Anda di halaman 1dari 25

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA

1.1 KONSEP DASAR MEDIS


1.1.1 Definisi
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen oleh darah. Tetapi harus diingat terdapat keadaan tertentu dimana
ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada
dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis
anemia tidak cukup hanya sampai pada label anemia tetapi harus dapat
ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo
Aru,dkk 2009).
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai
penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah
normal (Handayani & Andi, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa anemia adalah penurunan kadar sel darah merah
(Hb) dibawah rentang normal.
Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria
WHO pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani & Andi,
2008):
a. Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
b. Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
c. Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
d. Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
e. Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani &
Andi, 2008):
a. Hb < 10 gr/dl
b. Hematokrit < 30%

1
c. Eritrosit < 2,8 juta/mm2
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
a. Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
b. Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
c. Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
d. Berat Hb < 6 gr/dl
1.1.2 Klasifikasi
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada
prekusor sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak.
Anemia ini dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat
dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat
radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika
pemajanan pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap
berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang
hampir dapat berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
b. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam
tubuh menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat
menyebabkan berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses
pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang paling umum.
Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita pasca menopause
karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor gastrointestinal),
malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah absorpsi besi).
Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan besi yang tidak
adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran gastrointestinal.
c. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam
Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi
asam folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan
darah perifer yang identik. Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi

2
tetapi dapat terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang
ketat, kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit yang
melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin B12.
Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa tahun,
biasanya akibat gagal jantung kongesti sekunder akibat dari anemia.
Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan makanan yang
kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua, individu
yang jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme, anoreksia nervosa,
pasien hemodialisis.
d. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh
defek molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia ini
ditemukan terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta
terutama pada orang-orang kulit hitam. Anemia sel sabit merupaka
gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen
hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing orang tua.
Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku
dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen
berkadar rendah.
e. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolysis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai,
tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat.
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria,
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
1.1.3 Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
a. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:

3
1. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
2. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
3. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
4. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
b. Kehilangan darah
1. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
2. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) dapat terjadi karena :
1. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
2. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
d. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12,
dan mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan
satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan
oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.
1.1.4 Tanda Dan Gejala
a. Pusing
b. Mudah berkunang-kunang
c. Lesu
d. Aktivitas kurang
e. Rasa mengantuk
f. Susah konsentrasi
g. Cepat lelah
h. prestasi kerja fisik/pikiran menurun
i. Konjungtiva pucat
j. Telapak tangan pucat
k. Anoreksia
Gejala khas masing-masing anemia:

4
a. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia
defisioensi besi
b. kterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit
pada anemia hemolitik
c. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.

1.1.5 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat
akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum

5
tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
a. Pemeriksaan laboratorium hematologis
1. Tes penyaring dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,
seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC),
asupan darah tepi.
2. Pemeriksaan rutin untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan
trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah
(LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
3. Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
1. Faal ginjal
2. Faal endokrin
3. Asam urat
4. Faat hati
5. Biakan kuman
c. Pemeriksaan penunjang lain
1. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
2. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
3. Pemeriksaan sitogenetik.
4. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).

1.1.7 Penatalaksaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan
penyebabnya, yaitu :
a. Anemia aplastik:
6
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif
dengan antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur
sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum
tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi RBC
rendah leukosit dan platelet (Phipps, Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995).
b. Anemia pada penyakit ginjal
1. Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam
folat
2. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan
yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat
darah, sehingga Hb meningkat.
d. Anemia pada defisiensi besi
Dengan pemberian makanan yang adekuat.Pada defisiensi besi
diberikan sulfas ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila
kadar Hb kurang dari 5 gr %. Pada defisiensi asam folat diberikan asam
folat 3 x 5 mg/hari.
e. Anemia megaloblastik
1. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
2. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
3. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.
f. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan
darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang
tersedia.

7
g. Anemia hemolitik
Dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.
1.1.8 Komplikasi
a. Gagal jantung
b. Kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar ,
Kesemutan)
c. Gagal ginjal

1.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan
sistem reproduksi sehubungan dengan anemia tergantung pada penyebab dan
adanya komplikasi pada penderita. Pengkajian keperawatan anemia meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan
pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien dan keluarga (penanggung jawab) :


Nama, Umur, Jenis kelamin, pekerjaan, hubungan klien dengan
penanggung jawab, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat
b. Keluhan Utama
Keluhan utama meliputi 5L, letih, lesu, lemah, lelah lalai, pandangan
berkunang-kunang.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
anemia, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan apa yang terjadi. (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anemia.
Penyakit-penyakit tertentu seperti infeksi dapat memungkinkan terjadinya
anemia. Tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga

8
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit darah
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia yang
cenderung diturunkan secara genetik.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. perfusi jaringan inefektif
b. Intoleransi Aktifitas
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

1.1.3 Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Perfusi jaringanPerfusi jaringan 1. Monitor tenda-tanda 1. Data dasar mengetahui
in efektif b/d terpenuhi setelah vital perkembangan pasien
penurunan dilakukan tindakan 2. Atur posisi dengan 2. Meningkatkan
konsentrasi HB perawatan dengan kepala datar atau pernafasan
dan Darah kriteria Hasil : tubuh lebih rendah 3. Mempertahankan
1. Kulit tidak pucat 3. Hindari pergerakan pasokan oksigen
2. tanda vital dalam yang berlebihan 4. Mengetahui status
batas normal, 4. Awasi kesadaran dan kesadaran pasien
3. nilai Hb dan tanda-tanda terhadap 5. Meningkatkan sel darah
eritrosit dalam penurunan kesadaran 6. Meningkatkan perfusi
rentang normal 5. Manajemen terapi 7. Menjaga keefektifan
tranfusi sesuai terapi oksigen
2 Intoleransi Setelah dilakukan 1. observasi tanda vital 1. Data dasar mengetahui
aktivitas tindakan 2. Kaji penyebab perkembangan pasien
berhubungan keparawatan intoleransi aktivitas 2. Merencanakan
dengan selama 3x24 jam klien intervensi secara tepat
berkurangnya klien dapat 3. Latih ROM bila 3. Imobilisasi yang lama
suplay oksigen meningkatkan keadaan klien akan menyebabkan

9
ke susunan toleransi aktivitas memungkinkan dekubitus
saraf pusat. dengan kriteria : 4. Ajarkan klien teknik 4. Menghemat energi
1. Bebas dari penghematan energi 5. Tidak kelelehan
kelelahansetelah untuk beraktivitas
beraktivitas 5. Tingkatkan aktivitas
2. Keseimbangan klien sesuai dengan
kebutuhan kemampuan
aktivitas dan
istirahat
3. Adanya
peningkatan
toleransi aktivitas
3 Ketidak Setelah dilakukan Kaji status nutrisi Merencanakan intervensi
seimbangan tindakan pasien yang tepat
nutrisi kurang keperawatan selama Kaji masukan selama Observasi kebutuhan
dari kebutuhan 3x24 jam klien perawatan per shif nutrisi
berhubungan terpenuhi kebutuhan1. Kaji terhadap 1. Merencanakan makanan
dengan mual; nutrisinya dengan ketidaknyamanan yang tepat
muntah; kriteria hasi: (mual,muntah) 2. Meningkatkan serlera
anoreksia. 1. Intake nutrisi 2. Beri makanan dalam makan dan intake
adekuat. kondisi hangat,porsi makanan
2. Mual, muntah, kecil tapi sering 3. Meningkatkan
anoreksi hilang 3. Kolaborasi dengan kepercayaan tentang
3. Bebas dari tanda- ahli gizi akan kebutuhan nutrisi
tanda malnutrisi. kebutuhan kalori, 4. Meningkatkan nafsu
4. Tidak terjadi protein dan cairan makan
penurunan BB sesuai ndengan 5. Menentukan makanan
penyakit, usia dan yang sesuai dengan
kebutuhan klien

10
metabolism

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

2.1 KONSEP DASAR MEDIS


2.1.1 Definisi
Dengue ialah suatu infeksi arbovirus (arthrop-borne virus) akut, ditularkan
oleh nyamuk spesies Aedes (FK UI, 1985, hlm. 607). Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti (betina). DHF terutama menyerang anak, remaja, dan
dewasa dan seringkali menyebabkan kematian bagi penderita (Christantie
Effendy, Skp. 1995).

11
Demam dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali disertai
dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia
sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (DHF) ditandai oleh emapat
manifestasi klinis utama: demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan
hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Dapat
mengalami syok hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok
ini disebut sindrom syok dengue (DSS) dan dapat menjadi fatal (WOC edisi
2).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis
di Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue
yang akut dan ditandai dengan panas mendadak selama 2–7 hari tanpa sebab
yang jelas disertai dengan manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis
kadang disertai muntah darah, berak darah, kesadaran menurun, dan syock
(Soegijanto, 2006).

2.1.2 Epidemologi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam
dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS) ditularkan
nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD
meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-
negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan (WHO,
2009).
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784,
sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830–1870.
Di Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871–1873 dan di
Amerika Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta
penderita.

12
Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi,
yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480
orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih(Kusriastuti R. Depkes RI.
2005). Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah
kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah
kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau
case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855
orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89% (Kusriastuti R. Depkes
RI. 2010).
Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai provinsi yang endemis
untuk penyakit DBD. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2007 terdapat sebanyak 20.565 kasus, tahun 2008
sebanyak 19.307 kasus, tahun 2009 kasus turun menjadi 18.728 kasus dan
pada tahun 2010 sekitar 17.000 kasus DBD.
Di beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya
musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan
curah hujan. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas,
akan tetapi secara garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita
meningkat antara bulan September sampai Februari dan mencapai puncaknya
pada bulan Januari. Di daerah urban yang berpenduduk padat puncak
penderita adalah bulan Juni-Juli hal ini bertepatan dengan awal musim
kemarau. Dari pengamatan di Surabaya antara tahun 1987-1991 menunjukkan
bahwa distribusinya berubah-ubah dan puncaknya mengikuti pola perubahan
kejadian musim hujan ke musim panas atau sebaliknya.
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok
umur <15 tahun 95% dan mengalami pergeseran dengan adanya peningkatan
proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi
penserita pada kelompok >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa
Timur bekisar 3,64% (Wirahjanto A, Soegijanto S edisi 2. 2006).
2.1.3 Etiologi

13
a. Virus dengue
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia,
maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto,
1990; 36). Diketahui ada empat jenis virus yang mengakibatkan demam
berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4.
b. Nyamuk aedes aegypti
Yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne
siensis, infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).
c. Host (pembawa)
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
2.1.4 Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra selular. Hal pertama yang terjadi setelah
virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa
(splenomegali)
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinema
serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit
>20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan)

14
plasma (plasma leakage) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk
patokan pembesaran cairan intravena. Oleh karena itu pada penderita DHF
sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk
mengetahui berapa persen hemokonsentrasi yang terjadi.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma terah teratasi sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik. Ganggaun hemostasis pada DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan
hampir seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan
jaringan adrenal. Hati umumnya membesar dengan perlemakan dan koagulasi
nekrosis pada daerah sentral atau parasentral lobulus hati.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada DHF yang timbul bervariasi berdasarkan derajat
DHF dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami
demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil, saat demam
pasien kompos mentis.
Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise
muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk. Pada fase kedua penderita
biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, maka merah,
keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada
petekie tersebar pada dahi dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak,
dan mudah memar serta berdarah pada tempat fungsi vena adalah lazim.
Ruam makular atau makulopopular mungkin muncul dan mungkin ada
sianosis sekeliling mulut dan perifer. Nadi lemah cepat dan kecil dan suara
jantung halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi costa dan
biasanya keras agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau
15
perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak
terkoreksi.
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran
klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:
a. Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu
menelan
b. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, tidak nafsu makan
(anoreksia), diare, konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain seperti nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu
hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan
(fushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan
fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentu dan pergerakan bola
mata terasa pegal.
Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai
berikut:
a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif dan
salah satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi), hematemesis, dan atau melena.
c. Perbesaran hati
d. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah
menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20
mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama
pada ujung hidung, jari, dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosis
disekitar mulut.
Gambaran klinis kemungkinan terjadinya renjatan hari ke-3 sampai hari
ke-7:
a. Perubahan sensorik dan nyeri perut
b. Perdarahan nyata selain perdarahan kulit
c. Terdapatnya efusi pleura atau asites
d. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih
e. Trombosit kurang dari 50.000/microliter
f. Hiponatremia dengan Na urine <10 mmol/L

16
g. EKG abnormal
h. Hipotensi
2.1.6 Klasifikasi
Menurut WHO (1986) DHF diklasifikasi berdasarkan derajat beratnya
penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4, sebagai berikut:
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji
tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Deajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain.
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan
ujung jari (tanda-tanda dini renjatan).
d. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
2.1.7 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan
koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi,
purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium

17
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan
aktivity dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah
jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan
dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24
jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel
sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar
dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Darah
1. Trombosit menurun.
2. HB meningkat lebih 20 %.
3. HT meningkat lebih 20 %.
4. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
5. Protein darah rendah.
6. Ureum PH bisa meningkat.
7. NA dan CL rendah
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test)
1. Rontgen thorax : Efusi pleura.
2. Uji test tourniket (+)
Tes torniket dilakukan dengan menggembungkan manset tekanan
darah pada lengan atas sampai titik tengah antara tekanan sistolik dan
diasolik selama 5 menit. Tes dianggap positif bila ada petekie 20 atau
lebih per 2,5 cm (1 inchi). Tes mungkin negatif atau positif ringan

18
selama fase syok berat. Ini biasanya menjadi positif kuat, bila tes
dilakukan setelah pemulihan dari syok.
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:
a. Tirah baring atau istirahat baring
b. Diet makan lunak
c. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, teh manis, sirop
dan beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali). Ringer
Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan,
mengandung Na+130 mEq/liter, K+,4 mEq/liter, korektor basa 28
mEq/liter, Cl- 109 mEq/liter dan Ca++ 3 mEq/liter.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin
atau dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian dengan kompres
dingin.
h. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
(kolaborasi dengan dokter)
i. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter)

2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN


2.2.1. Pengkajian
a. Identita
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Keluhan yang biasanya pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
e. Riwayat imunisasi
f. Riwayat gizi

19
g. Kondisi lingungan

h. Pola kebiasaan :
1. Nutrisi dan metabolism
2. Eliminasi BAB
3. Eliminasi BAK
4. Istirahat dan tidur
5. Kebersihan
i. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut
sampai ujung kaki
j. Sistem integumen :
1. Kepala dan leher
2. Dada
3. Abdomen
4. Ekstremitas
2.2.2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) behubungan dengan proses
penyakit (veremia).
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan
dirongga paru (effusi pleura).
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan
behubungan dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.

2.2.3. Intervensi keperawatan


a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) behubungan dengan proses
penyakit (veremia).

Tujuan Intevensi Rasional

20
Suhu tubuh 1. Mengobservasi TTV; TTV merupakan acuan untuk
normal (36- suhu, nadi, tensi, mengetahui keadaan umum pasien
37oC) pernapasan setiap 3
jam atau lebih

1. Memberikan penjelas Penjelasan tentang kondisi yang


tentang penyebab dialami pasien dapat membatu
demam atau pasien/keluarga mengurangi kecemasan
peningkatan suhu yang timbul

2. Menganjurkan pasien Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan


untuk banyak minum ± penguapan tubuh meningkat sehingga
2,5 liter/24 jam dan perlu diimbangi dengan asupan cairan
jelaskan manfaat bagi yang banyak
pasien

Pasien bebas 1. Memberikan kompres Kompres dingin akan membantu


dari demam dingin (pada daerah menurunkan suhu tubuh
axilla dan lipatan paha)

2. Memberikan terapi Pemberian cairan sangat penting bagi


cairan intravena dan pasien dengan suhu tinggi. Pemberian
obat-obatan sesuai cairan merupakan wewnang dokter
dengan program dokter sehingga perawat perlu kolaborasi
(masalah kolaborasi) dalam hal ini.

b. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan


intraseluler ke ekstraseluler.

Tujuan Intevensi Rasional

21
Setelah 1. Kaji keadaan umum Menetapkan data dasar pasien, untuk
dilakukan pasien (lemah pucat, mengetahui dengan cepat
tindakan tachicardi) serta tanda- penyimpangan dari keadaan normalnya.
keperawatan tanda vital.
defisit volume 2. Observasi adanya tanda- Agar dapat segera dilakukan tindakan
cairan dapat tanda syok. untuk menangani syok yang dialami
terpenuhi. pasien.
3. Berikan cairan Pemberian cairan IV sangat penting
intravaskuler sesuai bagi pasien yang mengalami defisit
program dokter. volume cairan dengan keadaan umum
yang buruk karena cairan langsung
masuk kedalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk Asupan cairan sangat diperlukan untuk
banyak minum. menambah volume cairan tubuh.
5. Kaji tanda dan gejala Untuk mengetahui penyebab devisit
dehidrasi atau volume cairan, jika haluaran urine < 25
hipovolemik (riwayat ml/jam, maka pasien mengalami syok.
muntah diare, kehausan
turgor jelek).
6. Kaji perubahan haluaran Untuk mengetahui keseimbangan cairan
urine dan monitor dan tingkatan dehidrasi.
asupan haluaran.

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan


dirongga paru (efusi pleura).

Tujuan Intevensi Rasional

22
Setelah 1. Kaji frekuensi Kecepatan biasanya meningkat, dispnea
dilakukan kedalaman pernafasan dan terjadi peningkatan kerja nafas.
tindakan dan ekspansi dada.
2. Auskultasi bunyi nafas Ronchi menyertai obstruksi jalan nafas
keperawatan
dan catat adanya bunyi atau kegagalan pernafasan.
pola nafas
nafas ronchi.
menjadi
3. Tinggikan kepala dan Duduk tinggi memungkinkan
efektif atau
bantu mengubah posisi. pengembangan paru dan memudahkan
normal.
pernafasan diafragma, pengubahan
posisi meningkatkan pengisian udara
segmen paru.
4. Bantu pasien mengatasi Perasaan takut dan ansietas berat
takut atau ansietas. berhubungan dengan ketidakmampuan
bernafas atau terjadinya hipoksemia.
5. Berikan oksigen Memaksimalkan bernafas dan
tambahan. menurunkan kerja nafas.

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan


sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat
menelan.

Tujuan Intevensi Rasional

23
Kebutuhan nutrisi 1. Memberikan makanan Membantu mengurangi
pasien terpenuhi, yang mudah ditelan kelelahan pasien dan
pasien mampu seperti; bubur, tim dan meningkatkan asupan makanan
menghabiskan dihidangkan saat masih karena mudah ditelan.
makanan sesuai hangat.
2. Memberikan makanan Untuk menghindari mual dan
dengan porsi yang
dalam porsi kecil dan muntah.
diberikan/dibutuhkan.
frekuensi sering.
3. Menjelaskan manfaat Meningkatkan pengetahuan
makanan/nutrisi bagi pasien tentang nutrisi sehingga
pasien terutama pada motivasi untuk makan
saat pasien sakit. meningkat.
4. Mencatat jumlah/porsi Untuk mengetahui pemenuhan
makanan yang nutrisi pasien.
dihabiskan oleh pasien
setiap hari.
5. Memberikan nutrisi Nutrisi parenteral sangat
parenteral (kolaborasi bermanffat/dibutuhkan pasien
dengan dokter). terutama jika intake per-oral
sangat kurang. Jenis dan jumlah
pemberian nutrisi parenteral
merupakan wewenang dokter.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C. (2000). Keperawatan medikal bedah: buku saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Bare, Brenda G dan Smelttzer, Susanne G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta: EGC

24
Candra, Aryu.2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases Studies,2 (2),
110-119.
Doenges, Marilynn E, dkk.2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC : Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai