LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Definisi
(Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah
putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki
CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih
atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV)
nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)
(KPA, 2007).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup.
Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa
pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat
virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi
oportunistik (Zein, 2006).
HIV adalah virus yang menumpang hidup dan merusak sistem kekebalan tubuh. Sedangkan
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV. (Brunner&Suddarth; edisi 8)
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar
seperti kuman, virus, dan 5
penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa
adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya
(Laurentz, 2005).
AIDS adalah suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya
tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu/keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat
menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan). (H. JH. Wartono, 1999 : 09)
2.1.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena.
3. Partner seks dari penderita AIDS.
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.1.4 Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada
saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV
) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang
juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman
ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini
akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV
sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4
helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper
adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan 9
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk
menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi
infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.1.5 Pathway
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit HIV-AIDS, yaitu :
Penurunan sistem kekebalan tubuh akibat virus HIV (Human Immuno Deficiency
Virus), menyebabkan tubuh mudah diserang penyakit-penyakit
1. Tuberkulosis Paru
2. Pneumonia Premosistis
3. Berbagai macam penyakit kanker
4. Pemeriksaan Penunjang
Tujuan :
- Mengurangi kematian dan kesakitan
- Menurunkan jumlah virus
- Meningkatkan kekebalan tubuh
- Mengurangi resiko penularan
b. Riwayat
Test HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obatan
c. Penampilan umum
Pucat, kelaparan
d. Gejala subyektif
Demam kronik dengan atau tanpa mengigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia
e. Pasienikososial
Kehilangan pekerjaaan dan penghasilan, perubahan pola hidup
f. Status mental
Marah atau pasrah, depresi , ide bunuh diri, halusinasi
g. HEENT
Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, mulut kering
h. Pemeriksaan persistem
- Sistem persyarafan
- Sistem pernafasan
- Sistem musculoskeletal
- Sistem kardiovaskuler
- Sistem integument
i. Pola fungsi kesehatan
- Pola persePasieni dan pemeliharaan kesehatan
- Pola nutrisi
- Pola eliminasi
- Pola istirahat tidur
- Pola aktivitas dan latihan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi b/d malnutrisi dan pola hidup beresiko
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, pertukaran oksigen malnutrisi
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang,
menurunnya absorbs zat gizi
d. Diare b/d infeksi GI (GastroIntestinal)
3. Intervensi dan Rasional Tindakan
a. Intervensi diagnosa 1
a. Reiko tinggi infeksi b/d malnutrisi dan pola hidup beresiko
Tujuan :
Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya, dengan KH :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi baru
- TTV dalam batas normal
b. Intervensi (NIC)
- Monitor tanda-tanda infeksi baru
c. Intervensi diagnosa 2
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi
Tujuan :
Pasien dapat berpartisifasi dalam kegiatan, dengan KH :
- Bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas
d. Intervensi (NIC)
- Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas