Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

“CISTA BARTHOLINI”

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
1. DEFINISI
Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat saluran
kelenjar Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae (Widjanarko, 2009).
Kista bartholin adalah kista yang terdapat pada kelenjar barholini. Kelenjar
bartholinmerupakan salah satu organ genitalia eksterna yang berfungsi untuk
membasahi ataumelicinkan permukaan vagina pada saat terjadi hubungan seksual.
Kadang-kadanglubang kelenjar ini menjadi terhambat, menyebabkan cairan masuk
kembali ke dalamkelenjar sehingga menimbulkan kista. Umumnya kista bartholin
tidak menimbulkannyeri namun kadang–kadang cairan dalam kista dapat terinfeksi
sehinggamenimbulkan nanah yang dikelilingi oleh jaringan yang meradang.

2. EPIDEMIOLOGI
Data World Health Organization (WHO) menunjukan lebih dari 400.000
wanita di dunia terdiagnosa menderita Kista Bartholini. Di Negara berkembang
seperti di China 13,3% dan Indonesia 12% (Azhari, 2008). Beberapa penelitian
telahmenyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya
risikokanker kelenjar bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita). Namun, jika
diagnosiskanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50
wanita akanmengalami kista bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal
ini adalah masalahyang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia
antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi
pada wanita yang lebih tuaatau lebih muda.

3. ETIOLOGI
Dinata (2011) menyebutkan infeksi pada kelenjar ini dapat terjadi akibat
adanya infeksi microorganisme seperti:
- Virus : Herpes, klamidia trakomatis
- Jamur: Kandida albikan, asinomises
- Bakteri: Neisseria gonorrhoeae, stafilokokus dan E.coli
Mikroorganisme tersebut menyumbat saluran lubrikasi pada vagina yang
mengakibatkan tidak keluarnya cairan lubrikasi yang mestinya keluar (perempuan
yang belum 40 tahun). Cairan yang telah diproduksi namun tidak dapat
dikeluarkan atau terperangkap, akan menumpuk pada kelenjar bartolini dan
mudah berubah menjadi serupa dengan nanah. Penumpukan cairan ini, akan
membentuk benjolan yang semakin membesar.
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kist

4. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor resiko yang menjadi penyebab terjadinya Kista Bartholini
diantaranya umur, paritas, pendidikan, riwayat kista sebelumnya, terinfeksi virus
Human Papilloma Virus {HPV}, jumlah pernikahan dan personal hygiene yang
kurang baik (Sulastri, 2009). Faktor Genetik
Dalam tubuh terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang
disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan
yangbersifat karsinogen, polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena
radiasi,protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker
(Wiknjosasro, 2005).

5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista bartolini adalah:
- Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah dalam
kelenjar, nyeri tekan.
- Pada Kelenjar bartolin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia
berjalan atau duduk,juga dapat disertai demam.
Kebanyakkan wanita penderita kista bartolini, datang ke rumah sakit
dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan
pasangannya, rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat
kelamin dan yang terparah adalah terdapat abses pada daerah kelamin. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan darah.
Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada
daerah vulva.
- Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia.
Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada
gonorrea, akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya treptokokus.
Pada Bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari
daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui
duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul di dalamnya dan
menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika
belum menjadi abses, keadaan bisa di atasi dengan antibiotika, jika sudah
bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan. Adapun jika kista terinfeksi maka
dapat berkembang menjadi abses Bartholini dengan gejala klinik berupa :
- Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.
- Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan
mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai
dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal.
- Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
- Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca
pembengkakan, terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
- Dapat terjadi ruptur spontan.
- Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut,
dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Radang pada glandula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya
dapat menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu
menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika
kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan
tindakan apa-apa; dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Fisik pada Kista Bartholini:
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada vulva tampak benjolan yaitu pertumbuhan Kista Bartholini, bentuknya
bundar menyerupai kelereng, berwarna kemerahan (wiknjosastro, 2007).
b. Palpasi
Pada vulva teraba benjolan atau pembengkakan pada kelenjar Bartholini
(Wiknjosastro, 2007).

a. Pap smear
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kanker / kista (Mast, 2010)
b. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb (Hemaglobin) dapat menunjukkan anemia kronis
sementara penurunan Ht (Hematokrit) menduga kehilangan darah aktif,
peningkatan SDP (Sel darah putih) dapat mengindikasikan proses inflamasi /
infeksi (salim, 2009).
c. CA 125 Titer
CA 125 serum sering membantu membedakan antara massa yang
benigna dan maligna. Terutama pada pasien pasca menopause (Widjanarko,
2007)

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tindakan Operatif 

Beberapa prosedur yang dapat digunakan:

a.  Insisi dan Drainase


Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan
mudahdilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun
prosedur iniharus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista
atau abses.Ada studiyang melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada
prosedur ini.
b. Kateter
Word Catheter merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat
digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan untuk
mengobati kista dan abses Bartholin.
c. Marsupialisasi
Alternatif pengobatans elain penempatan Wordcatheter adalah 
marsupialisasi dari kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh dilakukan  ketika
terdapat tanda- tanda abses akut.
d. Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak  berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat
tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan,
maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi
umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit
berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat
ujung medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring.
Hati – hati saat melakukan incise kulit agar tidak mengenai dinding kista. Struktur
vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada
bagian posterosuperior kista

8. KOMPLIKASI
- Komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah kekambuhan.
- Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase
abses.
- Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati

Anda mungkin juga menyukai