Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta adalah
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta
ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan
perdarahan yang hebat. Hebatnya perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang
terlepas.
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas solusio
plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat pertolongan.
Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati akibat kausa lain telah
berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio plasenta masih tetap menonjol.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta
previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina
hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang
sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilah sebenarnya yang membuat solusio plasenta
lebih berbahaya karena dalam keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah
yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam
keadaan syok
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat
didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan 15,5% disertai pula
oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio
plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Solusio plasenta?


2. Bagaimana Klasifikasi dari Solusio plasenta?
3. Bagaimana Etiologi Solusio plasenta?
4. Bagaimana Patofisiologi Solusio plasenta?
5. Apa saja Manifestasi Solusio plasenta?
6. Apa saja Pemeriksaan penunjang Solusio plasenta?
7. Apa saja Komplikasi diagnosis Solusio plasenta?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Solusio plasenta?
9. Bagaimana Prognosis Solusio plasenta?
10. Bagaimana Asuhan keperawatan Solusio plasenta?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan Solusio plasenta
2. Mengetahui Klasifikasi dari Solusio plasenta
3. Mengetahui Etiologi Solusio plasenta
4. Mengetahui Patofisiologi Solusio plasenta
5. Mengetahui Manifestasi Solusio plasenta
6. Mengetahui Pemeriksaan penunjang Solusio plasenta
7. Mengetahui Komplikasi diagnosis Solusio plasenta
8. Mengetahui Penatalaksanaan Solusio plasenta
9. Mengetahui Prognosis Solusio plasenta
10. Mengetahui Asuhan keperawatan Solusio plasenta

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Definisi solutio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin
lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis
perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan
kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar
dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta menyebabkan
perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial.

Gambar Normal dan Solutio Plasenta

2.2.

Klasifikasi
a. Solusio plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta
kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian janin mudah di
raba. Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan hitam per vagina.

b. Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua pertiga bagian
dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit di raba.
Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam
menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinan telah ada dan dapat berlangsung cepat
sekitar 2 jam.
c. Solusio plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga bagian. Perut
nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti papan. Janin sudah
mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban
tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim, uterus Couvelaire yang menyebabkan
Antonia uteri serta perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan pembekuan darah
fibribnogen kurang dari 100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai Nampak.
2.3.

Etiologi
Belum diketehui dengan pasti. Factor predisposisi yang mungkin ialah hipertensi kronik,
trauma eksternal, tali pusat pendek, dekompresi uterus, mendadak, anomaly atau tumor
uterus,defiensi gizi, merokok, konsumsi alcohol, penyalahgunaan kokain, serta obtruksi vena
kava inferior dan vena ovarika.

2.4.

Patofisiologi
Terjadinya solution plasenta dipicu oleh pendarahan ke dalam desudua basalis yang
kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miomertrium sehingga
terbentuk hematoma desudual yang menyebabkan pelepasan, kompresi, dan akhirnya
penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Rupture pembuluh arteri spiralis desudua menyebabkan hematoma retroplasenta yang
akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan plasenta semakin luas dan
mencapai tepi plasenta. Karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin uterus tidak
mampu berkontraksi dengan maksimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya
darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban.

2.5.

Manifestasi klinik
a. Anamnesis : pendarahan biasanya pada trimester ketiga, pendrahan pervagina berwarna
kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai

nyeri perut, uterus tegang, pendarahan pervagina yang banyak, syok, dan kematian janin
intrauterine
b. Pemeriksaan fisik : tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok
c. Pemeriksaan observasi : nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin sukar
diketahui dan dinilai, denyut jantung janin sukit dinilai atau tidak ada, air ketuban
berwarna kemerahan karena tercampur darah.
2.6.

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium darah ; hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protombin,
waktu pembekuan, waktun tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.
b. KTG untuk menilai kesejahteraan janin
c. USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi, dan keadaan janin

2.7.

Komplikasi
Tergantung luas plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi pada ibu ialah pendarahan, koagulopati konsumtif (kadar fibrinogen kurang dari
150mg% dan produk degradasi fibrinogen meningkat), oliguria, gagal ginjal, gawat janin,
kematian janin, dan apopleksia uteroplasenta (uterus couvelaire). Bila janin dapat
diselamatkan dapat terjadi komplikasi afiksia,berat badan lahir rendah dan sindrom gagal
napas.

2.8.

Diagnosis
Penampilan solusio plasenta dapat dibagi menjadi :
a. Solusia plasenta ringan. Rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil
plasenta yang tidak berdarah banyak akan menyebabkan pendarahan pervagina
berwarna kehitaman dan sedikit. Perut agak tersa sakit atau terus-menerus tersa
tegang. Bagian-bagian janin masih mudah teraba.
b. Solusio plasenta sedang. Plasenta tidak terlepas dari seperempat. Tanda dan gejala
dapat timbul perlahan atau mendadak dengan gejala sakit perut terus-menerus dan
nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar teraba. Telah ada tanda-tanda
persalinan.
c. Solusio plasenta berat. Plasenta telah lebih dari dua pertiga permukaannya. Penderita
jatuh syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan

sangat nyeri. Pendarahan pervagina bias belum terjadi. Telah ada kelainan pembekuan
darah dan kelaianan ginjal.
2.9.

Penatalaksanaan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri,
tidak melakukan gerakan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut
(misalnya batuk mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infuse cairan NaCl
fisiologis. Bila tidak memungkinkan berikan cairan peroral.
Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya
hipotensi atau syok akibat pendarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin. Bila terdapat
renjatan segera lakukan resussitasicairan dan tranfusi darah. Bila tidak teratasi upayakan
penyelamatan optimal. Bila teratasi perhatikan pergerakan janin. Setelaqh renjatan teratasi
pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau persalina pervagina diperkirakan
akan berlangsung lama. Bila renjata tak dapat teratasi upayakan tindakan penyelamatan
optimal.
Setelah syok teratasi dan janin meninggal lihat pembukaan. Bila lebih dari 6 cm,
pecahkan ketuban lalu infuse oksitosin. Bila kurang dari 6cm lakukan seksio sesarea. Bila tak
terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu atau taksiran berat janin kurang dari
2500 gram, penanganan berdasarkan berat atau ringannya penyakit yaitu :
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila ada perbaikan (pendarahan berhenti, kontraksi uterus tidak
ada, janin hidup) dengan tirah baring atasi anemia, USG dan KTG serial, lalu

tunggu persalinan normal.


Aktif, bila ada perburukan

(pendarahan

berlangsung

terus,

uterus

berkontraksi, dapat mengancam ibu dan janin). Usahakan partus pervagina


dengan aminiotomi atau infuse oksitoksin bila memungkinkan. Jika terus
pendarahan, skor pelfik kurang dari 5 atau persalinan masih lama lakukan
seksio sesarea.
b. Solusio plasenta sedang atau berat
Resusitasi cairan
Atasi anemia dengan pemberian tranfusi darah
Partus pervagina bila diperkirakan dapat berlangsung dalam 6 jam,
perabdominam bila tak dapat

2.10.

Prognosis
Prognosis ibu tergantung pada luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya pendarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya
hipertensi menahun atau preeclampsia, tersembunyi tidaknya pendarahan, dan
jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
Diperkirakan resiko kematian ibu 0,5-5% dan kematian janin 50-80%

2.11. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Dalam hal pengumpulan data (pengkajian), pengumpulan data dasar terdiri dari
informasi subjektif dan objektif mencakup berbagi masalah keperawatan yang diidentifikasi pada
daftar diagnose keperawatan pada tahun 1992 yang dikembangkan oleh NANDA. Data subjektif
yang dilaporkan oleh klien dan orang terdekat, informasi ini meliputi persepsi individu; yaitu apa
yang seseorang inginkan untuk berbagi. Namun, perawat perlu memperhatikan ketidak sesuaian
yang dapat menandakan adanya faktor-faktor lain seperti kurang pengetahuan, mitos, kesalahan
konsep, atau rasa takut.
Adapun pengkajian yang dapat dilakukan menurut Marilyn E. Doenges yang dimana
pengkajian dengan asuhan keperawatan perihal solution plasenta (tergolongi ntrapartum) terdiri
dari :
1. Identitas klien secara lengkap.

2. Aktivitas atau istirahat : dikaji secara subyektif yang terdiri dari data tidur istirahat 24
jam terakhir, pekerjaan, kebiasaan aktivitas atau hobi. Dan secara obyektif, data terdiri
dari pengkajian neuro muscular.
3. Sirkulasi : secara subyektif mulai dari riwayat, peningkatan tekanan darah, masalah
jantung, keadaan ekstremitas serta kelaian-kelainan yang disamapaikan oleh klien perihal
sirkulasi. Secara obyektif yang terdiri dari TD. berbagai posisi (duduk, berbaring, berdiri,
baik kanan maupun kiri), nadi secara palpasi, bunyi jantung, ekstremitas (suhu, warna,
pengisian kapiler, tanda hofman, varises), warna/sianosis diberbagai region tubuh.
4. Integritas Ego : Secara subyektif mulai dari kehamilan yang direncanakan, pengalaman
melahirkan sebelumnya, sikap dan persepsi, harapan selama persalinan, hubungan
keluarga, pendidikan dan pekerjaan (ayah), masalah financial, religious, faktor budaya,
adanya faktor resiko serta persiapan melahirkan. Dan secara obyektif, terdiri dari respon
emosi terhadap persalinan, interaksi dengan orang pendukung, serta penatalaksanaan
persalinan.
5. Eliminasi : Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan eliminasi
6. Makanan atau cairan : Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan makanan
atau cairan yang masuk kedalam tubuh baik secara parenteral maupun enteral serta
kelainan-kelainan yang terkait
7. Higiene : Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kebersihan diri klien.
8. Neurosensori : Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kondisi
neurosensori dari klien.
9. Nyeri/Ketidaknyamanan : Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan rasa
nyeri atau ketidaknyamanan dari klien akibat dari proses persalinan.
10. Pernafasan : Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan pernafasan serta
kelainan-kelainan yang dialami dan kebiasaan dari klien
11. Keamanan : Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan alergi/sensitivitas,
riwayat PHS, status kesehatan, bulan kunjungan prenatal pertama, masalah dan tindakan
obstetric sebelumnya dan terbaru,jarak kehamilan, jenis melahirkan sebelumnya, tranfusi,
tinggi dan postur ibu, pernah terjadi fraktur atau dislokasi, keadaan pelvis, persendian,
deformitas columna fertebralis, prosthesis, dan alat ambulasi. Dan data objektif diperoleh
dari suhu, integritas kulit (terjadi ruam, luka, memar, jaringan parut), parastesia, status
dari janin mulai dar frekuensi jantung hingga hasil, status persalinan serta kelainankelainan terkait, kondisi dari ketuban, golongan darah dari pihak ayah ataupun ibu,

screening test dari darah, serologi, kultur dari servik atau rectal, kutil atau lesi vagina dan
varises pada perineum.
12. Seksual : Data subjektif di dapat dari periode menstruasi akhir serta keadaan- keadaan
terkait seksual dari ibu8 ataupun bayi dan juga riwayat melahirkan. Data objektif di dapat
dari keadaan pelvis, prognosis untuk melahirkan, pemeriksaan bagian payudarah dan juga
tes serologi.
13. Interaksi Sosial : Data subjektif di dapat dari status perkawinan, lama tahun berhubungan
anggota keluarga, tinggal dengan, keluarga besar, orang pendukung, leporan masalah.
Data objektif di dapat dari komunikasi verbal/non verbal dengan keluarga/orang terdekat,
pola interaksi social (perilaku).

B. Analisa data
Analisis meliputi pemeriksaan temuan pengkajian, pengelompokan temuan yang
berhubungan, dan membandingkan temuan terhadap parameter normal yang dibuat. Kemudian,
untuk membuat diagnose keperawatan manjadi akurat adalah identifikasi masalah yang
memfokuskan perhatian pada respon fisik atau perilaku saat ini atau beresiko tinggi yang
mempengaruhi kualitas hasrat hidup klien atau pada apa yang menjadi kebiasaan (Doenges,
2001). Diagnosa keperawatan menunjukkan masalah keperawatan/masalah klien, orang terdekat,
dan atau perawat yang memerlukan intervensi keperawatan dan penatalaksanaan (Doenges,
2001:14). The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) telah menerima
definisi kerja dari diagnose keperawatan, yaitu: penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang actual dan
potensial. Diagnose keperawatan memberikan dasar terhadap pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil dimana perawat dapat bertanggung gugat.
C. Diagnosa keperawatan dari ASKEP solution plasenta, diantaranya :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau janin
3. Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.
D. Rencana Keperawatan dan Implementasi

Rencana keperawatan tidak hanya terdiri dari tindakan yang dilakukan karena
pesanan/ketentuan medis, tetapi juga koordinasi tertulis dari perawatn yang diberikan oleh semua
disiplin pelayanan kesehatan yang berhubungan. Tindakan keperawatan mandiri adalah bagian
integral dari proses ini. Tindakan kolaboratif didasarkan pada aturan medis sertan anjuran atau
pesanan dari disiplin lain yang terlibat dengan asuhan terhadap klien. Pada bagian ini,
mengkomunikasikan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mencapai hasil klien yang
diinginkan. Rasional untuk intervensi perlu logis dan dapat dikerjakan dengan tujuan
memberikan perawatan individual. Tindakan mungkin mandiri atau kolaboratifdan mencakup
pesanan dari keperawatan, kedokteran, dan disiplin lain (Doenges, 2001).
Dx 1
Nyeri (akut) berhubungan dendan trauma jaringan
Hasil yang diharapkan : klien akan mengungkapkan penatalaksanaan/reduksi nyeri.
Intervensi :
1. Bantu dengan penggunaan tekhnik pernafasan.
R/ mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat nyeri.
2. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. Berikan instruksi bila perlu.
R/ relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri.
3. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, gosokan punggung, sandaran bantal, pemebrian
kompres sejuk, dll)
R/ meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kooping dan kontrol klien.
4. Kolaborasi memberikan sedatif sesuai dosis
R/ meningkatkan kenyamanan dengan memblok impuls nyeri.

Dx 2
Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan
pada klien/janin.
Hasil yang diharapkan : Klien akan melaporkan ansietas berkurang dan/ atau teratasi, tampak
rileks.
Intervensi:
1. Kaji status psikologis dan emosional

R/ adanya gangguan kemajuan normal dari persaliann dapat memperberat perasaan ansietas
dan kegagalan. Perasaan ini dapat mengganggu kerja sama klien dan menghalangi proses
induksi.
2. Anjurkan pengungkapan perasaan.
R/ Klien mungkin takut atau tidak memahami dengan jelas kebutuhan terhadap induksi
persalinan. Rasa gagal karena tidak mampu melahirkan secara alamiah dapat terjadi.
3. Gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah yang menandakan abnormalitas
prosedur atau proses.
R/ Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa menuduh diri sendiri.
4. Dengarkan keterangan klien yang dapat menandakan kehilangan harga diri.
R/ Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi untuk membantu proses persalinan adalah
refleksi negatif pada kemampuan dirinya sendiri

5. Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses pengambilan
keputusan.
R/ Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun kebanyakan dari apa yang sedang terjadi diluar
kontrolnya.
6. Ajurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
R/ Membantu menurunkan ansietas dan bmemungkinkan klien berpartisipasi secara aktif.
Dx 3
Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.
Hasil yang diharapkan : Klien akan bebas dari infeksi, pencapaian tepat waktu dalam
pemulihan luka tanpa komplikasi.
Intervensi
1. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.
R/ Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi
atau penyembuhan luka yang buruk. Risiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya
waktu, membuat ibu dan janin pada berisiko. Adanya proses infeksi janin pada berisiko.
Adanya proses infeksi dapat meningkatkan risiko kontaminasi janin.

2. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya, peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah
putih, atau bau/warna rabas vagina).
R/ Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis
sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka
3. Kolaborasi melakukan persiapan kulit praoperatif; scrub sesuai protokol.
R/ Menurunkan risiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko infeksi
pascaoperasi.
4. Kolaborasi melakukan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
R/ Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
5. Kolaborasi dalam mencatat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht); catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan.
R/ Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah
dan kehilangan darah berlebihan.
6. Kolaborasi dalam memberikan antibiotik spektrum luas pada pra operasi.
R/ Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi, atau
sebagai pengobatan pada infeksi yang teridetifikasi.

3. Evaluasi
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian hasil yang
diharapkan (yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan di dokumentasikan dalam rencana
keperawatan) adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk menentukan
seberapa baik rencana asuhan tersebut berjalan dan bagaimanan selama proses terus menerus.
Revisi rencana keperawatan adalah komponen penting dalam evaluasi.

Pengkajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak hanya hasil
yang diharapkan terjadi pada klien di tinjau ulang atau bila keputusan dibutuhkan apakah klien
siap atau tidak untuk pulang. (Doengos, 2001:15).

BAB III
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin

lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Keadaan klien dengan
solutio plasenta memiliki beberapa macam berdasarkan tingkat keparahannya, tingkat keparahan
ini dilihat dari volume perdarahan yang terjadi mulai dari solutio ringan hingga berat.
Trauma langsung abdomen, hipertensi ibu hamil, umbilicus pendek atau lilitan tali pusat,
janin terlalu aktif sehingga plasenta dapat terlepas, tekanan pada vena kafa inferior, dan lain-lain
diketahui bahwa sebagai penyebab dari solution plasenta. Beberapa faktor yang menjadi faktor
predisposisi solution plasenta itu sendiri didapat dan diketahui mulai dari faktor fisik dan

psikologis dengan kata lain ditinjau dari kebiasaan-kebiasaan klien yang dapat mendukung
timbulnya solution plasenta. Adapun komplikasi dari solusio plasenta pada ibu dan janin
tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta
berlangsung. Komplikasi terparah dari solution plsenta dapat mengakibatkan syok dari
perdarahan yang terjadi, keadaan seperti ini sangat berpengaruh pada keselamatan dari ibu dan
janin.
Penatalaksanaan dari solution plaseenta dapat dilakukan secara konservatif dan secara
aktif. Masing-masing dari penatalaksaan tersebut mempunyai tujuan demi keselamatan baik bagi
ibu, janin, ataupuun keduanya.
4.2.
Saran
Diharapkan perawat dan tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan mendalami
dari solution plasenta
Perawat dan tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan factor resiko dari solution
plasenta demi mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan ibu dan anak
Institusi kesehatan terkait dapat menyediakan dan mempersiapkan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan dalam kejadian abnormalitas ibu terkait dengan proses kehamilan dan
persalinan
Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung derajat kesehatan
masyarakat
Mahasiswa dengan latar belakang medis sebagao calon tenaga kesehatan mampu
menguasai baik dari teori maupun skill untuk dapat diterapkan kepada masyarakat secara
menyeluruh

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, dkk,. 2001. Obstetrical haemorrhage. Wiliam obstetrics 21th edition. Lange
USA: Prentice Hall International Inc Appleton.
Doengoes, Marilynn E, dkk,. 2001. Rencana perawatan maternal/bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Mansjoer Arif, dkk,.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : media Aesculapius
fakultas kedokteran universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai