Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah
persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema. Walaupun
rudapaksa yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari
kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya
penglihatan unilateral. Maka dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi
salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian dan Gombos menganggapnya
sebagai salah satuocular emergencies. Hal ini disebabkan oleh karena masih
seringnya timbul komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan disamping cara
perawatan yang terbaik masih diperdebatkan.1
Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak
mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks
memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk
melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar,. Terlebih-
lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakan akibat pekerjaan
bertambah pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya
bertambah pula, serta kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan, seperti
panahan, ketapel, senapan angin, atau akibat lemparan, juga tusukan dari gagang
mainan. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf
mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. 2,3
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak
keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun lambat. Bila
mata terkena benda keras,maka akan terjadi :
Bila tidak terjadi robekan pada bagian mata, maka:
Benda keras yang kecil dan lembut seperti mimis senapan mainan yang
tidak tajam membentur daerah mata dan bila mata dalam keadaan
terbuka akan mengenai kornea yang menimbulkan erosi yaitu lecetnya
sel epitel. Pasien akan merasa kesakitan yang sangat pedih pada mata,
penlihatan menurun dan bila lecet lebih dalam maka dalam
penyembuhannya akan terjadi jaringan parut yang mebekas keputihan
di kornea, sehingga penglihatan akan turun.
Lebih lanjut, benturan yang cukup kuat akan mengakibatkan
pembuluh- pembuluh darah dalam bola mata pecah dan timbul
perdarahan dalam bilik mata, yang biasa tampak dari luar disebut
dengan hifema. Akan terasa sakit pada bola mata yang sertai
penglihatan yang menurun. Perlu diketahui pula bahwa hifema bisa
saja terjadi tidak seketika setelah benturan, tetapi akan muncul pada
hari-hari berikutnya sampai hari ke 5.
Pada keadaan lain bisa saja benda tersebut secara keras membentur
skera dan meskipun hifema tidak terjadi, bisa menyebabkan
perdarahan pada retina dengan segala akibatnya.
Penggumpalan pada perdarahan dibilik mata, bisa mengakibatkan
hifema sekunder yang juga disertai dengan rasa sakit pada bola mata
dan bila tekanan pada bola mata meninggi akan mengakibatkan rasa
mual dan muntah-muntah.
Akibat dari benturan-benturan keras tadi tidak berhenti disitu saja, bisa
juga terjadi pada bagian iris yang terlepas dari dasarnya dan bila
iridodiliasis ini cukup besar akan dapat mengakibatkan pandangan
monoklear yang ganda.
Sedangkan pada lensa bisa menyebabkan terjadinya katarak traumatika
Lensa bisa lepas dari ikatannya dan terjadi luksasi sebagian ataupaun
luksasi penuh. Akibat lanjut dari benturan pada kornea adalah
gangguan pada sudut bilik mata yang lebih dalam , dan pada gilirannya
nanti bila terjadi pembentukan jaringan ikat bisa timbul peninggian
tekanan bola mata yang bersangkutan.
Bisa pula terjadi uveitis yang disertai dengan peninggian tekanan bola
mata yang memerlukan pengobatan yan g serius.
Pada bagian belakang bola mata, gangguan bisa terjadi adalah edema
pada makula yang menyebabkan penglihatan menurun, robekan pada
koroid yang mengakibatkan gangguan atau penurunan penglihatan.
Bila terjadi robekan pada bagian-bagian mata, maka akibatnya akan lebih
buruk lagi, robekan bagian-bagia mata memerlukan tindakan koreksi bedah dengan
berbagai akibat sampingnya , mulai kornea di depan iris, lensa, badan kaca, koroid,
retina, sklera dan saraf optik.
Bila benda yang membentur bola mata berukuran besar, misalnya bola tenis,
maka struktur orbita ini terjadi didasar rongga orbita bisa menimbulkan celah dimana
otot-otot mata terjepit dan sehingga gerakan bola mata terhambat dan pada gilirannya
pandangan menjadi ganda karena aksis penglihatan tidak sejajar lagi. Selain itu juga
tampak mata yang cekung.4,5
Hifema dapat erjadi akibat suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar, dan dapat juga terjadi secara
spontan.Perdarahannya bisa juga bersal dari pembuluh darah kornea atau limbus dan
badan siliar. Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan menutupi
gambaran iris. Hifema dapat disertai dengan atau tanpa perdarahan pada
konjungtiva.6,7,8
DEFINISI HIFEMA
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang
bersal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat
trauma ataupun secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang
hanya mengisi sebagian ataupun seluruh isis bilik mata depan. Perdarahan bilik
depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan akibat yang paling sering dijumpai
karena persentuhan mata dengan benda tumpul. Berat ringannya traumatik hifema ini
selain tergantung pada tingginya perdarahan juga tergantung pada ada tidaknya
komplikasi yang menyertainya.7,9
ETIOLOGI
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun trauma
tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan dapat
terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi
5-7 hari sesudah trauma disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya
terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga
mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata
dengan rubeo iridis, tumor pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini
mungkin akibat terjadinya kelemahan pada dinding-dinding pembuluh darah.7
ANATOMI MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian
depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
PATOFISIOLOGI
Trauma merupaka penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema sering
terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau limbus
dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat di
dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera
yang tidak elastis sehingga terjadi perenggangan-perenggangan dan robekan pada
kornea, sklera sudut iridokornea, badan siliar yang dapat menimbulkan perdarahan.
Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh karena resorbsi dari pembekuan darah terjadi
cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang cukup untuk
meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi.2,10
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau
perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema
sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan
luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat
terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma, dan kelainan
darah yang mungkin diakibatkan karena terjadi suatu kelemahan dinding-dinding
pembuluh darah. Pada proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan
dalam bentuk sel darah merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan
permukaan depan iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim
proteolitik yang dapat berlebihan di dataran depan iris.6,7
Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian
bilik mata depan
Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian
bilik mata depan
GEJALA KLINIS
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan blefaropasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema akan terlihat
terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2
DIAGNOSIS7,8,11
Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi
trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda
yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari
arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut,
apakah terbuat dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam
maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder.
Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah pernah
mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata
sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah
pengurangan penglihatan ituterjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut,
ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah atau
penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lenkap. Semua hal yang berhubungan
dengan cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan menilai
perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
secara teliti keadaan mata luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat
trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti ekmosis,
laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur yang disertai dengan gangguan
pada gerakan mata.
Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edema kornea dan
imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah didalam
bilik mata depan. Menentukan derajat keparahan hifema antara lain, menurutEdward
Layden:
1. Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
2. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan mata.
3. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan mata.
Rakusin membaginya menurut:
1. Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
2. Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
3. Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
4. Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan.
Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea
karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea.
Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat
iridodialisis atau robekan iris.
Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada
ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa bahkan lensa.
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui
apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata.
Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu
sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk mengetahui
akiba trauma pada segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak
mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler
USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina
Skrining sickle cell
X-ray
CT-scan orbita
Gonioskopi12
PENATALAKSANAAN2,5,6,7,11
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
Mengendalikan tekanan bola mata
Mencegah terjadinya imbibisi kornea
Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic
hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan
cara konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan
operasi.
Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara
para sarjana. Edward-Layden lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada
mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
Bila mungkin kedua mata ditutup untuk memberika istirahat pada mata. Selanjutnya
dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita
gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan akibat penderita (matanya) tidak
istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam pengamatannya tidak ditemukan
adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi,
timbulnya komplikasi maupun prognosis dari tajamnya penglihatannya.
Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah mutlak,
tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan
menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan
seperti:
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteraI, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan,
Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K, dan vit
C:
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai
keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan
mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika
akan mengistirahatkan perdarahan.
Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit
diberikan analgetik aau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat
tekanan bola mata naik. Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri
seperti asetaminofen dengan atau tanpa kodein.
Perawatan Operasi
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari traumanya
sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido dialysis.Besarnya
komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hyphaema.
Perdarahan Sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya.
Glaukoma Sekunder
Hemosiderosis Kornea
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai
kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu
permanen, tapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (dua
tahun). Insidensinya 1-10 persen.11
PROGNOSIS
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam bilik mata
depan. Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka darah ini akan hilang dan
jernih dengan sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik
mata depan, maka prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit.
Hifema yang penuh di dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih
buruk di bandingkan dengan hifema sebagian.7
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma
tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang
terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma, biasanya lebih masif dibanding dengan
hifema primer dan dapat memberikan rasa sakit sekali.7
Dapat terjadi keadaan yang disebut hemoftalmitis atau peradangan intraokular akibat
adanya darah yang penuh didalam bola mata. Dapat juga terjadi siderosis akibat
hemoglobin atau siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.