PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri,
jamur atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Daerah
"sabukmeningitis" di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia di timur. Daerah
ini ditinggali kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996 terjadi wabah meningitis di mana
250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000 korban jiwa. Oleh karena itu dalam
Makalah ini kami akan membahas secara detail tentang Meningitis. Tujuannya agar
pembaca Mengerti dan Waspada terhadap penyakit meningitis.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan meningitis.?
C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan
pada pasien dengan meningitis.
D. Manfaat
Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan
konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang melapisi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ jamur (Smeltzer,
2001).
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamater
di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus
meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau
selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme
seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan
berpindah kedalajm cairan otak (Black & Hawk, 2005).
2
2. Epidemiologi
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi SSP yang akut dan memiliki
angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Diagnosis meningitis sering mengalami
kelambatan karena gejala dan tanda klinis meningitis tidak spesifik terutama pada bayi.
Dalam penelitian retrospektif observasional pada penderita meningitis bakteri sejak
bulan Januari 1989 hingga Desember 2000 di bangsal anak RS Dr. Sutomo, diperoleh
840 kasus meningitis terdiri 479 laki-laki dan 361 perempuan. Usia terbanyak pada 1-4
tahun.
Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umur antara 1 dan 10
tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari 10%
terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan Finland, hampir 55% kasus pada
usia dibawah 3 tahun selama keadaan nonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria
insiden tertinggi terjadi pada pasien usia 5 sampai 9 tahun.
3. Etiologi
a. Bakteri:
Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokokus), Neisseria
meningitis (meningokokus), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia.
b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan
wanita.
c. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan.
3
4. Klasifikasi
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak arachnoid dan piamater yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.
Penyebab lainnya adalah lues, Virus, Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumonia
(pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
a. Meningitis bakterial
4
b. Meningitis Virus
c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga
penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan
saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang
(abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30%-40% dan
insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan
penurunan daya tahan tubuh (Martz, 1990 dalam Depkes RI, 1998). Meningitis
kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi
jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Wilkinson,
1999). Jamur cenderung menimbulkan meningitis kronis atau abses otak.
5
5. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia
sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan
pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian
tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi,
dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-
Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh
darah yang disebabkan oleh meningokokus.
6
6. Pathway mikrooganisme
Terjadi katup
ledak/PA yang inflamasi pada piamater, arachroid, CSS Hipertermi
berlebihan
Meningitis
Kejang
eksudat
risiko
cedera
edema serebral
kerusakan neurologis
tek. intakranial
meningkat yang mensarafi otot
Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum tanda dan
gejalanya hampir sama semua, antara lain:
a. Secara umum gejala meningitis adalah sakit kepala, demam, mual, muntah,
photopobia, adanya tanda rangsang meningeal/iritasi meningen seperti; kaku
kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda Brudzinski positif, perubahan tingkat
kesadaraan, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, disfungsi saraf kranial,
dan penurunan status mental (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Hickey, 1997).
b. Salah satu komplikasi lanjut dari meningitis adalah koma, hal ini merupakan
prognosis yang buruk, dan dapat terjadi pada 5%-10% pasien meningitis
bakterial.
c. Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah; terjadi
hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi
motorik masih dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau trombus pada
suplai vaskular ke area serebral menyebabkan ketidakmampuan permanen
fungsi serebral, jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi hemiparesis,
demensia, dan paralisis (Hickey, 1997). Obstruksi jalan napas atau disritmia
jantung dapat terjadi.
d. Gejala meningitis yang diakibatkan dari infeksi dan peningkatan tekanan
intracranial (TIK):
1) Sakit kepala dan demam
Sakit kepala dan demam adalah gejala awal meningitis. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.
2) Perubahan pada tingkat kesadaran
Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit,
8
demikian pula respons individu terhadap proses fisiologi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
3) Iritasi meningen
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali, yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
a) Rigiditas nukal (kaku leher)
Rigiditas nukal merupakan tanda awal dan rigiditas nukal adalah upaya
untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda Kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
c) Tanda Brudzinski
Bila leher pasien difleksikan maka hasilnya adalah fleksi lutut dan pinggul;
bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah di salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
d) Fotofobia
Pada beberapa pasien, tanpa alasan yang diketahui pasien meningitis
mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
9
menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda kuagulopati
intravascular diseminata (KID).
a. Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-
kejang.
b. Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia, delirium,
halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma
c. Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
d. Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
e. Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)
f. Tanda kernig dan brudzinki (+)
g. Kulit dingin dan sianosis
h. Peteki/adannya purpura pada kulit infeksi meningococcus (meningo cocsemia)
i. Keluarnya cairan dari telinga meningitis peneumococal
j. Congenital dermal sinus infeksi E. Colli
k. Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun
l. Nafsu makan menurun dan menangis meraung-raung.
m. Fontanel menonjol
n. Nuchal Rigidity tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun lambat
Pada Neonatus:
a. Sukar untuk diketahui manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik ada
kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:
1) Menolak untuk makan
2) Kemampuan menelan buruk
3) Muntah dan kadang-kadang ada diare
4) Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah
5) Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang
6) RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
7) Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
10
8) Leher fleksibel
9) Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak
diobati/ditangani.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum: meningkat
3) LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan
pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai
normal.
7) ESR/LED: meningkat pada meningitis
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
11
b. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral
atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit
yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihat ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh
di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.
9. Diagnosis
12
b. Diagnosis meningitis tuberkulosis:
1) Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda Kernig, dan
Brudzinski.
2) Pemeriksaan CSS menunjukkan :
a) Peningkatan sel darah putih terutama limfosit
b) Peningkatan kadar protein
c) Penurunan kadar glukosa
3) Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :
a) Ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan pembiakan CSS
b) Kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis
c) Pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif
10. Pengobatan
Terapi Farmakologis
b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
14
Penurun panas :
1) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
2) Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
11. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif
b. Meningococcus Septicemia ( mengingocemia )
c. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
d. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder
l. Ketidaksesuaian sekresi ADH
m. Pengumpulan cairan subdural
n. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
o. Retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II ( optikus )
p. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,
konjungtivitis.
q. Epilepsi
r. Pneumonia karena aspirasi
s. Emfisema subdural
t. Keterlambatan bicara
15
u. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ),
nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.
16
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang diberikan dalam upaya menurunkan
keluhan kejang tersebut.
17
menjalani tindakan invasif yang mungkin masuknya kuman ke meningen
terutama melalui pembuluh darah.
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan
pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis
yang akan terjadi pada gaya hidup indivudu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh
defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam
sistem dukungan individu.
e. Pemeriksaan fisik
19
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital. Pada klien
meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu
38-40oC, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen
yang sudah menggangu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-randa penigkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum
mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningkatan TIK.
1) B1 (breathing)
2) B2 (blood)
20
3) B3 (brain)
f. Tingkat kesadaran
g. Fungsi serebi
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, lain gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien
meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
21
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menalan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (ringiditan
nukal).
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi Indra pengecap normal.
Sistem Motorik
i. Pemeriksaan refleks
j. Gerakan Involunter
k. Sistem sensorik
Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis ). Sekitar setengah dari semua klien dengan
tipe meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit di antaranya ruam petekia dengan
lesi purpura sampai ekimiosis pada daerah yang luas.
Pemeriksaa untuk melihat adanya tanda kaku kuduk ( ringditas nukal). Bila
leher ditekuk secara pasif akan terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada. Pemeriksaan untuk melihat adanya tanda kering. Cara
pemeriksaan dengan fleksi tungkai atas tegak lurus kemudian dicoba untuk
diluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Hasil normal didapatkan apabila
tungkai bawah membentuk sudut 135o terhadap tungkai atas. Hasil kering (+)
bila didapatkan ekstensi lutut pasif terdapat hambatan karena ada nyeri.
23
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum : meningkat
3) LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan
pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai
normal.
7) ESR/LED : meningkat pada meningitis.
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
c. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral
atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit
yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihat ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor.
24
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh
di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang
3. Diagnosa Keperawatan
25
4. Rencana Keperawatan
26
85/54 mmHg, - Pantau frekuensi/irama jantung. - Perubahan pada frekuensi dan
toddler 95/65 disritmia dapat terjadi, yang
mmHg, sekolah mencerminkan trauma batang otak
105-165 mmHg, pada tidak adanya penyakit jantung
remaja 110/65 yang mendasari.
mmHg).
Klien tidak - Pantau pernapasan, catat pola dan - Tipe dari pola pernapasan merupakan
gelisah. irama pernapasan. tanda yang berat dari adanya
peningkatan TIK/daerah serebral yang
terkena.
- Pantau suhu dan juga atur suhu - Peningkatan kebutuhan metabolisme
lingkungan sesuai kebutuhan. dan konsumsi oksigen (terutama
dengan menggigil), dapat
meningkatkan TIK.
- Berikan waktu istiahat antara - Mencegah kelelahan berlebihan.
aktivitas perawatan dan batasi Aktivitas yang dilakukan secara terus
lamanya tindakan tersebut. menerus dapat meningkatkan TIK.
Kolaborasi : Kolaborasi
- Tinggikan kepala tempat tidur - Peningkatan aliran vena dari kepala
sekitar 15-45 derajat sesuai akan menurunkan TIK.
indikasi. Jaga kepala pasien tetap
27
berada pada posisi netral.
- Berikan cairan IV dengan alat - Meminimalkan fluktuasi dalam aliran
control khusus. vaskuler dan TIK.
- Pantau GDA. Berikan terapi - Terjadinya asidosis dapat menghambat
oksigen sesuai kebutuhan. masuknya oksigen pada tingkat sel
yang memperburuk iskemia serebral.
28
2 Hipertermi Setelah diberikan Mandiri Mandiri
berhubungan askep selama (...x…) - Monitor temperatur anak setiap 1 - Peningkatan temperatur secara tiba-
dengan proses jam diharapkan suhu sampai 2 jam bila terjadi tiba akan mengakibatkan kejang-
inflamasi ditandai tubuh kembali peningkatan secara tiba-tiba. kejang.
dengan suhu normal dengan out - Berikan kompres hangat. - Kompres air efektif menyebabkan
tubuh > 37,5°C, come : tubuh menjadi dingin melalui
sakit kepala, Suhu tubuh 36- peristiwa konduksi.
kelemahan. 37,5°C - Pantau asupan dan haluaran cairan. - Haluaran cairan yang berlebihan
Klien tidak sakit akibat penguapan dapat menyebabkan
kepala dehidrasi.
Klien merasa lebih - Anjurkan orang tua untuk - Peningkatan suhu tubuh
bertenaga memberikan anak banyak minum. mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan.
Kolaborasi Kolaborasi
- Berikan obat penurun panas sesuai - Membantu menurunkan suhu tubuh.
indikasi.
- Berikan antibiotik, jika disarankan. - Antibiotik sesuai dengan petunjuk
guna mengobati organisme penyebab.
3 Risiko cedera Setelah diberikan Mandiri Mandiri
berhubungan askep selama (...x…) - Gunakan tempat tidur yang rendah, - Untuk menghindari cedera saat jatuh
dengan perubahan jam diharapkan tidak dengan pagar tempat tidur dari tempat tidur.
29
fungsi serebral terjadi cedera. terpasang.
sekunder akibat - Longgarkan pakaian bila ketat. - Untuk menghindari sesak saat kejang.
meningitis. - Gunakan matras pada lantai. - Penggunaan matras pada lantai dapat
meminimalisasi cedera bila terjatuh,
misalnya dari tempat tidur.
- Diskusikan dengan orang tua - Pemantauan yang konstan dibutuhkan
perlunya pemantauan konstan untuk menghindari anak dari
terhadap anak kecil. kecelakaan yang dapat menyebabkan
anak cedera.
Kolaborasi Kolaborasi
- Berikan terapi antikonvulsan. - Untuk mengatasi kejang.
4 Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri Mandiri
nyaman (nyeri) askep selama 3x24 - Pantau TTV terutama Nadi, RR, - Peningkatan TTV mengindikasikan
berhubungan jam diharapkan dan TD. nyeri.
dengan nyeri teratasi dengan - Beri posisi yang nyaman. - Posisi yang nyaman membantu
peningkatan TIK out come : mengurangi nyeri.
ditandai dengan Klien tidak sakit - Tingkatkan tirah baring, bantu - Menurunkan gerakan yang dapat
sakit kepala, nyeri kepala kebutuhan perawatan diri yang meningkatkan nyeri.
sendi RR Nadi, RR, dan TD penting.
meningkat, TD dalam batas - Berikan latihan rentang gerak - Dapat membantu merelaksasikan
meningkat, nadi normal secara tepat dan masase otot. ketegangan otot yang meningkatkan
meningkat, wajah (Nadi: bayi 120- reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
30
meringis 160x/mnt, toddler tersebut.
kesakitan, skala 90-140x/mnt, - Ajarkan teknik manajemen nyeri - Membantu mengurangi nyeri.
nyeri >0 prasekolah 80-110 (distraksi).
x/mnt, sekolah 75- Kolaborasi Kolaborasi
100x/mnt, remaja - Berikan analgetik sesuai indikasi. - Membantu mengurangi nyeri.
60-90x/mnt; RR:
bayi 35-40 x/mnt,
toddler 25-
32x/mnt, anak-
anak 20-30 x/mnt,
remaja 16-19
x/mnt; TD: bayi
85/54 mmHg,
toddler 95/65
mmHg, sekolah
105-165 mmHg,
remaja 110/65
mmHg).
Wajah tidak
meringis
kesakitan
Skala nyeri 0
31
5 Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri Mandiri
nyaman (mual) askep selama (...x…) - Tawarkan makanan porsi kecil tapi - Untuk mengurangi rasa penuh pada
berhubungan jam diharapkan mual sering. perut setelah makan, sehingga
dengan teratasi, dengan mengurangi mual.
peningkatan TIK outcome: - Sajikan makanan dalam keadaan - Untuk menghindari mual.
ditandai dengan Tidak ada mual hangat.
mual, muntah, Tidak ada - Beri dorongan untuk makan dengan - Makan dengan ditemani orang lain
nafsu makan muntah orang lain (keluarga, saudara, atau (keluarga, saudara, orang tua) apat
menurun. Nafsu makan orang tua). membantu meningkatkan keinginan
meningkat untuk makan.
- Gunakan alat makan yang menarik - Penggunaan alat makan yang menarik
(misal: piring bergambar, berwarna- dapat meningkatkan ketertarikan anak
warni). untuk makan.
- Pertahankan kebersihan mulut yang - Kebersihan mulut yang baik dapat
baik. meminimalisasi rasa tidak enak saat
makan.
- Singkirkan pemandangan dan bau - Suasana makan yang nyaman dan
yang tidak sedap dari area makan. bersih dapat mengurangi rasa mual
klien ketika makan.
- Intruksikan orang tua untuk
menghindari :
1. Cairan panas atau dingin. - Cairan panas atau dingin, makanan
32
2. Makanan yang mengandung yang mengandung lemak atau
lemak dan serat. serat,makanan berbumbu, dan kafein
3. Makanan berbumbu. dapat meningkatkan kerja lambung
4. Kafein sehingga akan timbul rasa mual
dengan intensitas yang lebih besar.
- Dorong klien untuk istirahat pada - Posisi semifowler membantu
posisi semi fowler setelah makan makanan masuk ke lambung dengan
dan mengganti posisi dengan baik dan membantu klien dalam
perlahan. bersendawa.
- Ajarkan teknik untuk mengurangi - Teknik mengurangi rasa mual akan
mual : sangat membantu klien dalam
1. Batasi minum beserta makan. memanajemen rasa mualnya.
2. Hindari bau makanan dan
stimuli yang tidak
mengenakan.
3. Kendurkan pakaian sebelum
makan.
4. Duduk di udara segar.
- Hindari berbaring terlentang - Untuk mengurangi rasa penuh pada
sedikitnya 2 jam seteleh makan. perut setelah makan, sehingga
mengurangi mual
33
6 Hambatan Setelah diberikan Mandiri Mandiri
mobilitas fisik askep selama 3x24 - Hindari berbaring atau duduk dalam - Berbaring atau duduk dalam posisi
berhubungan jam diharapkan klien posisi yang sama dalam waktu yang sama dalam waktu lama dapat
dengan kekuatan dapat melakukan lama. meningkatkan kekakuan otot dan
dan tahanan mobilitas secara menimbulkan risiko dekubitus.
sekunder akibat mandiri dengan out - Ajarkan latihan rentang gerak aktif - Untuk merelaksasikan otot agar
gangguan come : pada anggota gerak yang sehat imobilitas fisik perlahan-lahan dapat
neuromuskular Tonus otot sedikitnya 4x sehari. teratasi
ditandai dengan meningkat - Anjurkan untuk ambulasi, dengan - Untuk melatih otot agar terbiasa untuk
tonus otot 555 555 atau tanpa alat bantu. mobilisasi
menurun, 555 555 - Lakukan mandi air hangat. - Mandi air hangat dapat mengurangi
kekuatan Kekuatan kekakuan tubuh pada pagi hari dan
menangis menangis memperbaiki mobilitas
melemah. meningkat
34
5. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
6. Evaluasi
No.
Dx Diagnosa Keperawatan Evaluasi
35
35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak
20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi
85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah
105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg)
Wajah tidak meringis kesakitan
Skala nyeri 0
5. Gangguan rasa nyaman (mual) Gangguan rasa nyaman mual teratasi:
berhubungan dengan peningkatan Tidak ada mual
TIK. Tidak ada muntah
Nafsu makan meningkat
6. Hambatan mobilitas fisik Tercapainya mobilitas secara mandiri:
berhubungan dengan kekuatan dan Tonus otot meningkat
tahanan sekunder akibat gangguan 555 555
neuromuskular. 555 555
Kekuatan menangis meningkat
36
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang melapisi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ jamur
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi SSP yang akut dan memiliki
angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Diagnosis meningitis sering mengalami
kelambatan karena gejala dan tanda klinis meningitis tidak spesifik terutama pada bayi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem Persarafan.
38