Anda di halaman 1dari 10

2.

PCOS (Policytic Ovarium Syndrom)


A. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan:
1. Data-data subjektif dan objektif
Infertilitas, gangguan haid, perubahan suara kelaki-lakian, jerawat, hirsutisme,
hipertropi klitoris, hipertropi otot, obesitas (+/-), gambaran USG dan gangguan
hormonal.
2. Temuan penunjang
Ultrasonografi: pemeriksaan USG transabdominal untuk pemeriksaan ovarium
polikistik mempunyai spesifitas yang tinggi, tetapi kurang sensitif terutama pada
wanita gemuk. Tetapi kelemahan ini dapat diatasi dengan cara USG transvaginal.
Beberapa kriteria diagnositik ovarium polikistik dengan USG:
Tabel 2.1 : Perbandingan SOPK dari pemeriksaan USG
Cara USG Parameter USG Kriteria untuk OPK
Trans abdominal Volume ovarium > 10 cm 3
Folikel dengan ukuran 5-8 cm >5
Trans vaginal Volume ovarium > 8 cm 3
Folikel dgn ukuran >6 mm > 11
Ukuran folikel rata-rata < 4 mm
Stroma ovarium mening-kat 50% atau > 7,6 cm2

3. Pemeriksaan hormonal :
Pemeriksaan hormonal yang digunakan untuk mendiagnosis adanya penyakit
ovarium polikistik adalah kadar : progesterone, LH, testosteron, androstenedion,
nisbah LH/FSH, nisbah testosteron/SHBG, nisbah gula darah puasa/insulin puasa.
Tabel 2.2 Pemeriksaan penunjang pada SOPK beserta tujuan pemeriksaannya
Pemeriksaan Nilai normal Tujuan
-hCG <> Menyingkirkan kehamilan
TSH 0,5-4,5 U/mL (0,5-4,5 mU/L) Menyingkirkan gangguan
tiroid
Prolaktin <> Menyingkirkan
hiperprolaktinemia
Testosteron (total) <> Menyingkirkan tumor
yang menghasilkan
androgen
Testosteron (bebas) 20-30 tahun: 0,06-2,57 pg/mL Menegakkan diagnosis
(0,20-8,90 pmol/L) atau monitoring terapi

40-59 tahun: 0,4-2,03 pg/mL


(1,40-7,00 pmol/L)
DHEAS 600-3.400 ng/mL (1,6-9,2 Menyingkirkan tumor
mol/L) yang menghasilkan
androgen
Androstenedione 0,4-2,7 ng/mL (1,4-9,4 nmol/L) Menegakkan diagnosis
17-hydroxyprogesterone Fase folikuler <> Menyingkirkan NCAH

Glukosa puasa 65-119 mg/dL (3,6-6,6 Menyingkirkan diabetes


mmol/L) tipe 2 atau intoleransi
glukosa
Rasio glukosa puasa : insulin 4,5 Menyingkirkan resistensi
insulin
Kolesterol (total) 150-200 mg/dL (1,5-2 g/L) Monitor perubahan gaya
hidup
Kolesterol HDL 35-85 mg/dL (0,9-2,2 mmol/L) Monitor perubahan gaya
hidup
Kolesterol LDL 80-130 mg/dL (2,1-3,4 Monitor perubahan gaya
mmol/L) hidup
Diagnosis SOPK ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab lain oligomenorea atau
hiperandrogenisme. Pemeriksaan-pemeriksaan lain mungkin berguna untuk monitoring terapi

Tabel 2.2: Perbandingan akurasi diagnostik uji hormonal

Akurasi Diagnostik
No Uji Sensitivitas Spesifisitas Positif Negatif
(%) (%) (%) (%)
1 Progesteron 92 82 94 78
2 LH 60 82 97 46
3 LH/FSH 54 82 100 44
4 Testosteron 60 100 100 49
5 Testosteron/SHBG 96 100 96 83
6 Androstenedion 71 88 92 50
7 Gula darah puasa 95 84 87 94

4. Resistensi insulin
Ada beberapa cara pengukuran untuk menentukan adanya resistensi insulin,
antara lain :
a. Uji Toleransi Glukosa Oral
b. Uji toleransi insulin
c. Infus glukosa secara berkesinambungan
d. Tehnik klem euglikemik, ini merupakan baku emas untuk mengukur sensitivitas
jaringan terhadpa insulin.
e. Nisbah gula darah puasa / insulin puasa.
Tabel 2.3 : keuntungan dan kerugian uji RTI
No. Uji Keuntungan Kerugian
1 Toleransi glukosa Mudah dikerjakan Dipengaruhi oleh
oral penyerapan gluko-sa
pada usus
2 Toleransi insulin Dapat menunjukkan in- Dapat terjadi hipo-
deks aktivitas insulin glikemik
3 Infus glukosa secara Dapat menunjukkan ker- Tergantung dari
berkesi-nambungan ja insulin validitas dari tera
4 Tehnik klem Dapat mengukur secara Mahal dan sulit
euglikemik kuantitatif kerja insulin
5 Gula darah puasa / Mudah dikerjakan Dipengaruhi kon-
insulin puasa sentrasi kadar gula darah
sewaktu

Menurut kesepakatan National Institute of Health National Institute of Child


Health and Human Development NIH-NICHD untuk mendiagnosa SOPK ditetapkan.
Kriteria mayor:
a. Anovulasi
b. Hiperandrogenemia
c. Tanda klinis hiperandrogenisme
d. Penyebab lainnya dapat disingkirkan
Kriteria minor:
a. Resistensi insulin
b. Hirsutisme dan obesitas yang menetap
c. Meningkatnya perbandingan rasio LH-FSH
d. Anovulasi intermiten yang berhubungan dengan hiperandrogenemia
e. Bukti secara ultrasonografi terdapat ovarium polikistik
Terdapat dua kriteria mayor untuk mendiagnosis SOPK: anovulasi dan
adanya hiperandrogenisme yang ditetapkan secara klinis dan laboratorium. Adannya
dua kelainan ini cukup untuk mendiagnosis SOPK tanpa adanya penyakit primer
pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari seperti neoplasma adrenal atau
ovarium, sindrom Cushing, hypogonadotropic atau gangguan hypergonadotropic,
hyperprolactinemia, dan penyakit tiroid. Dibutuhkan 1 kriteria mayor yaitu anovulasi
dan 2 kriteria minor yaitu rasio LH/FSH > 2,5 dan terbukti adanya ovarium polikistik
secara USG. USG dan atau laparoskopi merupakan alat utama untuk diagnosis.
Dengan USG, hampir 95 % diagnosis dapat dibuat. Terlihat gambaran seperti roda
pedati, atau folikel-folikel kecil berdiameter 7-10 mm. Baik dengan USG, maupun
dengan laparoskopi, ke dua, atau salah satu ovarium pasti membesar.7
Wanita SOPK menunjukkan kadar FSH, PRL, dan E normal, sedangkan LH sedikit
meninggi (nisbah LH/FSH>3). LH yang tinggi ini akan meningkatkan sintesis T di
ovarium, dan membuat stroma ovarium menebal (hipertikosis). Kadar T yang tinggi
membuat folikel atresi. LH menghambat enzim aromatase. Bila di temukan
hirsutismus, perlu diperiksa testosteron, dan umumnya kadar T tinggi. Untuk
mengetahui, apakah hirsutismus tersebut berasal dari ovarium, atau kelenjar
suprarenal, perlu di periksa DHEAS. Kadar T yang tinggi selalu berasal dari ovarium
(> 1,5 ng/ml), sedangkan kadar DHEAS yang tinggi selalu berasal dari suprarenal (>
5-7ng/ml). Indikasi pemeriksaan T maupun DHEAS dapat di lihat dari ringan
beratnyapertumb uhan rambut. Bila pertumbuhan rambut yang terlihat hanya sedikit
saja (ringan), maka kemungkinan besar penyebab tingginya androgen serum adalah
akibat gangguan pada ovarium, berupa anovulasi kronik, sedangkan bila terlihat
pertumbuhan rambut yang mencolok, maka peningkatan androgen kemugkinan besar
berasal dari kelenjar suprarenal, berupa hiperplasia, atau tumor.

B. Penatalaksanaan
1.) Penatalaksanaan Awal
Dapat menurunkan resiko terjadinya diabetes, hipertensi dan
hiperkolesterolemia.9 Penurunan berat badan yang tidak terlalu drastis dapat
mengatasi kadar androgen dan kadar insulin serta infertiliti. Penurunan berat
badan sebesar 5 7% dalam waktu 6 bulan sudah dapat menurunkan kadar
androgen sedemikian rupa sehingga ovulasi dan fertilitas menjadi pulih pada 75%
kasus SOPK.
Penurunan berat badan. Memperoleh berat badan yang ideal akan
memperbaiki kesehatan penderita dan dapat mengatasi masalah kesehatan
jangka panjang. Meningkatkan aktivitas dan makan makanan sehat merupakan
kunci pengendalian berat badan.
Olah raga. Penderita diharap untuk menjadikan olah raga teratur sebagai
bagian penting dalam kehidupannya. Berjalan kaki merupakan aktivitas yang
paling baik dan sederhana yang dapat dengan mudah dikerjakan.
Makanan sehat dan gizi seimbang yang terdiri dari kombinasi buah dan
sayuran, produk makanan kecil berkalori rendah yang dapat memuaskan nafsu
makan dan menngatasi kebiasaan makan kecil.
Pertahankan berat badan yang sehat.
Hentikan kebiasaan merokok
2.) Terapi Medikamentosa
Pengobatan tergantung tujua pasien. Beberapa pasien membutuhkan
terapi kontrasepsi hormonal, dimana yang lainnya membutuhkan induksi
ovulasi. Kebanyakan pasien dengan SOPK mencari pengobatan untuk
hirsutisme dan infertilitasnya. Hirsutisme dapat diobati dengan obat
antiandrogen yang menurunkan kadar androgen tubuh. Infertilitas pada SOPK
sering berespon terhadap klomifen sitrat.
a. Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan produksi adrenal dan
androgen, dan mengurangi pertumbuhan rambut dalam 2/3 pasien
hirsutisme. Terapi dengan kontrasepsi oral memiliki beberapa manfaat,
antara lain:
1. Komponen progestin menekan LH, mengakibatkan penurunan
produksi androgen ovarium
2. Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG, menghasilkan
penurunan testosteron bebas.
3. Mengurangi kadar androgen sirkulasi.
4. Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi dehidrotestosteron
pada kulit dengan menghambat 5-reduktase.
Pasien dengan SOPK terjadi anovulasi yang kronis dimana
endometriumnya distimulasi hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi
endometrium hiperplasia dan dapat terjadi endometrium carcinoma pada
pasien SOPK dengan anovulasi yang kronis. Banyak dari kasus seperti ini
dapat dikembalikan dengan menggunakan progesteron dosis tinggi, seperti
megestrol asetat 40-60 mg/hari untuk 3-4 bulan.
Ketika kontrasepsi oral digunakan untuk mengobati hirsutisme,
keseimbangan harus dipertahankan antara penurunan kadar testosteron
bebas dan androgenisitas intrinsik dari progestin. Tiga progestin senyawa
yang terdapat dalam kontrasepsi oral (norgestrel, norethindrone, dan
norethindrone asetat) diyakini merupakan androgen dominan. Kontrasepsi
oral yang berisi progestin baru (desogestrel, gestodene, norgestimate, dan
drospirenone) memiliki aktivitas androgenik yang minimal. Terdapat bukti
yang terbatas bahwa terdapat perbedaan dalam hasil uji klinis yang
ditentukan oleh perbedaan-perbedaan ini secara in vitro dari potensi
androgenik.
b. Agonis Gonadotropin releasing Hormone (Gn-RH)
Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen
adrenal yang dihasilkan oleh ovarium. Ini ditujukan untuk menekan kadar
steroid ovarium pada pasien SOPK. Pengobatan dengan leuprolid asetat
yang diberikan intramuskular setiap 28 hari mengurangi hirsutisme dan
diameter rambut pada hirsutisme idiopatik atau pada hirsutisme sekunder
pada SOPK. Tingkat androgen ovarium secara signifikan dan selektif
ditekan. GnRH agonis dapat diberikan dengan dosis tunggal, 3 mg pada
hari ke 8 siklus haid, atau dengan dosis ganda setiap hari 0,25 mg mulai
hari ke 7 siklus haid. Penambahan kontrasepsi oral atau terapi penggantian
estrogen untuk pengobatan agonis GnRH dapat mencegah keropos tulang
dan efek samping lainnya dari menopause, seperti hot flushes dan atrofi
genital. Supresi hirsutisme tidak menambah potensi dengan terapi
penambahan estrogen untuk pengobatan agonis GnRH.
c. Ketokonazol
Ketokonazol, agen antijamur yang disetujui oleh US Food and
Drug Administration, menghambat kunci sitokrom steroidogenik.
Diberikan pada dosis rendah (200 mg/hari), dapat secara signifikan
mengurangi tingkat androstenedion, testosteron, dan testosteron bebas.
d. Flutamide
Flutamid merupakan antiandrogen nonsteroid yang dilaporkan
tidak mempunyai aktivitas progestasional, estrogenik, kortikoid, atau
antigonadotropin. Pada banyak studi, kadar perifer T dan T bebas tidak
berubah, meskipun beberapa dilaporkan modulasi produksi androgen.
Flutamid mempunyai efikasi yang serupa dengan spironolakton dan
cyproteron. Obat ini telah digunakan untuk mengobati kanker prostat pada
laki-laki. Obat ini diguakan secara umum dalam dosis 125-250 mg dua kali
sehari. Efek samping yang umum ialah kulit kering dan meningkatkan
nafsu makan.
e. Cyproterone Acetate
Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki
sifat antiandrogen kuat. Mekanisme utama cyproterone asetat ialah
menginhibisi secara kompetitif testosteron dan DHT pada tingkat reseptor
androgen. Agen ini juga menginduksi enzim hepatik dan dapat
meningkatkan laju metabolisme plasma clearance androgen. Formulasi
Eropa dengan cyproterone ethinyl estradiol plasma acetate mengurangi
kadar testosteron dan androstenedion secara signifikan, menekan
gonadotropin, dan meningkatkan tingkat SHBG. Cyproterone asetat juga
menunjukkan aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi
tingkat DHEAS. Diberikan dalam rejimen berurutan terbalik (cyproterone
asetat 100 mg / hari pada hari ke-5 - 15, dan ethinyl estradiol 30-50 mg /
hari pada siklus hari ke-5 - 26), jadwal siklus ini membuat perdarahan
menstruasi yang teratur, membuat kontrasepsi yang sangat baik, dan
efektif dalam pengobatan hirsutisme dan bahkan jerawat yang parah.
Efek samping cyproterone asetat ialah kelelahan, meningkatnya
berat badan, penurunan libido, perdarahan tak teratur, mual, dan sakit
kepala. Gejala ini terjadi lebih jarang ketika ethinyl estradiol ditambahkan.
f. Insulin Sensitizers
Karena hiperinsulinemia memainkan peran dalam SOPK terkait
anovulasi, pengobatan dengan insulin sensitizers dapat menggeser
keseimbangan endokrin terhadap ovulasi dan kehamilan, baik penggunaan
sendiri atau dalam kombinasi dengan modalitas pengobatan lain.
Metformin direkomendasikan didalam International Guidelines
sebagai terapi utama untuk diabetes mellitus tipe 2 karena mempunyai
profil yang baik dalam pengontrolan metabolism glukosa. Akan tetapi
sampai saat ini belum ditemukan regimen dosis yang tetap sehingga
dianjurkan untuk disesuaikan secara individu dengan dasar efektifitas dan
toleransi dan tidak melebihi dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu
2250 mg untuk dewasa dan 2000 mg untuk anak-anak dalam sehari. Untuk
meminimalisir efek samping, terapi metformin dimulai pada dosis yang
rendah yang diminum saat makan, dan dosis ini ditingkatkan secara
progresif. Pasien-pasien diberi metformin 500 mg sekali/hari diminum saat
makan besar, biasanya makan malam selama 1 minggu kemudian
ditingkatkan menjadi 2kali/sehari, bersama sarapan dan makan malam,
selama 1 minggu kemudian dosis dinaikkan 500 mg saat sarapan dan 1000
mg saat makan malam selama 1 minggu dan akhirnya dosis ditingkatkan
menjadi 1000 mg 2kali/hari saat sarapan dan makan malam. Tidak terdapat
penelitian mengenai kisaran dosis metformin pada sindrom ovarium
polikistik, tapi penelitian kisaran dosis pada pasien diabetes menggunakan
kadar hemoglobin glikase sebagai pengukur outcome, menunjukkan bahwa
dosis 2000 mg per hari sudah optimal.
Dosis dan jangka waktu yang optimal untuk pemberian metformin
pada penderita SOPK dengan insulin resisten sampai sekarang belum
ditemukan suatu konsensus. Beberapa peneliti memberi pengobatan 4
sampai 8 minggu dengan dosis 500 mg tiga kali sehari sebagai pengobatan
awal sebelum diberikan clomiphene citrate, tetapi banyak pasien yang
merasa tidak nyaman dan sering menemukan efek samping dengan
pemberian 4 sampai 8 minggu tersebut, sehingga banyak yang tidak
melanjutkan pengobatan. Untuk mempersingkat waktu dan meningkatkan
kepatuhan dalam pengobatan, banyak peneliti mencoba pemberian
metformin yang lebih singkat. Hwu dkk memberikan metformin dengan
dosis 500 mg tiga kali sehari untuk 12 hari sebelum dimulai pengobatan
dengan clomiphene citrate. Pada penelitian tersebut ovulasi ditemukan
pada 42.5% dibandingkan hanya 12.5% pada kelompok kontrol. Khorram
dkk memberikan metformin 500 mg tiga kali sehari dimulai dari hari
pertama withdrawal bleeding (setelah pemberian medroxy-progesterone
acetate 10 mg perhari selama 10 hari) dan pemberian clomiphene citrate
pada hari ke lima sampai hari ke sembilan. Pada penelitian tersebut
ditemukan 44% dan 31% dibandingkan hanya 6.7% dan 0% pada
kelompok kontrol yang ovulasi dan keberhasilan untuk hamil.
3.) Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas
akibat SOPK yang tidak segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi
medikamentosa. Melalui pembedahan, fungsi ovarium di pulihkan dengan
mengangkat sejumlah kista kecil.
Alternatif tindakan :
Wedge Resection, mengangkat sebagian ovarium. Tindakan ini dilakukan
untuk membantu agar siklus haid menjadi teratur dan ovulasi berlangsung
secara normal. Tindakan ini sudah jarang dikerjakan oleh karena memiliki
potensi merusak ovarium dan menimbulkan jaringan parut.
Laparoscopic ovarian drilling, merupakan tindakan pembedahan untuk
memicu terjadinya ovulasi pada penderita SOPK yang tidak segera mengalami
ovulasi setelah menurunkan berat badan dan memperoleh obat-obat pemicu
ovulasi. Pada tindakan ini dilakukan eletrokauter atau laser untuk merusak
sebagian ovarium. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan
tindakan ini dilaporkan angka ovulasi sebesar 80% dan angka kehamilan
sebesar 50%.11 Wanita yang lebih muda dan dengan BMI dalam batas normal
akan lebih memperoleh manfaat melalui tindakan ini.
C. Komplikasi
Wanita dengan Sindrom Ovarium Polikistik memiliki risiko lebih tinggi
terkena:
Sleep apnea (berhenti bernapas secara periodik selama tidur)
Kanker endometrium (kanker yang disebabkan oleh penebalan lapisan rahim)
Serangan jantung
DiabetesKanker payudara
Jika wanita bersangkutan hamil, dapat dirujuk ke dokter spesialis
kehamilan berisiko tinggi. Wanita dengan Sindrom Ovarium Polikistik memiliki
resiko keguguran yang lebih tinggi, diabetes gestasional, dan kelahiran prematur,
dan mungkin perlu pemantauan ekstra selama kehamilan.
Semakin dini didiagnosis dan diobati, semakin rendah risiko terkena
komplikasi ini. Menghindari produk tembakau dan berpartisipasi dalam olahraga
teratur juga bisa mengurangi risiko co-morbiditas. Bicarakan dengan dokter
tentang dampak Sindrom Ovarium Polikistik terhadap kesehatan secara
keseluruhan dan bagaimana dapat mencegah komplikasi serius.

Daftar Pustaka
Lewis, V. Polycystic ovary syndrome : a diagnostic chalenge. Obstet. Gynecol. Clin N. Am.,
2001 : 1-20.

Anda mungkin juga menyukai