(22020114120046)
Beny Isnaini P
(22020114120045)
(22020114130072)
Rizqi Amilia
(22020114140090)
(22020114130102)
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
anak di negara berkembang. Anak-anak biasanya mengalami diare tiga kali dalam
setahun dengan usia 0-3 tahun. Menurut WHO (2009), diare adalah suatu keadaan
buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih
dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare
persisten terjadi selama 14 hari. Anak menderita diare dapat beresiko terkena
dehidrasi, baik dehidrasi ringan sedang maupun berat sesuai dengan tingkat
keparahannya. (Rahmadhani & Edison, 2013)
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 yang
menyebutkan bahwa sebanyak 31,4%
disebabkan oleh diare (Rahmadhani dan Edison, 2013). Data rekam medis rumah
sakit Tugurejo menyebutkan bahwa pada bulan Januari - Maret 2015 terdapat
sejumlah kasus diare pada anak kelompok umur 1- 4 tahun yaitu 176 anak dirawat
inap dan 79 anak rawat jalan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa
mayoritas anak yang menderita diare menjalani rawat inap atau hospitalisasi.
Pemenuhan kebutuhan anak yang menjalani hospitalisasi tidak hanya berfokus
pada pemberian perawatan dan kebutuhan biologis saja. Namun sebagai perawat
yang holistic juga harus memperhatikan kebutuhan psikologis pada anak. Anak-anak
yang menjalani rawat inap di rumah sakit akan mengalami ketidaknyamanan
lingkungan di rumah sakit tersebut. Biasanya anak yang menjalani rawat inap akan
mengalami stres. Stres pada anak tidak hanya disebabkan oleh kurangnya adaptasi
dengan lingkungan rumah sakit, akan tetapi juga kemampuan orang tua dalam
memberikan koping pada anak yang kurang tepat. Keharusan anak untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan asing di mana banyak orang yang
mengurusnya dan kerap kali harus berhubungan dan bergaul dengan anak-anak lain
yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan akan menimbulkan
dampak negatif pada anak (Utami, 2014). Menurut Hurlock,1999 dalam Hale, M.A
& Tjahjono 2014, anak yang menjalani rawat inap akan kehilangan kontrol terhadap
dirinya. Selain itu anak yang mengalami kesakitan cenderung akan memperlihatkan
sikap yang sensitif, agresif, selalu curiga, mudah tersinggung, mudah marah, menjadi
penakut dan tampak cemas. Sehubungan dengan banyaknya perubahan sikap anak,
maka dapat menyebabkan terganggunya perkembangan anak.
individu
merupakan
sumber-sumber
dari
pada
tugas-tugas
II.
yang
menurutnya
menarik
dan
mengendalikan
tangan
untuk
lingkungan yang kurang sehat, sanitasi dan kebersihan yang kurang, dan minum
air yang terkontaminasi bakteri (Adisasmito, 2011 dalam Sukut dkk., 2015).
Penularan diare dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya faktor
lingkungan, penyebab penyakit, dan faktor penjamu (Nazek, 2007; Chang, 2008
dalam Mafazah, 2013). Selain faktor penyebab diare terdapat pula faktor yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya diare seperti kurangnya air bersih dan
kebersihan lingkungan, air yang tercemar tinja, pembuangan tinja yang tidak
benar, ketidaklayakan penyiapan dan penyimpanan makanan. (Nelly, 2007;
Shah, 2009; Tattik, 2011 dalam Mafazah, 2013).
Berdasarkan studi yang dilakukan dari
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi kejadian diare terdapat dua faktor yang memiliki peran dominan
yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja yang dipengaruhi oleh perilaku
manusia. Lingkungan yang tidak sehat misalnya lingkungan yang tercemar
kuman diare dan perilaku tidak sehat yang dimiliki yang dapat menimbulkan
peningkatan kejadian diare (Azwar, 2006 dalam Mafazah, 2013). Sedangkan
penelitian lain menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu terhadap diare juga
memiliki pngaruh terhadap angka kejadian diare. Apabila pengetahuan yang
meningkatkan kebersihan diri. (Wahit Iqbal, 2008 dalam Sukut dkk., 2015)
Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan stressor yang berlangsung selama proses
perawatan di rumah sakit (Wong,2003 dalam Utami, 2014). Menurut WHO
hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam saat menjalani perawatan
akibat stressor dan rasa tidak aman. Hospitalisasi merupakan proses pengalaman
dirawat di rumah sakit yang menimbulkan stres. Pada anak yang dirawat di
rumah sakit biasanya akan cenderung menerima stresor secara berlebih dan
dapat berdampak pada masa perkembangan anak. Stres yang dialami oleh anak
biasanya dipengaruhi oleh lingkungan baru yaitu lingkungan rumah sakit
(Utami, 2014). Hospitalisasi dapat menimbulkan perasaan takut, cemas, tegang,
nyeri, dan perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami anak (Supartini,
2004 dalam Lisdahayati, 2012).
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan gangguan perkembangan anak
karena stresor yang muncul. Sehingga koping anak dan pemenuhan tugas
perkembangan anak juga harus diperhatikan. Menurut Wong (2001) faktor yang
dapat mempengaruhi koping anak yaitu tingkat perkembangan umur,
pengalaman sakit, perpisahan, dan dukungan lingkungan. Menurut Carson reaksi
pada anak terhadap hospitalisasi dapat muncul selama proses hospitalisasi dan
setelah keluar dari rumah sakit. (Murniasih & Andhika, 2007)
Adapun faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya stres saat hospitalisasi
yaitu:
1. Lingkungan rumah sakit
Pada sudut pandang anak-anak rumah sakit bisa sangat menakutkan karena
suasana yang berbeda dengan di rumah, orang-orang baru, berbagai macam
bunyi dan bau khas rumah sakit yang kemudian dapat menimbulkan
kecemasan dan ketakutan pada anak-anak (Norton-Westwood, 2012 dalam
Utami, 2014).
2. Berpisah dengan orang yang sangat berarti
Perpisahan dengan suasana, benda yang bisa di rumah, rutinitas dan anggota
keluarga dapat mempengaruhi kecemasan anak (Pelander & Leino-Kilpi,
2010 dalam Utami, 2014).
3. Kurangnya informasi
Kurangnya informasi saat menjalani hospitalisasi dapat menimbulkan
kecemasan akibat dari berbagai hal yang berbeda dari biasanya (Gordon dkk,
2010 dalam Utami, 2014).
4. Kehilangan kebebasan dan kemandirian
Setiap rumah sakit memiliki peraturan masing-masing yang dapat
mempengaruhi kebebasan dankemandirian anak dalam tahap perkembangan
(Price & Gwin, 2005 dalam Utami, 2014).
5. Pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
Pengalaman lalu juga dapat mempengaruhi kecemasan anak saat proses
hospitalisasi. Semakin tinggi intensitas anak berhubungan dengan rumah sakit
maka kecemasan dapat berkurang (Pelander & Leino-Kilpi, 2010 dalam
Utami, 2014)
6. Perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit
Perilaku dan interaksi terkait dengan kegiatan interaksi antara anak dan
perawat yang memiliki perbedaan kognitif, bahasa dan komunikasi (Pena &
Juan,2011 dalam Utami, 2014).
D. Judul Permainan
Drama Flanel Doll
E. Deskripsi Permainan
Drama flanel doll ini dilakukan untuk menarik perhatian anak melalui boneka
tangan yang terbuat dari flanel. Tujuan drama doll flanel ini agar anak dapat lebih
mengenal benda-benda dan kegiatan yang dilakukan secara umum dalam kehidupan
sehari- hari serta dapat berlatih bersosialisasi dengan orang disekitarnya. Permainan
ini menggunakan televisi drama, boneka flanel dan alat pendukung lainnya seperti
sendok, piramida donat dll. Permainan drama ini dilakukan selama 15 menit. Setting
tempat adalah tempat tidur klien karena klien terpasang infus dan perawat melakukan
drama di dekat klien dengan didampingi orang tua maupun orang terdekat seperti
kakak klien. Boneka ini dibuat dengan warna-warna yang menarik dan boneka
memerankan masing-masing peran sebagai orang tua, anak maupun keluarga terdekat
klien. Boneka memerankan peran dengan menceritakan kegiatan yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari seperti memanggil nama orang tua, makan, minum,
menjawab salam, dan lain-lain.
Nama
Arintan Nur Safitri
Rizqi Amilia
Tugas
Kakak yang bertugas untuk menstimulasi
anak sakit untuk bermain dengan mainan
yang diberikan.
Berperan sebagai perawat terapi bermain
yang mengajarkan tentang pentingnya
berdoa sebelum dan sesudah makan.
Berperan sebagai perawat terapi bermain
yang mendorong anak untuk mau bermain
dengan mainan yang diberikan.
Berperan sebagai perawat terapi bermain
yang mengajarkan tentang pentingnya cuci
tangan dan makan dengan tangan kanan.
Berperan sebagai ibu yang akan
mendampingi anak yang sakit. Ibu juga
menstimulasi anak untuk memberikan
respon terhadap panggilan yang ditujukan
untuk anak.
G. Organisasi Peralatan
Alat bermain yang dibutuhkan :
a. Boneka flannel dengan berbagai tokoh (anak, ayah, ibu)
b. Panggung tempat flannel dimainkan
c. Pyramid donat susun
Peralatan role play:
a. Set infus
b. Selimut
c. Kostum sesuai peran
H. Pengaturan Waktu
Waktu permainan berlangsung selama 15 menit yang akan dilakukan oleh
perawat dengan boneka flannel. Permainan ini dilakukan dalam beberapa tahapan
yaitu :
a. Memanggil nama anak untuk tahap awal interaksi
Hal ini dilakukan untuk memancing rasa social dan interaksi anak dengan
orang lain. Proses ini akan berlangsung selama 3 menit. Pada tahap ini perawat
dapat menevaluasi kondisi anak sesuai dengan respon yang diberikan.
b. Perkenalan tokoh flannel
Pada tahap ini anak diperkenalkan dengan tokoh flannel yang akan
mengajaknya bermain. Tahap ini akan berlangsung kurang lebih selama 2 menit.
c. Memulai cerita flannel
Cerita ini dapat dibuat sesuai dengan kreativitas dan kebutuhan. Cerita ini
mencakup dua kegitana yaitu bermain dengan anak dengan boneka flannel yang
akan mengibur anak karena efek hospitalisasi. Kegiatan kedua ialah sekaligus
mengenalkannya dengan kegiatan seharu-hari yang berisi nilai yang baik.
Keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk dua kegiatan ini ialah 10 menit.
Skenario cerita:
Boneka flannel yang digerakan dan disuarakan oleh perawat akan
melakukan drama sarapan pagi bersama ayah dan ibunya. Akan diajarkan adab
makan yang baik uati menggunakan tangan kanan serta berdoa serta mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan. Setelah makan anak akan meminta izin ibu
nya untuk bermain bersama teman. Anak flannel mengajak balita sakit untuk
bermain bersamanya. Permainan yang digunakan ialah menyusun pyramid donat.
Melalui media pyramid donat tersebut anak diajak bermain dan belajar warna.
Setelah 10 menit permainan diakhiri dengan pamitnya flannel untuk pulang.
Daftar Pustaka
Ayu, D. S. & Kun Kriswiharsi. 2015. Faktor risiko kejadian diare dissertai dehidrasi
berat pada anak usia 1-4 tahun (studi kasus di rumah sakit tugu rejo semarang
tahun
2015).
Diakses
pada
tanggal
April
2016
dari:
http://eprints.dinus.ac.id/17361/1/jurnal_15952.pdf
Hale, M. & Tjahjono. 2015.Pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan anak yang
mengalami hospitalisasi di ruang mirah delima rumah sakit william booth
surabaya, E-journal Stikes William Booth, 4(1)
Hidayat, Aziz Alimul A. 2012. Pengantar ilmu: keperawatan anak 1. Edisi ke-1. Jakarta:
Salemba Medika.
Lisdahayati. 2012. Efektivitas bermain terhadap stres hospitalisasi pada anak pra
sekolah yang sedang dirawat di rri anak rsud dr. Ibnu sutowo baturaja tahun 2012.
Palembang: Prodi Keperawatan Baturaja Poltekkes Kemenkes Palembang
Murniasih & Andhika. 2007. Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan
akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah di bangsal l rsup dr.soeradji
tirtonegoro klaten tahun 2007. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. 1-13
Mafazah, L. 2013. Ketersediaan sarana sanitasi dasar, Personal Hygiene Ibu Dan
Kejadian Diare. Jurnal Keehatan Masyarakat. 8(2): 167-173
Rahmadhani, E.P. & Edison, G.L. 2013. Hubungan pemberian asi eksklusif dengan
angka kejadian diare akut pada bayi usia 0-1 tahun di puskesmas kuranji kota
padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2): 62-66
Sukut dkk. 2015. Faktor kejadian diare pada balita dengan pendekatan teori Nola J.
Pender Di IGD RSUD RUTENG. Jurnal Pediomaternal. 3(2): 230-249
Santrock, J. W. 2011. Life-span development. Thirteenth Edition. New York: The
McGrow-Hill Companies
Utami, Y. 2014. Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak. Jurnal Ilmiah
WIDYA,2(2), 9-20.
Yusuf, L. N. & Syamsu, H. 2006. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Zellawati, A. 2011. Terapi bermain untuk mengatasi permasalahan pada anak. Jurnal
Ilmiah Informatika, 2(3): 164 175