Anda di halaman 1dari 10

Sesak napas juga merupakan pertanda seseorang menderita penyakit jantung.

Ternyata, sesak napas juga merupakan pertanda seseorang menderita penyakit jantung. Jadi
daripada menebak-nebak penyebab sesak napas yang Anda alami, lebih baik segera periksakan
kesehatan jantung Anda. Seberapa sering Anda mengalami sesak napas belakangan ini?
Yakinkah Anda bahwa sesak napas yang Anda alami diakibatkan karena udara yang kotor, debu,
atau malah asma? Coba cek sekali lagi! Karena, salah satu pertanda seseorang mengidap penyakit
jantung adalah mengalami sesak napas. Sesak napas adalah keluhan yang dirasakan seseorang,
berupa rasa tidak nyaman, nyeri, atau sensasi berat selama proses bernapas. Sesak napas
merupakan gejala dari suatu penyakit serius yang tidak boleh diremehkan karena dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu harus segera dicari penyebabnya.

Sesak Napas Karena Jantung Sesak napas bisa digolongkan menjadi dua jenis, yaitu organik
dan non organik. Sesak napas organik disebabkan karena adanya kelainan pada organ tubuh,
sedangkan non organik berupa gangguan psikis yang tidak disertai kelainan fisik. Sesak napas
organik tidak hanya disebabkan karena kelainan pada organ pernapasan, tetapi juga penyakit
pada organ utama, seperti ginjal dan jantung. Kelainan jantung yang disertai dengan keluhan
sesak napas biasanya terjadi pada gagal jantung. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan
pada fungsi pompa jantung dalam mengisi dan memompa darah dari paru-paru. Akibatnya terjadi
penumpukan darah pada organ paru-paru dan menyebabkan peningkatan tekanan pada pembuluh
darah paru. Maka, fungsi paru-paru akan terganggu dan terjadilah sesak napas. Sesak napas bisa
juga muncul bila jantung menurun fungsi pemompaannya. Hal ini dikarenakan jantung
membengkak sehingga membuat daya pompa jantung tidak efisien. Makin bengkak jantung,
makin berat sesak napasnya. Jantung membengkak bila tekanan darah tinggi dibiarkan tanpa ada
upaya menjinakkannya. Inilah yang harus menjadi perhatian bagi Anda yang memiliki darah
tinggi. Tekanan darah yang terus menerus di atas normal membebani jantung membuat jantung
bekerja lebih berat, sehingga kemudian membengkak. Pembengkakan jantung berarti daya
pompanya tidak optimal. Namun, sampai pada pembengkakan maksimal, daya pompa jantung
sudah tidak terkompensasi lagi untuk memenuhi kecukupan darah tubuh. Pada saat itulah lalu
terjadi dekompensasi jantung. Jantung sudah tidak berdaya dan perlu dibantu. Gejalanya adalah
sesak napas berat.

Pembengkakan jantung terjadi mulai dari yang paling ringan sampai paling berat, yang
berlangsung bertahun-tahun. Gejala awal yang timbul ketika terjadi pembengkakan jantung
adalah mudah sesak napas bila melakukan aktivitas yang agak berat, seperti berjalan agak jauh.
Bila jantung semakin membengkak, aktivitas ringan pun akan membuat sesak napas dan bila
sudah parah, duduk pun sesak napas. Bila jantung semakin membengkak, maka pemulihannya
juga akan semakin sulit. Otot jantung perlu dibantu oleh obat agar jantung kembali kuat
memompa. Ibarat karet gelang yang sudah melar, setelah kembali, karet tidak bisa sepanjang
normalnya lagi. Pembengkakan jantung harus dihentikan sebelum otot jantung bengkak
maksimal. Caranya dengan mengontrol tekanan darah tinggi dan diberi obat penguat otot jantung.

Sesak Napas Jantung VS Sesak Napas Asma Sesak napas jantung berbeda dengan sesak napas
asma. Sesak napas jantung terasa saat menghela napas, bukan saat mengeluarkan napas seperti
pada asma. Perlu posisi duduk agar napas terasa lebih ringan. Sesak napas asma akan terasa lebih
ringan bila duduk mendekap bantal atau merangkul sandaran kursi. Serangan jantung koroner
juga bisa menyebabkan sesak napas. Sesak napas terjadi lantaran otot jantung mengalami
kerusakan akibat kurangnya pasokan oksigen oleh pembuluh koroner yang tersumbat (myocardial
infarction). Bedanya dengan jantung membengkak adalah pada penyakit koroner sesak napas
lebih bersifat serangan. Sementara pada jantung membengkak, keluhan sesak napas sudah
dimulai sejak awal. Pada serangan jantung koroner, selain sesak napas, juga diawali nyeri dada
yang khas. Nyeri seperti tertindih beban berat pada dada sisi kiri. Nyeri menjalar ke leher, lengan
kiri, pundak, dan punggung. Saat sesak napas, mungkin juga sampai muntah-muntah. Jadi, mulai
sekarang, segera sikapi sesak napas yang Anda alami. Sekali lagi, bukannya mencegah lebih baik
daripada mengobati.

Ditulis oleh: Dr. Daniel Tanubudi, SpJP, FIHA - Eka Hostipal BSD Serpong

SKENARIO 3 : SESAK NAPAS

Seorang laki-laki umur 67 tahun dibawa ke ruang gawat darurat dengan keluhan sesak napas
berat. Sejak lama berobat dengan hipertensi tapi tidak teratur dan telah pernah mengalami infark
miokard sebelumnya. Sekitar seminggu sebelum masuk rumah sakit dia mengeluh nyeri dada
substernal lebih dari 30 menit, dan sejak itu dia mengeluh sering sesak napas yang makin berat.
Penderita hanya bisa tidur dengan 3 bantal kepala dan sering terbangun tengah malam akibat
sesak napas. Pada pemeriksaan fisik, tidak demam, tekanan darah 160/100 mHg, denyut jantung
110 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, dan saturasi O2 88%. Penderita pucat dan berkeringat
dingin. Pada pemeriksaan auskultasi ditemukan adanya ronchi basah pada kedua basal medial
paru, terdengar S3 dan S4, tidak terdengar bising jantung. Pada pemeriksaaan EKG salah satu
kelainan yang ditemukan adalah adanya gelombang Q patologis di sandapan V1-V4.

JAWABAN PERTANYAAN
1) Etiologi dypnea antara lain :
a. Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan paru, dan dinding dada; dalam teori
tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelendong otot pada khususnya, berperan penting
dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila
tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas tercapai).
b.Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (teori utang-oksigen).
c. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas.
d. Ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi.

2) Patomekanisme sesak napas pada skenario di atas yaitu :


jika tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Apabila kecepatannya
melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul edema interstisial. Bila terjadi
peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan merembes ke alveoli sehingga menimbulkan edema
paru. Cairan yang terakumulasi di dalam alveolus akan menyebabkan traktus respiratorius
mengalami obstruksi. Akibatnya pasien mengalami perasaan sulit bernapas, napas menjadi
pendek, dan merasa tercekik.

3) Sesak napas y ang dialami pasien seringkali terjadi di malam hari (paroximal nocturnal
dyspnea) atau pada saat pasien telentang ketika tidur:
Posisi ini meningkatkan volume darah intratorakal dan jantung yang lemah akibat penyakit
misalnya gagal jantung, tidak dapat mengatasi peninggian beban ini. Kerja pernapasan meningkat
akibat kongesti vaskular paru oleh edema di alveoli yang mengurangi kelenturan paru. Waktu
timbulnya lebih lambat dibandingkan dengan ortopnea (kesulitan bernapas ketika berbaring lurus)
karena mobilisasi cairan edema perifer dan peninggian volume intravaskuler pusat.
PND juga dapat melalui mekanisme berikut : tidur pada malam hari akan menurunkan adrenergic
supportterhadap fungsi ventrikel. Akibatnya, aliran balik darah meningkat sehingga ventrikel kiri
kelebihan beban. Akhirnya timbul kongesti pulmonar akut yang menyebabkan penekanan
nokturnal di pusat pernapasan sehingga timbullah dispnea.

4) Hubungan posisi tidur dengan terjadinya sesak napas:


adalah dimana pasien pada skenario membutuhkan 3 bantal kepala untuk bisa tidur dengan
cukup nyaman. Posisi kepala pasien harus ditinggikan sehingga tubuhnya tidak berada dalam
keadaan telentang. Bila tubuhnya dalam posisi telentang, maka akan memudahkan terjadinya
sesak napas atau dispnea melalui patomekanisme seperti yang dijelaskan di atas.

5) Hubungan sesak napas berat dengan riwayat hipertensi dan infark miokard :
Hipertensi mengacu pada peningkatan tekanan darah sistemik yang menaikkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri ke aorta. Akibatnya, beban kerja jantung
bertambah. Sebagai mekanisme kompensasinya, terjadilah hipertrofi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi, lama-kelamaan terjadi dilatasi atau payah jantung
atau gagal jantung. Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen pada miokard akibat hipertrofi
ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, serta diperparah oleh aterosklerosis koroner yang
menyebabkan infark miokard. Gagal jantung menurunkan curah jantung (suplai darah menurun)
sehingga terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, denyut jantung
dipercepat. Akan tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium yang menuju ke
peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan edema paru. Edema paru dapat
berimbas pada terjadinya dispnea.

6) Sesak napas dan nyeri dada substernal tidak berhubungan secara langsung:
Keduanya melalui patomekanisme yang berbeda tetapi dapat bersumber dari kelainan yang
sama yaitu gagal jantung kiri.
Sesak napas : Gagal jantung menurunkan curah jantung (suplai darah menurun) sehingga terjadi
hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, denyut jantung dipercepat. Akan tetapi,
terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri yang menuju ke peningkatan tekanan kapiler
pulmonal yang menyebabkan edema paru. Edema paru menyebabkan ketidaksesuaian perfusi
ventilasi sehingga menurunkan tekanan oksigen. Penurunan tekanan oksigen ini menstimulasi
kemoreseptor perifer yang lalu mengirimkan impuls ke pusat pernapasan di medula oblongata.
Akhirnya terjadi peningkatan usaha respirasi tapi tetap gagal karena adanya obstruksi cairan di
traktus respiratorius akibat edema paru.
Nyeri dada : Gagal jantung mengakibatkan aliran darah koroner tidak adekuat. Terjadi
penurunan perfusi jantung yang berakibat pada penurunan intake oksigen dan akumulasi hasil
metabolisme anaerob berupa senyawa kimia seperti penimbunan asam laktat, piruvat. Inilah yang
menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic afferent di area korteks sensoris primer (area
3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada.
7) Yang menyebabkan pucat dan keringat dingin :
Pucat : gagal jantung kiri mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Akibatnya terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan peningkatan Hb tereduksi di dalam
darah maka timbullah sianosis (kulit pucat dan dingin).
Keringat dingin : gagal jantung kiri mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Akibatnya
terjadi vasokonstriksi kulit. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk
melepaskan panas sehingga pasien dapat mengalami demam ringan dan keringat berlebihan.

8) Patomekanisme ronchi basah :


Jika tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Apabila kecepatannya
melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul edema interstisial. Bila terjadi
peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan merembes ke alveoli sehingga menimbulkan edema
paru.
Seperti klarifikasi “ronchi basah” yaitu bunyi yang terdengar bila terdapat cairan di dalam
bronkus atau alveoli. Ronchi terdengar di basal medial paru karena cairan terakumulasi di bagian
bawah paru karena pengaruh gaya gravitasi.

9) S3 terdengar selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga disebut Gallop


Ventrikular:
Normal terdengar pada anak dan dewasa muda. Merupakan temuan patologis yang dihasilkan
oleh disfungsi jantung terutama kegagalan ventrikel.
S4 timbul pada waktu sistolik atrium dan disebut sebagai Gallop Atrium, bunyinya sangat pelan,
hampir tidak terdengar sama sekali. Timbul sesaat sebelum bunyi jantung 1. Terdengar bila
resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya peregangan
dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.

10) Gelombang Q patologis :


a. Kelainan gelombang Q di sandapan II, III, AVF. Terjadi pada infark jantung, emfisema
pulmonal, dan RVH.
b. Kelainan gelombang Q di sandapan I, AVL, dan V4-V6 terjadi pada infark jantung anterior.
c. Kelainan gelombang Q di sandapanV3R-V1, V1-V2, V1-V3, dan V1-V4. terjadi pada infark
jantung anteroseptal, LVH, RVH, dan LBBB (Left Bundle Branch Block).
12) DIAGNOSIS SEMENTARA
GAGAL JANTUNG KIRI (KONGESTIF)
DefinisiPenyakit
Gagal jantung adalah suatu keadaan patologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/
kemampuannya hanya ada bila disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Gagal jantung adalah sindroma klinis (sekumpulan
Tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.

Etiologi
Gagal jantung merupakan komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital
meupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagalj antung meliputi keadaan yang
(1)meningkatkan beban awal,(2)meningkatkan beban akhir, atau(3) menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan
cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta
dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati.

Penyebabkeseluruhankegagalanpompajantungdapatdilihatpadatabelberikut :

A. KelainanMekanik
1. Peningkatan beban tekanan; Sentral (stenosis aorta,dll) dan Perifer (hipertensi
sistemik,dll).
2. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban awal,
dll).
3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikspid).
4. Tamponade perikardium
5. Pembatasan miokardium atau endokardium.
6. Aneurisma ventrikel.
7. Dissinergi ventrikel.
B. Kelainan Miokardium (otot)
1. Primer (kardiomiopati, miokarditis, kelainan metabolik, toksisitas (alkohol,
kobalt), dan presbikardia).
2. Kelainan disdinamik sekunder (deprivasi oksigen (PJK), kelainan metabolik,
peradangan, penyakit sistemik, dan penyakit paru obstruktif kronik).
C. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran
1. Tenang (standstill)
2. Fibrilasi
3. Takikardia atau bradikardia ekstrim
4. Asinkronitas listrik, gangguan konduksi

Patofisiologi
Gagal jantung didasari oleh suatu beban/ penyakit miokard (underlying HD/index of events) yang
mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut
dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit
jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel.Dengan meningkatnya EDV ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel.
Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium
dan ventrikel berhubungan langsung pada saat diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang
ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika
tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan onkotik pembuluh
darah maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Apabila kecepatannya melebihi
kecepatan drainase limfatik maka akan timbul edema interstisial. Bila terjadi peningkatan tekanan
lebih lanjut, cairan akan merembes ke alveoli sehingga menimbulkan edema paru.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru.
Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian
kejadian pada jantung kiri juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan
mengakibatkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi
fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional
dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup AV, atau perubahan orientasi otot papillaris dan
korda tendinae akibat dilatasi ruang.
Remodeling struktral ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga
fungsi jantung terpelihara relatif normal, (gagal jantung asimptomatik). Sindroma gagal jantung
yang asimptomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark
jantung, anemia, hipertiroid, kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam
berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, infeksi virus, demam reumatik, dan endokarditis
infektif. Gagal jantung simptomatika akan tampak kalau terjadi kerusakan miokard akibat
progresivitas penyakit yang mendasarinya.

Patogenesis Gagal Jantung


Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas
gagal jantung kiri, gagal jantung kanan,dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang
timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, ortponea, dispnea nokturnal paroksimal,
batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventrikular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan
Cheyne Stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul fatigue, edema, liver engorgement, anoreksia, dan kembung.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi ventrikel kanan, irama derap atrium kanan,
murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras,
asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting.

Pada gagal jantung kongestif, terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association (NYHA)membuatklasifikasifungsionaldalam 4 kelas :
Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.

1. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, ekokardiografi-Doppler, dan
kateterisasi.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan gagal jantung kongestif.
Kriteria Mayor
Paroksimal nokturnal dispnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular

Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspneu d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (> 120/menit)
Mayor atau Minor
Penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis antara lain :
foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskuler paru menggambarkan kranialisasi,
garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura.
Fungsi EKG, untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia.
Pemeriksaan lain seperti Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid
dilakukan atas indikasi.

Peningkatan afterload berarti


terdapat peningkatan tahanan terhadap ejeksi LV. Biasanya disebabkan oleh peningkatan
tahanan vaskular perifer yang umum terlihat pada hipertensi. Bisa juga diakibatkan oleh stenosis
katup aorta. Ventrikel kiri berespon terhadap peningkatan beban kerja ini dengan hipertrofi
miokard, suatu respons yang meningkatkan massa otot ventrikel kiri tetapi pada saat yang sama
meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada ventrikel kiri. Suatu keadaan kelaparan energi
tercipta sehingga berpadu dengan ANG II dan respons neuroendokrin lain, menyebabkan
perubahan buruk dalam miosit seperti semakin sedikitnya mitokondria untuk produksi energi,
perubahan ekspresi gen dengan produksi protein kontraktil yang abnormal (aktin, miosin, dan
tropomiosin), fibrosis interstisial, dan penurunan daya tahan hidup miosit. Dengan berjalannya
waktu, kontraktilitas mulai menurun dengan penurunan curah jantung dan fraksi ejeksi,
peningkatan LVEDV (volume akhir diastolik ventrikel kiri) , dan kongesti paru.

Infark miokard akut dapat mengakibatkan syok kardiogenik karena otot jantung tidak
mendapatkan suplai darah yang cukup sehingga otot jantung tersebut mati atau nekrosis. Hal ini
akan berefek pompa jantung tidak dapat memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh. Jika
tubuh tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup, maka tubuh akan mengalami syok. Infark
miokard akut dapat berlanjut menjadi gagal jantung terlebih dahulu sebelum syok. Dari gagal
jantung ini bisa menyebabkan edema paru karena vebtrikel kiri jantung tidak mampu memompa
darah sehingga tekanan dalam atrium kiri, pembuluh darah serta kapiler paru-paru meningkat.
Referensi dahulu masih menyatakan umur merupakan salah satu faktor risiko dari infark miokard.
Banyaknya infark miokard akut pada laki-laki diatas usia 40 tahun dapat disebabkan oleh
pembuluh darah yang tidak seelastis sewaktu masih muda karena adanya kalsifikasi atau adanya
peyumbatan pembuluh darah dengan plak-plak atau trombus. Tetapi referensi terbaru tidak
menyatakan umur sebagai salah satu faktor risiko. Wanita setelah menopause lebih rentan infark
miokard akut karena tidak ada estrogen yang memiliki efek positif pada dinding dalam pembuluh
darah yang menjadikannya lebih fleksibel. Makan terlalu banyak terutama makanan yang banyak
mengandung lemak dan kolesterol dapat mengakibatkan pembentukan plak-plak pada pembuluh
darah yang lambat laun menjadi trombus yang menyumbat pembuluh darah jantung. Tidak ada
posisi yang cocok pada infark miokard akut. Segala posisi tidak membantu meringankan sakit
saat serangan. Pada kondisi edema paru posisi yang cocok ialah setengah duduk. Tanda dan
gejala dari infark miokard akut harus diutamakan untuk mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat karena dengan munculnya tanda dan gejala menandakan terjadinya gangguan pertukaran
gas (kadar oksigen dalam pembuluh darah). Tanda dan gejala dari infark miokard akut adalah
nyeri dada sebelah kiri yang tiba-tiba dan terasa seperti ditindih benda berat. semoga membantu,
dr Jesslyn

Parameter

Salah satu parameter untuk menilai fungsi jantung adalah fraksi ejeksi (EF) nilai normal EF lebih
besar) 60%. Jika EF (lebih kecil) 40% ini berarti fungsi jantungnya sudah menurun. Diduga kuat
mempunyai penyakit jantung koroner yang berat dan dengan pronosis yang buruk.

Adapun indikasi dilakukannya ekokardiografi yakni:

1. Penyakit katup jantung atau bagi pasien yang pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya bising
jantung (mur-mur),

2. Kondisi dimana ada dugaan adanya penyakit jantung bawaan.

3. Valuasi kondisi Aorta.

4. Dugaan adanya hipertensi pulmonal, emboli paru, pembesaran jantung pada pemeriksaan
toraks foto atau pada pemeriksaan fisik, dugaan adanya efusi perikard.

5. Gagal jantung ,

6. Adanya aritmia, untuk menilai adanya faktor pencetus intrakardiak,


7. Evaluasi fungsi jantung pada pemakaian obat,

8. Sebagai guidance/pemandu dalam tindakan fungsi perikard, pemasangan alat pacu jantung dan
lain sebagainya.

Ekokardiografi tidak diindikasikan seperti halnya pemeriksaan EKG yang merupakan


pemeriksaan rutin untuk penyakit jantung koroner , melainkan sebagai alat penunjang dan
membantu dalam evaluasi fungsi jantung.

Anda mungkin juga menyukai