Anda di halaman 1dari 18

Terapi Bermain Tebak Gambar

di Ruang Darul Ma’wah RSI Siti Hajar Sidoarjo

Disusun Oleh
Mahasiswa Profesi UNAIR

Disusun Oleh:
Kelompok 26

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
KAB. MOJOKERTO
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik: 

 Terapi Bermain
Sub Topik:

 Tebak Gambar
Sasaran:

 Pasien Anak di Ruang Darul Ma’wah RSI Siti Hajar Sidoarjo

Hari, Tanggal:

 Rabu, 4 Desember 2019


Tempat:

 Kamar B2 ruang Darul Ma’wah


Pelaksana:

 Mahasiswa

Waktu:

 Pukul 09.00 - 09.45 WIB

A. Tujuan

1. Tujuan Umum

 Setelah dilakukan terapi bermain tebak gambar pada pasien anak,


diharapkan dapat melanjutkan proses tumbuh kembang anak,
mempertahankan dan meningkatkan kreativitas serta imajinasi anak.
2. Tujuan Khusus

 Setelah mengikuti terapi bermain tebak gambar, diharapkan anak mampu:


o Menyalurkan energi anak
o Mengembangkan aktivitas dan krativitas melalui pengalaman
bermain
o Membantu anak beradaptasi dengan efektif terhadap stres karena
penyakit dan dirawat
o Membantu anak terdistraksi terhadap penyakit yang sedang dialami

B. Perencanaan

1. Jenis program bermain: 


o Menebak gambar
2. Karakteristik permainan:
o Mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak
3. Karakteristik peserta
o Usia 3-5 tahun
o Keadaan umum baik dan kooperatif
o Posisi duduk
4. Sasaran
o Pasien di kamar B2 Ruang Darul Ma’wah

C. Metode

1. Tanya jawab

D. Media

1. Kertas Bergambar
E. Plan of Action (POA)
F. Pengorganisasian
1. Pembimbing Akademik
2. Pembimbing Klinik
3. Penyaji
4. Moderator
5. Observer 
6. Fasilitator

G. Job Description

1. Penyaji
o Menyampaikan materi terapi bermain yang dimulai dari
menggambar bentuk benda, hewan, atau tumbuhan diikuti dengan
pertanyaan kepada peserta untuk menebak gambar yang ada di
papan tulis (tanya jawab)
2. Moderator
o Bertanggung jawab atas kelancaran acara
o Membuka dan menutup acara
o Mengatur waktu kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan
3. Fasilitator
o Membantu kelancaran acara terapi bermain agar dapat berjalan
dengan baik
4. Observer
o Mengobservasi performa penyuluh dan keantusiasan peserta
penyuluhan
o Mengevaluasi serangkaian acara kegiatan mulai dari awal hingga
akhir

H. Setting Tempat

 Anak duduk di kamar B2 ruang Darul Ma’wah


I. Kriteria Evaluasi

1. Kriteria Struktur
o Kesiapan materi
o Kesiapan SAP
o Kesiapan media: Kertas Bergambar
o Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa
o Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan
o Anak hadir di tempat penyuluhan
o Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Kamar B2 ruang
Darul Ma’wah
o Pengorganisasian penyelenggaraan terapi bermain dilakukan
minimal 2 hari sebelumnya
2. Kriteria Proses
o Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan
o Peserta antusias dan aktif terhadap terapi bermain yang
disampaikan oleh penyaji
o Peserta terlibat aktif dalam kegiatan terapi bermain
o Suasana terapi bermain tertib
o Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat kegiatan
3. Kriteria Hasil
o Peserta yang datang sejumlah 7 orang atau lebih
o Pasien anak di Kamar B2 ruang Darul Ma’wah mengikuti
permainan dari awal sampai selesai
Materi Terapi Bermain
Tebak Gambar

A. Pengertian

 Tumbuh kembang anak usia pra-sekolah akhir (3-5 tahun) merupakan


pertumbuhan dimana anak berada pada fase inisiatif kontra masa bersalah
(initiative vs guilty). Sedangkan menurut Sigmund Freud anak berada
pada fase phalik, yaitu dimana anak mulai mengenal perbedaan jenis
kelamin perempuan dan laki-laki
 Bermain adalah cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik dalam
dirinya yang tidak disadari.
 Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan
untuk memperoleh kesenangan
 Bermain adalah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang
ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir

B. Fungsi Bermain

 Menurut Wong (1996), fungsi bermain bagi anak meliputi:

1. Perkembangan sensori motorik


o Bermain penting untuk mengembangkan otot dan energi.
Komponen yang paling baik untuk semua umur terutama bayi.
Anak mengeksplorasi alam sekitarnya:
 Bayi melalui stimulasi taktil (sentuhan), audio, dan visual
 Toddler dan pra-sekolah melalui gerakan tubuh yang lebih
terkoordinasi
 Sekolah dan remaja memodifikasi gerakan tubuh lebih
terkoordinasi dan rumit, contohnya berlari dan bersepeda
2. Perkembangan intelektual / kognitif
o Anak belajar berhubungan dengan lingkungannya, belajar
mengenal objek dan bagaimana menggunakannya
o Anak belajar berpikir abstrak dapat meningkatkan kemampuan
bahasa, dapat mengatasi masalah dan menolong anak
membandingkan antara fantasi dan realita
3. Sosialisasi
o Dengan bermain akan mengembangkan dan memperluas sosialiasi
anak, sehingga anak cepat mengatasi persoalan yang akan timbul
dalam hubungan sosial.
o Dengan sosialisasi, akan berkembang nilai-nilai normal dan etik.
Anak belajar yang benar dan salah serta bertanggung jawab atas
kehendaknya
o Bayi
 Perhatian dan rasa senangnya akan kehadiran orang lain
dimana kontak sosial pertama anak adalah figur ibu
o Sampai usia 1 tahun
 Bayi memeriksa bayi lain, memeriksa objek di lingkungan
o Usia Toddler
 Permainan pura-pura dengan ibu dan anak, dokter dan
pasien, penjual dan pembeli. Kemudian meluas teman
sementara dan teman sepermainannya
o Usia Pra-Sekolah
 Sadar akan keberadaan teman sebaya, mengidentifikasi ciri
yang ada pada setiap bermainnya
o Usia Sekolah
 `Teman 1 atau 2 orang yang disukai, belajar memberi dan
menerima, belajar peran benar atau salah, nilai moral dan
etik, mulai memahami tanggung jawab dari tindakannya
4. Kreativitas
o Melalui bermain, anak menjadi kreatif, anak mencoba ide-ide baru
dalam bermain. Kalau anak merasa puas dari kreatifitas baru, maka
anak akan mencoba pada situasi yang lain
5. Nilai terapeutik
o Untuk melepaskan stres dan ketegangan
6. Kesadaran diri
o Anak akan sadar tentang kemampuan dan kelemahannya serta
tingkah lakunya
7. Nilai moral
o Belajar salah / benar dari kultur, rumah, sekolah, dan interaksi.
Contoh bila ingin diterima sebagai anggota kelompok, anak harus
mematuhi kode perilaku yang diterima secara kultur, adil, jujur,
kendali diri dan mempertimbangkan kepentingan orang lain

C. Tujuan Bermain

 Melalui fungsi yang terurai di atas, pada prinsipnya bermain mempunyai


tujuan sebagai berikut:
1. Melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal, pada
saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Walaupun demikian, selama anak dirawat di
rumah sakit kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya
3. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuannya memecahkan
masalah
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan
dirawat di rumah sakit

D. Ciri Bermain

1. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksud muncul atas keinginan


pribadi serta untuk kepentingan sendiri
2. Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh
emosi-emosi yang positif
3. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktifitas ke
aktifitas yang lain
4. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir
5. Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi
konsep bermain anak pada anak-anak kecil

E. Klasifikasi Bermain

1. Menurut Isi Permainan
o Social Affectif Play
 Permainan yang membuat anak belajar berhubungan
dengan orang lain.
 Contoh: orang tua berbicara, memluk, bersenandung. anak
memberi respon dengan tersenyum, mendengkur, tertawa,
beraktifitas, dll
o Sense Pleasure Play
 Bermain untuk bersenang-senang
 Contoh: obyek, cahaya, bau, rasa, benda alam, dan gerakan
tubuh
o Skill Play
 Bermain yang sifatnya membina keterampilan
 Contoh: berulang kali melakukan dan melatih kemampuan
yang baru didapat, seperti naik sepeda
o Dramatic Role Play
 Dimulai pada akhir masa bayi 11-13 bulan
 Contoh: berpura-pura melakukan kegiatan keluarga seperti
makan, minum, dan tidur
 Pada usia Toddler, kegiatan berupa hal-hal yang lebih
dikenalnya
 Pada usia Pra-Sekolah, kegiatan sehari-hari tetapi lebih
rumit
o Game
 Contoh: Puzzle, komputer games, dan video
2. Menurut Karakteristik Sosial
o On Looker Play
 Mengamati, anak melihat apa yang dilakukan anak lain
tetapi tidak ada usaha untuk ikut bermain
 Contoh: menonton televisi
o Solitary
 Mandiri, anak bermain sendiri
 Menyukai kehadiran orang lain tapi tidak ada usaha untuk
mendekat atau berbicara, hanya terpusat pada aktifitas /
permainannya sendiri
o Parallel Play
 Bernain sendiri di tengah anak lainnya, tidak ada asosiasi
kelompok (ciri bermain anak Toddler)
o Association Play
 Bermain dan beraktifitas serupa bersama, tetapi tidak ada
pembagian kerja, pemimpin / tujuan bersama
 Anak berinteraksi dengan saling meminjam alat permainan
(ciri bermain anak Pra-Sekolah)
o Cooperative Play
 Bermain dalam kelompok, ada perasaan kebersamaan /
sebaliknya, terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut
 Ada tujuan yang ditetapkan dan ingin dicapai
3. Menurut Usia Anak Pra-Sekolah
o Usia 4 tahun
 Motorik kasar: berjalan berjinjit, melompat dengan satu
kaki, menangkap bola dan melemparkannya dari atas
kepala
 Motorik halus: Sudah bisa menggunakan gunting dengan
lancar, sudah bisa menggambar kotak, menggambar garis
vertikal maupun horizontal, belajar membuka dan
memasang kancing baju

o Usia 5 tahun
 Motorik kasar: berjalan mundur sambil berjinjit, sudah
dapat menangkap dan melempar bola dengan baik, sudah
dapat melompat dengan kaki secara bergantian
 Motorik halus: menulis dengan angka-angka, belajar
menulis nama, belajar mengikat tali sepatu
 Status emosional: bermain sendiri mulai berkurang, sering
berkumpul dengan teman sebaya, interaksi sosial selama
bermain meningkat, sudah siap untuk menggunakan alat-
alat bermain
 Pertumbuhan fisik: berat badan meningkat 2,5 kg / tahun,
tinggi badan meningkat 6,75 - 7,5 cm / tahun 

F. Perkembangan Psikososial Anak

 Teori mengenai perkembangan psikososial dikemukakan oleh Erick


Ericson (1963)
 Tahapan perkembangan pada anak pra-sekolah menurut Ericson
adalah Inisiatif versus Rasa Bersalah (umur 3-6 tahun)
 Tahap ini anak mulai belajar untuk mengendalikan diri dan memanipulasi
lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak, anak sudah mulai
diikutsertakan sebagai individu atau membantu orang tua dan lingkungan
 Contoh: anak ikut serta merapikan tempat tidur, bagi anak wanita bisa
membantu ibu di dapur. Dalam hal ini anak sudah mulai memperluas
lingkup pergaulannya, ia menjadi aktif di luar rumah, kemampuan
berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan
saudara kandung cenderung untuk selalu menang sendiri
 Peran seorang ayah sudah mulai berjalan, harus ada hubungan yang
harmonis antara ayah, ibu, dan anak yang tujuan akhirnya adalah untuk
memantapkan identitas diri anak
 Orang tua dapat melatih diri anak untuk mengintegrasikan peran-peran
sosial dan tanggung jawab sosial
 Terkadang anak tidak dapat mencapai tujuan atau kegiatan yang lebih
disebabkan karena keterbatasan kemampuannya

G. Tahap Psikoseksual Anak

 Fase Phalic (3-6 tahun)
o Anak akan senang memegang genetalia, kecenderungan anak akan
dekat dengan orang tua yang berlawanan jenis kelamin, misalnya
anak laki-laki lebih dekat dengan ibunya, sedangkan anak
perempuan akan lebih dekat dengan ayahnya
o Anak mempunyai rasa persaingan yang ketat dengan orang tua
yang sesama jenis kelamin, misalnya anak laki-laki merasa
tersaingi oleh ayahnya untuk memperebutkan kasih sayang dari
ibunya. Demikian pula dengan anak perempuan, dia akan merasa
tersaingi oleh ibunya untuk mendapatkan kasih sayang dari
ayahnya
o Sifat egosentris yang tinggi pada anak dan interaksi sosial sudah
mulai tumbuh

H. Faktor yang Mempengaruhi Bermain

1. Tahap Perkembangan Anak


o Aktifitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan
tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak, tentunya permainan
anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak usia sekolah, demikian juga sebaliknya
o Orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis
permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak
2. Status Kesehatan Anak
o Untuk melakukan aktifitas bermain diperlukan energi, walaupun
demikian bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sakit
o Kebutuhan bermain anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja
pada orang dewasa, yang penting pada saat kondisi anak sedang
menurun atau sakit bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan
perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan
anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat
di rumah sakit
3. Jenis Kelamin
o Dalam melaksanakan aktifitas bermain, tidak membedakan jenis
kelamin laki-laki atau perempuan
o Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau
perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreatifitas
dan kemampuan sosial anak
o Ada pendapat lain bahwa permainan adalah salah satu alat untuk
membantu anak mengenal identitas diri, sehingga sebagian alat
permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh
anak laki-laki
o Ada tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan, dan hal ini dipelajari melalui media permainan
4. Lingkungan yang Mendukung
o Terselenggaranya aktifitas bermain yang baik untuk perkembangan
anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya, dan
lingkungan fisik rumah
o Fasilitas bermain tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan
jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan
kreatifitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat
sendiri dari / atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan
anak akan lebih merangsang anak untuk kreatif, keyakinan
keluarga tentang moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana
anak di didik melalui permainan
o Lingkungan fisik sekitar lebih banyak mempengaruhi ruang gerak
anak untuk melakukan aktifitas fisik dan motorik
o Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan
anak mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan,
mondar-mandir, berlari melompat, dan bermain dengan teman
sekelompoknya

5. Alat dan Jenis Permainan


o Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk
anak, pilih yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak
o Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu
sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia
anak
o Alat permainan tidak harus yang dibeli di toko atau mainan jadi
o Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan dimanipulasi
akan mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan
koordinasi alat gerak
o Permainan membantu anak untuk meningkatkan kemampuan
dalam norma dan aturan serta interaksi sosial dengan orang lain

I. Karakteristik Bermain yang Sesuai

1. Tradisi
o Setiap generasi meniru permainan generasi sebelumnya
o Bentuk permainan yang memuaskan akan dilanjutkan
o Tergantung dari perubahan musim
2. Mengikuti Pola Perkembangan
o Usia bertambah, penggunaan material lebih bermakna, misalnya
balok
3. Waktu dan Usia
o Ragam kegiatan bermain berkurang dengan bertambahnya usia
o Waktu berkurang sesuai usia
o Aktfitas fisik berkurang
o Waktu untuk aktifitas spesifik meningkat
o Perhatian menyempit tetapi lebih lama
o Jumlah dan usia teman (lebih sedikit dan spesifik)

J. Prinsip Permainan pada Anak di Rumah Sakit

1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang


dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh
diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada
di ruangan rawat
2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana
3. Permainan harus mempertimbangkan kemanan anak
4. Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
5. Melibatkan orang tua

K. Keuntungan Bermain pada Anak di Rumah Sakit

1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat


2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk
mandiri. Aktifitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan
mandiri pada anak
3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang
pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan
dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri
4. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak
untuk mempunyai tingkah laku yang positif

Daftar Pustaka

Berhman, et al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Volume 3. Jakarta: EGC.


Hurlock. 1991. Perkembangan Anak, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi ke-4.
Jakarta: EGC.
Yulianti, Rani. 2008. Permainan yang Meningkatkan Kecerdasan Anak. Jakarta:
Laskar Askara.

Anda mungkin juga menyukai