Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia
eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya
adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna
dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula
vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini
merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar
ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista
bartolini.
Kista bartholini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat
sumbatan pada salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat
disekresi. Kista dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktus
bartholini (Amiruddin, 2004). Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang
dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam
menjadi abses.
Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan
kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan
mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini
merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Kista bartolini bisa tumbuh dari
ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur. Kista
bartolini tidak menular secara seksual, meskipun penyakit menular seksual seperti
Gonore adalah penyebab paling umum terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini
yang berujung pada terbentuknya kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri
lainnya juga dianggap menjadi penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kista bartholini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat
sumbatan pada salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak
dapat disekresi. Kista dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada
duktus bartholini (Amiruddin, 2004).
Kista bartholini adalah benjolan berbentuk kantung yang mengandung
cairan seperti lendir, tertimbun dalam lumen karena saluranrannya buntu
(Manuba, 2008).

B. ETIOLOGI
Penyebab dari kista Bartholin adalah obstruksi yang terjadi pada salah satu
saluran (tabung) dari kelenjar Bartholin tersumbat, cairan menumpuk, dan berubah
menjadi kista. Kista adalah struktur kantung yang tampak seperti tertutup dan
penuh cairan (bisa semi padat atau gas). Penyebab tersumbantnya kelenjar
Bartholin sendiri masih belum diketahui secara pasti.
Infeksi bakteri dapat menyebabkan penyumbatan dan kista berikutnya.
Contohnya termasuk Gonococcus yang menyebabkan gonore, Chlamydia
trachomatis yang menyebabkan Chlamydia, Escherichia coli yang dapat
mempengaruhi pasokan air dan menyebabkan hemorrhagic colitis, Streptococcus
pneumoniae yang dapat menyebabkan pneumonia dan infeksi telinga tengah, dan
Haemophilus influenzae, yang juga dikenal sebagai HIB, yang dapat menyebabkan
infeksi telinga dan infeksi saluran pernapasan.

C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kista bartholini menurut Mitchell (2009):
Frekuensi kontak seksual ibu yang jarang
Frekuensi kontak seksual ibu yang jarang seringkali menimbulkan
kontak seksual yang amat excited, apalagi bagi pengantin baru seperti ibu.
seringkali kemudian foreplay agak dilupakan, akibatnya ketika terjadi
penetrasi, lubrikasi belum memadai, sehingga terjadilah iritasi. Iritasi inilah
yang kemudian berpotensi untuk berkembang menjadi Bartholinitis.
Keputihan
Mereka yang menderita fluor albus, cenderung memiliki daya tahan
jaringan yang lemah, disamping ada microorganism (bakteri, jamur, parasit)
yang memudahkan terjadinya acute exacerbation, yaitu munculnya keluhan
klinis yang akut. Kuman yang berada di sana bisa menginvasi ke wilayah
lebih dalam, yaitu vagina. Peradangan di vagina ini sering disebut vaginitis,
biasanya diikuti rasa nyeri saat bersenggama. Jumlah kuman pun makin
lama makin banyak. Dan ketika daya tahan tubuh semakin menurun,
kuman-kuman akan makin leluasa menjelajah bagian lain, mulut rahim
misalnya, sehingga menimbulkan servisitis. Biasanya, virus yang sering
tinggal di daerah mulut rahim adalah human papilloma virus (HPV). Virus
inilah yang menyebabkan infeksi, cikal bakal kanker rahim.
Parahnya, jika terus menjalar, ia juga bisa menimbulkan radang
panggul. Radang panggul terjadi jika mikroba sudah menembus rongga
perut. Salah satu mikroba yang senang bermain di sini biasanya adalah
klamedia. Mikroba ini sangat berbahaya, lantaran bisa bersemayam di
saluran telur dan menyumbat saluran ini. Saluran yang tersumbat ini akan
menyebabkan sel telur tak bisa keluar saat pembuahan, dan mengakibatkan
kemandulan.
D. EPIDEMIOLOGI
Kista bartholini adalah masalah yang terbanyak ditemukan pada perempuan
usia reproduktif. Frekuensi tersering timbulnya kista terutama pade umur 20-30
tahun, yang merupakan insiden tertinggi. Kista bartholini merupakan kista yang
banyak ditemukan di daerah vulva tepatnya di sekitar labium mayora. Kurang dari
2% perempuan dapat mengalami kista atau abses bartolini pada suatu priode
kehidupannya (Amiruddin, 2004). Pada saat perempuan berumur 30 tahun terjadi
involusio kelenjar bartholini secara berlahan-lahan oleh karana itu kejadian usia 40
tahun keatas jarang ditemukan. Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi
pada perempuan yang lebih tua atau lebih muda (Amiruddin, 2004).
Dua persen wanita mengalami kista bartholini atau abseb kelenjar pada
suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih
banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa
wania berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung mengalami kista bartolini atau
abses bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas
yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista bartolini, yang paling umum terjadi pada
labia mayora. Involusi bertahap dari kelenjar bartolini dapat terjadi pada saat
seorang wanita mencapai usia 30 tahun, hal ini mungkin menjelaskan lebih
seringnya terjadi kista bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional
mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat
berkembang menjadi kanker.
Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak
diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar bartholin (0,114 kanker per
100.000 wanita). Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi
lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses di
dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan
kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak,
merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila
penderita berjalan dan sukar duduk (Djuanda, 2007).
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus.
Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat
berjalan atau duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan
yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan
pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva
(Amiruddin, 2004).
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses
bartholini dengan gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) :
1. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
2. Umunnya tidak diserati demam kecuali jika terifeksi dengan organisem yang
ditularkan melaui hubungan seksual.
3. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari.
4. Biasanya ada secret di vagina.
5. Dapat terjadi rupture spontan.

Ada 2 jenis infeksi pada bartholini linitis, pada kedua jenis infeksi tersebut akan
memberikan gambaran yang berbeda :

1. Bartholinitis Akut
Pada pasien yang mengalami bartholinitis akut ini akan merasakan keluhan
berupa kelenjar membesar, merah dan merasa nyeri pada daerah tersebut
bahkan sampai daerah perineum serta rasa panas, pada tahap ini isi dari
kelenjar yang membengkak cepat sekali menjadi nanah yang dapat dikeluarkan
melalui duktus. Bila duktus / saluran grandula bartholini ini tersumbat luka,
nanah akan menggumpal di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang
abses ini akan membesar sebesar telur bebek.
2. Bartholini Kronis
Bartholini kronis yang berwujud kista bartholini pada umumnya penderita
sudah tidak mengeluh rasa nyeri dan panas seperti yang terdapat pada
bartholiniitis akut. Pada kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan.
Akan tetapi kadang-kadang dirasakan sebagai benda berat dan atau
menimbulkan kesulitan pada coitus. (Wiknjosastro, 1999 : 272)
Kista bartholini biasanya berdiameter sekitar 2 cm tetapi dapat sampai 8 cm.
Kista itu mengandung lendir yang steril bila ditusuk, ini biasanya asimptomatik.
Infeksi sekunder kadang-kadang terjadi sehingga menimbulkan abses bartholini
(Hacker, 2001 : 374)
Kista bartholini biasanya kecil antara ukuran ibu jari dan bola pingpong, tidak
terasa nyeri dan tidak menganggu coitus bahkan kadang-kadang tidak didasari
penderita. Tetapi ada pula yang sebesar telur ayam (Wiknjosastro, 1999 : 441)
F. PATOFISIOLOGI (terlampir)
G. KOMPLIKASI
Komplikasi kista gravidarum menurut Manuabba yaitu:
1. Abses Bartolini didefinisikan sebagai penghasilan pus yang membentuk bengkak
padasatu dari kelenjar Bartolini yang terletak di samping labia pada alat kelamin
wanita. Abses Bartolini biasa terjadi sendiri karena infeksi pada kelenjar
Bartolini ataupun dari infeksisekunder yang berlaku pada kista Bartolini.
2. Eksisi pada kista bartholini dilakukan jika terjadi rekurensi berulang, sebaiknya
tindakan ini dilakukan di kamar operasi oleh karena biasanya akan terjadi
perdarahan yg banyak (bisa bikin keringatan segede jagung) yg berasal dari
plexus venosus bulbus vestibuli, dan pernah dilaporkan terjadinya septik syok
pasca tindakan, komplikasi lain adalah selulitis dan dyspareuni.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik dan Laboraturium
Diagnosis dari kista atau abses bartholini pertama kali ditentukan melalui
pemeriksaan fisik ketika pembengkakan ditemukan. Pada wanita dengan usia
diatas 40 tahun kemungkinan malignansi meningkat, terhitung 2%-7% dari
semua maglinansi pada vagina.
2. Kultur dari cairan kista maupun servik harus dilakukan untuk memastikan ada
tidaknya Neisseria Gonorrhea dan chlamydia trachomatis untuk menyingkirkan
diagnosa infeksi penyakit menular seksual.
3. Pemeriksaan mikroskopik akan didapati cairan yang jernih, mukoid, bebas
bakteri. Cairan ini memiliki pH 2,5. Kista nampak membengkak normal namun
pada beberapa kasus nampak adanya inflamasi.
I. PENATALAKSANAAN
1. Dengan mengangkat kista melalui operasi.
Namun, tindakan pengobatan tersebut hingga kini belum memberikan hasil
yang memuaskan. Tindakan operasi pengangkatan kista tidak menjamin kista
tidak akan tumbuh kembali nantinya. Selama seorang wanita masih
memproduksi sel telur, maka potensi untuk tumbuh kista akan tetap ada.
Namun, dengan meningkatnya pengetahuan serta kesadaran kaum wanita saat
ini untuk memeriksakan organ reproduksinya merupakan langkah awal yang
tepat untuk mengurangi risiko terjadinya kista.
2. Mengatasi Kista dengan Laparoskopi
Laparoskopi merupakan teknik pembedahan atau operasi yang dilakukan
dengan membuat dua atau tiga lubang kecil (berdiameter 5-10 milimeter) di
sekitar perut pasien. Satu lubang pada pusar digunakan untuk memasukkan
sebuah alat yang dilengkapi kamera untuk memindahkan gambar dalam rongga
perut ke layar monitor, sementara dua lubang yang lain untuk peralatan bedah
yang lain.
Teknik ini disebut juga teknik operasi minimal invansif (Minimal Invansive
Surgery). Namun, teknik ini tetap memiliki resiko bagi pasien, terutama karena
saat melakukan operasi tersebut, dokter yang menangani memerlukan ruang
dalam rongga perut sehingga memerlukan gas karbondioksida (CO2) untuk
mengembangkan rongga perut, antara lain risiko yang dapat terjadi jika gas
bertekanan tinggi tersebut masuk ke dalam pem- buluh darah.
3. Antibiotik
Jika kista terinfeksi maupun hasil tes menunjukkan penyakit menular
seksual, maka dokter akan memberikan antibiotik untuk mematikan bakteri
penyebab infeksi. Namun, jika abses dikeringkan dengan benar, maka antibiotik
tidak diperlukan.
4. Marsupialization
Metode ini digunakan oleh dokter jika kista sangat mengganggu dan kista
kambuh kembali. Metode ini biasanya efektif dalam mencegah kekambuhan
J. PENCEGAHAN
Tidak ada cara untuk mencegah kista Bartholin namun seks yang aman
khususnya menggunakan kondom dan menjaga kebersihan yang baik dapat
membantu mencegah infeksi kista dan pembentukan abses.
DAFTAR PUSTAKA

Mitchell, N., R., et al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. 7th ed. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Manuaba,Chandranita,dkk.2008.Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan.Jakarta : ECG
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC.
Jakarta
Bartholin's cyst - Causes. 2013. Online (http://www.nhs.uk/Conditions/Bartholins-
cyst/Pages/Causes.aspx). Diakses tanggal 16 Desember 2014.

What is a Bartholin's cyst? What causes a Bartholin's cyst?. 2014. Online


(http://www.medicalnewstoday.com/articles/185022.php). Diakses tanggal 16
Desember 2014.

Sarwono Prawiro hardjo. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Mirzanie, Hanifah. 2009 Obgynacea. Yogyakarta : Tosca Enterprise

Manuaba,Chandranita,dkk.2008.Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-Ginekologi


Sosial Untuk Profesi Bidan.Jakarta : ECG

Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Wilkinson, Edward J. 2008. Atlas of Vulvar Disease. UK : Lippincott Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai