Anda di halaman 1dari 14

Case Report Session

Kista Bartholini

Oleh:

Nadhira Daniswara 1840312296


Shakthi Priyanika 1840312639
Nadhirah binti Sa’an 1840312661
RR Dayana Satiti 1840312690

Preseptor :
dr. Adriswan, SpOG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD PADANG PANJANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar Bartholini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini atau

glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di sebelah dorsal

dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara

labium minus pudendi dan tepi hymen. Kelenjar ini tertekan pada waktu koitus dan

mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian

kaudal.(1)

Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau

iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini

akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh

kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu

kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(2)

Kista bartholini adalah salah satu bentuk tumor kistik (berisi cairan) pada vulva. Kista

barhtolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar bartolini,

yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah

yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi

abses. Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi

pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini

atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati.

Kista bartholini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran

seperti telur.(2,3)

1
Gambar 1 Kelenjar Bartholini Gambar 2 Kista Bartholini

Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. Kelenjar

Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan

tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu

penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan

bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit

membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih

nyaman bagi wanita.(1,4)

Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis kelenjar ini

akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah dam keluar pada

duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi sumbatan pada salah satu

duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar

membengkak dan menbentuk suatu kista.(3,5)

Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai

benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholini

berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.(5)

2
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada

salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai

kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Jika kista terinfeksi, gajala klinik

berupa(2,3)

 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.

 Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisme yang ditularkan

melalui hubungan seksual.

 Dispareunia.

 Biasanya ada secret di vagina.

 Dapat terjadi ruptur spontan.

Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada

anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal, Sudah berapa lama gejala

berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti pasangan seks, keluhan saat

berhubungan, riwayat penyakit menulat seksual sebelumnya, riwayat penyakit kelamin

pada keluarga.(6)

Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan posisi

litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7 pada labium

minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk

mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tahu tidaknya

infeksi menular.(5,6)

Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak diperlukan

untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat

3
dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholini.(2,6)

Beberapa tindakan pada kista Bartholini adalah:

1. Tindakan Operatif, beberapa prosedur yang dapat digunakan (2,3,5,6)

a. Marsupialisasi

Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.

Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista

dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi vertikal pada vestibular

melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring. Insisi dapat dibuat

sepanjang 1.5 hingga 3 cm, bergantung pada besarnya kista.

Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan

larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu

dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan

interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18. Kekambuhan kista

Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.

b. Eksisi (Bartholinectomy)

Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang

tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada

infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka

4
sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum.

2. Pengobatan Medikamentosa.

Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya

digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya, antibiotik

harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa antibiotik yang

digunakan dalam pengobatan(2,3)

a. Ceftriaxone.

Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum

terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri

gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan

mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis

dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang

dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose .4,5

b. Ciprofloxacin.

Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe

bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan

menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri.

Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari.

c. Doxycycline

Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan 30S

dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra chomatis. Dosis yang

dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari.

5
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Parak Karakah, Jl. No 47
Suku/bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Pedagang
Status pernikahan : Janda
Bangsal : Kebidanan
Tanggal Masuk : 05 Desember 2019
No. RM : 10.00.23

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan 5 Desember 2019 Pk. 11.45 WIB di Bangsal Kebidanan RSUD

Padang Panjang secara autoanamesis.

Keluhan Utama : benjolan pada bibir kemaluan sebelah kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Padang Panjang dengan keluhan benjolan di bibir kemaluan

sebelah kiri. Benjolan diketahui pertama kali sejak 7 hari yang lalu. Awalnya benjolan

tersebut sebesar kelereng dan terasa nyeri. Semakin hari benjolan bertambah besar.

6
Nyeri yang dirasakan juga semakin bertambah, sehingga mengganggu aktivitas

sehari-harinya dan mengganggu kualitas tidurnya. Pasien juga mengeluhkan keluar

keputihan berwarna kuning, kental, banyak dan berbau amis. Untuk BAB dan BAK

tidak ada keluhan, pasien tidak merasakan demam.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya tetapi kempes setelah

diobati (kira-kira 1 tahun yang lalu)

 Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal.

 Riwayat asma : disangkal.

 Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.

 Riwayat kencing manis : disangkal.

 Riwayat konsumsi alkohol dan rokok : disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat asma : disangkal.

 Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.

 Riwayat kencing manis : disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien sudah menikah selama ± 18 tahun tetapi sudah bercerai sejak 2 tahun yang lalu

dan memiliki 1 anak, bekerja sebagai pedagang buah di pasar dan tinggal bersama orang

tuanya. Biaya pengobatan ditanggung pribadi.

7
Riwayat Haid :

Haid pertama pada umur 12 tahun. pasien mengaku haid teratur dengan siklus 28 hari, lama

haid 6-7 hari, dengan 2-3x ganti pembalut sehari. Nyeri saat haid (+).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal tanggal 5 Desember 2019 Pk. 12.15 WIB

 Keadaan umum : baik.

 Kesadaran : composmentis

 Vital sign

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 37˚C

 Status gizi : Kesan gizi cukup

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-)

Hidung : Deviasi (-), secret (-)

Telinga : Nyeri tarik (-), nyeri tekan (-)

Mulut : Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)

Leher : deviasi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Torak : Normochest

8
- Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : ictus cordis teraba di 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal.

Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan.

- Pulmo :

Inspeksi : statis, dinamis, retraksi (-).

Palpasi : fremitus kanan = kiri.

Perkusi : sonor seluruh lapang paru.

Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, suara tambahan -/-.

Abdomen : Tampak datar, simetris.

Ekstremitas

Superior : akral hangat (-/-), CRT < 2 detik

Inferior : akral hangat (-/-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan ginekologi

 Pemeriksaan genitalia eksterna :

Inspeksi : massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 4 cm, batas tegas, hiperemis

(+), fluor albus (+) warna putih kekuningan, darah (-).

Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan.

 Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.

9
IV. RESUME

Pasien, wanita 37 tahun datang ke RSUD Padang Panjang dengan keluhan benjolan di

labia mayor sinistra.

Dari anamnesis didapatkan, keluhan sudah dirasakan sekitar 7 hari yang lalu disertai nyeri.

Benjolan awalnya sebesar kelereng semakin hari semakin membesar dan keluhan nyeri semakin

bertambah berat sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya. Pasien juga mengeluhkan keluar

cairan putih kekuningan, kental, banyak, berbau amis dari jalan lahirnya. Pasien pernah

mengalami keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu.

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70

mmHg, nadi 80 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup. Frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu

37°C.

Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan : Inspeksi : massa (+) di labia mayor sinistra,

diameter 4 cm, batas tegas, hiperemis (+), fluor albus (+) warna putih kekuningan, darah (-).

Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan. Pemeriksaan genitalia interna :

tidak dilakukan pemeriksaan.

V. DIAGNOSIS

Kista bartholini.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 Desember 2019

 Darah rutin

10
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 14,00 11,7-15,5

Lekosit H 15,26 3,6 -11

Eritrosit 4,52 3,8 – 5,2

Hematokrit 40,7 35 – 42

Trombosit 359 150-440

MCV 90,00 80-100

MCH 31,00 26-34

MCHC 34,40 32-36

RDW 11,70 11,5-14,5

MPV 9,1 7-11

Limfosit L18,30 17- 35

Monosit 8,30 0,16-1

Granulosit 6,8 2,5- 7

Limfosit % L18,30 25-340

Monosit % 4,1 4-6

Granulosit % 67,95 50-80

 Kimia klinik

Glukosa sewaktu 93 < 125.

 Sero-imun (serum/B)

HBsAg Non reaktif (-) Non reaktif (-)

11
VII. PENATALAKSANAAN

a. Non Medikamentosa

 Menjaga kebersihan area kewanitaan.

 Tirah baring

b. Medikamentosa

 Infus RL 20 tpm.

 ketorolac 3x30 mg IV

 Ceftriaxon 3x1 gr IV

 Vit BC/C/SF.

c. Program Operasi

Marsupialisasi

VIII. MONITORING

a. Perbaikan kondisi umum pasien.

b. Monitoring tanda-tanda infeksi pada lesi.

c. Tanda vital pasien.

IX. EDUKASI

b. Pasien diberitahu mengenai penyakitnya dan penyebab dari penyakitnya tersebut.

c. Pasien diedukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di daerah kewanitaannya.

d. Pasien diberitahu tentang tindakan operasi yang akan dilakukan dan persiapan-persiapan

sebelum operasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006.
2. http://www.scribd.com/doc/43731478/LapKas-Kista-Bartholin-Ctine-drNandono.
3. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2006.
4. Guyton, AC & Hall, CE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Philadelphia : Elsevier
Saunders. 2006.
5. Manuaba, Chandranita, dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: ECG. 2008.
6. Badziat, Ali. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius. 2003.

13

Anda mungkin juga menyukai