DOSEN PEMBIMBING:
RUSDIANINGSEH, M.Kep.Ns.,Sp.Kep.Kom
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
SKRIPSI
DOSEN PEMBIMBING:
RUSDIANINGSEH, M.Kep.Ns.,
Sp.Kep.Kom
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
i
SKRIPSI
Oleh :
DOSEN PEMBIMBING:
NIM 1130017051
Tanda Tangan :
Disetujui Oleh :
Pembimbing,
Rusdianingseh, M.Kep.Ns.,Sp.Kep.Kom : .......................................................
NPP. 1306882
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Oleh :
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Dinyatakan lulus :
Anggota I,
Umdatus Soleha, SST.,M.Kes :
NPP. 9904629
Anggota II,
Firdaus, S.Kep.Ns., M.Kes :
NPP. 9206362
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), Dengan hak bebas Royalti Non-
Eksekutif ini Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Nahdlatul Ulama Surabaya
berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangakalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yang menyatakan
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus
Diabetikum Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya”
sebagai persyaratan Pendidikan Akademik dalam rangka menyelesaikan program
pendidikan S1 Keperawatan di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, baik materi, moral maupun spiritual. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rusdianingseh, M.Kep.Ns.,Sp.Kep.Kom sebagai dosen pembimbing yang
penuh dengan perhatian mendampingi dan mengarahkan penulis dalam
menyusun skripsi ini
2. Siti Nurjanah, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
3. Khamida, S.Kep.Ns.,M.Kep., selaku Dekan Fakultas Keperawatan Dan
Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
4. Prof. Dr. Ir. Achmad Jasidie, M.Eng., selaku Rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
5. Orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan, mendukung, memberikan
arahan, dan memberikan bantuan baik moril maupun materil.
6. Sahabat-sahabat yang selalu mendoakan, mendukung, dan membantu saya
hingga terselesaikannya penelitian ini.
7. Kepala dan Perawat Puskesmas Manukan Kulon Surabaya yang telah
memberi ijin saya dalam melakukan penelitian ini.
8. Responden yang telah membantu dan berkontribusi dalam penelitian ini.
9. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas dukungan dan perhatian yang
diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini memerlukan masukan agar penelitian dapat dilaksanakan,
sehingga penelitian yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lancar.
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Kerangka Operasional Penelitian Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus
52
Diabetikum Pada Pasien DM Tipe 2 Surabaya.
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman
Singkatan
DR. : Doktor
Ir. : Insinyur
Kemenkes : Kementrian Kesehatan Dasar
M.Eng : Magister of Enginering
M.Kep : Magister Keperawatan
M.Kes : Magister Kesehatan Masyarakat
NIM : Nomer Induk Mahasiswa
NPP : Nomer Pokok Pegawai
Ns : Ners
pH : Potential Hydrogen
Prodi : Program Studi
Prof. : Profesor
Riskesdas : Riset Kesehatan
S.Kep : Sarjana Keperawatan
SKM : Sarjana Kesehatan Masyarakat
SPSS : Statistical Product and Service
Solutions UNUSA : Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya WHO : World Health Organization
Yth, : Yang Terhormat
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa penderita diabetes melitus
kurang memperhatikan pengelolaan penyakit
diabetes melitus berupa ulkus diabetikum.
Selain itu penderita kurang memperhatikan
akibat-akibat yang dapat terjadi karena tidak
adanya perawatan kaki pada penderita
diabetes melitus. Hal tersebut dapat
disebabkan tingkat pengetahuan yang rendah
atau kurangnya informasi yang membuat
tingkat kesadaran menjadi kurang. Masalah
yang sering terjadi kurang memperhatikan
adanya luka kecil dikakinya dan enggan
memeriksakan luka. Pengetahuan tentang
penyakit diabetes melitus, sangat penting
karena tidak hanya memahami penyakit
tersebut tetapi dapat menentukan langkah-
langkah yang perlu diambil dalam rangka
mencegah penyakit ulkus diabetikum.
Atlas Diabetes IDF (2019) telah
menyebutkan perkiraan prevalensi diabetes
(tipe 1 dan tipe 2 , baik terdiagnosis maupun
tidak terdiagnosis) pada tahun 2000 orang
berusia 20–79 tahun meningkat dari 151 tahun
juta (4,6% dari populasi global pada saat itu)
ke tahun 2019 meningkat menjadi tiga kali
lipat yaitu 463 juta (9,3%). Tanpa tindakan
yang memadai, memperkirakan 578 juta orang
(10,2% dari populasi) akan menderita diabetes
pada tahun 2030. Angka itu akan melonjak
menjadi 700 yang mengejutkan juta (10,9%)
pada tahun 2045. Proyeksi untuk masa depan
sudah jelas menunjukkan bahwa dampak
1
global terdapat di Provinsi NTT, yaitu sebesar 0,9%,
diabetes sedangkan prevalensi DM tertinggi di Provinsi
adalah DKI Jakarta sebesar 3,4%. Prevalensi DM
kemungki semua umur di Indonesia pada Riskesdas 2018
nan akan sedikit lebih rendah dibandingkan prevalensi
terus DM pada usia ≥15 tahun, yaitu sebesar
meningkat 1,5%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi
pesat
(Federatio
n, 2019).
Preval
ensi DM
berdasarka
n
diagnosis
dokter
pada
penduduk
umur ≥ 15
tahun hasil
Riskesdas
2018
meningkat
menjadi
2%.
Prevalensi
DM
berdasarka
n
diagnosis
dokter dan
usia ≥ 15
tahun yang
terendah
2
DM tertinggi semua umur berdasarkan diagnosis dokter juga masih di DKI
Jakarta dan terendah di NTT (Riskesdas, 2018).
Salah satu wilayah dengan jumlah penderita diabetes terbanyak adalah
provinsi Jawa Timur dengan prevalensi penderita diabetes melitus yaitu
sebesar 2,2% yang masuk urutan 10 besar yaitu pada urutan kelima prevalensi
penderita diabetes melitus se-Indonesia. Kota Surabaya menduduki urutan
ketiga di wilayah Jawa Timur dengan jumlah 3,5% (Riskesdas, 2018).
Kasus terjadinya ulkus diabetik di seluruh dunia terus meningkat. Dari
penelitian yang dilakukan Leone dkk, menunjukkan bahwa hampir 15%
pasien DM akan mengalami komplikasi ulkus diabetik dimasa yang akan
datang. Prevalensi ulkus diabetik diperkirakan mencapai sekitar 4-27%
penderita ulkus diabetik di seluruh dunia. Prevalensi penderita ulkus diabetik
di Amerika Serikat adalah 15-20%, resiko terjadinya amputasi sekitar 15-
46% lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita DM,
sedangkan di Indonesia angka kematian dan amputasi masih tinggi, angka ini
akan meningkat jauh pada tahun 2025 (Rosyid, 2017). Hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya,
didapatkan pasien DM tanpa ulkus diabetik sejumlah 50 pasien, sedangkan
pasien DM dengan ulkus diabetik sejumlah 7 pasien.
Salah satu komplikasi dari diabetes melitus adalah masalah pada kaki
yang biasa disebut kaki diabetes. Hal ini terjadi gangguan berupa kerusakan
sistem saraf (neurophati) dapat dibagi menjadi 3 yaitu sistem saraf perifer,
otonom, dan motorik. Kerusakan sistem saraf perifer pada umumnya dapat
menyebabkan kesemutan, nyeri pada tangan dan kaki, serta berkurangnya
sensitivitas atau mati rasa. Kaki yang mati rasa akan berbahaya karena
penderita tidak dapat merasakan jika kakinya terluka. Keadaan hiperglikemia
yang terus menerus akan berdampak pada kemampuan pembuluh darah untuk
berkontraksi sehingga mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan sirkulasi
darah di dalam tubuh menurun terutama pada kaki dan apabila lecet mudah
sekali terjadi luka/ulkus (Yuda, 2016). Selain itu kaki diabetes yang tidak
dirawat dengan baik akan mudah mengalami luka, dan akan cepat
berkembang menjadi ulkus kaki. Orang yang mengidap penyakit diabetes
melitus lebih tinggi resikonya mengalami masalah kaki karena berkurangnya
sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) sehingga membuat penderita tidak
menyadari dan sering mengabaikan luka yang terjadi. Tindakan yang harus
dilakukan dalam perawatan kaki untuk mengetahui adanya kelainan kaki
secara dini (Monalisa & Gultom, 2009) dalam kutipan (Rahmawati U.N.,
2017).
Pengetahuan tentang komplikasi dari Diabetes Mellitus, pengendalian
kadar gula darah, diet, olahraga, dan pemeriksaan kaki secara berkala menjadi
bagian dari pencegahan primer ulkus kaki diabetes. Selain dari beberapa hal
diatas ternyata perawatan kaki diabetes (Diabetic Foot Care) akan sangat
berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya komplikasi kronik kaki diabetes
seperti ulkus atau bahkan gangren (Soegondo, 2012).
Kurangnya pengetahuan dalam merawat kaki dari komplikasi penyakit
Diabetes Mellitus akan menyebabkan kurang tepat dalam perilaku merawat
dirinya. Sebenarnya komplikasi tersebut dapat dicegah bila pasien
mempunyai pengetahuan cara perawatan mandiri di rumah untuk
menghindari komplikasi diabetik jangka panjang menurut Brunner Suddart
(2001) dalam (Adianto, 2015). Untuk meningkatkan pengetahuan dan
pencegahannya diharapkan dengan edukasi pada setiap pasien tentang
pentingnya menjaga pola hidup sehat dan perawatan kaki maka kasus ulkus
diabetik dapat dicegah dengan perawatan yang optimal. Dengan adanya
pengetahuan yang cukup dapat mengembangkan apa yang diketahui dan
dapat mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup, sehingga dapat
mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Maka akan dapat memilih
alternatif yang terbaik bagi dirinya dan cenderung memperhatikan hal-hal
yang penting dalam perawatan diabetes mellitus.
Berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku
Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada Pasien DM Tipe II Di Puskesmas
Manukan Kulon Surabaya “.
A. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka, kurangya pengetahuan
pencegahan ulkus diabetikum terhadap diabetes mellitus tipe 2 mengenai
pentingnya pengendalian kadar gula darah, lipid, tekanan darah, pola hidup sehat,
olahraga, diet dan konsumsi obat yang teratur, perawatan kaki dan upaya
pencegahan komplikasi luka bagi penderita diabetes mellitus tipe 2 ini akan
berdampak pada peningkatan ulkus diabetikum bagi penderita diabetes mellitus
tipe 2. Dalam penelitian ini pembahasan difokuskan kepada masalah Hubungan
Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada
Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan masalah diatas, maka penulis
menentukan rumusan masalah sebagai berikut : adakah Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada Pasien DM
Tipe 2 Di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada Pasien
DM Tipe 2 Di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe 2
b. Mengindentifikasi perilaku pencegahan ulkus diabetikum pada
pasien diabetes mellitus tipe 2
c. Menganalisa Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku
Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada Pasien DM Tipe 2 Di
Puskesmas Manukan Kulon Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan tambahan ilmu dan tambahan
informasi untuk memberikan pengetahuan pada pasien diabetes mellitus tipe
2 tentang pencegahan ulkus diabetikum.
2. Manfaat Praktis Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan kesehatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
3. Manfaat Lahan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perawat
untuk dapat memberikan penyuluhan tentang pencegahan ulkus diabetikum
pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
4. Manfaat Pasien DM Tipe 2
Hasil penelitian dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang
pentingnya pengetahuan pencegahan ulkus diabetikum.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu yang diketahui berkaitan dengan proses
pembelajaran, proses belajar ini dipengaruhi berbagai factor dari dalam
seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta
keadaan sosial budaya (Notoadmodjo, 2012).
Menurut (Notoadmodjo, 2010), pengetahuan adalah berbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengetahuan akal, pengetahuan
muncul ketika seseorang menggunakan akal budaya untuk mengenal benda
atau kejadian tertentu yang pernah diliat atau disarankan.
Pengetahuan adalah hasil dari pengindraan manusia, atau hasil tau
seseorang terdapat objek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung, telingah,
dan sebagainya)dan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indra pendengaran (telinga) (Notoadmodjo, 2014)
Menurut (Notoadmodjo, 2012) tingkat pengetahuan adalah tingkat
seberapa kedalam seseorang dapat menghadapinya, mendalami,
memperdalam perhatian seperti bagaimana manusia menyelesaikan masalah
tentang konsep-konsep baru dan pengetahuan dalam belajar dikelas, untuk
mengukur tingkat pengetahuan seseorang secara rinci dari enam tingkatan :
a. Tahu (know)
b. Memahami (cromprehension)
c. Aplikasi (aplication)
d. Sintesis (synthesis)
e. Evaluasi (evaluation)
f. Kreasi
a. Pengetahuan implisit
b. Pengetahuan eksplisit
a. Faktor pendidikan
Sampai saat ini pendidikan memegang peran penting pada setiap individu
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah
( baik formal maupun non formal) berlangsung seumur hidup. Pendidikan
adalah sebuah proses pengubahan sikap atau tata laku seseorang atau
kelompok atau usah mendewasakan manuusia melalui pengajaran dan
pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan
seseorang, akin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan
pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung mendapatkan informasi,
baik dari orang lain maupun dari media masa. Semakin banyak informasi
yang masuk semakin banyak pula pengetahuan didapat tentang kesehatan.
1) Tingkatan dasar
2) Tingkat menengah
3) Tingkatan tinggi
d. Lingkungan
e. Pengalaman
f. Usia
Selan itu, orang usia madya lebih banyak menggunakan banyak waktu
untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan
kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
Diantara sikap tradisional menangani jalannya perkembangan selama hidup
adalah sebagai berikut :
1) Semakin tua semakin bijak, semakin banyak info yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan.
2) Tidak dapat mengerjakan kepandaian baru orang yang sudah tua karena
telah mengalami kemunduran baik maupun mental. Dapat diperkirakan
bahwa IQ akan menrun dengan sejalan dengan bertambahnya usia,
kususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti kosa kata dan
pengalaman umur. Beberapa teori berpendapat tentang IQ seseorang akan
menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
4) Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dengan menyesuaikan tingkata-tingkatan pengetahuan (Notoadmodjo, 2012).
Cara untuk menghitung pengetahuan presentase dari responden dengan
menggunakan rumus:
P= x100%
P : skor yang diperoleh
Q : jumlah jawaban benar
R : jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar
Menurut Arikunto (2010) dalam (Agus, 2013) dalam tingkat pengetahuan
seseorang dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yang berdasarkan pada
presentase :
a. Tingkatan pengetahuan kategori baik nilainya ≥ 75%
b. Tingkatan pengetahuan kategori cukup nilainya 56-74%
c. Tingkatan pengetahuan kategori kurang nilainya ≤ 55%
C. Konsep Diabetes Mellitus Tipe II
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes merupakan permasalahan kesehatan yang sangat
penting di dunia, mengingat dari tahun ke tahun jumlah penderitanya semakin
meningkat. Menurut perkiraan International Diabetes Federation (IDF) pada
tahun 2013 sekitar lebih dari 371 juta orang penduduk diseluruh dunia
mengalami diabetes mellitus, dan 4,8 juta orang meninggal akibat penyakit
ini. Demikian juga di Indonesia, hasil riset kesehatan dasar tahun 2013
menunjukkan bahwa proporsi penduduk di Indonesia yang berusia lebih dari
15 tahun yang menderita diabetes mellitus adalah 6,9%. ditemukan juga
adanya peningkatan kejadian diabetes dari 1,1% ditahun 2007 menjadi 2,1%
pada tahun 2013 (Firani, 2017).
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Penyakit ini
disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor genetik, lingkungan,
dan gaya hidup. Terdapat beberapa jenis diabetes mellitus yang disebabkan
oleh penurunan sekresi insulin, penurunan penggunaan glukosa oleh sel-sel
dalam tubuh, dan peningkatan produksi glukosa dalam tubuh. Kelainan
regulasi metabolik yang berkaitan dengan diabetes mellitus menyebabkan
perubahan patologis multi organ sistem, sehingga mengakibatkan berbagai
komplikasi (Firani, 2017).
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik kronis muncul sebagai
masalah kesehatan masyarakat yang utama. Untuk individu yang memiliki
darah tinggi glukosa saat diagnosis, harus dipertimbangkan diberikan untuk
memulai terapi kombinasi segera, dan / atau penggunaan terapi insulin
(sebelum dipindahkan ke terapi oral kombinasi monoor) untuk menurunkan
glukosa toksisitas dan mencapai tujuan glikemik sesegera mungkin
(Soewondo, 2012).
2. Etiologi
Bicara etiologi diabetes mellitus tipe 2 tidak terlepas dari peran penting
hormone insulin dan reseptornya yang ada di sel tubuh manusia. Ada dua
etiologi yang berperan pada kejadian diabetes mellitus tipe 2. Hal pertama
terjadi karena ada penurunan sensitivitas dari insulin (resistensi terhadap
insulin). Artinya, insulin meskipun cukup jumlahnya namun tidak dapat
bekerja sebagaimana mestinya untuk menurunkan kadar glukosa darah akibat
kerusakan pada reseptor insulin di sel. Dengan demikian hormone insulin
tidak dapat berikatan dengan reseptornya dan glukosa darah tidak dapat masuk
ke dalam sel (Ns. Paulus Subiyanto, 2019).
Hal kedua karena penurunan produksi insulin oleh sel beta pankreas.
Diabetes mellitus tipe 2 ini dirawat dengan cara melakukan edukasi, diet,
latihan fisik/olahraga, dan monitoring glukosa darah. Selain itu, perawatan
dan pengobatan bisa menggunakan hipoglikemia oral atau insulin sesuai
dengan kebutuhan (Ns. Paulus Subiyanto, 2019).
3. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Secara umum pembagian penyakit diabetes didasarkan pada American
Diabetes Association (ADA) - persatuan Diabetes Amerika - tahun 2009
dalam (Tjokroprawito, 2011), yaitu :
a. DM Tipe 1
Sekitar 5-10% dari total penderita DM. Pengobatan jenis DM ini
tergantung 100% pada insulin, karena pankreas tidak bisa memproduksi
insulin. Sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. DM ini biasa tinbul
pada anak atau dewasa muda.
b. DM Tipe 2
DM Tipe 2 adalah DM yang kebanyakan mengenai penderita dewasa
terutama umur 40 tahun keatas. Pengobatan DM ini tidak tergantung pada
100% insulin. Insulin diproduksi, tetapi jumlahnya tidak cukup. Sehingga
pengobatannya dapat menggunakan insulin dibantu dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) atau OHO saja.
c. DM Tipe spesifik lain
DM tipe ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti defek genetik fungsi
sel β, defek genetik aksi insulin, penyakit eksokrin pankreas, dan
endokrinopati. Dicetuskan oleh obat atau zat kimia, infeksi, bentuk lain pada
diabetes yang dipengaruhi imun, dan sindroma genetik lain yang
dihubungkan dengan diabetes.
d. DM Gestasional ( kehamilan )
DM yang timbul pada waktu hamil dimana sebelum hamil tidak
menderita diabetes.
4. Manifestasi Klinis
Menurut (Ns. Paulus Subiyanto, 2019) Manifestasi klinis utama dari DM
Tipe 2 adalah hiperglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL dan
kadar glukosa 2 jam setelah makan atau pembebanan glukosa ≥200 mg/dL.
Keluhan khas yang menyertai umumnya adalah banyak kencing (poliuria),
sering haus dan banyak minum (polidipsia), mudah lapar dan sering makan
(polifagia), serta berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Sementara itu,
keluhan yang tidak khas yang menyertai DM Tipe 2 antara lain kesemutan
pada kaki, gatal daerah genital dan keputihan pada wanita, luka infeksi yang
sulit sembuh, bisul yang hilang timbul , mata kabur, cepat lelah dan mudah
mengantuk, serta disfungsi ereksi pada pria.
a. Poliuria. Keadaan sering kencing atau poliuria disebabkan kadar glukosa
darah melebihi ambang batas ginjal dalam reabsorpsi glukosa di tubulus
ginjal. Hal tersebut menyebabkan glukosuria yang berdampak pada
terjadinya diuresis osmotic, yaitu pengenceran volume urine sehingga
volume urine yang dikeluarkan bertambah banyak. Keluhan sering
kencing ini umumnya terjadi pada malam hari karena mengganggu tidur
pasien. Adanya glukosa dalam urine inilah kemudian muncul istilah
kencing manis.
b. Polidipsia. Keluhan sering haus dan sering minum ini berhubungan
dengan pengenceran plasma, yaitu penarikan cairan dari dalam sel akibat
hiperglikemia yang menyebabkan sel kekurangan cairan, serta adanya
hipovolemia akibat sering kencing.
c. Polifagia. Keluhan mudah lapar dan sering makan umumnya juga
disertai mudah lelah dan mengantuk, disebabkan adanya penurunan
ambilan glukosa oleh sel akibat defisiensi insulin. Ini menyebabkan sel
mengalami kelaparan karena kekurangan glukosa untuk digunakan dalam
pembentukan energi.
d. Berat badan menurun. Keluhan berat badan yang menurun sangat jelas
terjadi akibat sel kekurangan glukosa yang menyebabkan terjadinya
gluconeogenesis, yaitu pembentukan glukosa dan energi bukan berasal
dari karbohidrat berupa pemecahan protein dan lemak (lipolisis). Namun
demikian, keluhan penurunan berat badan ini sering diabaikan oleh
pasien.
e. Kesemutan pada kaki. Keluhan kesemutan pada kaki merupakan tanda
awal adanya komplikasi perifer arterial deasease (PAD), yaitu adanya
sumbatan arteri yang menuju ke kaki. Adanya sumbatan arteri yang
makin parah pada tahap lanjut akan menyebabkan rasa nyeri. Bahkan,
pada tahap akhir dimana sel saraf perifer mengalami kerusakan dan
kematian akan timbul rasa kebas, kebal dan mati rasa (neuropati).
f. Rasa gatal dan keputihan, infeksi, dan bisul. Rasa gatal pada daerah
genital dan keputihan pada wanita, luka infkesi yang sulit sembuh atau
bisul yang hilang timbul terjadi akibat penurunan fungsi leukosit dalam
melakukan fagositosis. Kerusakan fungsi leukosit ini terjadi akibat
glukotoksik, yaitu hiperglikemia yang terjadi menahun.
g. Mata kabur. Mata kabur umumnya terjadi akibat komplikasi kronis
diabetes, yaitu kerusakan mikrovaskuler yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah halus di retina. Hal tersebut mengurangi kekuatan mata
dan menghalangi proses penglihatan di retina.
h. Disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi pada pria meski tidak selalu terjadi
disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di penis sehingga mengalami
kesulitan mencapai ereksi.
5. Faktor Risiko
Menurut (Ns. Paulus Subiyanto, 2019) Penyebab pasti yang
melatarbelakangi seseorang mengalami diabetes tipe 2 hingga saat ini belum
diketahui secara jelas. Namun, ada beberapa factor tertentu meningkatkan
yang meningkatkan risiko seseorang mengidap diabetes tipe ini. Faktor-faktor
resiko inilah yang diduga kuat menyebabkan terjadinya resistensi insulin
sehingga terjadi hiperglikemia yang tidak terkompensasi oleh insulin dari
dalam tubuh. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Obesitas. Kelebihan berat badan merupakan factor risiko utama diabetes
tipe 2. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki seseorang, semakin
banyak reseptor insulin yang mengalami gangguan yang menyebabkan
terjadinya resistensi insulin. Namun demikian, seseorang tidak harus
mengalami obesitas untuk mengembangkan diabetes tipe 2. Seseorang
dengan indeks massa tubuh (IMT) >23kg/m2 atau >120% memiliki
resiko tinggi diabetes. Jika tubuh menyimpan lemak di tempat lain,
seperti pinggul dan paha.
b. Dislipidema. Seseorang dengan kadar kolestrol HDL ≤35 mg/dL dan atau
kadar trigliserida ≥250 mg/dL atau disebut dyslipidemia memiliki resiko
tinggi diabetes mellitus tipe 2.
c. Ras. Meskipun tidak jelas mengapa, orang-orang dari ras tertentu,
termasuk orang kulit hitam, hispanik, India Amerika dan orang Asia-
Amerika, lebih cenderung mengembangkan diabetes tipe 2 daripada
orang kulit putih.
d. Usia. Risiko diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia,
terutama setelah usia 45 tahun. Hal ini terjadi karena orang cenderung
kurang berolahraga, kehilangan massa otot, dan mengalami peningkatan
berat badan seiring bertambahnya usia. Namun demikian, jumlah
penderita diabetes tipe 2 juga meningkat secara dramatis di kalangan
anak-anak, remaja, dan orang dewasa muda.
e. Pre-diabetes. Pre-diabetes adalah kondisi dimana tingkat gula darah
tinggi dari biasanya, namun tidak cukup tinggi untuk diklasifikasikan
sebagai diabetes. Pasien dengan riwayat glukosa darah puasa terganggu
<140 mg/dL (GDPT) dan toleransi glukosa terganggu 140-190 mg/dL
(TGT). Jika tidak segera ditangani, prediabetes dapat berkembang
menjadi diabetes tipe 2.
f. Gaya hidup sedentary atau jarang melakukan aktivitas fisik. Seseorang
yang tidak aktif secara fisik, memiliki kecenderunfan risiko diabetes tipe
2 yang lebih tinggi. Aktivitas fisik membantu mengendalikan berat badan,
menggunakan glukosa sebagai energi dan membuat sel lebih sensitif
terhadap insulin.
g. Riwayat keluarga atau herediter. Risiko diabetes tipe 2 meningkat jika
orang tua atau saudara kandung memiliki diabetes tipe 2.
h. Sindrom ovarium polikistik. Bagi wanita, memiliki sindrom ovarium
polikistik-kondisi umum yang ditandai dengan menstruasi tidak teratur,
pertumbuhan rambut berlebih dan obesitas meningkat risiko diabetes.
i. Seorang ibu dengan riwayat diabetes gestasional dan pernah melahirkan
bayi berat badan >4000 gram.
j. Penderita hipertensi, PJK, dan hipertiroidisme diketahui juga mempunyai
risiko tinggi diabetes.
6. Patofisiologis
Menurut (Ns. Paulus Subiyanto, 2019) Diabetes melitus tipe 2 adalah
sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh adanya
peningkatan kadar glukosa darah akibat penurun sekresi insulin yang
progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin. Faktor resiko DM tipe 2 ini
adalah multi-faktorial, mencakup unsur genetik, gaya hidup dan lingkingan
yang mempengaruhi fungsi sel beta dan jaringan sensitif insulin (otot, hati,
jaringan adiposa, pankreas). namun demikian, mekanisme yang
mengendalikan interaksi kedua gangguan tersebut hingga saat ini belum
diketahui secara pasti.
Dibawah ini akan diuraikan skema patofisiologi DM Tipe 2 mulai faktor-
faktor risiko hingga mempengaruhi terjadinya resistensi insulin, dan
penurunan sekresi insulin di sel beta pankreas. Didalam perjalanan
patofisiologi juga akan diuraikan manifestasi klinis yang terjadi dan masalah-
masalah keperawatan yang mungkin terjadi pada pasien DM Tipe 2 yang
telah disesuaikan dengan standar diagnosis keperawatan Indonesia 2016.
Tahap selanjutnya akan diuraikan patogenesis dari perjalanan terjadinya
resistensi insulin dan kegagalan fungsi sel beta pankreas hingga
menyebabkan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan atau
pembebanan mengalami peningkatan secara progresif serta pendekatan
manajemen terapi yang sebaiknya dilakukan.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Ns. Paulus Subiyanto, 2019) Untuk memastikan seseorang
menderita DM Tipe 2 diperlukan skrining pemeriksaan kadar glukosa darah
dengan nilai satuan yang dinyatakan dalam miligram per desiliter (mg/dL)
atau milimoles per liter (mmol/L). Beberapa cara pemeriksaan kadar glukosa
darah untuk menegakkan diagnosis DM berdasarkan konsensus pengelolaan
dan pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia (PERKENI, 2006) adalah sebagai
berikut.
a. Tes gula darah acak atau sewaktu. Sampel darah akan diambil pada
waktu acak. Terlepas dari kapan seseorang terakhir makan, kadar gula
darah sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) sudah dapat digunakan untuk
menyatakan seseorang menderita diabetes, terutama bila digabungkan
dengan gejala khas dan tidak khas dari diabetes.
b. Tes gula darah puasa. Sampel darah akan diambil setelah puasa semalam
selama 8-10 jam. Tingkat gula darah puasa kurang dari 100 mg/dL (5,6
mmol/L) adalah normal. Tingkat gula darah puasa dari 100 hingga 125
mg/dL (5,6 hingga 6,9 mmol/L) atau lebih tinggi pada dua tes terpisah
berarti pasien menderita diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral. Untuk tes ini, pasien harus berpuasa dalam
semalam selama 8-10 jam, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan. Setelah diperiksa kadar gula darah puasa, pasien diberi
glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 cc, lalu diminum dalam
waktu 5 menit, selanjutnya berpuasa kembali. Setelah 2 jam kemudian
glukosa darah diperiksa. Kadar gula darah kurang dari 140 mg/dL (7,8
mmol/L) adalah normal. Pembacaan antara 140 dan 199mg/dL (7,8
mmol/L dan 11,o mmol/L) menunjukkan prediabetes. Pembacaan 200
mg/dL (11,1 mmol/L) atau lebih tinggi setelah dua jam pembebanan
glukosa dapat mengindikasikan diabetes.
d. Tes hemoglobin glikosilasi atau glycohemoglobin (HbA1C). tes darah ini
menunjukkan tingkat gula darah rata-rata selama dua minggu hingga tiga
bulan terakhir, mengukur persentase glukosa darah yang melekat pada
hemoglobin sebagai protein pembawa oksigen dalam sel darah merah.
Semakin tinggi kadar gula darah, semakin banyak glukosa yang
menempel pada hemoglobin. Pemeriksaan HbA1C lebih tepat digunakan
untuk memantau tingkat pengendalian diabetes daripada digunakan untuk
memantau tingkat pengendalian diabetes daripada digunakan untuk
menegakkan diagnosis.
8. Komplikasi Diabetes Melitus
Menurut (Dr.Ir. Diah Krisnatuti, 2014) Upaya pencegahan dan
penanganan diabetes perlu mendapat perhatian yang serius. Jika tidak,
dampak penyakit tersebut akan membawa komplikasi pada berbagai penyakit
lain, seperti impotensi, penyakit jantung, stroke (risiko 2-4 kali lebih tinggi),
tekanan darah tinggi, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf.
Komplikasi dari penyakit diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi
komplikasi yang bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut memerlukan
tindakan pertolongan yang cepat. Sementara itu, komplikasi kronis atau
bersifat menahun timbul setelah penderita mengidap diabetes selama 5-10
tahun atau lebih.
a. Komplikasi akut
Koma biasa terjadi pada komplikasi akut. Koma dapat disebabkan
oleh ketoasidosis diabetika (DKA), koma hiperglikemia, dan koma
karena hipolikemia. Pada DKA dan koma hiperglikemia, penderita
mengalami kadar gula darah yang melebihi normal. Pada keduanya
terdapat kenaikan kadar gula darah yang kadang-kadang dapat mencapai
400 mg/dl, dehidrasi, dan perasaan seperti berputar atau drowsiness
sampai koma. Keduanya memerlukan terapi insulin untuk menurunkan
gula darah dengan cepat. Sementara itu, hipoglikemia adalah suatu
keadaan dengan kadar gula darah yang menurun sampai kurang dari 50
mg/dl. Keadaan ini pada penderita diabetes biasanya timbul karena
pemberian insulin yang berlebihan.
Gejala akut timbul akibat kurangnya konsumsi cairan yang dapat
dipercepat dengan adanya infeksi, stroke, infark jantung, atau gangguan
pencernaan. Dengan adanya kekurangan cairan, akan mengakibatkan
gangguan kesadaran penderita.
b. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis atau komplikasi yang bersifat menahun dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu komplikasi mikrovaskuler
(microangiopathy) dan komplikasi makrovaskuler. Komplikasi
mikrovaskuler yang merupakan komplikasi khas dari diabetes disebabkan
hiperglikemia yang tidak terkontrol. Komplikasi makrovaskuler
disebabkan oleh kelainan kadar lemak darah. Komplikasi makrovaskuler
pada penderita diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan kadar
trigliserida darah tinggi atau hipertrigliseridemia dan perubahan kadar
kolestrol darah secara kualitatif.
1) Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh rambut sehingga menjadi kaku atau menyempit dan akhirnya
organ kekurangan suplai darah. Organ-organ yang biasanya terkena yaitu
mata, ginjal, dan saraf-saraf perifer. Komplikasi pada mata, akan terjadi
retinopati, komplikasi pada ginjal dikenal sebagai nefropati. Sedangkan
komplikasi pada ginjal dikenal sebagai nefropati, sedangkan komplikasi
pada saraf perifer dikenal neuropati.
Nefropati diabetika yang merupakan salah satu komplikasi
mikrovaskuler merupakan gangguan ginjal yang diakibatkan penderita
mengidap diabetes dalam waktu yang cukup lama. Gangguan ini tidak
menyerang setiap penderita diabetes, tetapi sekitar 50% penderita DM
tipe 1 yang telah sakit selama 15-20 tahun.
Ginjal tidak menunjukkan gejala ataupun keluhan pada stadium awal.
Tanda-tanda yang mungkin dapat ditemui pertama kali adalah adanya
protein di dalam urin atau albuminuria. Stadium selanjutnya dapat berupa
adanya kenaikan tekanan darah yang dapat diikuti dengan pembengkakan
kaki karena timbunan cairan. Pada stadium akhir dapat terjadi kegagalan
ginjal.
2) Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar. Akibatnya adalah terjadinya
atheroskierosis dapat terjadi pada seseorang yang bukan pengidap
diabetes, adanya diabetes mempercepat terjadinya atheroskierosis. Akibat
atheroskierosis ini antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke,
dan ulkus pada kaki.
Pengidap diabetes mudah mendapatkan ulkus pada kakinya karena
beberapa hal. Pertama, pengidap diabetes mudah mendapatkan infeksi.
Penyebabnya adalah terjadi penurunan reaksi sel-sel limfosit, kadar gula
yang tinggi (media yang baik untuk berkembangbiaknya
mikroorganisme), dan gangguan pada vaskuler, kedua adanya
atheroskierosis mengakibatkan aliran darah, terutama pada tempat-tempat
yang jauh dari jantung, misalnya ujung kaki menjadi terganggu, ketiga
adanya neuropati mengakibatkan fungsi sensorik (alat perasa/peraba)
menjadi menurun.
9. Pencegahan Diabetes Melitus
a. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi
berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor resiko diabetes sama dengan faktor resiko untuk intoleransi
glukosa antara lain menurut (PERKENI, 2011) :
1) Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi :
a) Ras dan etnik
b) Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
c) Umur risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus
dilakukan pemeriksaan DM
d) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau
riwayat pernah menderita diabetes melitus gestasional (DMG)
e) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5kg.
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih
tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
2) Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :
a) Berat badan lebih (IMT >23kg/m2)
b) Kurangnya aktivitas fisik
c) Hipertensi (>140/90 mmHg)
d) Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250
mg/dl) 48
e) Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2
f) Diet tidak sehat
b. Pencegahan sekunder adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
mencegah timbulnya komplikasi pada pasien yang telah mengalami DM.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan
yang cukup dan tindakan deteksi dini sejak awal pengelolaan penyakit
DM. Program penyuluhan memegang peranan penting dalam upaya
pencegahan sekunder untuk meningkatlan kepatuhan pasien dalam
menjalani program pengobatan dan menuju perilaku sehat.
c. Pencegahan tersier merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
mencegah kecacatan lebih lanjut pada pasien DM yang mengalami
komplikasi. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,
sebelum kecacatan berkembang dan menetap. Penyuluhan pada pasien
dan keluarganya memgang peranan penting dalam upaya pencegahan
tersier. Penyuluhan dapat dilakukan dengan pemberian materi mengenai
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencegah kecacatan lebih
lanjut. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan yang
menyeluruh dan kolaborasi antar tenaga medis. Kolaborasi yang baik
antar para ahli diberbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris,
dan lain sebagainya) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.
10. Penatalaksanaan
Menurut (PERKENI, 2011) Pilar penatalaksanaan DM : Edukasi,
terapi gizi medis, latihan jasmani, intervensi farmakologis
a. Edukasi
Edukasi dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada pasien.
Penyuluhan kesehatan pada penderita diabetes melitus merupakan suatu hal
yang amat penting dalam regulasi gula darah penderita diabetes melitus dan
mencegah atau setidaknya menghambat munculnya penyulit kronik maupun
penyulit akut yang ditakuti oleh penderita. Tujuan penyuluhan yaitu
meningkatkan pengetahuan diabetisi tentang pnyakit dan pengelolaannya
dengan tujuan dapat merawat sendiri sehungga mampu mempertahankan
hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
b. Terapi nutrisi medis
TNM (terapi nutrisi medis) merupakan bagian dari penatalaksanaan DM
tipe 2. keberhasilan dari TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
tenaga kesehatan (dokter, ahli gizi, tenaga kesehatan yang lain serta pasien
dan keluarganya). Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM tipe 2 yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pengaturan jadwal, jenis, dan jumlah makanan
merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada
pasien dengan terapi insulin.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani memiliki tujuan untuk meningkatkan kepekaan insulin,
mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang pembentukan
glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Latihan jasmani
meliputi empat prinsip :
1) Jenis olahraga dinamis. Jenis olahraga dinamis yaitu latihan kontinyu,
interval, progresif, ritmis dan latihan daya tahan.
2) Intensitas olahraga. Takaran latihan sampai 72-87% denyut nadi
maksimal disebut zona latihan. Rumus denyut nadi maksimal adalah 220
dikurangi usia usia (dalam tahun).
3) Lamanya latihan. Latihan jasmani dilakukan secara teratur selama kurang
lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (continous, rhytmical, interval,
progressive, endurance training).
4) Frekuensi latihan dilakukan dilakukan sebaiknya sebanyak 3-4 kali
dalam seminggu.
d. Terapi farmakologis
Diabetisi telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani
yang teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka
dipertimbangkan pemberian obat. Obat tersebut adalah obat hipoglikemi oral
(OHO) dan insulin. Pemberian obat hipoglikemi oral diberikan kurang lebih
30 menit sebelum makan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi pemberian
insulin dan agonis GLP-1/ incretin mimetic. Pemberian insulin biasanya lewat
penyuntikan dibawah kulit (subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan
secara intravena atau intramuskuler. Mekanisme kerja insulin short acting,
medium acting dan long acting.
11. Pengobatan Diabetes Melitus
a. Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)
Hormon GLP-1 merangsang produksi insulin dan menghambat
pengeluaran gula oleh hati sehingga kadar gula darah bisa turun. Hormon ini
bekerja baik apabila pankreas masih berfungsi membentuk insulin. Hormon
ini tidak dapat diberikan secara oral, melainkan secara intravena (memberikan
obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena) atau
dengan pompa insulin karena metabolismenya yang cepat (Tandra, 2013).
GLP-1 analog yang sudah beredar di Amerika dan Eropa adalah
liraglutide. Obat ini merupakan DPP-4 resistant GLP-1 analog yang diberikan
secara subkutan (memberikan obat melalui injeksi dibawah kulit) sebagai
tambahan pengobatan pasien diabetes tipe 2 yang sudah diberi tablet. Obat ini
bisa memperbaiki gula darah, menurunkan lemak, serta menghambat
hipertensi & sakit jantung. Nama dagang obat ini adalah Victoza (Tandra,
2013).
b. Pramlintide asetat
Pramlintide asetat atau symlin adalah hormon sistesis yang serupa
dengan hormon amylin (amylinomimetik), suatu hormon yang juga
diproduksi oleh sel beta pankreas. Pemberian hormon sintesis ini akan
menghambat produksi glukagon dan menyebabkan efek seperti insulin
dengan penurunan gula darah (Tandra, 2013).
Obat ini bisa untuk diabetes tipe 1 maupun 2, namun tidak boleh
disuntikkan pada bayi atau anak. Penggunaan pada ibu hamil atau menyusui
juga harus dibatasi karena belum banyak penelitian yang menyongkong.
Selain harganya mahal, efek samping yang sering ditemukan adalah nafsu
makan menurun dan mual (Tandra, 2013).
c. Exenatide
Exenatide merupakan hormon sintesis atau GLP-1 analog yang bekerja
seperti inkretin, yaitu merangsang produksi insulin setelah makan.
Pemakaiannya secara subkutan bagi pasien diabetes tipe 2 yang tidak berhasil
dikontrol dengan sulfonilurea dan/atau metformin. Dosisnya 5 sampai 10 µg,
2 kali sehari sebelum makan. Dengan kontrol gula lebih baik, maka obat ini
bisa mencegah penyakit jantung, stroke, kerusakan ginjal, kebutaan,
gangguan aliran darah, bahkan impotensi (Tandra, 2013).
Exenatide bukan pengganti insulin. Tidak boleh untuk ibu hamil atau
menyusui. Efek sampingnya adalah gangguan saluran makan, seperti mual,
muntah, dan diare. Pada pasien yang sensitif bisa timbul alergi berupa gatal,
bercak kulit, pusing, dan bengkak. Obat ini mahal, nama dagangnya adalah
Byetta (Tandra, 2013).
d. Suntikan insulin
Untuk diabetes tipe 2, apabila usaha diet, olahraga, bahkan obat oral telah
diberikan secara benar, namun belum mendapatkan hasil pengobatan yang
baik, pikirkanlah pemberian terapi insulin. Pada diabetes tipe 2 yang khusus,
misalnya sedang hamil, mau operasi, atau bila ada komplikasi seperti stroke,
gagal ginjal, atau infeksi, anda perlu mengontrol gula dengan insulin.
Yang penting bagi anda adalah mengetahui apakah insulin itu kerjanya
cepat (short acting), sedang (intermediate acting), atau panjang (long acting).
Dokter akan memilih jenis insulin dan dosis yang berbeda tergantung
pada keadaan naik turunnya gula darah. Anda mungkin dianjurkan memakai
hanya satu insulin atau kadang perlu dua macam insulin untuk mencapai
kadar gula darah yang optimal. Anda juga mungkin membutuhkan insulin
kerja panjang untuk mengatur gula darah basal, sedangkan pada saat makan
ditambah insulin kerja cepat untuk membuat gula lebih stabil. Pemilihan
dosis dan cara penyuntikan kadang juga disesuaikan dengan pola makan atau
kegiatan anda sehari-hari. Umumnya suntikan insulin dilakukan dengan
memakai syringe atau spuit. Selain itu, dapat pula dengan memakai alat pen
(misalnya Novopen, Humpen, atau Optipen).
Suntikan biasanya diberikan secara subkutan atau dibawah kulit. Tempat
yang baik adalah di kulit yang ada lapisan lemak dibawahnya. Jauhi
pembuluh darah, saraf, otot, atau tulang. Tempat penyuntikan yang sering
dipilih adalah dilengan, perut, atau paha. Bila dengan bantuan orang lain,
suntikan pada lengan. Bila menyuntik sendiri, lakukan di perut atau paha
(Tandra, 2013).
Menurut (DAVID M. NATHAN, 2012) Insulin adalah agen
hipoglikemik tertua. Itu juga satu-satunya yang terjadi secara alami pada
manusia dan tidak memiliki batas dosis atas. Dosis insulin yang lebih tinggi
hampir selalu menghasilkan kadar glukosa yang lebih rendah, dan banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa kadar glikemik hampir normal ketika
dosis insulin yang memadai digunakan.44-48 Meskipun insulin secara teori
adalah yang paling banyak obat yang kuat, sering tidak digunakan dalam
dosis diperlukan untuk mencapai tujuan glikemik yang direkomendasikan.
Risiko terapi insulin termasuk penambahan berat badan (seperti semua agen
hipoglikemik, kecuali metformin), hipoglikemia, dan dalam kasus yang
sangat jarang terjadi, reaksi alergi dan kulit. Hambatan utama untuk
penggunaannya, terutama di awal perjalanan pengobatan diabetes.
C. Konsep Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Menurut Soekidjo (1993) dalam (Donsu, 2019), jika dilihat dari sudut
biologis, perilaku, merupakan suatu kegiatan atai aktivitas organisme yang
bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri.
Sedangkan secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut.
Selain itu, menurut Notoadmodjo (1997) dalam (Donsu, 2019), masih
terdapat beberapa definisi berkaitan dengan perilaku ini, yaitu antara lain :
a. Ensiklopedia Amerika
Ensiklopedia Amerika mengartikan perilaku sebagai aksi-reaksi
organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu
yang diperlukan. Untuk menimbulkan reaksi yang disebut dengan rangsangan.
Beberapa rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku
tertentu.
b. Robert Kwick
Robert kwick (1974), mengartikan perilaku sebagai tindakan atau
perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Secara umum, menurut Kumiyati dan Deminarti (1990), perilaku
manusia merupakan proses interaksi individu dengan lingkungan sebagai
manivestasi bahwa dia adalah makhluk hidup.
2. Klasifikasi Perilaku
Menurut Skinner perilaku adalah hubungan antara perangsang (stimulus)
dan tanggapan (respon) (Wawan, 2012). ia membedakan 2 respon, yakni :
a. Respondent Respons atau Reflexive Respons.
Adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu.
Perangsangan-perangsangan semacam ini disebut Eliciting Stimuli karena
menimbulkan respons-respons yang relative tetap, misalnya makanan lezat
menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan mata
tertutup dan sebagainya.
b. Operant Respons atau Instrumental Respons
Adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang
tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer
karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh oranisme. Oleh sebab itu perangsang yang demikian ini
mengikuti atau memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan. Apabila
seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan kemudian
memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih
baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responsnya akan
menjadi lebih intensif atau lebih kuat lagi. Secara lebih operasional perilaku
dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan
(stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini dibentuk dua macam, yakni :
1) Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,
misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, misalnya
seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit
tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas
untuk imunisasi.
2) Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung. Misalnya pada contoh diatas, si ibu sudah membawa anaknya
ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi.
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah
merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang
masih bersifat terselubung dan disebut convert behavior. Sedangkan
tindakan nyata seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan
overt behavior.
3. Proses Pembentukan Perilaku
Menurut Skinner, perilaku merupakan hasil interaksi antara rangsangan
yang diterima dengan tanggapan yang diberikan. Notoadmodjo (1997) dalam
(Donsu, 2019) membagi tanggapan menjadi dua yaitu respondent response
dan operant response.
a. Respondent response (perilaku responden)
Tanggapan jenis ini disebabkan oleh adanya rangsangan (stimulus)
tertentu atau rangsangan tertentu yang menimbulkan tanggapan yang relatif
tetap. Misalnya, keluarnya air liur saat melihat orang yang sedang makan
rujak.
b. Operant renponse (instrumental behavior)
Tanggapan ini timbul akibat perangsang tertentu yang memperkuat
tanggapan atau perilaku tertentu yang telah dilakukan. Misalnya, seorang
mahasiswa karena ketekunannya dalam belajar memperoleh IPK diatas 3.
kemudian karena prestasi tersebut. Ia diberi hadiah oleh orangtuanya. Maka
selanjutnya ia akan lebih giat belajar agar kelak memperoleh hadiah lagi.
Operant response merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia yang
memiliki kemungkinan untuk memodifikasi secara tidak terbatas. Untuk
membentuk jenis tanggapan atau perilaku, perlu diciptakan kondisi tertentu
yang disebut operant conditioning.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut
Skinner dalam Notoadmodjo (1997) adalah sebagai berikut.
Pertama, melakukan pengenalan terhadap sesuatu yang merupakan
penguat, yaitu berupa hadiah.
Kedua, melakukan analisis, dipergunakan untuk mengenal bagian-bagian
kecil pembentuk perilaku sesuai yang diinginkan. Selanjutnya bagian-bagian
tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju pada terbentuknya
perilaku yang diinginkan.
Ketiga, menggunakan bagian-bagian kecil perilaku, seperti :
1) Bagian-bagian perilaku ini disusun secara urut dan dipakai untuk tujuan
sementara.
2) Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian tadi.
3) Membentuk perilaku dengan bagian-bagian yang telah tersusun tersebut.
4) Apabila bagian perilaku pertama telah dilakukan hadiahnya akan
diberikan, yang mengakibatkan tindakan tersebut akan sering dilakukan.
5) Akhirnya akan dibentuk perilaku kedua dan seterusnya sampai terbentuk
perilaku yang diharapkan.
Grade Keterangan
Grade 2 Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih
dalam, namun tidak sampai pada tulang
Grade 5 Gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada
daerah lengkung kaki/ midfoot dan belakang kaki/ hindfoot)
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
klien.
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
C. Tahap Kerja
1. Jelaskan prosedur pada klien.
2. Periksa kaki (kuku jari, kulit, telapak kaki,
kelembapan kulit, bau), kemungkinan adanya
perubahan warna (pucat, kemerahan), bentuk
(pecah-pecah, lepuh, kapalan, luka), suhu (dingin,
lebih panas).
3. Saat mandi, bersihkan dengan sabun, bila perlu
gunakan sikat halus.
4. Keringkan dengan handuk lembut, terutama sela-
sela jari.
5. Bila kaki kering, oleskan dengan losion/pelembab.
Jangan berikan losion di sela-sela jari kaki karena
akan meningkatkan kelembaban dan mengundang
perkembangan jamur.
6. Potong dan rawat kuku dengan tepat secara teratur.
Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal
jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat
dengan kulit. Kemudian kikir kuku agar kuku tidak
tajam.
7. Gunakan kaos kaki yang kering dan bersih. Ganti
setiap hari.
8. Pakailah alas kaki dengan ukuran yang pas. Periksa
alas kaki sebelum dipakai. Lepas alas kaki setiap 4-
6 jam dan gerakkan pergelangan kaki dan jari-jari
kaki agar aliran darah lancar.
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan.
2. Berpamitan dengan klien.
3. Membereskan alat-alat.
Faktoryangmempengaruhi pengetahuan :
Faktor pendidikan
Informasi/ media massa
Sosial ekonomi
Pengetahuan pencegahan ulkus diabetikum
Usia
Pengalaman
Lingkungan
Faktoryangmempengaruhi perilaku :
Lingkungan
Pendidikan
Agama
Sosial ekonomi
kebudayaan
n=
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
D = Tingkat signifikansi (p)
Perhitungan sampel :
N = 50
d = 0,05
n=…?
n=
n= 1+50 0,05 2
50
n= 1,1
= 45,45 = 45 responden
Jadi, besar sampel dalam penelitian ini sebesar 45 responden.
3. Cara Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini menggunakan pengambilan sampel secara nonprobability
sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang
dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya. Adapun
pemilihan lokasi tersebut berdasarkan pada pertimbangan :
a. Terdapat penderita dengan ulkus diabetikum maupun tanpa ulkus diabetikum.
b. Sebelumnya di wilayah tersebut belum pernah dilakukan penelitian mengenai
hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan ulkus diabetikum
di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya.
c. Peneliti sudah mengenal lokasi penelitian, sehingga dapat mempermudah
dalam pengumpulan data.
d. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti sehingga memudahkan
pengumpulan data.
e. Mendapat izin dari pihak terkait.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan bulan Juni-Agustus 2021.
E. Kerangka Operasional Penelitian
Kerangka operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Populasi
Semua pasien diabetes tanpa ulkus diabetikum di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya yang berjumlah 50 pasie
Sampling
Teknik nonprobability sampling dengan metode purposive sampling
Sampel
Sebagian pasien diabetes tanpa ulkus diabetikum di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya sebesar 45 pasien
Pengelolahan data
Editing, coding, data entry, tabulating
4. Hindari pemakaian
obat yang bersifat
vasokontruktor
seperti orgat,
adrenalin, ataupun
nikotin.
6. Perawatan kaki
G. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dalam kegiatannya
mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah
dengan cara memberikan kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang
disusun secara tertulis dalam rangka pengumpulan data suatu penelitian.
2. Cara Pengumpulan Data
a. Pengajuan izin penelitian dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
b. Peneliti meminta izin penelitian kepada Bakesbangpol, Dinas Kesehatan, dan
Kepala Puskesmas Manukan Kulon Surabaya.
c. Peneliti membuat pengajuan lembar persetujuan untuk menjadi responden
kepada pasien DM Tipe 2.
d. Responden diberikan kuesioner yang berisikan pertanyaan. Selama pengisian
peneliti mendampingi responden dan juga membantu memberi penjelasan
apabila responden kurang memahami isi dari kuesioner.
H. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan melalui tahapan sebagai
berikut :
a. Editing
Editing adalah kegiatan menyeleksi data yang masuk dari pengumpulan data
melalui kuesioner, setelah kuesioner dikumpulkan kemudian peneliti melakukan
pemeriksaan terhadap jawaban yang telah diberikan, dan tidak ada kuesioner yang
tidak terisi.
b. Scoring
Memberikan skor terhadap item-item yang perlu diberi skor. Untuk
pemberian skor pada tingkat pengetahuan peneliti menggunakan kuesioner
dengan 2 pilihan jawaban dengan total 10 pertanyaan. Berikut adalah pemberian
skoring pada :
Tingkat pengetahuan :
1. Jika jawaban benar = 10
2. Jika jawaban salah = 0
Selanjutnya untuk skor perilaku dijumlahkan pada tiap responden dengan
kriteria sebagai berikut :
Keterangan :
T : Perilaku
SD =
Keterangan :
SD : Standar Deviasi
Ʃ : Jumlah frekuensi
x : Rata-rata
n : Jumlah responden
c. Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode angka terhadap data yang terdiri dari
beberapa kategori untuk memudahkan dalam pengolahan data, maka setiap
jawaban diberi kode dengan klarifikasi yang telah ditetapkan, yaitu :
Tingkat pengetahuan :
d. Processing
Setelah semua pengisian lembar kuesioner sudah terisi penuh, dan sudah
melewati sistem coding maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar
dapat dianalisis. Memproses data dilakukan dengan cara meng-entry data dari
lembar kuesioner ke paket program komputer. Paket program komputer yag
digunakan untuk entry data adalah program SPSS for windows.
e. Tabulating
0% : tidak satupun
1-25% : sebagian
kecil
50% : setengahnya
100% : seluruhnya
f. Cleaning
I. Etika Penelitian
3. Confidentiality (kerahasiaan)
HASIL PENELITIAN
Kategori_Perilaku Total
Perilaku (%) Perilaku (%) (%)
Negatif Positif
Kate Pengetahuan 94,1
1 5,9% 16 17 100%
gori_ Baik %
Tahu Pengetahuan 39,1
14 60,9% 9 23 100%
Cukup %
Pengetahuan
4 80% 1 20% 5 100%
Kurang
Total 57,8
19 42,2% 26 45 100%
%
P= 0,000<α=0,05
Sumber : Data Primer Juni 2021
Berdasarkan tabel 5.6 diatas dari 17 responden dengan pengetahuan baik
terdapat 1 responden (5,9%) memiliki perilaku negatif, 16 responden (94,1%)
memiliki perilaku positif. Dari 23 responden dengan pengetahuan cukup terdapat
14 responden (60,9%) memiliki perilaku negatif, 9 responden (39,1%) memiliki
perilaku positif. Dari 5 responden dengan pengetahuan kurang terdapat 4
responden (80%) memiliki perilaku negatif, dan 1 responden (20%) memiliki
perilaku positif.
Analisis lebih lanjut menggunakan uji Chi Square, berdasarkan tabel 5.6
diatas didapatkan P=0,000< α =0,05, hasilnya adalah H1 = diterima yaitu ada
hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan ulkus diabetikum
pada pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya.
BAB 6
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Pada bab penelitian ini akan membahas mengenai penelitian yang telah
dilakukan yaitu hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan ulkus
diabetikum pada pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya.
Menurut penelitian (Washilah, 2013) pasien harus diajarkan faktor risiko dan
manajemen yang tepat. Pasien harus memahami implikasi dari hilangnya sensasi
protektif, pentingnya pemeriksaan kaki setiap hari, perawatan yang tepat pada
kaki, termasuk kuku dan perawatan kulit, dan pemilihan alas kaki yang sesuai.
Untuk mengontrol komplikasi luka kaki diabetes, pengetahuan pasien dan praktek
dapat berkontribusi untuk mencegah luka kaki diabetes.
Hasil yang didapat sesuai asumsi (Donsu, 2019) bahwa pengetahuan sebagai
sumber perilaku adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sesnsoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku (open behavior),
sesungguhnya didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses adoption
(pengangkatan), individu telah memiliki perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. Menurut (Notoadmodjo, Promosi
Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan, 2012) tingkat pengetahuan seseorang dapat
menghadapi mendalami, memperdalam perhatian seperti bagaimana manusia
menyelesaikan masalah tentang konsep-konsep baru , tahu diartikan sebagai
meningkatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam
tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
Pengetahuan yang baik dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan perilaku.
Usia juga dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir manusia, menurut
(Depkes, 2012) kategori usia adalah sebagai berikut : dewasa awal (26-35 tahun),
dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun) lansia akhir (56-65 tahun)
dan manula (>65 tahun). Karakteristik responden berdasarkan usia di Puskesmas
Manukan Kulon Surabaya, berdasarkan tabel 5.1 diatas dari 45 responden
didapatkan hampir sebagian besar (55,6%) memiliki umur >65 tahun. Semakin
bertambahnya akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pola usia madya,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta
lebih banyak melakukan persiapan aktif dalam masyarakat dan kemampuan sosial,
serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri
menuju usia tua.
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Surabaya, 2021
Hormat Saya
Peneliti
Nama :
Umur :
Alamat :
dilakukan oleh :
NIM 1130017051
Kulon Surabaya”. Adapun tujuan dari penelitian ini telah dijelaskan oleh peneliti
kepada responden. Dengan demikian surat persetujuan ini saya buat dengan
Surabaya, 2021
Responden
(...............................................…)
Lampiran 12
Lembar Informasi Untuk Responden
LEMBAR INFORMASI UNTUK RESPONDEN
(Informed Consent)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah SAW
semoga Bapak/Ibu selalu dalam keadaan sehat wal’afiat. Amin.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Peneliti : Dina Pratya Niay
Alamat : Jl. Wisma Tengger XIII/7 Kandangan, Benowo
Surabaya No HP 087796670724
Email : dinapratya051.ns17@student.unusa.ac.id
Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan
Ulkus Diabetikum Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Manukan Kulon
Surabaya.
Saya ucapkan terimakasih kepada responden yang telah menyempatkan waku
untuk membaca lembar informasi penelitian ini. Penelitian ini berjudul Hubungan
Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada
Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya. Jenis penelitian ini
menggunakan rancang penelitian Cross Secional dimana sebelum dilakukan
penelitian ini responden diminta untuk mengisi lembar kuisioner yang berguna
untuk melihat seberapa besar nilai tingkat pengetahuan dan perilaku pada
responden. Responden dalam penelitian ini adalah penderita DM Tipe 2 pada
Puskesmas Manukan kulon Surabaya.
A. Manfaat terhadap Subyek Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan
informasi, pengetahuan, dan wawasan untuk meningkatkan pemahaman terkait
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus Diabetikum
Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas Manukan Kulon Surabaya.
B. Kesukarelaan untuk Ikut Penelitian
Responden bebas memilih keikut sertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
Bila Anda sudah memutuskan ikut, Anda juga bebas untuk
88
mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda ataupun
sanksi apapun, apabila Anda tidak bersedia untuk berpartisipasi.
C. Unsur Paksaan
Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila
anda sudah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk mengundurkan
diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau sanksi apapun. Bila anda
tidak bersedia.
D. Prosedur Penelitian
1. Apabila penderita DM Tipe 2 bersedia menjadi responden maka anda diminta
untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dengan
rangkap dua (satu milik peneliti dan satu milik responden).
2. Penderita DM Tipe 2 akan diminta mengenai keterangan data identitas yang
meliputi nama, usia, lama menderita diabetes, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, dan pekerjaan.
3. Penderita DM Tipe 2 akan dijelaskan oleh peneliti untuk tujuan dan manfaat
penelitian.
4. Bila peneliti membutuhkan data tambahan maka peneliti dapat menemui
penderita DM Tipe 2 kembali.
5. Peneliti akan memberikan lembaran kuesioner yang berisi data umum,
kuesioner mengenai tentang tingkat pengetahuan dan perilaku pencegahan.
Responden akan mengisi lengkap pernyataan yang ditanyakan dalam
kuesioner dan mengisi dengan sebisanya.
E. Karakteristik dan jumlah subyek
Pada penelitian ini besar sampel yang digunakan adalah 40 responden.
F. Kerahasiaan
Semua informasi data anda yang diperoleh selama dilakukan peneletian ini akan
dicatat dan digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan. Informasi tersebut hanya
digunakan dengan tidak mengungkapkan identitas responden. Semua informasi
yang dikumpulkan tetap menjadi rahasia dan tidak akan disebutkan dalam
publikasi hasil penelitian, laporan atau publikasi kepada siapapun diluar studi ini.
G. Kompensasi
Semua responden yang mengikuti kegiatan penelitian ini akan diberikan
kompensasi berupa souvenir sebagai tanda terimakasih.
H. Asuransi
Peneliti tidak menjamin adanya asuransi medis pada responden selama proses
penelitian, hal ini dikarenakan peneliti hanya memberikan lebar kuesioner dan
melakukan tekanan darah dan tidak ada efek samping yang membahayakan
responden.
I. Informasi tambahan
Segala pernyataan dan klarifikasi terkait dengan penelitian ini dapat melalui
kontak peneliti No.Telpon/WhatsApp : 087796670724 atau dapat melalui Komite
Etik Penelitian Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya di 0318291920
atau email : kepk@unusa.ac.id
Surabaya, 2021
Hormat Saya
Peneliti
(…………………)
92
Lampiran 14
Lembar Kuisioner
LEMBAR KUESIONER
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas M
Nama Responden :
Umur :
Pendidikan terakhir
( ) Tidak sekolah ( ) SD ( ) SMP ( ) SMA
( ) Perguruan Tinggi
Pekerjaan
( ) PNS ( ) Wiraswasta ( ) Buruh ( ) Lainnya, sebutkan............
Kuesioner pengetahuan Klien
Isilah pertanyaan dibawah ini dan berilah tanda silang (X) pada setiap jawaban
Isilah pernyataan dibawah ini dan berilah tanda checklist (√) pada setiap jawaban
Keterangan
Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan baik : 76-100 (3)
Pengetahuan cukup : 56-75 (2)
Pengetahuan kurang : <55 (1)
Perilaku
Perilaku positif : 1
Perilaku negatif : 0
Lampiran 17
Tabulasi Data Penelitian
Nama Pendidikan Tingkat
Klien Usia Terakhir Pekerjaan Pengetahuan Perilaku
Ny.T 4 1 1 2 0
Ny.S 4 1 1 1 0
Ny. B 4 2 2 2 1
Tn. S 4 3 2 1 1
Ny. T 4 1 1 1 1
Tn.A 2 2 4 1 1
Ny.S 4 1 1 1 1
Tn.S 4 3 2 2 1
Ny.S 2 1 1 3 0
Ny.S 4 1 1 2 1
Ny.I 4 3 2 1 1
Ny.M 1 3 4 2 0
Ny.S 4 3 2 2 1
Ny. S 2 1 1 3 0
Tn.M 2 1 4 3 1
Ny.N 3 2 1 1 1
Tn.C 4 3 2 2 0
Tn.J 3 2 4 2 1
Tn.A 4 2 4 2 1
Tn.S 3 1 2 1 1
Ny.S 4 2 1 1 1
Ny.L 3 3 4 1 1
Ny.Y 4 3 2 1 1
Ny.S 4 2 1 1 1
Ny.M 4 3 2 1 1
Tn.E 4 3 2 2 1
Ny.R 3 2 1 2 0
Ny.S 3 1 1 2 1
Ny.A 4 3 4 2 0
Ny.S 4 1 1 1 1
Tn.R 3 3 4 2 0
Ny.I 3 2 1 1 1
Tn.S 4 2 2 2 0
Tn.F 3 3 3 2 0
Tn.B 4 2 2 2 0
Ny.A 3 3 2 2 0
Ny.A 3 1 1 1 1
Tn.M 4 2 2 2 0
Ny.S 4 1 1 2 0
Ny.N 4 1 1 2 1
Ny.S 2 1 4 1 1
Ny.M 4 1 1 2 0
Ny.D 3 2 1 3 0
Ny.P 3 1 1 3 0
Ny.J 2 1 1 2 0
Keterangan
Tingkat Pengetahuan Perilaku
Pengetahuan Baik : 76-100 (3) Perilaku Positif : 1
Pengetahuan Cukup : 56-75 (2) Perilaku Negatif : 0
Pengetahuan Kurang : <55 (1)
Usia Pendidikan
Dewasa Akhir (36-45 tahun) :1 Dasar (SD/SMP) :1
Lansia Awal (46-55 tahun) :2 Menengah (SMA) :2
Lansia Akhir (56-65 tahun) :3 Tinggi (Perguruan Tinggi): 3
Manula (>65 tahun) :4
B. Kelompok Pendidikan
Kelompok Pendidikan Akhir
Frequen Percent Cumulative
cy Percent
Valid Pendidikan Dasar 18 40,0 40,0
Pendidikan 13 28,9 68,9
Menengah
Pendidikan Tinggi 14 31,1 100,0
Total 45 100,0
C. Kelompok Pekerjaan
Kelompok Pekerjaan
Frequen Percent Cumulative
cy Percent
Valid IRT 21 46,7 46,7
Pensiun Karyawan 14 31,1 77,8
PNS 1 2,2 80,0
Wiraswasta 9 20,0 100,0
Total 45 100,0
2. Analisis Variabel
A. Variabel Pendidikan
Kategori Pengetahuan
Frequen Percent Cumulative
cy Percent
Valid Pengetahuan Baik 17 37,8 37,8
Pengetahuan Cukup 23 51,1 88,9
Pengetahuan Kurang 5 11,1 100,0
Total 45 100,0
B. Variabel Perilaku
Kategori Perilaku
Frequen Percent Cumulative
cy Percent
Valid Perilaku Negatif 19 42,2 42,2
Perilaku Positif 26 57,8 100,0
Total 45 100,0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 15,406a 2 ,000
Continuity Correction
Likelihood Ratio 17,890 2 ,000
Linear-by-Linear
13,873 1 ,000
Association
N of Valid Cases 45
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI
Mahasiswa Pembimbing
- Lanjut BAB 1
- Masalah penelitian
- Skala penelitian
- Kronologis penelitian
- Solusi penelitian
- Masalah penelitian
- Skala penelitian
- Kronologis penelitian
- Skala penelitian
7. 18-12-2020 BAB 1 ACC Lanjut
BAB 2
- Jurnal internasional
- Kerangka konseptual
- Lanjut BAB 4
- Populasi penelitian
- Lanjut kuisioner
Revisi BAB 6
18. 05-07-2021 Konsul BAB 6