Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


ISKEMIA
Dosen Pembimbing : Ns. Ana Fitria Nusantara S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 7

1. Dewi Susyanti (14201.06.14007)


2. Kamelia firdausi (14201.06.14022)

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH

DISRITMIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar

SISTEM KARDIOVASKOLER

Mengetahui,

Dosen Mata Ajar

Ns. Ana Fitria Nusantara S.Kep.,M.Kep

KATA PENGANTAR

2
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni
Nabi Muhammad SAW.

Tujuan penulisan makalah adalah untuk memenuhi tugas di STIKES Hafshawaty, kami
susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul iskemia dan dengan selesainya
penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong.
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sekaju ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong.
3. Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat. selaku Ketua Prodi S1
Keperawatan.
4. Ns. Ana Fitria Nusantara S.Kep.,M.Kep. selaku dosen Mata Ajar Sistem
Kardiovaskuler.
5. Santi Damayanti, A.md. selaku panitia Perpustakaan.
6. Teman-teman kelompok sebagai anggota penyusun makalah ini

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah kami
belum sempurna. Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari
pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, Sepetember 2016

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman Sampul............................................................................................i

Halaman Pengesahan.....................................................................................ii

Kata Pengantar...............................................................................................iii

Daftar Isi..........................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................

1.3 Tujuan ....................................................................................................

1.4 Manfaat..................................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi................................................................................


2.2 Definisi................................................................................................
2.3 Etiologi................................................................................................
2.4 Patofisiologi.........................................................................................
2.5 Manifestasi Klinis................................................................................
2.7 Pemeriksaan Diagnostik......................................................................
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................
2.9 Komplikasi...........................................................................................

BAB 3 ASUHAN KEPEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian...........................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................


3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan..........................................................................................

4
4.2 Saran....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

5
Penyakit Jantung iskemia adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang
disebkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran
darah. (Kumar, vinay, 2007).
Iskemia adalah kurangnya oksigen untuk perkusi secara adekuat yang terjadi karena
ketidakseimbangan antara cadangan dan kebutuhan oksigen. (Syamsudin, 2011).
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan dan masih
menjadi masalah baik di Negara maju maupun berkembang. Di USA setiap tahunnya
550.000 orang meninggal karena penyakit ini.
Di eropa diperhitungkan 20-40.000 orang dari satu juta penduduk menderita PJK.
Hasil survei yang dilakukan departemen kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK di
Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, pada tahun 2000-an dapat
dipastikan kecenderungan penyebab kematian pertama di Indonesia bergeser dari
penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular (antara lain PJK) dan degeneratife.
Peserta Umum yang direkrut dari perkotaan ke daerah pedesaan di multistage
random Metode cluster sampling. Diagnosis IHD adalah berdasarkan kuesioner Rose
(Organisasi Kesehatan Dunia) dan temuan elektrokardiografi. Sebanyak 369 (16,2%)
subyek dengan IHD didiagnosis antara 2.280 peserta. Prevalensi subjek dengan IHD
adalah meningkat secara signifikan pada usia: dari 9,9% pada individu usia 40-44 tahun
dibandingkan dengan 17,7% pada mereka lebih 60 tahun. kebiasaan merokok (mantan
dan saat ini) dan nonfrequent asupan buah-buahan dan sayuran secara signifikan positif
terkait dengan IHD pada pria, sementara alkohol berat minum kebiasaan dan masa
pendidikan lebih rendah dari waktu yang signifikan positif terkait dengan IHD pada
wanita. IHD ditemukan menjadi lazim, terutama di kalangan orang berusia di atas 40
tahun, di Mongolia. faktor statistik terkait untuk IHD ditemukan secara signifikan
berbeda berdasarkan seks. Data saat ini dapat memberikan informasi yang relevan untuk
mencegah IHD pada populasi Mongolia. (Tsogzolbaatar Enkh-Oyun, Dkk. 2013).

Penyakit kardiovaskular di Amerika serikat merupakan epidemi. Lebih dari


seperempat orang amerika terkena penyakit ini baik yang menyerang jantung atau
pembuluh darah. Kira-kira 1 juta kematian pertahun dihubungkan dengan gangguan
kardiovaskuler. Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab penyebab
kematian utama di Negara ini (amerika) merengut jiwa hampir sebanyak semua
penyebab kematian lain digabung menjadi satu. Menurut American heart association, di
Amerika serikat ada 1 kematian akibat penyakit kardiovaskular tiap 32 detik. (Price,
Sylvia Anderson, 1994).
6
Prevalensi penyakit jantung di Indonesia menunjukkan perempuan lebih tinggi dari
pada laki-laki. Hasil SKRT (2001) menunjukkan prevalensi penyakit jantung pada
populasi semua umur lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki (4,9% vs 3,4%),
hasil SKRT (2004), prevalensi penyakit jantung menurut gejala pada populasi umur 15
tahun juga lebih tinggi pada perempuan (2,3% vs 1,3%), Bahkan hasil penelitian tahun
1985 di masyarakat pedesaan di Kabupaten Semarang berbeda dengan gambaran di
rumah sakit saat itu, ternyata prevalensi penyakit jantung iskemik pada wanita lebih
tinggi dibanding laki-laki (Delima dkk, 2009).
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan karena
penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklorosis atau spasme atau kombinasi
keduanya. Penyakit jantung iskemia penyakit yang sering terjadi, paling serius, kronis
dan membahayakan di amerika serikat di mana lebih dari 11 juta orang menderita
penyakit jantung iskemia.
Aktifitas fisik dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesegaran tubuh. Aktifitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran
darah dan membakar kalori dalam tubuh (Hermansyah, 2012). Aktivitas fisik secara
teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan
pembuluh darah. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila kegiatan dilakukan
terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara
kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Namun hampir separuh
penduduk (47,6%) kurang melakukan aktivitas fisik (Riskesdas Sumsel, 2007).
Latihan/olahraga merupakan suatu aktivitas aerobik, yang bermanfaat untuk
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru, peredaran
darah, otot-otot dan sendi-sendi. Suatu latihan olahraga yang dilakukan secara teratur
akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tubuh kita. Latihan fisik dengan
pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah tingkat
kesegaran jasmani. Aktivitas aerobik teratur menurunkan risiko PJK meskipun hanya
11% laki-laki dan 4% perempuan (Salim dan Nurrohmah, 2013)

1.1 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah Bagaimana Asuhan


keperawatan pada penyakit iskemia ?
1.3 Tujuan Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada kasus iskemia
7
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar pembaca lebih memahami tentang definisi pada kasus iskemia
2. Agar pembaca lebih memahami tentang etiologi pada kasus iskemia
3. Agar pembaca lebih memahami tentang patofisiologi pada kasus iskemia
4. Agar pembaca lebih memahami tentang manifestasi klinis pada kasus iskemia
5. Agar pembaca lebih memahami tentang pemeriksaan penunjang pada kasus
iskemia
6. Agar pembaca lebih memahami tentang penatalaksanaan pada kasus iskemia
7. Agar pembaca lebih memahami tentang komplikasi pada kasus iskemia
8. Agar pembaca lebih memahami tentang pemeriksaan fisik pada kasus iskemia
9. Agar pembaca lebih memahami tentang diagnosa keperawatan pada kasus
iskemia
10. Agar pembaca lebih memahami tentang intervensi keperawatan pada kasus
iskemia

1.4 Manfaat
1.1.1 Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang penyakit iskemia. Dan
mengetahui tentang teori ataupun konsep terhadap gangguan kardiovaskuler
diantaranya penyakit iskemia, agar mahasiswa juga mengenal berbagai gangguan pada
sistem kardiovaskular dan menambah wawasan terhadap pengetahuan ilmu.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi


2.1.1 Anatomi

8
Selintas Struktur Dan Fungsi Jantung
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah toraks, dan ia
menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300 g (10,6 oz),
meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan,
beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah
memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil
mengangkut karbondioksida dan sampah hasil dari metabolism. Sebenarnya terdapat
dua pompa jantung yang terletak di sebelah kanan dan kiri. Keluaran jantung kanan
didistribusikan seluruhnya ke paru melalui arteri pulmonalis, dan keluaran jantung kiri
seluruhnya didistribusikan kebagian tubuh lain melalui aorta. Kedua pompa itu
menyeburkan darah secara bersamaan dengan kecepatan keluaran yang sama.
Kerja pemompaan jantung dijalankan oleh kontraksi dan relaksasi ritmik dinding
otot. Selama kontraksi otot (sistolik), kamar jantung menjadi lebih kecil karena darah
disemburkan ke luar. Selama relaksasi otot dinding jantung (distolik), kamar jantung
akan terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya. Jantung dewasa
normal berdetak sekitar 60 sampai 80 kali per menit, penyemburan sekitar 70 ml darah
dari kedua vetrikel per detakan, dan keluaran totalnya sekitar 5 L/menit.

Anatomi Jantung
Daerah di pertengahan dada di antara kedua paru disebut sebagai mediastinum.
Sebagian besar rongga mediastinum ditepati oleh jantung, yang terbungkus dalam
kantong fibrosa tipis yang disebut pericardium.
Perikarium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik.
Ruanagn antara permukaan dan lapisan dalam perikardium berisi sejumlah cairan yang
melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama kontraksi otot jantung.
Kamar jantung. sisi kanan dan kiri jantung, masing-masing tersusun atas dua
kamar, atrium (jamak=atria) dan vetrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan
kiri disebut septum. Ventrikel adalah kamar yang menyeburkan darah ke arteri. Fungsi
atrium adalah menampung darah yang dating dari vena dan bertindak sebagai tempat
penimbunan sementara sebelum darah kemudian dikosongkan ke ventrikel. Hubungan
keempat kamar jantung.
Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel berhubungan dengan beban
kerja yang diperlukan oleh tiap kamar. Dinding atrium lebih tipis daripada ventrikel

9
karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan
kemudian untuk menyalurkannya ke ventrikel. Karena vertikel kiri mempunyai beban
kerja yang lebih berat di antara dua kamar bawah, maka tebalnya sekitar 2-1/2 lebih
tebal dibanding dinding ventrikel kanan. Ventrikel kiri menyemburkan darah melawan
tahanan sistemis yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan tekanan rendah
pembuluh darah paru.
Karena posisi jantung agak memutar dalam rongga dada, maka ventrikel kanan
terletak lebih ke anterior (tepat dibawah sternum) dan ventrikel kiri terletak lebih ke
posterior. Ventrikel kiri bertanggung jawab atas terjadinya denyut apeks atau titik
pukulan maksimum (PMI), yang normalnya teraba di garis midklavikularis dinding
dada pada rongga interkostal ke-5.
Kutub Jantung memungkinkah darah mengalir hanya ke satu arah dalam
jantung. katub, yang tersusun atas bilah-bilah jaringan fibrosa, membuka dan menutup
secara pasif sebagai respon terhadap [erubahan tekanan dan aliran darah. Ada dua jenis
katup: atrioventrikularis dan semilunaris.
Katub Atrioventrikularis, katub yang memisahkan atrium dan ventrikel di sebut
dengan Atrioventrikularis. Katub trikuspidalis, dinamakan demikian karena tersusun
atas tiga kuspis atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral
atau bikuspidalis (dua kuspis) terletak diantara atrium dan ventrikel kiri (lihat Gbr. 26-
1).
Normalnya, ketika ventrikel berkontraksi, tekanan ventrikel akan mendorong
daun-daun katup atrioventrikularis ke atas rongga atrium. Jika terdapat tekanan cukup
kuat untuk mendesak katup, darah akan disemburkan kebelakang dari ventrikel ke
atrium. Otot papilaris dan korda tendinea bertanggung jawab menjaga aliran darah tetap
menuju ke satu arah melalui katup atrioventrikularis. Otot papilaris adalah bundel otot
yang terletak di sisi dinding ventrikel. Korda tendinea adalah pita fibrosa yang
memanjang dari otot papilaris ke tepi bilah katup, berfungsi menarik tepi bebas katup
ke dinding ventrikel. Kontraksi otot papilaris mengakibatkan korda tendinea menjadi
tegang. Hal ini menjadi daun katup menutup selama sistolik, mencegah aliran balik
darah. Otot papilaris dan korda tendinea hanya terdapat pada katup mitral dan
trikuspidalis dan tidak terdapat di katup semilunalis.
Katup semilunaris terletak di antara tiap ventrikel dan arteri yang
bersangkutan. Katup diantara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis di sebut katup
pulmonalis, katub antara ventrikel kanan dan aorta di namakan katup aorta. Katup
semilunaris normalnya tersusun atas tiga kuspis, yang berfungsi dengan baik tanpa otot

10
papilaris dan korda tendinea. Tidak terdapat katup antara vena-vena besar dengan
atrium.
Arteri Koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung, yang
mempunyai kebutuhan metabolism tinggi terhadap oksigen dan nutrisi (Gbr. 26-2).
Jantung menggunakan 70% sampai 80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri
koronaria, sebagai perbandingan organ lain hanya menggunakan rata-rata seperempat
oksigen yang dihantarkan. Arteri kononaria muncul dari aorta dekat hulunya di
ventrikel kiri. Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak
melalui arteri kononaria utama kiri, yang kemudian terpecah menjadi dua cabang besar
ke bawah (arteri desendens arterior sinistra) dan melintang (arteri sirkumfleksa) sisi kiri
jantung. Jantung kanan dipasok seperti itu pula dari arteri koronaria dekstra. Tidak
seperti arteri lain, arteri koronaria diperfusi selama distolik.
Otot Jantung. jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung dinamakan
otot jantung. secara mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik (skelet), yang
berada dibawah control kesadaran. Namun, secara fungsional, otot jantung menyerupai
otot polos karena sifatnya volunteer.
Serat otot jantung tersusun secara interkoneksi (disebut sinsitium) sehingga
dapat berkontraksi dan berelaksasi secara terkoordinasi. Pola urutan kontraksi dan
relaksasi tiap-tiap serabut otot jantung sebagai satu keseluruhan dan memungkinkannya
berfungsi sebagai pompa. Otot jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan
dalam miokardium yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium,
dan lapisan sel di bagian luar dinamakan epikardium.

Sistem Hantaran Jantung

Sel-sel otot jantung mempunyai kerja ritmik inheren (ritmisitas), yang dapat
digambarkan dengan adanya kenyataan bahwa bila satu bagian miokardium diambil,
maka jantung akan tetap berkontraksi secara ritmis jika tetap dijaga dalam kondisi yang
memadai. Tetapi, atrium dan ventrikel harus berkontraksi secara berurutan agar aliran
darah dapat efektif. Kontraksi yang teratur terjadi karena sel-sel khusus dalam sistem
hantaran secara metodis membangkitkan dan menghantarkan impuls listrik ke sel-sel
miokardium.

Nodus sinoatrial (SA), yang terletak antara sambungan vena kava superior dan
atrium kanan, adalah awal mula sistem hantaran dan normalnya berfungsi sebagai pacu
jantung ke seluruh miokardium. Nodus SA memulai sekitar 60 sampai 100 implus per
11
menit pada saat jantung normal istirahat, tetapi dapat mengubah frekuensinya sesuai
kebutuhan tubuh.

Sinyal listrik yang dimulai oleh nodus SA kemudian dihantarkan dari sepanjang sel
miokardium ke nodus atrioventrikularis (AV). Nodus AV (terletak di dinding atrium
kanan dekat katup trikuspidalis) adalah kelompok sel-sel otot khusus lainnya yang
menyerupai nodus SA, namun dengan kecepatan intrinsik sekitar 40 sampai 60 implus
per menit. Nodus AV berkoordinasi dengan implus listrik yang datang dari atrium dan,
setelah sedikit perlambatan, akan mengantarkan ke ventrikel. Implus tersebut akan di
hantarkan melalui suatu bundle serabut otot khusus (bundel His)yang berjalan di dalam
septum yang memisahkan ventrikel kanan dan kiri. Bundel his akan bercabang menjadi
cabang bundel kanan dan kiri, yang kemudian berakhir sebagai serabut yang dinamakan
serabut Purkinje. Bundel kanan menyebar ke otot ventrikel kanan. Bundel kiri memisah
lagi menjadi cabang bundel arterior sinistra dan posterior sinistra, yang kenudian
menyebar ke otot ventrikel kiri. Penyebaran implus lebih lanjut oleh depolarasi
sepanjang miokardium terjadi melalui hantaran di antara serat otot itu sendiri.

Frekuensi jantung ditentukan oleh sel miokardium yang mempunyai kecepatan paling
cepat. Normalnya nodus SA adalah yang tercepat. Bila nodus SA tidak berfungsi, maka
nodus VA biasanya mengambil alih fungsi pacu jantung. Bila kedua nodus SA dan AV
tidak berfungsi, maka miokardium akan terus berdenyut dengan kecepatan kurang dari
40 denyut per menit, yang merupakan kecepatan pacu jantung intrinsic sel-sel miokardial
ventrikel. (Smeltzer, Susanne, 2008)

2.1.2 Fisiologi
Jantung merupakan sebuah organ muscular berbentuk krucut berukuran satu
kepalan tangan. Jantung terletak diantara paru-paru, tempat dibelakang sternum (tulang
dada) memiliki apeks (ujung yang runcing) yang mengarah miring ke kiri. Miokardium
adalah bagian utama yang terdiri atas jaringan otot jantung. Jantung terletak di dalam
sebuah kantung pericardium yang mengandung cairan pericardium sebagai bantalan.
Endokardium membatasi permukaan dalam jantung. Dinding dalam yang disebut
septum memisahkan jantung menjadi bagian kiri dan kanan. Jantung memiliki 2 atrium
(serambi) yang berdinding tipis dan 2 ventrikel (bilik) yang berdinding tebal. Atrium
menerima darah yang masuk melalui vena pada sistem kardiovaskular. Otot atrium jauh
lebih kecil dan lemah dibandingkan dengan ventrikel meskipun keduanya mendapat
12
darah dengan volume yang sama. Hal ini disebabkan karena fungsi ventrikel, yakni
memompa darah ke arteri pada sistem kardiovaskuler.
Katup jantung berfungsi memastikan arah aliran darah dengan mencegah
terjadinya arus balik. Katup-katup ini terdiri atas urat daging yang kuat, berserat, dan
melekat ke proyeksi dinding-dinding ventrikel. Urat daging tersebut menyanggah katup
jantung dan mencegah aliran darah agar tidak terbalik saat jantung berkontraksi.
Katup-katup jantung terbagi menjadi dua jenis yaitu katup atrioventrikular dan
katup semilunar. Katup atrioventrikular terdapat diantara atrium dan ventikel yang
berfungsi mencegah aliran balik darah dari ventrikel ke atrium. Katup atrioventrikular
yang terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup tricuspid karena
terdiri atas tiga kuspis (daun katup). Katup atrioventrikular yang terletak diantara
atrium kiri dan ventrikel kiri disebut katup bicuspid (mitral) karena terdiri atas 2 kuspis.
Sementara itu, katup-katup semilunar memiliki penutup yang berbentuk bulan separuh.
Katup semilunar ada dua macam yaitu katup pulmonal dan katup aorta. Katup
pulmonal terletak diantara ventrikel kanan dan atrium pulmonal di trunkus pulmonalis.
Katup aorta terletak diantara ventrikel kiri dengan aorta. (Syamsudin, 2011)

2.2 Definisi
Penyakit Jantung iskemia adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang
disebkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran
darah. (Kumar,vinay, 2007).
Iskemia adalah kurangnya oksigen untuk perkusi secara adekuat yang terjadi karena
ketidakseimbangan antara cadangan dan kebutuhan oksigen. (Syamsudin, 2011).
Iskemia adalah penyakit jantung yang menyerang pembuluh arteri koroner, yang
terjadi penyumbatan pasokan oksigen dalam darah yang megarah ke jantung.
(Dewi,Meli, 2016).

2.3 Etiologi
Empat factor resiko biologis yang tidak dapat di ubah, yaitu usia, jenis kelanin, ras,
dan riwayat keluarga. Kerentanan terhadap arteriosklerosis koroner meningkat dengan
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi
hubungan antara usia dan timbulnya penaykit mungkin hanya mencerminkan paparan
yang lebih panjang terhadap factor-faktor arteriogenesis. Wanita memiliki resiko yang
lebih rendah terhadap penyakit ini sampai setelah menopause dan kemudian memiliki
resiko yang sama besar dengan pria. Estrogen di anggap sebagai hormone yang
memberikan imunitas pada wanita sebelum menopause. Tetapi, riwayat keluarga dapat
pula menjadi komponen lingkungan yang kuat yang menjadikan wanita memiliki resiko
13
yang lebih tinggi terhadap penyakit arteriosklerosis seperti gaya hidup yang
menimbulkan setres atau obesitas.

2.3.1 Hiperlipidemia

Lipid plasma yaitu kolestrol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas berasal
oksigen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak. Kolestrol dan trigliserida adalah
dua jenis lipid yang relative yang mempunyai makna klinis yang penting sehubungan
dengan arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma tetapi terikat pada protein sebagai
mekanisme transport dalam serum. Peningkatan kolestrol LDL dihubungkan dengan
meningkatnya resiko terhadap koronaria, sementara kadar kolestrol HDL yang tinggi
tampaknya berperan sebagai factor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria.

2.3.2 Hipertensi

Tekanan darah tinggi adalah factor resiko yang paling membahayakan karena
biasanya tidak menunjukkan gejala sampai kondisi telah menjadi lanjut atau kronis.
Tekanan darah tinggi menyebabkan tingginya gradient tekanan yang harus dilawan oleh
ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang tidak di control dapat
menyebabkan suplay kebutuhan oksigen jantung meningkat.

2.3.3 Merokok

Resiko merokok bergantung pada jumlah rokok yang digunakan perhari, bukan pada
lamanya seseorang merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu bungkus rokok
sehari beresiko mengalami masalah kesehatan khususnya gangguan jantung dua kali
lebih besar dari pada mereka yang tidak merokok. Merokok berperan dalam pemburuk
kondisi penyakit arteri koroner melalui 3 macam cara meliputi:
1. menghirup asap akan meningkatkan kadar karbon monoksida (CO) darah.
Hemoglobin, komponen darah yang mengangkut oksigen, lebih mudah terikat pada
karbon monoksida dari pada oksigen. Hal ini menyebabkan oksigen yang di suplay ke
jantung menjadi sangat berkurang, sehingga jantung bekerja lebih berat untuk
menghasilkan energy yang sama besarnya.
2. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolanin, yang menyebabkan
kontriksi arteri.
3. Merokok meningkatkan adhesi trombosit, mengakibatkan peningkatan pembentukan
thrombus.

14
2.3.4 Diabetes militus

Pada penderita diabetes militus cenderung memiliki prevalensi arteriosklerosis


yang lebih tinggi, demikian pula pada kasus arteriosklerosis koroner premature dan berat.
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, yang menyebabkan
pembentukan thrombus. Hiperglikemia bisa menjadi penyebab kelainan metabolisme
lemak atau predisposisi terhadap degenarasi vascular yang berkaitan dengan gangguan
toleransi terhadap glukosa.

2.3.5 Diet

Diet yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garam, merupakan salah
satu factor yang berperan penting dalam timbulnya penyakit hiperlipoproteinemia dan
obesitas. Obesitas meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen.

2.3.6 Psikologis

Gaya hidup yang kurang bergerak serta ketegangan psikososial pada masa kini
cukup berperan menimbulkan penyakit jantung koroner. Rosenman dan friedman telah
memopulerkan hubungan yang menarik antara pola tingkah laku tipe A dengan
arteriogeneseis yang dipercepat. Kepribadian yang termasuk tipe A adalah mereka yang
memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius, agresif, temperamental, serta merasa
diburu waktu. Sudah banyak diketahui bahwa stress dapat menyebabkan pelepasan
katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stress memang bersifat arteriogenesis
atau hanya mempercepat serangan. (Muttaqin, Arif. 2009.)

2.4 Patofisiologi
Aterosklerosis atau pengerasan dinding pembuluh darah adalah penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah nadi jantung oleh plak (ateroma). Pembentukan ateroma
merupakan proses yang normal di dalam pembuluh darah manusia. Seiring dengan
bertambahnya usia, respon terhadap stress mekanis, kimiawi, CO, racun rokok,
homosistein, kolesterol, menyebabkan luka goresan pada ateroma tersebut. Luka goresan
ini selanjutnya menjadi tempat menumpuk lemak, kalsium dan jaringan ikat, pada
mulanya, hanya terbentuk endapan lunak, namun proses berlangsung bertahun-tahun
mengakibatkan endapan tersebut menjadi keras yang disebut aterosklerosis. Selain itu,
penyumbatan dan penyempitan ini menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi tidak
elastis, dan lama-kelamaan timbul gangguan tekanan darah tinggi (hipertensi). Hipertensi
15
yang tidak terkontrol, dapat berlanjut dan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di
otak sehingga menyebabkan serangan stroke. Aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh
darah koroner, dapat menyebabkan kerusakan otot dinding jantung akibat terhentinya
aliran darah (infark miokardia), dan berkurang aliran darah ke organ-organ (iskemia).
(karyadi,2002)

Pada penelitian - penelitian terdahulu menjelaskan bahwa iskemik miokard pada


penyakit arteri koroner dihasilkan dari plak atherosclerosis yang mempersempit lumen
pembuluh darah dan membatasi suplai darah. Namun pada penelitian terkini
menunjukkan bahwa penurunan aliran darah disebabkan oleh kombinasi dari
penyempitan pembuluh darah permanen dan tonus vaskular yang abnormal
menyebabkan atherosclerosis induced disfungsi sel endotelial. Kondisi hemodinamik
yang menyebabkan atherosclerosis stenosis arteri koroner permanen berhubungan
dengan mekanisme cairan dan anatomi vaskuler.

Hukum Poiseuille menyatakan bahwa aliran cairan berbanding lurus dengan


perbedaan tekanan(), radius pipa(r), serta berbanding terbalik dengan viskositas
darah () dan panjang pipa (L) sehingga bila dirumuskan menjadi Q=( Pr4)/(8 L).

Pada hukum Ohm aliran berbanding lurus dengan perbedaan tekanan dan berbanding
terbalik dengan resistensi pipa digambarkan dengan rumus Q=( P)/R.

Arteri koroner menjalar dari bagian berdiameter besar di proksimal dan makin
kecil ke distalnya. Bagian proximal paling sering mengalami atherosclerosis yang
menyebabkan plak stenosis. Bagian distal biasanya jarang terkena plak stenosis dan
memiliki respons vasomotor sesuai kebutuhan oksigen mereka akan melebar bila
terdapat stenosis oksigen yang berat. Bila penyempitan lumen kurang dari 60%,
aliran darah potensial maksimal arteri tidak terpengaruh secara signifikan karena
adanya gerakan proksimal dan vasodilatasi pembuluh darah distal untuk mencukupi
suplai. Saat penyempitan pembuluh darah lebih dari 70% aliran darah istirahat
normal namun aliran darah maksimal menurun walaupun dengan dilatasi pembuluh
darah distal. Pada saat kebutuhan oksigen meningkat (denyut jantung naik atau saat
kerja berat) aliran kororner tidak adekuat dengan menurunnya oksigen suplai yang
menyebabkan iskemia miokard. Bila penyempitan lebih dari 90% walau dengan
dilatasi distal maksimal, aliran darah tetap tidak dapat mencukupi kebutuhan basal dan

16
iskemik tetap ada saat istirahat. Walaupun ada aliran kolateral namun tetap saja tidak
cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen selama aktivitas.

Selain penyempitan pembuluh darah, disfungsi endotelial juga berperan dalam


menyebabkan CAD. Abnormal fungsi endotel dapat terjadi melalui 2 jalan yaitu
dengan vasokonstriksi arteri koroner yang tak diinginkan atau tidak adanya substansi
antitrombin. Substansi vasodilator juga tidak dapat bekerja karena endothelial yang
rusak tidak dapat memproduksi dengan baik, sehingga lebih predominan substansi
vasokonstriktor yang justru memperparah penyempitan pembuluh darah. Pada
pasien hipercholesterolemia, DM, perokok, hipertensi, telah terjadi disfungsi
endothelial lebih dahulu sebelum terbentuk atherosclerosis. Endotel juga
menghasilkan substansi antitrombotik untuk menyeimbangkan agregasi trombosit saat
melepaskan substansi vasodilator seperti NO dan prostasiklin. Namun bila substansi
vasodilator berkurang, produksi antitrombotik juga menipis yang justru meningkatkan
koagulasi dan Vasokonstriksi.

Selain disebabkan oleh atherosclerosis, penyakit jantung koroner dapat


disebabkan beberapa halantara lain penurunan perfusi akibat hipotensi (misal
hipovolemia atau syok septik), penurunan pengangkut oksigen darah yang cukup berat
(misal anemia, kelainan paru), perdarahan masif (perdarahan berat meyebabkan
berkurangnya hemoglobin atau hipotensi). Namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan iskemia mendadak tanpa harus didahului atherosclerosis seperti takikardi
cepat, hipertensi akut atau stenosis aorta berat. (Satoto,Hari Hendriarto. 2014)

2.5 Manifestasi klinis


Gejala klinis akan timbul apabila sudah terjadi obstruksi pada arteri koronaria,
dapat diakibatkan oleh plak yang sudah menutupi pembuluh darah atau plak
terlepas membentuk trombosis sehingga perfusi darah ke miokard menjadi sangat minim
dan dapat menimbulkan tanda tanda infark miokard. Tanda tanda tersebut adalah
(Silvia, Loraine, 2006) :
1. Nyeri dada (angina pectoris), jika miokardium tidak mendapatkan cukup
darah (suatu keadaan yang disebut iskemi), maka oksigen yang tidak memadai
dan hasil metabolisme yang berlebihan menyebabkan kram atau kejang.
Angina merupakan perasaan sesak di dada atau perasaan dada diremas-
remas, yang timbul jika otot jantung tidak mendapatkan darah yang
cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada
17
setiap orang. Beberapa orang yang mengalami kekurangan aliran darah bisa
tidak merasakan nyeri sama sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia).
2. Sesak nafas, merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung.
Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di
paru-paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner).
3. Kelelahan atau kepenatan, jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran
darah ke otot selama melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan
penderita merasa lemah dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk
mengatasinya, penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap
atau mengira gejala ini sebagai bagian dari penuaan.
4. Palpitasi (jantung berdebar-debar)
5. Pusing & pingsan, penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung
yang abnormal serta kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan
pusing dan pingsan.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan penunjaung
diantaranya:
1. EKG
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat.
Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1) Depresi segmen ST > 0,05 mV

2) Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang simetris
di sandapan prekordial.

18
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung,
terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan
segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis
APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat
mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi
lebih lanjut dengan berbagai ciri dan katagori:
A. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa inverse
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak
dijumpai gelombang Q

B. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam


(Kulick, 2014).

19
2. Chest X-Ray (foto dada)
Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung
kongestif) atau aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014).
3. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak
digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung,
irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner
mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan segmen
depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014).
4. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar
jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua bagian dari dinding
jantung berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian yang bergerak
lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit
oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012).
5. Kateterisasi jantung atau angiografi
Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif minimal
dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh darah ke
pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut
kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini
dikenal sebagai angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk
mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu
kelainan (Mayo Clinik, 2012).
6. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)

20
Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner
adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu
memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan
melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat menghasilkan gambar arteri
jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT scan yang berguna untuk mendeteksi
kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah
besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik,
2012).
7. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan
penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya
penyempitan atau penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas
pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo Clinik, 2012).
8. Pemeriksaan biokimia jantung (profil jantung)
Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai
nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT
berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino dari Troponin
C sama dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda.
Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark
miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari. Kadar serum creatinine
kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard,
risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segment elevasi ST namun mengalami
peningkatan nilai CKMB (Depkes, 2006).
2.7 Penatalaksanaan
Pasien yang mengalami sindrom koroner akut, panduan terapi berikut, menggunakan
pertolongan akronim ABCD, dapat dilakukan:
A. Untuk terapi Antiplatelet, antikoagulan, penghambat enzim pengubah
Angiotensin, dan penyekat reseptor Angiotensin.
B. Untuk penyekat beta dan pengendalian pengendalian tekanan darah (blood
pressure)
C. Untuk terapi kolestrol dan menghentikan rokok (cigarette smoking cessation)
D. Untuk penatalaksanaan Diabetes dan diet.
E. Untuk exercise atau olahraga.
Untuk pasien yang mendapat serangan jantung, terapi dibawah ini harus dilakukan.

21
Penghentian aktivitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung membantu
membatasi luas kerusakan.
Resusitasi jantung paru (cardiopulmonary resuscitation, CPR)mungkin
diperlakukan apabila terjadi fibrilasi jantung atau henti jantung. Defibrilasi
listrik untuk memulihkan irama listrik dalam menyelamatkan IM. Upayah
yang besar dari komunitas terkini yang berfokus pada pelatihan masyarakat
yang intensif mengenai penggunaan defibrillation terbukti menggandakan
angka bertahan hidup pada penderita henti jantung.
Infuse intravena atau intrakoroner segera dengan obat trombolitik
(penghancur bekuan) akan menghancurkan embolus penyebab penggunaan
obat ini secara dini (sebaiknya dalam 1 jam setelah infark) menyebabkan
peningkatan dramatis angka bertahan hidup dan pembatasan luas cedera
miokardium lebih lanjut. Obat-obatyang mencegah pembentukan bekuan
baru, misalnya, heparin, juga diperlakukan. Di samping menggunakan obat-
obat penghancur bekuan, angioplasty koroner mungkin digunakan untuk
membuka arteri koroner.
Diberikan oksigen untuk meningkatkan oksigenasi darah sehingga beban atas
jantung berkurang dan perfusi sistemik meningkat.
Obat untuk memnghilangkan nyeri (biasanya morfin dan meperidin,
demerol) digunakan untuk menenangkan pasien dank arena nyeri akut
menstimulasi saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan kecepatan
denyut jantung dan resistensi vascular, selain itu, nyeri meningkatkan stres
mental dan rasa cemas. Morfin juga bersifat vasodilator yang bekerja
menurunkan preload dan afterload.
Diberikan nitrat untuk mengurangi aliran balik vena dan melemaskan arteri
sehingga preload dan afterload berkurang dan aliran darah koroner
meningkat.
Diberikan diuretik untuk meningkatkan aliran darah ginjal. Hal ini
mempertahankan fungsi ginjal dan mencegah kelebihan volume serta terjadi
gagal jantung kongestif. Peningkatan aliran darah ginjal juga menurunkan
pelepasan renin.
Obat inotropik positif (dugitalis) digunakan untuk meningkatkan
kontraktilitas jantung.
Bypass arteri koroner mungkin dipertimbangkan jika infark yang terjadi
akibat sumbatan trombotik. (Corwin, Elizabeth, 2009)

22
2.8 Komplikasi
Dapat terjadi troboembolus akibat kontralitas miokard berkurang. Embolus tersebut
dapat menghambat aliran darah ke bagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh
infark pertama. Embolus tersebut juga dapat mengalir ke organ lain, menghambat
aliran darahnya dan menyebabkan infark di organ tersebut.
Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak daoat memompa keluar
semua darah yang diterimanya. Gagal jantung dapat terjadi segera setelah infark
apabila infark awal berukuran sangat luas, atau setelah pengaktifan refleks
baroreseptor. Dengan diaktifkannya reflek beroreseptor terjadi peningkatan darah
yang kembali ke jantung yang rusak serta konstriksi arteri dan arteriol di sebelah hilir.
Hal ini menyebabkan darah berkumpul di jantung dan menimbulkan peregangan
berlebihan pad sel-sel otot jantung. Apabila peregangan tersebut cukup hebat, maka
kontraktilitas jantung dapat berkurang karena sel-sel otot tertinggal pada kurva
panjang tegangan.
Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark. Distritmia dapat terjadi akibat
perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan pH. Daerah di jantung yang mudah
teriritasi dapat mulai melepaskan potensial aksi sehingga terjadi distritmia. Nodus SA
dan AV, atau jalur transduksi (serabut purkinje atau berkas His), dapat merupakan
bagian dari zona iskemik atau nekrotik yang mengaruhi pencetusan atau penghantaran
sinyal. Fibrilasi adalah sebab utama kematian pada infark miokardium di luar rumah
sakit.
Dapat terjadi syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu
lama. Syok di kardiogenik dapat fatal pada waktu infark, atau menyebabkan kematian
atau kelemahan beberapa hari atau minggu kemudian akibat gagal paru atau ginjal
karena organ-organ mengalami iskemia. Syok kardiogenik biasanya berkaitan dengan
kerusakan sebanyak 40% masa oto jantung.
Dapat terjadi rupture miokardum selama atau segera setelah sesuatu infark besar.
Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya beberapa hari setelah
infark). Perikarditis terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi setelah cedera dan
kematian sel. Sebagian jenis perikarditis dapat terjadi beberapa minggu setelah infark,
dan mungkin mencerminkan suatu reaksi hipersensivitas imun terhadap nekrosis
jaringan.
Setelah infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel
mikardum yang mati. Apabila jaringan parut ini cukup luas, kontraktilitas jantung

23
dapat berkurang secara permanen. Pada sebagian kasus, jaringan parut tersebut lemah
sehingga dapat terjadi rupture miokardium atau neorisma.

BAB III
ASKEP TEORI

3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada sistem kardiovaskular adalah salah satu komponen
proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam mengenali masalah klien.
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan mengumpulkan data tentang status kesehatan
klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, dan berkesinambungan. Pengkajian
keperawatan yang komprehensif secara umum meliputi anamnesis pada klien, keluarga
dan perawat lainnya (Muttaqin, Arif. 2009.)
3.1.1 Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan,
alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis.(Wantiyah,2010)
3.1.2 Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan skala nyeri 0-
10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian nyeri secara mendalam
menggunakan pendekatan PQRST, meliputi prepitasi dan penyembuh, kualitas dan
kuatitas, intensitas, durasi, lokasi, radiasi/penyebaran,onset.(Wantiyah,2010: hal 18)
3.1.3 Riwayat kesehatan lalu
24
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain apakah klien
pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark miokard atau penyakit jantung
koroner itu sendiri sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya.
(Wantiyah,2010).
3.1.4 Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk membantu klien
dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap. Pada klien PJK umumnya
mengalami nyeri dada. (Wantiyah,2010)
3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit
jantung koroner
1. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga factor
2. faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan peningkatan tekanan
darah.(A.FauziYahya 2010)
3.1.6 Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung koroner
adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan, depresi dan penerimaan
realistis. (Wantiyah,2010)
3.1.7 Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung koroner
untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas. Pasien
penyakit jantung koroner mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.(Panthee & Kritpracha, 2011)
3.2 Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Kepala : ukuran kepala normal, kulit kepala bersih.
b. Rambut
i. Inspeksi : rambut tampak kusam, rambut agak tebal, warna rambut
hitam, rambut rontok.
ii. Palpasi : tidak terdapat benjolan atau nyeri tekan
iii. Mata
iv. Inspeksi : konjungtiva anemis, sclera ikterik, pupil isokor, tidak ada
raccoon eyes, reaksi pupil berubah.
v. Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan
c. Telinga
i. Inspeksi : letak simetris, kebersihan telingan cukup bersih, tidak ada
battle sign dan tidak ada memar
d. Hidung
i. Inspeksi : bentuk normal, lubang hidung bersih, distribusi sillia normal
e. Mulut

25
i. Inspeksi : mukosa bibir kering, pucat, tidak terdapat sariawan,
kebersihan mulut cukup bersih, julam gigi berkurang, lidah cukup
bersih, perubahan pola bicara.
f. Leher
i. Inspeksi : tidak ada lesi, jejas, dan tidak ada luka.
ii. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada deviasi
trachea.
g. Paru-paru
i. Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, tidak ada cuping hidung,
adanya penggunaan otot dada, adanya retraksi dinding dada.
ii. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada indikasi krepitasi, teraba
pembesaran jantung,
iii. Perkusi : untuk mengetahui batas tegas dari paru-paru.
iv. Auskultasi : Suara napas crackles mengindikasikan edema paru atau
fenomena tromboemboli paru (tachydisritmia), rochi di dada,
h. Jantung
i. Inspeksi : tidak ada luka, jejas, dan tidak ada lesi
ii. Palpasi : terdapat ictus cordis pada ruang intercosta kiri Y, agak ke
medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
iii. Perkusi : melakukan perkusi dari arah lateral ke medial, Batas bawah
kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di line
parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II
kanan linea parasternalis kanan. Batas jantung sebelah kiri yang
terletak di sebelah cranial iktus, pada ruang interkostal II letaknya
lebih dekat ke sternum daripada letak iktus cordis ke sternum, kurang
lebih di linea parasternalis kiri.
iv. Auskultasi : adanya suara tambahan, khususnya s3 dan s4 yang
mencerminkan penurunan daya regang dan lentur (komplians)
miokardium yang tampak dari pengurangan curah jantung. Auskultasi
jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara ekstrasistole.
i. Abdomen
i. Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada asites, bentuk datar,
ii. Auskultasi : peristaltic usus normal
iii. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, dan tidak ada asites.
iv. Perkusi : untuk mengetahui suara tympani.
j. Ekstermitas
i. Reflex tendon dalam hilang menggambarkan disritmia yang
mengancan jiwa (ventricular takikardi atau bradikardi berat),
kelemahan, turgor kulit menurun, sianosis.

26
3.3 Diagnosa keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan


2. Nyeri
3. Intoleransi aktivitas
4. Ansietas
5. Difisiensi pengetahuan
6. Intoleransi aktivitas
7. Resiko penurunan perfusi jaringan perifer
8. Resiko infeksi
9. Hambatan mobilitas fisik
10. Resiko Volume Cairan Ekstravaskular Menurun

3.4 Intervensi keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan


Tujuan: Setelah dilakukan asuhan selama x 24 jam, perfusi jaringan
pasien dapat di tangani.

Kreteria Hasi :Mendemonstrasikan pefusi adekuat secara individual, (contoh :


kulit hangat dan kering, ada nadi perifer/kuat, tanda vital dalam batas normal,
pasien sadar/ berorientasi, tak ada edema, bebas nyeri/ ketidaknyamanan).

N Intervensi Rasional
o
1. Selidiki peubahan tiba-tiba atau Perfusi serebral secara langsung
gangguan mental kontinu, sehubungan dengan curah jantung
(contoh: cemas, bingung, letergi, dan juga dipengaruhi oleh
pingsan) elektrolit/variasi asam basah,
2.
hipoksia, atau emboli sistemik.
Kaji fungsi gastrointestinal, catat
Penurunan aliran darah ke mesentri
anreksia, penurunan/tak ada
dapat mengakibatkan disfungsi
bising sus, mual/muntah, distensi
gastrointestinal, contoh kehilangan
abdomen, konstipasi.
peristaltik. Masalah prioritas/aktual
3.
karena penggunaan analgesik,
penurunan aktivitas dan perubahan
Pantau pemasukan dan catat
diet.
perubahan haluaran urine. Catar
Penurunan pemasukan/mual terus
berat jenis sesuai indikasi.
menerus dapat mengakibatkan
27
penurunan volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada perfusi dan
fungsi organ. Berat jenis mengukur
status hidrasi dan fungsi ginjal.
2.Nyeri
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam, nyeri
akan berkurang.
Kreteria Hasil :
1. Menyatakan nyeri dada hilang/terkontrol
2. Mendemotrasikan penggunaan teknik relaksasi
3. Menunjukkan menurunya tegangan, rileks, mudah bergerak

No Intervensi Rasional

1. Terdapat nyeri dari pasien termasuk Nyeri sebagai pengalaman subjektif


lokasi ; intensitas (1-10) lamanya; dan harus di gambarkan oleh pasien.
kualitas,dangkal,menyebar,TD/frekue Bantu pasien untuk menilai nyeri
nsi jantung berubah. dengan membandingkannya dengan
pengalaman yang lain.

Membantu dalam penurunan


2. Batu melakukan teknik relaksasi
persepsi/respons nyeri, memberikan
(contoh : napas dalam/perlahan,
kontrol situasi, peningkatan perilaku
perilaku distraksi, bimbingan
positif.
imajinasi).

Penundaan pelaporan nyeri


Anjurkan pasien untuk melaporkan
3. menghambat peredaan
nyeri dengan segera
nyeri/memerlukan peningkatan dosis
obat. Selain itu, nyeri berat dapat
menyebabkan syok dengan
merangsang sistem saraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjut dan
hilangnya rasa nyeri

28
3. Intoleransi Aktivitas

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama......x 24 jam, pasien dapat


melakukan aktivitas secara normal.

Kreteria Hasil :

1. Mendemostrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur


dengan frekuensi jantung/ irama dan TD dalam batas normal dan kulit
hangat merah muda, dan kering.
2. Melaporkan takadanya angina atau terkontrol dalam rentang waktu selama
pemberian obat.

NO Intervensi Rasional

Tingkatkan istirahat (tempat tidur Menunkan kerja


1.
atau kursi). Batasi aktivitas pada miokardia/konsumsi
dasar nyeri respon hemodinamik. oksigen,menurunkan resiko
Berikan aktivitas senggang yang komplikasi (contoh : peluasan
tidak berat. iskemia).

Anjurkan pasien menghindari Aktivitas yang memerlukan


2. peningkatan tekanan abdomen menahan napas dan menunduk dapat
contoh: mengejan saat defekasi. mengakibatkan bradikardi, juga
menurunkan curah jantung, dan
takikardidengan peningkatan TD.
3. Jelaskan pola peningkatan terhadap
Aktivitas yang maju memberikan
dari tingkat aktivitas contoh:
kontrol jantung. Meningkatkan
bangun dari kursi bila tidak ada
regangan dan mencegah aktivitas
nyeri, ambulasi dan istirahat
berlebihan.
selama 1 jam setelah makan

4. Ansietas
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama...x24 jam cemas akan
berkurang.
29
Kreteria Hasil :
1. Menyatakan penurunan ansietas/takut
2. Mendemontrasikan keterampilan pemecahan masalah positif
3. Mengidentifikasi sumber secara positif

N Intervensi Rasional
o
1. Catat adanya kegelisahan, Penelitian terhadap frekuensi
menolak dan menyangkal (efek hidup antara individu tipe A/B
tak tepat atau menolak mengikuti tampak penolakan telah berarti
program medis). dua. Namun penelitian
menunjukkan beberapa hubungan
antara derajat/ekspresi marah atau
2.
gelisah peningkatan resiko
Kaji tanda verbal atau non verbal
iskemia.
kecemasan dan tinggal dengan
pasien. Lakukan tindakan bila Pasien mungkin tidak
pasien menunjukkan perilaku menunjukkan masalah secara
merusak. langsung, tetapi kata-kata/tindakan
3.
dapat menunjukkan rasa angitasi,
marah, dan gelisah.intervensi
Dorong pasien atau orang terdekat
dapat meningkatkan kontrol
untuk mengkomunikasikan dengan
terhadap perilakunya sendiri.
seseorang, berbagi pertanyaan dan
Berbagi informasi membentuk
masalah.
dukungan/kenyamanan dan dapat
menghilangkan tegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.

30
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

IHD ditemukan memiliki prevalensi tinggi, terutama di kalangan orang di atas 40


tahun, di Mongolia. Faktor signifikan yang terkait dengan IHD ditemukan memiliki
beberapa perbedaan menurut jenis kelamin.

Pembentukan ateroma merupakan proses yang normal di dalam pembuluh darah


manusia. Seiring dengan bertambahnya usia, respon terhadap stress mekanis, kimiawi,
CO, racun rokok, homosistein, kolesterol, menyebabkan luka goresan pada ateroma
tersebut. Luka goresan ini selanjutnya menjadi tempat menumpuk lemak, kalsium dan
jaringan ikat, pada mulanya, hanya terbentuk endapan lunak, namun proses berlangsung
bertahun-tahun mengakibatkan endapan tersebut menjadi keras yang disebut
aterosklerosis. Selain itu, penyumbatan dan penyempitan ini menyebabkan dinding
pembuluh darah menjadi tidak elastis, dan lama-kelamaan timbul gangguan tekanan darah
tinggi (hipertensi). Hipertensi yang tidak terkontrol, dapat berlanjut dan mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah di otak sehingga menyebabkan serangan stroke. Aterosklerosis

31
yang terjadi pada pembuluh darah koroner, dapat menyebabkan kerusakan otot dinding
jantung akibat terhentinya aliran darah (infark miokardia), dan berkurang aliran darah ke
organ-organ (iskemia). (karyadi,2002)

4.2 Saran

4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Alangkah baiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang


lebih intensif mengenai asuhan keperawatan pada kasus jantung iskemik
6.2.2 Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak
lengkapan materi iskemik jantung menurut hukum islam dan hukum Negara, kami
mohon maaf. Kamipun sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun demi kebaikan
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular dan Renal. Jakarta: Salemba
Medika.
Price,Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.
Kumar,vinay , Dkk. 2007. Buku ajar patologi robbins.Ed.7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular. Jakarta: Salemba medika.
Rahmatina. 2010. Buku Ajar Fisiologi Jantung. Jakarta: EGC
Corwin, Elisabeth J. 2009. Patofisiologi. Ed. 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, Susanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddarth.
Ed.8. Jakarta: EGC
Satoto,Hari Hendriarto. 2014. Coronary Heart Disease Pathophysiolog. Volume Vl.
Diponegoro
Enkh-Oyun, Tsogzolbaatar.Dkk. 2013. Ischemic Heart Disease and Its Related Factors in
Mongolia: A Nationwide Survey. New York
DU, Changli. 2016. A Comparative Study of the Efficacy and Psychological States between
Patients with Senile Ischemic Heart Failure Undergone ICU and Conventional
Therapies. Dept. of Cardiology, Hospital of Traditional Chinese Medicine of Rizhao,
Shandong Province, 276800.China
Doengus, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai