Anda di halaman 1dari 31

KISTA OVARIUM

I. Konsep Penyakit

A. DEFINISI

Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik

maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346). Kista ovarium

(kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil,

yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101). Kista ovarium

(atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya berukuran kecil,

yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat terbentuk kapan

saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa kehamilan

(Bilotta. K, 2012).

Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di

dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk

setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17)

Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium


Sumber : http://kistaovarium.org/
B. KLASIFIKASI

Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :

a) Tipe Kista Normal

Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling

banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi

bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal.

Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada

masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi

oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler

dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel

dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak

menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6 – 8

minggu.

Gambar : kista ovarium fungsional


Sumber : http://kistamioma.com/tag/kista-ovarium-fungsional
b) Tipe Kista Abnormal

1) Kistadenoma

Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur.

Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat

menimbulkan nyeri.

2) Kista coklat (endometrioma)

Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya, disebut kista

coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat

kehitaman.

3) Kista dermoid

Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti

kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat

ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran

kecil dan tidak menimbulkan gejala.

4) Kista endometriosis

Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian

endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang

bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan

sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi

dan infertilitas.

5) Kista hemorhage

Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga

menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.


6) Kista lutein

Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein

yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum

haematoma.

Gambar : kista corpus luteum

Sumber : http://www.ladycarehealth.com/causes-of-different-ovarian-cysts/

7) Kista polikistik ovarium

Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan

melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap

bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini.

Kista polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus

dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak

menimbulkan gangguan dan rasa sakit.


Gambar : kista polikistik ovarium
Sumber : http://pcos-disease.blogspot.com/2010/11/polycystic-ovarian-
syndrome_06.html

C. ETIOLOGI

Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan

(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium

(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi

dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista

granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang fungsional

dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah

yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein

biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami.

Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium,

misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104),

kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai

periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :

1. Nyeri saat menstruasi.

2. Nyeri di perut bagian bawah.


3. Nyeri saat berhubungan seksual.

4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.

5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.

6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.

E. PATOFISIOLOGI

Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel

yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal

mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak

sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.

Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut

Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari

2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus

luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista

ditengah- tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum

akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi

fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual

akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi

normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).


F. PATHWAY

Etiologi :
 Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
 Pertumbuhan folikel tidak seimbang
 Degenerasi ovarium
 Infeksi ovarium

Gangguan reproduksi

Tanda dan gejala : Diagnosa :


 Tanpa gejala  Anamnesa
 Nyeri saat menstruasi  Pemeriksaan fisik
 Nyeri di perut bagian bawah  Pemeriksaan
 Nyeri saat berhubungan penunjang
seksual Komplikasi :
 Nyeri saat berkemih atau BAB  Pembenjolan perut
 Siklus menstruasi tidak teratur Kista ovarium  Pola haid berubah
 Perdarahan
 Torsio (putaran tangkai)
 Infeksi
Kista fungsional Kista
Dinding
non kista robek
fungsional
 Perubahan keganasan

Konservatif :
 Observasi 1-2 bulan
Laparatomi Laparoskopi

Keluhan tetap :
 Aktivitas hormon Ovarian Salpingo-
 Discomfort cystectomy oophorectomy

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


 Obat analgetik  Nyeri
 Mobilisasi  Perdarahan
 Personal hygiene  Infeksi
Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)

G. KOMPLIKASI

Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi

pada kista ovarium diantaranya:

1. Akibat pertumbuhan kista ovarium

Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan

pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh

besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak

kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista

yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya

menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema

pada tungkai.

2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium

` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu

sendiri mengeluarkan hormon.

3. Akibat komplikasi kista ovarium

a. Perdarahan ke dalam kista

Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur

menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya

menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika

perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi yang

cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.

b. Torsio atau putaran tangkai

Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai

dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi


atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini

dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi

biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa

yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi

ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya

meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual

dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah

terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa

gangren dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.

c. Infeksi pada tumor

Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.

d. Robek dinding kista

Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat

trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat

bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara

akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga

peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-

tanda abdomen akut.

e. Perubahan keganasan

Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan

mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan

keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista

ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar

kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah

yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.


H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat

diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang

cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat

membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang

dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012 :1)

1. Laparaskopi

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor

berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.

2. Ultrasonografi (USG)

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah

tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor

kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut

yang bebas dan yang tidak.

Gambar : USG kista ovarium


Sumber : http://forum.detik.com/niwana-sod-mampu-menyembuhkan-penyakit-kronis-
seperti-kanker-kista-dll-t137091.html
3. Foto Rontgen

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya,

pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.

4. Parasintesis

Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan

bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi

kista bila dinding kista tertusuk.

I. PENATALAKSANAAN

1. Observasi

Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau)

selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan

sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak

curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).

2. Terapi bedah atau operasi

Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan

operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut,

tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.

Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya

memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang

memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk

meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun

memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya

yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila pembedahan
mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo

oophorectomy.

Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain

tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi

ovarium dan jenis kista.

Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit

(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan

darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium

menurut Yatim, (2005: 23)

Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim,

(2005: 23) yaitu:

a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan

sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter

melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi

dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil

pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.

b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan

laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara

laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses

keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan,

operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak

sekitar serta kelenjar limfe.


II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KISTA OVARIUM

A. PENGKAJIAN

1. Langkah I (pertama) :

Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan

semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan

kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila

klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam

30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian

atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang

dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. (Muslihatun, dkk. 2009:

115).

a. Data subyektif

1) Identitas pasien

a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak

keliru dengan pasien-pasien lain.

b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa

reproduksi.

c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai

gangguan reproduksi.

d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat

intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai

dengan pendidikannya.

e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau

kebiasaan sehari-hari pasien.


f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat

sosial ekonominya.

g) Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila

diperlukan.

2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.

Tuliskan sesuai uangkapan.

a) Keluhan Utama

Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk

mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai

kesehatan reproduksi.

b) Riwayat Kesehatan

(1) Riwayat kesehatan yang lalu

Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita

yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang

saat ini diderita.

(2) Riwayat kesehatan sekarang

Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan dengan

gangguan reproduksi terutama kista ovarium.

(3) Riwayat kesehatan keluarga

Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya

pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan

pasien.
c) Riwayat Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah

atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.

d) Riwayat menstruasi

Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama

menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,

disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk

mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan

dengan menstruasi.

e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan

harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang

terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.

f) Riwayat KB

Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini

digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau

berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.

g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

(1) Nutrisi

Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan

makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum

minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan

tumor dalam tubuh.


(2) Eliminasi

Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan

buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau

serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.

(3) Hubungan seksul

Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut

apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau

sebaliknya.

(4) Istirahat

Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup

atau tidak.

(5) Personal hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan

tubuh terutama pada daerah genetalia.

(6) Aktivitas

Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari.

Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap

kesehatannya.

b. Data Objektif

Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa

keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-

komponen pengkajian data obyektif ini adalah:

1) Pemeriksaan umum

a) Keadaan umum

Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.


b) Kesadaran

Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.

c) Vital sign

Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi

yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu,

nadi serta pernafasan

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.

a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan

rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.

b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau

tidak, pucat atau tidak.

c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik

atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.

d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris

atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.

e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan

sekret atau tidak.

f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah

atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.

g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran

kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.

h) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran

kelenjar limfe atau tidak.


i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak,

ada benjolan atau tidak.

j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan

pembesaran perut.

k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik

atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.

l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor

baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek

patella positif atau tidak.

m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses

ataupun pengeluaran yang tidak normal.

n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid

atau tidak.

3) Pemeriksaan khusus

a) Inspeksi

Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat

keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.

b) Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan,

digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.

4) Pemeriksaan Penunjang

Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan

penyakit.
2. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap

diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang

benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009: 115).

Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan

menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.

a. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama

ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:

1) Data Subyektif

Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang dialami

ibu.

2) Data Obyektif

Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

b. Masalah

Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data dasar

meliputi:

1) Data Subyektif

Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.

2) Data Obyektif

Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.

3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial

Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan,


dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan

dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi.

Langkah ini menentukan cara perawat melakukan asuhan yang aman

(Purwandari, 2008:79).

4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang

Memerlukan Penanganan Segera

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses

manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan

dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat

dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa

ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).

Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang

memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi

dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi

memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter (Muslihatun, dkk.

2009: 117).

5. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan

oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen

terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.

Pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat

dilengkapi(Purwandari, 2008: 81).

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang

sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang

berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita


tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan

penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis.

Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap

hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan harus

disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar dapat

dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan

rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas perawat adalah

merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama

klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya

(Purwandari, 2008: 81).

6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang

telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman.

Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh

bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika

perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan menyingkat

waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun,

dkk. 2009: 118).

7. Langkah VII (terakhir): Evaluasi

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi

dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana tersebut efektif,

sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat proses manajemen

asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu mengulang kembali dari awal
setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen tidak efektif serta

melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008:

82).

Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian

yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta

orientasi proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di

dalam situasi klinis dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien dan

situasi klinis, tidak mungkin manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja

(Purwandari, 2008: 83).

Data Perkembangan

Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan

manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang

merupakan singkatan dari:

1) S (Subjektif)

Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama

(pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.

2) O (Objektif)

Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama

(pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik pasien,

pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.

3) A (Assessment)

Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan)

dari data subjektif dan objektif.

4) P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan

interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan

tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan

kesejahteraannya.
B. DIAGNOSA

Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista

ovarium adalah :

Pre Operasi

1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi

2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan

Post Operasi

1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

3. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik


C. INTERVENSI

Pre Operasi

RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC :
cidera biologi 3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang Pain Management
NOC : - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
 Pain Level, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Pain control, kualitas dan faktor presipitasi
 Comfort level - Observasi reaksi nonverbal dari
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nyeri, mampu menggunakan tehnik mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
mencari bantuan) - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
menggunakan manajemen nyeri tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, lampau
frekuensi dan tanda nyeri) - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
berkurang nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
- Tanda vital dalam rentang normal kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
2. Kecemasan bd diagnosis Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC :
dan pembedahan 3x 24 jam diharapakan cemasi terkontrol Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
NOC : - Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Anxiety control - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
 Coping pasien
Kriteria Hasil : - Jelaskan semua prosedur dan apa yang
- Klien mampu mengidentifikasi dan dirasakan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas - Temani pasien untuk memberikan keamanan
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk mengontol - Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
cemas tindakan prognosis
- Vital sign dalam batas normal - Dorong keluarga untuk menemani anak
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh - Lakukan back / neck rub
dan tingkat aktivitas menunjukkan - Dengarkan dengan penuh perhatian
berkurangnya kecemasan - Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
- Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

Post Operasi

RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :


injuri fisik selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien Pain Management
berkurang - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
NOC : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Pain Level, kualitas dan faktor presipitasi
 Pain control, - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Comfort level - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Kriteria Hasil : mengetahui pengalaman nyeri pasien
- Mampu mengontrol nyeri (tahu - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
penyebab nyeri, mampu - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
menggunakan tehnik - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
nonfarmakologi untuk mengurangi tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
nyeri, mencari bantuan) - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang menemukan dukungan
dengan menggunakan manajemen - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Mampu mengenali nyeri (skala, - Kurangi faktor presipitasi nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
- Menyatakan rasa nyaman setelah non farmakologi dan inter personal)
nyeri berkurang - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Tanda vital dalam rentang normal intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
penurunan pertahanan selama 3x 24 jam diharapakan infeksi Infection Control (Kontrol infeksi)
primer terkontrol - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
NOC : - Pertahankan teknik isolasi
 Immune Status - Batasi pengunjung bila perlu
 Knowledge : Infection control - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
 Risk control saat berkunjung dan setelah berkunjung
Kriteria Hasil : meninggalkan pasien
- Klien bebas dari tanda dan gejala - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
infeksi - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Mendeskripsikan proses penularan kperawtan
penyakit, factor yang mempengaruhi - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
penularan serta penatalaksanaannya, - Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
- Menunjukkan kemampuan untuk alat
mencegah timbulnya infeksi - Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
- Jumlah leukosit dalam batas normal sesuai dengan petunjuk umum
- Menunjukkan perilaku hidup sehat - Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
- Tingktkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penyakit menular
- Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
3. Hambatan mobilisasi Setelah Dilakukan Tindakan NIC :
fisik berhubungan Keperawatan selama 3x24 jam Terapi latihan fisik : Mobilitas sendi
dengan kelemahan fisik diharapkan hambatan mobilitas fisik - Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan
dapat teratasi. lihat respon pasien saat latihan
NOC : Mobilitas - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
Kriteria Hasil : teknik ambulasi
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
2. Mengerti tujuan dari peningkatan - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
mobilitas secara mandiri sesuai kemampuan
3. Memverbalisasikan perasaan dalam - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
meningkatkan kekuatan dan berikan bantuan jika diperlukan.
kemampuan berpindah
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II.
Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta :
Nuha Medika
Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai