Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

BLIGHTED OVUM

DEPARTEMEN MATERNITAS CLINICAL STUDY II

Disusun oleh:

Riska Anisa (145070200111007)

Kelompok 2
Regular 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

BLIGHTED OVUM

1. DEFINISI
Blighted ovum merupakan kehamilan dimana kantung gestasi memiliki
diameter katung lebih dari 20 mm akan tetapi tanpa embrio. Tidak dijumpai pula
adanya denyut jantung janin. Blighted ovum cenderung mengarah pada keguguran
yang tidak terdeteksi (Manuaba, 2010).
Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik merupakan suatu keadaan
kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk. Dalam kasus ini kantong kehamilan
tetap terbentuk. Selain janin tidak terbentuk kantong kuning telur juga tidak terbentuk.
Kehamilan ini akan terus dapat berkembang meskipun tanpa ada janin di dalamnya.
Blighted ovum ini biasanya pada usia kehamilan 14-16 minggu akan terjadi abortus
spontan (Prawirohardjo, 2009).
Dapat disimpulkan Blighted Ovum (BO) merupakan kehamilan tanpa embrio.
Dalam kehamilan ini kantung ketuban dan plasenta tetap terbentuk dan berkembang,
akan tetapi tidak ada perkembangan janin di dalamnya (kosong). Kehamilan ini akan
berkembang seperti kehamilan biasa seperti uterus akan membesar meskipun tanpa
ada janin di dalamnya.

2. EPIDEMIOLOGI
Menurut studi epidemiologi, dari 100 wanita hamil, ada 10-15 orang yang
mengalami hamil kosong. Umumnya kejadian ini dialami wanita berusia 40 tahun,
sekali seumur hidup, dengan prevalensi (angka kejadian) 40-60%. Uniknya, semakin
lanjut usia pasangan dan semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar risiko
terjadinya hamil kosong. Biasanya kondisi ini diketahui di antara 8-13 minggu dari
usia kehamilan.
Diperkirakan di seluruh dunia BO merupakan 60% dari penyebab kasus
keguguran, di ASEAN mencapai 51%, di Indonesia ditemukan 37% dari setiap 100
kehamilan (WHO, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh di RSUD Kota Semarang
tahun 2010- 2013, prevalensi blighted ovum (BO) tahun 2010 sebanyak 40 kasus.
Pada tahun 2011 sebanyak 28 kasus. Pada tahun 2012 diperoleh data sebanyak 35
kasus blighted ovum (BO). Sedangkan ditahun 2013 untuk bulan januari sampai
tanggal 20 juli terdapat 48 kasus.
Prevalensi angka kejadian blighted ovummenurut WHO (2012) di ASEAN
adalah 51 %, dan di Indonesia mencapai 37% dari 100 kehamilan (Susanti, 2014).
Abortus spontan kemungkinan akan terjadi pada kehamilan blighted
ovumpada usia kehamilan 14-16 minggu (Prawirohardjo, 2011).

3. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO

Blighted ovum belum diketahui penyebab secara pasti, blighted ovum terjadi
masa awal kehamilan. Beberapa faktor dapat mengakibatkan terjadi blighted ovum ;
a) Blighted ovum terjadi karena kelainan pada sel telur dan sel sperma.
b) Kelainan kromosom dapat mengakibatkan pertumbuhan embrio pada
masa awal kehamilan berhenti.
c) Blighted ovum terjadi karena kebiasaan merokok atau minum alkohol
d) Faktor usia dan paritas pasangan suami istri. Usia semakin tua pada pasangan
suami istri dan semakin banyak seorang istri pernah hamil memperbesar
kemungkinan dari terjadinya blighted ovum.
e) Blighted ovum terjadi karena infeksi TORCH, kelainan imunologi, serta
penyakit diabetes
(Arora, 2014 dan Manuaba, 2010)

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Sanders, 2007), beberapa tanda dan gejala blighted ovum meliputi :
a. Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan menunjukkan hasil positif.
Wanita merasakan gejala-gejala hamil, dalam seperti mudah lelah, merasa ada
yang lain pada payudara atau mual-mual.
b. Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan lebih dari 8 minggu rahim masih
kosong.
c. Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan terus
diproduksi oleh trofoblas di kantong.
d. Keluar bercak perdarahan dari vagina

5. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Blighted ovum dapat didiagnosa dengan melakukanpemeriksaan
ultrasonografi (USG). Pemeriksaan menggunakanultrasonografi (USG) pada kasus
blighted ovum ditemukan kantungkehamilan dan tidak ditemukan embrio di dalam
rahim. Bila hasil USG tidak disertai keluhan perdarahan dari vagina,
untukmenghindarkan keraguan saat mendiagnosa blighted ovumdilakukan USG
ulang 10 hari kemudian.

Pemeriksaan untuk menunjang diagnosa dilakukan denganpemeriksaan


laboratorium, ditemukan penurunan level plasma βhuman chorionic gonadotropin
(hCG) yang menunjukkankehamilan tidak normal seperti blighted ovum (DeCharney,
2007).
7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Terminasi kehamilan blighted ovum


Penatalaksanaan kasus blighted ovum dilakukan denganmetode terminasi dilatasi
dan kuretase secara elektif (Prawirohardjo, 2011). Dilatasi dilakukan menggunakan
dilatator terkecil sampai kanalis servikalis dapat dilalui oleh sendok kuret.
Pemeriksaan kedalaman dan lengkung rahimmenggunakan penera kavum uteri,
kemudian melakukanpembersihan isi kavum uteri dengan sistematis
melakukankerokan pada dinding rahim (Saifuddin, 2014).

1. Persiapan tindakan terminasi


a. Persiapan pasien
Persiapan tindakan dilakukan dengan melakukan konselingdan persetujuan
tindakan medis (Saifuddin, 2014).Melakukan pemeriksaan umum meliputi :
tekanan darah,nadi serta melakukan pemeriksaan darah lengkap,
pemasangan infus (Mochtar, 2013).
b. Persiapan alat
Persiapan alat menurut Saifuddin (2010) dan Mochtar (2013) meliputi :
spekulum sim’s, sonde uterus, dilatatorberbagai ukuran, sendok kuret
berbagai ukuran, cunamabortus, pinset, klem, kain steril dan 2 sarung tangan
steril.Alat-alat tersebut dalam keadaan yang steril dan diletakkan dalam bak
alat steril. Instrumen lain yang dibutuhkanmeliputi : lampu, mangkok kecil
logam serta penampungdarah dan jaringan.
c. Persiapan alat pelindung diri (APD) penolong
Persiapan APD bagi penolong dan asisten meliputi :menggunakan baju
tindakan, pelindung kaki (alas kakiterbuat dari karet), kaca mata pelindung,
masker, dansarung tangan steril (Saifuddin, 2010).
d. Persiapan obat yang akan di gunakan untuk tindakankuretasemeliputi :
(1) Misoprostol. Penggunaan misoprostol 100 mg efektif digunakan untuk
dilatasi serviks. Umumnya pada kasusblighted ovum dilatasi akan berhasil
setelah pemberiandosis ke-2 (Saimin, 2010). Jika pemberian
misoprostoltidak berhasil, dilatasi serviks dilakukan dengan
hegar(Chunningham, 2010).
(2) Pra anastetik. Berfungsi mengurangi rasa cemas sebelum tindakan dan
memperlancar induksi anastesi,tindakan pra anastetik dapat dilakukan
menggunakangolongan benzodiazepin (diazepam, lorazepam
danmidazolam) (Gunawan, 2012). Menurut Saifuddin(2014) pada kuretase
dilakukan menggunakandiazepam 10 mg secara IM.
(3) Anastetika yang digunakan menggunakan ketamin dengan dosis 0,5
mg/kgBB (Saifuddin, 2014).Pemilihan ketamin memiliki sifat anastetik
dananalgetik serta memiliki batas keamanan yang luas,cara pemberian
dilakukan induksi per IV. Padapenggunaan ketamin akan menimbulkan
efek emergence phenomenon (Gunawan, 2012).
(4) Uterotonika metergin 0,2 mg per IM atau oksitosin 10 IU per IV untuk
meningkatkan kontraksi uterus(Saifuddin, 2014).
2. Tindakan kuretase
a) Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi. Bagian bawah perut dan lipatan
paha dibersihkan menggunakan air dansabun.
b) Pemberian anastesi
c) Pasang spekulum sim’s sampai serviks terlihat. Memberikan cairan antiseptik
pada vagina dan serviks.
d) Memberikan oksitosin 10 IU IV atau metergin 0,2 mg secara IM untuk
mencegah perforasi uterus danmeningkatkan kontraksi uterus.
e) Melakukan pemeriksaan bimanual bertujuan mengetahuibukaan serviks,
besar, arah, dan resiko terjadi perforasi.
f) Serviks dilakukan penjepitan diarah jam 11.00 dan 13.00 menggunakan
tenakulum. Setelah terpasang dengan baikkeluarkan spekulum atas.
g) Dilatasi dilakukan dengan menggunakan dilatator sampai dapat dilalui oleh
sendok kuret. Sendok kuret dimasukkanmelalui kanalis servikalis.
h) Kedalaman uterus diketahui dengan melakukan pemeriksaan menggunakan
sonde uterus.
i) Dinding uterus dibersihkan dengan pengerokan secara sistematis searah
jarum jam sampai bersih dengan tandaseperti menyentuh bagian bersabut.
Pemeriksaan bimanualdilakukan kembali untuk mengetahui besar dan
konsistensiuterus. Jaringan di keluarkan dan membersihkan darahmengenai
lumen vagina. Kemudian melepaskan tenakulumdan spekulum
bawah(Mochtar, 2013 dan Saifuddin, 2014)
3. Penatalaksannaan post kuretase
a) Pemberian analgetik (Paracetamol 500 mg) untuk mengurangi nyeri jika
diperlukan (Saifuddin, 2014).Pemberian Paracetamol bertujuan untuk
mengurangi kadarnyeri (ringan-sedang) pasca tindakan (Gunawan, 2012).
b) Anjurkan untuk mobilisasi bertujuan untuk mengurangi nyeri.
c) Memberikan antibiotik terapeutik (Saifuddin, 2014). Diberikan untuk mencegah
terjadinya infeksi pascatindakan, dapat dilakukan menggunakan 2
kombinasiantibiotik. (Prawirohadjo, 2011). Pemberiaan antibiotik
Metronidazole berfungsi untukmencegah infeksi bakteri gram negatif (–) dan
anaerob pasca kuretase (Prawirohardjo, 2011) dengan dosis 500 mgdan
waktu paruh 8-10 jam (Gunawan, 2012). PemberianMetronidazole dapat
diberikan bersama Amoksisilin yangmerupakan antibiotik spektrum luas untuk
mencegah infeksipasca tindakan (Prawirohardjo, 2012).
d) Melakukan observasi meliputi : jumlah perdarahan pervaginam untuk
mengetahui terjadinya perdarahan dantanda-tanda infeksi (Saifuddin, 2014).
4. Komplikasi terminasi kehamilan buatan
a) Perforasi uterus, terjadi karena penggunaan sonde uterus (Wiknjosastro,
2010). Penanganan dilakukan denganmenghentikan tindakan kuretase dan
melakukan kolaborasidengan dokter bedah untuk dilakukan laparatomi
(Prawirohardjo, 2011).
b) Robekan serviks, disebabkan penggunaan tenakulum (Wiknjosastro, 2010).
Penanganan serviks yang robekdilakukan penjahitan untuk menghentikan
perdarahan.
c) Perdarahan, timbul karena atonia atau sisa hasil konsepsi di dalam uterus.
Pencegahan atonia dilakukan denganpemberian metergin 0,2 mg IM atau 10
IU oksitosin secaraIV sebelum dilakukan kuretase untuk
meningkatkankontraksi uterus (Saifuddin, 2014).
d) Penanganan sisa hasil konsepsi dengan pemberian profilaksis dan
uterotonika untuk dilakukan kuretase ulang (Prawirohardjo, 2011).
e) Infeksi, pencegahan infeksi dilakukan pemberian antibiotik (Wiknjosastro,
2010).
DAFTAR RUJUKAN

DeCherney AH, Nathan. 2007. Current Obstetric ad Gynecology Diagnosis and Treatment.
10th Ed. Nyew York: Mc.Graw-Hill, pp: 336:338
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Dalam dan KB. Jakarta EGC
Mochtar R. (2013). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC.
Mochtar R. 2013. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi iii. Jakarta:
EGC
Prawirohardjo,Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo,Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina
Saifudin, Abdul Bahri. Ilmu kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka
PATOFISIOLOGI BLIGHTED OVUM

Anda mungkin juga menyukai