kerjanya, sistem saraf otnom dibedakn menjadi dua yaitu saraf simpatik dan

saraf parasimpatik. Saraf simpatik memiliki ganglion yang terletak di

sepanjang tulang belakang yang menempel pada sumsum tulang belakang,

sehingga memiliki serabut pra-ganglion pendek dan serabut post ganglion

yang panjang. Serabut pra-ganglion yaitu serabut saraf yang menuju ganglion

dan serabut saraf yang keluar dari ganglion disebut serabut post-ganglion.

Saraf parasimpatik berupa sumsum saraf yang berhubungan dengan

ganglion yang tersebar diseluruh tubuh. Sebelum sampai pada organ serabut

saraf akan mempunyai sinaps pada sebuah ganglion seperti pada bagan

berikutnya. Saraf parasimpatik memiliki serabut pra-ganglion yang panjang

dan serabut post-ganglion pendek. Saraf simpatik dan parasimpatik bekerja

pada efektor yang sama tetapi pengaruh kerjanya berlawanan sehingga

keduanya bersifat antagonis.

2.1.6 Klasifikasi

Klasifikasi international terhadap kejang (Smeltzer, Susanna, 2002).

1) Kejang parsial (kejang yang dimulai setempat)

Kejang parsial sederhana (gejalah-gejalah dasar, umumnya tanpa gangguan

kesadaran), Kejang parsial kompleks (dengan gejalah komplek, umumnya

dengan gangguan kesadaran), Kejang parsial sekunder menyeluruh

2) Kejang umum / generalisata (simetrik bilateral, tanpa awitan local)

Kejang tonik – klonik, absence, kejang mioklonik (epilepsy bilateral yang

luas), kejang atonik, kejang klonik dan kejang tonik.


Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1) Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang berlangsung singkat, umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu

<10 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.

2) Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu

sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial dan kejang berulang 2 kali

atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam menurut proses terjadinya:

1) Intrakranial:

Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler,

Infeksi: bakteri, virus, parasite misalnya meningitis dan kongenital:

disgenesis, kelainan serebri.

2) Ekstrakranial:

Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na

dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya, toksik:

intoksikasi, ansietas lokal, sindrom putus obat dan kongenital: gangguan

metabolisme asam basa atau ketergantungan dan kekurangan piridoksin.

Penggolongan kejang demam menurut Livingstone, kejang demam sederhana

adalah kejang demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan kejang

demam sederhana adalah:

1) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.

2) Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

3) Kejang bersifat umum.


4) Kejang timbul dalam 16 jam pertama.

5) Pemeriksaan neurologis sebelum dan sesudah kejang normal.

6) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7) Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

2.1.7 Etiologi

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu

populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal

otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam bsa atau electrolit yang

terganggu. Kejang itu sendiri dapat juga menjadi manifestasi dari suatu penyakit

mendasar yang membahayakan (Price, 2006).

Kejang demam sederhana disebabkan oleh hipertermia yang muncul

secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya

berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Dan beberapa

kejadian kejang dapat berlanjut melewati masa anak-anak dan mungkin dapat

mengalami kejang non demam pada kehidupan selanjutnya.

Beberapa faktor resiko berulang kejang yaitu:

1) Riwayat kejang dalam keluarga.

2) Usia kurang dari 18 bulan.

3) Tingginya suhu badan sebelum kejang, makin tinggi suhu sebelum kejang

demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang.

4) Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulainya

demam dengan kejang, makan semakin besar resiko kejang demam berulang.
2.1.8 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh mebran yang terdiri dari permukaan

dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+ ) dan sangat

sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-).

Akibat konsetrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsetrasi Na+ rendah,

sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konstrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran

yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang

terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh, perubahan

konsentrasi ion diruang ektraselular, rangsangan yang dating mendadak misalnya

mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofiologi dari

membran sendiri karena penyakit atau ketularan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°c akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh

dapat mengubah keseimbangan dari mebran sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas

muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

“neuronotransmitter” dan terjadi kejang.

Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya

disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontrasi otot

skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan

oleh metabolism anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak

teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas

otot dan mengakibatkan metabolism otak meningkat (Lestari, 2016).


2.1.9 Penyimpangan KDM

Infeksi bakteri virus dan Rangsangan mekanik dan biokimia.


parasit Gangguan keseimbangan cairan dan
electrolit

Reaksi inflamasi
Perubahan konsetrasi ion diruang Kelainan neurologis
ekstraseluler perintal/prenatal
Proses demam

Hipertermia Ketidakseimbangan potensial Perubahan difusi Na+


membran ATP ASE dan K+

Resiko kejang berulang


Pelepasan muatan listrik semakin meluas
keseluru sel maupun membrane sel Perubahan beda
sekitarnya dengan bantuan potensial
Resiko keterlambatan neurotransmiter membrane sel neuron
perkembangan Resiko cedera

Kurang dari 15 menit (KDS) Kejang


Resiko cedera

Lebih dari 15 menit (KDK)


Kesadaran Konsetrasi oto meningkat
menurun

Reflek menelan menurun Perubahan suplay darah ke otak


Metabolism meningkat

Resiko kerusakan sel neuron


Resiko aspirasi otak

Suhu tubuh makin Resiko ketidakefektifan perfusi


Kebutuhan O2 meningkat meningkat jaringan otak

Resiko afeksia Ketidakefektifan


termoregulasi

Bagan 2.1 pathway KDS (Nurarif & Kusuma 2015)


2.1.10 Manifestasi Klinis

Gejalah umum, kejang umum biasanya diawali kejang tonik kemudian

kejang klonik berlangsung 10 sampai dengan 15 menit, bisa juga lebih. Takikardi:

pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit. Pulsasi arteri melemah dan

tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung.

Gejalah bendungan sistem vena Hepatomegaly dan Peningkatan vena jugularis.

Gejalah sesuai klasifikasinya, kejang parsial dimana kesadaran utuh

walaupun mungkin berubah; fokus disatu bagian tetapi dapat menyebar kebagian

lain, Parsial sederhana dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral),

sensorik (merasakan, membau, mendengar suatu yang abnormal), automik

(takikardi, bradikardi, takipneu, kemerahan, rasa tidak enak diepigastrium), psikik

(disfagia, gangguan daya ingat), Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.

Parsial kompleks dimulai sebagai kejang persial sederhana; berkembang menjadi

perubahan kesadaran yang disertai oleh Gejalah motorik, gejalah sensorik,

otomatisme (mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-narik baju),

Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang menjadi kejang

generalisata, biasanya berlangsung 1-3 menit.

Generalisata hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan

simetris; tidak ada aura. Tonik-klonik adalah spasme tonik-klonik otot,

inkontenensia urin dan alvi; menggigit lidah; face pascaiktus, Absence adalah

Sering salah didiagnosa sebagai melamun, menatap kosong, kepala sedikit lunglai,

kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus postural tidak hilang,

berlangsung beberapa detik. Mioklonik merupakan Kontraksi mirip syok

mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat. Atonik
adalah Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh

(drop attacks).

Klonik adalah Gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal

atau multiple dilegan, tungkai atau torso. Tonik dimana Peningkatan mendadak

tonus otot ( menjadi kaku, kontraksi), wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan

dan ekstensi tungkai, Mata kepala mungkin berputar ke satu sisi Dapat

menyebabkan henti nafas (Price, 2006).

Efek fisiologi kejang awal kurang dari 15 menit, meningkatnya kecepatan

denyut jantung, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya kadar glukosa,

meningkatnya suhu pusat tubuh dan meningkatnya sel darah putih. Kemudian

kejang lanjutan 15-30 menit, menurunnya tekanan darah, menurunnya gula darah,

disritmia dan edema paru non jantung. Kejang berkepanjangan lebih dari 1 jam,

hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi

serebrum dan gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edemam serebrum

(Price, 2006).

2.1.11 Pencegahan

Menurut Greene, et all (2005) anak yang mengalami panas tinggi dan

berisiko terjadi kejang demam, sebaiknya dilakukan:

1) Buka pakaian sampai hanya tinggal celana dalamnya saja. Pastikan ia

memperoleh banyak udara segar tanpa menjadi kedinginan.

2) Singkirkan benda-benda disekelilingnya agar ia terlindung dari cedera.

Basahi tubuhnya dengan air hangat dimulai dari kepala dan turun kearah

tubuhnya atau komper menggunakan air hangat diarea lipatan, Jangan

biarkan tubuhnya menjadi terlalu dingin.


3) Setelah tubuh terasa dingin, kejangnya akan berhenti, lakukan recovery

position atau miringkan badanya agar kepalanya tetap menengadah

kebelakang. Selimuti tubuhnya dengan selimut atau seprei tipis dan

tenangkan dirinya.

2.1.12 Penatalaksanaan

Tujuan penangan kejang adalah untuk menghentikan kejang sehingga defek

pernafasan dan hemodialisa dapat diminimalkan kejang demam dengan pemberian

obat yaitu:

1) Pengobotan saat terjadinya kejang, pemberian diazepam supositoria pada

saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Dosis pemberian yaitu

5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun atau 5 mg

untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg dan 0,5-0,7

mg/kgBB/kali. Diazepam intravena juga dapat diberikan denga dosis sebesar

0, 2-0, 5 mg/kgBB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0, 5-1

mg per menit untuk menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti

sebelum obat habis, hentikan penyutiakn. Diazepam dapat diberikan 2 kali

dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan

diberikan IM karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang,

berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-lahan. Kejang yang

berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM dan pasang ventilator bila

perlu.

2) Setelah kejang berhenti, bila kejang berhenti tidak berlanjut, pengobatan

cukup dilanjutkan denga pengobatan intermitten yang diberikan pada anak

demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan


berupa Antipiretik yaitu Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/ kali

diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek

samping berupa hyperhidrosis dan Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3

kali. Antikonvulsan yaitu berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap

8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang atau Diazepam

rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari.

3) Bila kejang berulang, berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau

asam valproate denga dosis asam valproate 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3

dosis,sedangkan fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis.

Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah kejang lama >15 menit,

Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang misalnya hemiparase, cerebral palsy, hidrocefalus. Kejang fokal bila

ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi. Disamping itu, terapi

rumatan dapat dipertimbangkan untuk kejang berulang 2 kali atau lebih

dalam 24 jam dan Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan

2.1.13 Komplikasi

Komplikasi kejang demam menurut (Waskitho, 2013 dan Erawati, 2016)

yaitu:

1) Kerusakan neurotransmitter, lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya

sehingga dapat meluas keseluruh sel ataupun membrane sel yang

menyebabkan kerusakan pada neuron.

2) Kelainan anatomis di otak, serangan kejang yang berlangsung lama yang

dapat menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak

baru berumur 4 bulan sampai dengan 5 tahun.


3) Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.

4) Kemungkinan dapat mengalami kematian.

2.1.14 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan dara tepi lengkap, electrolit

dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan

kelainan yang berarti.

2) Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien

dengan kejang demam meliputi bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal

pungsi karena gejalah meningitis sering tidak jelas. Bayi antara 12 bulan – 1

tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti bukan

meningitis.

3) Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.

4) Pemeriksaan foto kepala, CT-scan dan MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa

kelainan neurologis karena hamper semuanya menunjukkan gambaran

normal. CT scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk

mencari lesi organik di otak.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien KDS

2.2.1 Pengkajian

Menurut Lestari tahun (2016) pengkajian kejang demam meliputi :

1) Anamanesis

(1) Identitas pasien

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tempat tanggal

lahir, agama, pendidikan, nama orang tua, pekerjaan orang tua,


pendidikan orang tua, tempat tinggal. Menurut (Price, 2006), Kejang

demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh

(suhu rectal di atas 38°c) yang disebabkan oleh proses ektrakranium

(diluar rongga tengkorak). Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu

badan yang tinggi (demam). Demanya sendiri dapat disebabkan oleh

berbagai sebab, tetapi yang paling utama adalah infeksi. Demam yang

disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi terjadinya kejang

demam.

(2) Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama, biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh

>38 °c, pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien kejang

demam sederhana biasanya mengelami kejang 1 kali dengan durasi 15

detik dan mengalami penurunan kesadaran.

b. Riwayat kesehatan sekarang, biasanya orang tua klien mengatakan

badan anaknya terasa panas, anaknya sudah mengalami kejang 1 kali

atau berulang dan durasi kejangnya berapa lama, tegantung jenis

kejang demam yang dialami anak

c. Riwayat kesehatan lalu, khusus anak usia 0-5 tahun dilakukan

pengkajian prenatalcare, natal dan postnatal. Untuk semua usia

biasanya pada anak kejang demam sederhana, anak pernah

mengalami jatuh atau kecelakaan, sering mengkonsumsi obat bebas

dan biasanya perkermbangannya lebih lambat.


d. Riwayat kesehatan keluarga, biasanya orang tua anak atau salah satu

dari orang tuanya ada yang memiliki riwayat kejang demam sejak

kecil.

e. Riwayat imunisasi, anak yang tidak lengkap melakukan imunisasi

biasanya lebih rentan terkena infeksi atau virus seperti virus

influenza.

2) Pemeriksaan fisik keadaan umum biasanya anak rewel dan selalu menangis,

biasanya kesadaran compos mentis.

Menurut Lestari (2016) pemeriksaan fisik meliputi sebagai berikut:

(1) Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum biasanya anak rewel dan menangis, kesadaran

compos mentis.

b. TTV (tanda-tanda vital) suhu tubuh biasanya >38 °c, respirasi untuk

anak 20-30 kali / menit, nadi pada anak usia 2 - 4 tahun 100 - 110 kali

/menit.

c. BB (berat badan), biasanya pada anak kejang demam sederhana tidak

mengalami penurunan berat badan yang berarti.

d. Kepala, tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak

e. Mata, kedua mata simetris antara kiri dan kanan, sklera anemis dan

konjungtiva pucat.

f. Hidung, penciuman baik dan tidak ada pernapasan cuping hidung,

bentuk hidung simetris, mukosa hidung berwarna merah mudah.

g. Mulut, gigi lengkap dan tidak ada caries, mukosa bibir pucat dan

pecah pecah, tongsil tidak hiperemis.

h. Leher, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.


i. Thoraks (dada), inspeksi biasanya gerakan dada simetris, tidak ada

penggunaan otot bantu pernafasan. Palpasi, biasanya vremitus kiri

kanan sama. Auskultasi, biasanya ditemukan suara nafas tambahan.

j. Jantung, biasanya mengalami penurunan dan peningkatan denyut

jantung. Inspeksi, cordis tidak terlihat. Palpasi, iktus cordis di ICS V

teraba. Perkusi, batas kiri jantung: ICS II kiri di line parastrenalis kiri

(pinggang jantung), ICS V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri.

Batasan bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV

kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercostal

II kanan linea parasternalis kanan. Auskultasi, bunyi jantung s1 s2 lup

dup.

k. Abdomen, lemas dan datar, tidak ada kembung, tidak ada nyeri tekan.

l. Anus, biasanya tidak terjadi kelainan pada genitalia dan tidak ada

lecet pada anus.

m. Ekstermitas atas dan bawah tonus otot mengalami kelemahan dan

CRT >2 detik, akral teraba dingin. Penilaian tingkat kesadaran

Compos mentis (consclus), yaitu kesadaran normal, sadar

sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan

sekelilingnya, nilai GCS: 15-14. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang

segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak

acuh, nilai 13-12. Delirium, yaitu gelisa dan disorentasi (waktu,

tempat dan orang), membrontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,

kadang berhayal, nilai GCS: 11-10. Somnolen (obtundasi, letargi),

yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah

tertidur, namun kesadaran


dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur

lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9-7. Stupor (spoor

koma), yaitu kesadaran seperti tertidur lelap, tetapi ada respon

terhadap nyeri, nilai GCS: 6-4. Coma (comatose), yaitut idak biasa

dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada

respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon

pupil terhadap cahaya), nialai GCS: ≤3.

3) Tahap perkembangan menurut beberapa teori yaitu:

(1) Teori perkembangan menurut Sigmund Freud. Tahap phallic (3 – 6

tahun) kesenangan anak terfokus pada kelamin, kepuasan terletak

pada autoerotik atau daerah kemaluan. Menurut Freud, pada fase ini

anak cenderung mengidentifikasikan diri dengan orangtua yang sama

jenis dan mencintai orangtuanya yang berbeda jenis kelamin.

Peristiwa ini disebut oedipus complex, yaitu anak laki-laki mencintai

ibunya dan berusaha menghindari ayahnya. Begitu juga sebaliknya,

pada anak perempuan yang disebut sebagai electra complex. Pada

tahap ini saya merasa dekat dengan kedua orangtua, termasuk ayah.

Hal tersebut dapat terlihat dari intensitas ayah mengajak bermain,

misalnya bermain mobil-mobilan. Di sisi lain, bukan berarti saya ingin

menghindari ibu. Justru pada masa tersebutlah ibu yang selalu

berada di samping saya, dikarenakan ayah harus bekerja di luar kota

sehingga jarang bertemu. Saat itu saya sempat berpikir “kenapa ayah

bekerja jauh?” dan terbesit sedikit perasaan tidak rela. Mungkin

inilah yang membentuk karakter pribadi saya sebagai seorang yang

perasa. Dari
perilaku mengidentifikasikan diri dengan ibu, saya dapat memahami

peran yang seharusnya dijalankan sebagai seorang perempuan adalah

seperti itu. Misalnya melihat ibu yang berkerudung dan memakai

bedak, maka secara berkelanjutan perilaku tersebut juga melekat pada

diri saya hingga sekarang.

(2) Teori perkembangan menurut Erik Erikson. Otonomi, malu dan ragu-

ragu, masa bayi (1-3 tahun), anak cenderung aktif dalam segala hal.

Anak harus didorong untuk mengalami situasi-situasi yang menuntut

kemandirian dalam melakukan pilihan. Rasa mampu mengendalikan

diri membuat anak memiliki kemauan yang baik dan bangga yang

bersifat menetap. Sebaliknya, pembatasan ruang gerak pada anak

dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan kehilangan

kontrol diri sehingga menyebabkan perasaan malu dan ragu-ragu

dalam bertindak yang juga bersifat menetap.

(3) Tahap perkembangan menurut teori kognitif (Piaget). Tahap

preoprasional (2-7 tahun), anak mulai menjaskan dunia dengan kata-

kata dan gambaran, kata-kata dan gambaran ini mencerminkan

meningkatnya pemikiran simbolis dan melampaui hubungan

informasi sensoris dan tindakan fisik.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia

tehadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan respon dari

seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Diagnosa keperawatan


biasanya berisi dua bagian: 1) deskripton atau pengubah, dan 2) fokus diagnosa,

atau konsep kunci dari diagnosa (Keliat, 2015).

Tipe diagnosa keperawatan meliputi aktual, resiko, kemungkinan, sehat

sejahtera dan sindrom.

1) Aktual diagnosa keperawatan menurut SDKI adalah menyajikan keadaan

klinis yang telah divalidasi melalu batasan karakteristik mayor yang

diidentifikasi.

2) Resti atau resiko tinggi. Menurut SDKI, diagnosa keperawatan resiko tinggi

adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga, dan komunitas yang

sangat rentan untuk mengalami masalah dibandingkan individu atau

kelompok lain pada situs yang sama atau hamper sama.

3) Kemungkinan. Menurut SDKI, diagnosa keperawatn mungkin adalah

pernyataan tentang masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan

dengan harapan masih diperlukan unutuk memastikan adanya tanda dan

gejalah utama adanya faktor resiko.

4) Sejahtera .diagnosa keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis

mengenai individu, kelompok atau masyarakat dalam transisi dari tingkat

kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik.

5) Sindrom. Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa keperawatan yang

terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan actual atau resiko tinggi yang

diduga akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.

Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus kejang demam

menurut Nurarif & Kusuma (2015):

1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.


2) Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan suhu tubuh meningkat.

3) Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh.

4) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan

kerusakan sel neuron otak.

Adapaun diagnosa keperawatan yang muncul menurut buku SDKI, SLKI, dan

SIKI (2016) meliputi:

1) Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit.

2) Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh.

3) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif nerhubungan dengan reduksi aliran ke

otak.

4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang minta dalam belajar.

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan motivasi atau minat.

2.2.3 Perencanaan

Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien,

keluarga dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan

keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan

keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan kesehatan, mencegah

penyakit, menyembuhkan serta memelihara kesehatan melalui upaya promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitasi sesuai wewenang, tanggung jawab, etika profesi

keperawatan yang memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan hidup sehat

dan produktif (Asmadi, 2008).


Adapun rencana tindakan menurut Asmadi (2008) pada kasus kejang

demam yaitu:

1) Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan: suhu tubuh dalam rentang rendah

Kriteria hasil: suhu dalam batas normar 36°c-37°c, nadi dan RR dalam rntang

normal, tidak ada merasa pusing, warna kulit tidak berubah.

Intervensi:

(1) Memonitor TTV klien

Rasional: pemantauan TTV yang teratur dapat menentukan perkembangan

keperawatan selanjutnya.

(2) Memonitor intake dan output

Rasional: tidak terjadinya pemasukan yang berlebih dan pengeluaran yang

kurang.

(3) Beri kompres air hangat diarea lipatan

Rasional: untuk mengurangi panas

tubuh.

(4) Berikan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat

Rasional: keringat tidak lengket melaikan menyerap ke

pakaian.

(5) Berikan cairan parenatal

Rasional: menjaga keseimbangan cairan tubuh.

(6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

antipiretik Rasional: unutk menurunkan panas tubuh yang

tinggi.

2) Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh.


Tujuan: tidak terjadinya resiko jatuh
Kriteria hasil: tidak terjadi kejang berulang, tidak terjadi trauma fisik selama

kejang.

Intervensi:

(1) Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi saat kejang berulang

(lidah tergigit)

Rasional: untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam mengatasi kejang

demam (lidah tergigit).

(2) Sediakan spatel lidah yang telah dibungkus verban

Rasional: sptel lidah digunakan untuk menahan lidah jika tergigit.

(3) Anjurkan untuk selalu memasang side rail tempat tidur

klien Rasional: untuk mengatasi anak jatuh dari tempat

tidur.

(4) Beri posisi mirng kiri atau kanan

Rasional: mencegah aspirasi pada lambung.

(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan

Rasional: sebagai pengatur gerak motorik dalam hal ini anti konvulsan

menghentikan gerak motorik yang berlebih.

3) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran ke

otak

Tujuan: suplai darah ke otak kembali normal

Kriteria hasil: tekanan darah sistolik dalam batas normal, kekuatan nadi

dalam batas normal, dan tekanan sentral dalam batas normal.

Intervensi:

(1) Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi


Rasional: untuk mempertahankan tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi

dalam batas normal.

(2) Memonitor jumlah dan irama jantung

Rasional: tidak terjadinya peningkatan tekanan darah.

(3) Monitor bunyi jantung

Rasional: tidak ada suara tambahan pada saat di auskultasi.

(4) Monitor tekanan darah pada saat klien berbaring , duduk dan

berdiri Rasional: untuk melihat tekanan darah yang berarti.

4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang minta dalam belajar.

Tujuan: orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya

Kriteria hasil: Ibu klien dapat mejelaskan secara singkat tentang KDS, Ibu,

klien tidak terlihat bingung, kelurga mampu melakukan pengobatan dirumah

untuk mengatasi kejang demam yang telah sampaikan oleh perawat.

Intervensi:

(1) Kaji tingkat pengetahuan ibu klien tentang proses penyakit anaknya.

Rasional: untuk mengetahui seberapa tahu ibu kien tentang penyakit

anaknya.

(2) Jelaskan pada ibu klien tentang pengertian, tanda dan gejalah, penyebab,

pencegahan dan pengobatan dengan memberikan pendidikan kesehatan.

Rasional: agar ibu klien dapat mengetahui tentang tanda dan gejalah,

penyebab, pencegahan dan pengobatan tentang KDS.

(3) Berikan informasi tertulis kepada ibu klien

Rasional: untuk mempermuda dalam memberikan informasi tentang KDS.


(4) Berikan kesempatan pada ibu klien untuk bertanya tentang hal yang

belum dimengerti

Rasional: untuk mengetahui apakah ada yang tidak dimengerti setelah

diberikan informasi.

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan motivasi atau minat.

Tujuan: klien terlihat lebih bersih dan segar

Kriteria hasil:

(1) Kuku klien terlihat bersih

(2) Klien terlihat segar

(3) Ibu klien melakukan seka-seka 2 kali sehari

Intervensi:

(1) Kaji kebersihan klien

Rasional: untuk megetahui kebersihan klien selama dirumah sakit.

(2) Anjurkan ibu klien untuk menyeka anaknya 2 kali sehari

Rasional: untuk menjaga kebersihan klien.

(3) Anjurkan ibu klien untuk memotong kuku

Rasional: untuk menjaga kebersihan kukuh klien

(4) Kolaborasi dengan perawat yang menjaga untuk menyeka

Rasional: agar memudahkan pada saat akan menyeka

klien.

2.2.4 Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana perawat. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen)

dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat

yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan
petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi

adalah tindakan yang didasarkan dari hasil keputusan bersama, seperti dokter

dan petugas kesehatan lain (Tarwoto dan Wartona, 2010).

2.2.5 Evaluasi

Menurut Asmadi (2008) evaluasi adalah tahap akhir dari proses

keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana

antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat

pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan

dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi

menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari

siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke

dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara

umum, evaluasi ditujukan untuk:

1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.

3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai


ASUHAN KEPERAWATAN

AN. R DENGAN KDS

Diruang Cempaka RSU MITRA DELIMA

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN ANAK

Oleh:

Ananda Nicola Hidayat (1720003)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKes KEPANJEN

2021
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. “R” No Reg : 120755
Usia : 1 th, 10 bl, Tanggal MRS : 20.04.2021
Nama orang tua : Ny. D Tanggal Pengkajian : 21.04.2021
Pekerjaan orang tua : IRT
Alamat : Poncokusumo
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan orang tua: SMA
Diagnosa Medis : KDS

2. KELUHAN UTAMA
a. Saat MRS : Anak R demam sekitar sudah satu hari, batuk dan pilek sudah 3
hari dan kejang satu kali di IGD
b. Saat Pengkajian : Anak R demam sudah satu hari, batuk dan pilek sudah 3 hari

3. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


a. Prenatal : tidak dikaji
b. Natal : melakukan USG
c. Post Natal : tidak dikaji

4. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


a. Penyakit masa lalu : Riwayat kejang
b. Riwayat dirawat di RS : Pernah masuk RSMD sekitar 1 bulan yang lalu
dengan penyakit yang sama
c. Riwayat pengobatan : RSMD
d. Riwayat tindakan Medis : Paracetamol
e. Riwayat alergi : tidak ada
f. Riwayat kecelakaan : tidak ada
g. Riwayat imunisasi : HBO
h. Pola Asuh : Anak cukup dekat orang tua
i. Riwayat tumbuh kembang yang lalu : Normal
1) Motorik kasar : Normal
2) Motorik halus : Normal
3) Sosialisasi : Normal
4) Bahasa : Jawa / Indonesia
j. Genogram
Keterangan :

= Laki-laki

= Perempuan

= klien

= Garis perkawinan

= Garis keturunan

--- = Garis serumah

5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tidak dikaji

6. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR


Kebutuhan Dasar Sebelum MRS MRS
1. Pola Nutrisi Sayur, ikan, nasi, bubur Sayur, ikan, nasi, bubur
- Makanan
- Cairan
2. Pola Eliminasi BAB 1x sehari An. R sudah BAB 21x
BAK 5-7 x sehari kali selama di RS cair dan
BAK sering
3. Pola Istirahat & Tidur An. R biasanya tidur Sering tidur dan
siang 3 jam dan tidur terbangun terutama ketika
malam 8 jam demam
4. Personal hiegiene Mandi 2x perkari Seka 2x sehari
5. Aktivitas Bermain di rumah Bermain HP

7. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : lemah
b. Tanda-tanda Vital :
Nadi 125x/mnt
SPO2 98%
RR 27x/mnt
S 39°c
BB 10 kg

Pemeriksaan Kepala : simetris, tidak ada luka atau benjolan pada kepala, rambut
hitam dan tipis
c. Pemeriksaan Leher : simetris, tidak ada bendungan vena jugularis

d. Pemeriksaan Thorax
1) Jantung : bentuk dada cembun, ronki () wheezing (+)
2) Paru : hyperpnoea hiperventilasi : napas cepat
3) Mammae : Bentuk normal tidak ada kelainan
4) Ketiak : tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

e. Pemeriksaan Abdomen : bising usus normal


f. Pemeriksaan Ekstremitas : simetris, tidak ada polidaktili atau sindikatil
g. Pemeriksaan Genetalia : tidak ada kelainan
h. Pemeriksaan Integumen : Warna kulit sawo matang

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

HEMATOLOGI
Hematologi lengkap
Eritrosit 3.9 10^6/uL 3.5 – 5.5
Hemoglobin 11.8 g/Dl 11.4 – 15.1
hematokrit 26.7 % 38 – 42
MCV 68.0 fL 82 – 92
MCH 30.3 Pg 27.0 – 31.0
MCHC 44.3 % 32.0 – 37.0
RDW-CV 15.6 % 11.0 – 17.0
RDW-SD 40.1 Fl 37.0 – 49.0
Trombosit 397,000 10/uL 150000 – 450000
Lekosit 11,600 Sel/uL 4.700 – 11.300
Hitung jenis
Neutrofil 68.3 % 40.0 – 73.0
Limfosit 29.0 % 15.0 – 45.0
Monosit 4.0 % 4.0 – 12.0
Eosinofil 0.6 % 0.5 – 7.0
Basophil 0.2 % 0.0 – 2.0
LIC 0,7 % 0.0 – 1.0

KIMIA KLINIK
Glukosa darah sewaktu 120 mg/dL <200
IMUNOSEROLOGI
Anti SARS-CoV-2 IgG/IgM
Anti SARS-CoV-2IgG Non reaktif NEGATIF

Anti SARS-CoV- 2 Non reaktif


IgM

9. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN SAAT INI (DDST)


a. Motorik Kasar : Normal
b. Motorik Halus : Normal
c. Sosialisasi : Normal
d. Bahasa : Jawa/Indonesia

10. TERAPI
1. Ivfd NS 14 tpm makro
2. Iv Diazepum IV 3.5 ms
3. Iv norages 3x100 mg
4. Paracetamol 4x5cc

11. KESIMPULAN
An. R dengan diagnosa KDS (kejang demam), kejang satu selama MRS di IGD durasi kurang
lebih 2 menit, masih demam, batuk, dan pilek

12. PERENCANAAN PULANG


a. Tujuan pulang : Anak sudah tidak kejang demam kembali, batuk, dan
pilek
b. Transportasi pulang : menggunakan kendaraan pribadi
c. Dukungan keluarga : Orang tua lebih memahami bagaimana cara
menghadapi anak yang kejang demam
d. Antisipasi bantuan biaya setelah pulang : tidak dikaji
e. Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang : tidak dikaji
f. Pengobatan : tidak dikaji
g. Rawat jalan ke : tidak dikaji
h. Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah : kejang demam anak
i. Keterangan lain : tidak terkaji
Kepanjen, 8 April 2021
Perawat,

( )

ANALISA DATA

Nama : An. R
Usia : 1 Tahun 10 Bulan
No Reg : 120755

NO Data Pendukung Masalah Etiologi

DS : D.0143 Kejang

Ibu mengatakan an R sering Resiko jatuh

kejang selama satu bulan berhubungan dengan


kejang ditandai dengan
terkhir
peningkatan suhu
Ibu mengatakan an R sudah tubuh.
demam sudah satu hari

DO :

An.R kejang selama 1 x


selama di RS

Nadi 125x/mnt
SPO2 98%
RR 27x/mnt
S 39°c
BB 10 kg
2. DS : D.0111 kurang minat dalam belajar

Ibu mengatakan tidak tahu apa Defisit


yang menyebabkan An.R pengetahuan
demam berhubungan
dengan kurang
Ibu mengatakan tidak tahu
minat dalam
masalah penyakit anaknya
belajar ditandai
Ibu klien mengatakan tidak dengan
tahu apa yang menyebabkan ketidaktahuan
An.A kejang komdisi yang
dialami an R
DO :

Ibu klien terlihat bingung saat


ditanyakan masalah penyakit
anaknya
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : An R.
Usia : 1 tahun 10 Bulan
No Reg : 120755

NO Diagnosa Kepeawatan SLKI SIKI


1 D.0143 L.14126 1.12384
Resiko jatuh berhubungan Keamanan Lingkungan Edukasi keselamatan
Setelah dilakukan tindakan lingkungan
dengan kejang ditandai keperawatan 1x24 jam Observasi :
dengan peningkatan suhu diharakan masalah dapat Kaji karakteristik lingkungan
tubuh.
teratasi dengan yang menyebabkan jatuh
kriteria hasil Terapeutik :
1. Klien terbebas dari cedera Pasang side rail tempat
jatuh tidur
2. Ibu klien mampu Anjurkan keluarga untuk
menjelaskan cara/metode menemani pasien
untuk mencegah cedera Batasi pengunjung yang
Dengan kriteria datang
1 2 3 4 5 Edukasi :
Keterangan : Berikan penjelasan kepada
1. Menurun keluarga pasien tentang
penyebab terjadinya resiko
2. Cukup menurun
jatuh
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

2. D.0111 L.10100 1.122384


Defisit pengetahuan
Proses Informasi Edukasi Keselamatan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Lingkungan
kurang minat dalam keperawatan 1x24 jam Observasi :
belajar ditandai dengan diharakan masalah dapat Kaji tingkat pengetahuan
ketidaktahuan komdisi teratasi dengan ibu klien tentang proses
yang dialami an R kriteria hasil penyakit anaknya
Ibu klien dapat mejelaskan Terapeutik :
secara singkat tentang KDS Jelaskan pada ibu klien
Ibu klien tidak terlihat tentang pengertian, tanda
bingung dan gejalah, penyebab,
Kelurga mampu melakukan pencegahan dan
pengobatan dirumah untuk pengobatan dengan
mengatasi kejang demam memberikan pendidikan
yang telah sampaikan oleh kesehatan
perawat Berikan informasi tertulis
Dengan kriteria kepada ibu klien
1 2 3 4 5 Edukasi :
Keterangan : Berikan kesempatan pada
ibu klien untuk bertanya
1. Menurun
tentang hal yang belum
2. Cukup menurun
dimengerti
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama : An. R
Usia : 1 tahun 10 bulan
No Reg : 12075

Tgl/ja Diagnosa keperawatn Implementasi Evaluasi


m
21/4/21 D.0143 L.14126 S : Ibu terlihat faham
Resiko jatuh Keamanan Lingkungan dengan apa yang telah
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan dijelaskan
kejang ditandai dengan keperawatan 1x24 jam O : Ibu mampu mengulang
peningkatan suhu tubuh diharakan masalah dapat kembali apa yang telah
teratasi dengan disampaikan
kriteria hasil Nadi 125x/mnt
3. Klien terbebas dari cedera SPO2 98%
jatuh RR 27x/mnt
4. Ibu klien mampu S 39°c
menjelaskan cara/metode BB 10 kg
untuk mencegah cedera A : masalah teratasi
Dengan kriteria P : hentikan intervensi
1 2 3 4 5
Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
21/4/21 D.0111 L.10100 S : Ibu terlihat faham
Defisit pengetahuan
Proses Informasi dengan apa yang telah
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan dijelaskan
kurang minat dalam keperawatan 1x24 jam O : Ibu mampu mengulang
belajar ditandai dengan diharakan masalah dapat kembali apa yang telah
ketidaktahuan komdisi teratasi dengan disampaikan
yang dialami an R kriteria hasil Nadi 125x/mnt
Ibu klien dapat mejelaskan SPO2 98%
secara singkat tentang KDS RR 27x/mnt
Ibu klien tidak terlihat S 39°c
bingung BB 10 kg
Kelurga mampu melakukan A : masalah teratasi
pengobatan dirumah untuk P : hentikan intervensi
mengatasi kejang demam
yang telah sampaikan oleh
perawat
Dengan kriteria
1 2 3 4 5
Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Meningkat
5. Cukup meningkat

Anda mungkin juga menyukai