Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS MOLA HIDATIDOSA PADA STASE MATERNITAS

OLEH :

RIZKY ANANDA SARI, S.Kep

NIM : 19.31.1516

PROGRAM PROFESI NERS

STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN

T.A 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN
KASUS MOLA HIDATIDOSA PADA STASE MATERNITAS

OLEH :
RIZKY ANANDA SARI, S.Kep
NIM : 19.31.1516

MENGETAHUI,
Banjarmasin, September 2020

Clinical Teacher (CT) Clinical Instructure (CI)

( ) ( )
LEMBAR KONSULTASI

No Hari/tanggal Saran Paraf


LAPORAN PENDAHULUAN
MOLA HIDATIDOSA

1. Definisi Mola Hidatidosa


Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil
konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili
koriales disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan
berkembang menjadi lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai
adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah
anggur (Saifuddin, 2014).
Mola hidatidosa adalah plasenta vili orialis yang berkembang tidak
sempurna dengan gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler
sehingga menunjukkan berbagai ukuran trofoblas trofoblas profileratif tidak
normal. Mola hidatidosa terdiri dari mola hidatidosa komplit dan mola
hidatidosa parsial, perbedaan antara keduanya adalah berdasarkan morfologi,
gambaran klinik patologi, dan sitogenik (Anwar, 2013).
Mola hidatidosa atau yang disebut juga dengan hamil anggur adalah
suatu bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur
yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin) atau merupakan suatu hasil
pembuahan yang gagal. Jadi dalam proses kehamilannya mengalami hal yang
berbeda dengan kehamilan normal, dimana hasil pembuahan sel sperma dan
sel telur gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembunggelembung semakin
banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau
dapat dilihat dari hasil laboratorium beta sub unit HGG pada ibu hamil tinggi.
Pemeriksaan USG kandungan akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong
tanpa janin dan tampak gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis
disebut “snow storm” (Sukarni, 2015).
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang,
berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai
1 atau 2 cm. (Wiknjosastro, 2014).

2. Etiologi
Menurut Purwaningsih, 2012 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah
pembengkakan vili (degenerasi pada hidrofibik) dan poliferasi trofoblas.
Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain :
A. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah
kehilangan nukleusnya atau ada serum memasuki ovum tersebut
sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan
B. Imunoselektif dari trofoblas, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh
darah pada stoma vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi sembab dan
akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast
C. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan
zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah maka untuk memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang
sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan janinnya
D. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola
hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi. Secara
genetic yang dapat diidentifikasi dan penggunaan stimulan drulasi seperti
menotropiris (pergonal).
E. Kekurangan protein, protein adalah zat untuk membangun jaringan
bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim. Keperluan
akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan
protein dalam makanan mengakibatkan akan lahir lebih kecil dari
normal.
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas, infeksi mikroba
dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit. Hal
ini sangat tergantung dari jumlah mikroba yang masuk virulensinya serta
daya tahan tubuh (Mochtar, 2013).
Faktor lainnya yang diketahui adalah sosial ekonomi rendah, keguguran
sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional sebelumnya, dan usia yang
sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang sangat jelas terlihat adalah
pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi lesi yang
terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang
berusi 20-40 tahun (Reeder, 2015).
Menurut Sukarni, 2015 faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk
kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi.
Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola hidatidosa :
A. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya
Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa
memiliki resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah
mengalami kehamilan mola hidatidosa.
B. Riwayat genetik
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola
hidatidosa memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen
C. Faktor makanan
Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan
peningkatan resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga
kekurangan vitamin A.
3. Klasifikasi Mola Hidatidosa
Klasifikasi mola hidatidosa menurut (Manuaba, 2012), yaitu :
Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi 2
jenis yaitu mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial
A. Mola Hidatidosa Komplit
Kehamilan mola hidatidosa komplit yaitu penyimpangan
pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan
seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik.
B. Mola Hidatidosa Parsial
Kehamilan mola parsial yaitu sebagian pertumbuhan dan
perkembangan villi korialis berjalan normal sehingga janin dapat
tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm.

4. Manifestasi klinis/ Tanda dan Gejala


Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat
dibedakan dari kehamilan normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi
pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina mungkin berwarna coklat
tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya sedikit-sedikit
atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau terus-menerus untuk
beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita mempunyai uterus
lebih besar dari pada perkiraan menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita
akan mempunyai uterus lebih kecil dari perkiraan menstruasi terakhir.
Menurut Winknjosastro, 2014 gejala mola tidak berbeda dengan
kehamilan biasanya, yaitu : mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja
derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya, perkembangannya lebih
cepat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari pada umur
kehamilan. Ada pula kasus kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar
walau jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan
trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya
mola hidatidosa.
Pada penderita Mola Hidatidosa dapat ditemukan beberapa gejala-gejala
sebagai berikut :
A. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa dan amenore
B. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
C. Nyeri/kram perut
D. Muka pucat/keuning-kuningan
E. Perdarahan tidak teratur
F. Keluar jaringan mola
G. Keluar secret pervaginam
H. Muntah-muntah
I. Pembesaran uterus dan uterus lembek
J. Balotemen tidak teraba
K. Fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan normal
L. Gerakan janin tidak terasa
M. Terdengar bunyi dan bising yang khas
N. Penurunan berat badan yang khas

5. Patofisiologi (Pathway)
Jonjot-jonjot tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan
kistakista anggur, biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara
histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan
bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah: satu janin
tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1
cm. Mola parliasis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung
mola.
Secara mikroskopik terlihat :
A. Proliferasi dan trofoblas
B. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
C. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel-sel langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan
adanya sel sinsial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium
dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih ( 25- 60%). Kista
lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola
hidatidosa sembuh (Mochtar, 2013). Sel telur seharusnya berkembang
menjadi janini justru terhenti perkembangannya karena tidak ada buah
kehamilan atau degenerasi sistem aliran darah terhadap kehamilan pada usia
3-4 minggu.
Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya
poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari
stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak
terjadi. Selain itu sel trofoblas juga mengeluarkan hormon HCG yang akan
mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa juga terjadi
perdarahan pervaginam, ini dikarenakan poliferasi trofoblas yang berlebihan,
pengeluaran darah ini kadang disertai juga dengan gelembuung vilus yang
dapat memastikan dignosis mola hidatidosa (Purwaningsih,2012).
PATHWAY
6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Penampilan umum, Tingkat Kesadaran dan Tanda-tanda Vital
Biasanya keadaan klien lemah tampak meringis kesakitan memengang
perutnya, klien tampak pucat, lesu, dan tampak mual atau muntah.
Kesadaran klien : composmentis dengan GCS 15 (E4 M5 V6).
Tanda-tanda Vital :
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 125 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37 °c
2) Kepala
a. Inspeksi :
Rambut, Distribusi, Kerontokan, Kebersihan dan Warna.
Biasanya bentuk kepala simetris, ,keadaan rambut bersih,tidak ada
lesi, warna rambut hitam, ekspresi wajah tampak pucat dan
meringis.
3) Mata
a. Inspeksi :
Bentuk, Fungsi, Konjungtiva (Anemis/tidak), Sclera (ikterik/tidak),
bentuk pupil.
Biasanya bentuk mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis,
sclera tidak ikterik, fungsi penglihatan baik.
4) Telinga
a. Inspeksi :
Bentuk, Fungsi, Kebersihan
Biasanya bentuk telinga simetris kiri dan kanan, fungsi
pendengaran baik.
5) Hidung
a. Inspeksi :
Betuk, Fungsi, Ada Polip/tidak, Kebersihan, Nyeri (ada/tidak),
Secret (ada/tidak).
Biasanya bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak terdapat
polip, hidung bersih, tidak ada nyeri tekan dan secret tidak ada.
6) Mulut
a. Inspeksi :
Bentuk, Mukosa bibir, Kelembaban, Keadaan gigi, Refleks
menelan, Kebersihan mulut.
Biasanya mukosa bibir pucat dan kering, keadaan gigi baik, refleks
menelan baik, kebersihan mulut baik.
7) Leher
a. Inspeksi
Bentuk baik, Pergerakan leher baik.
b. Palpasi :
Vena jugularis teraba, arteri karotis teraba, dan tidak ada
pembesaran kelenjer limfe/ tiroid.
8) Sistem pernafasan
a. Inspeksi :
Bentuk dada biasanya simetris, frekuensi nafas reguler Respirasi
22x/menit, buah dada simetris, terdapat pigmentasi puting susu dan
areola, cholostrum tidak ada.
b. Palpasi :
Biasanya tidak ada nyeri tekan , dan tidak ada benjolan
c. Perkusi :
Biasanya terdengar resonan
d. Auskultasi :
Biasanya tidak ada suara wheezing dan tidak ada suara rochi.
9) Kardiovaskuler
a. Inspeksi :
Dada bersih/tidak, bentuk dada simetris/tidak, bentuk nafas
teratur/tidak, retraksi dinding dada, normal/tidak, adanya batuk,
tidak ada sianosis, posisi trache normal, frekuensi nafas normal,
kedalaman pernafasan normal.
Biasanya Bentuk dada simetris, tidak terdapat adanya bantuan otot
pernafasan, bentuk nafas teratur, retraksi dinding dada normal,
tidak ada sianosis.
b. Palpasi :
Denyut nadi teraba jelas dengan 125 x/menit
c. Perkusi :
Batas paru normal/tidak, resonansi paru normal/tidak.
d. Auskultasi :
Suara nafas vesiculer, tidak ada ronchi atau wheezing, s1 Lup, S2
dup.
Payudara :
Bentuk,simetris, terdapat pigmentasi puting susu dan areola, cholostrum
belum keluar dan tidak ada lesi.
10) Sistem Persyarafan
Pemeriksaan Nervus Kranial
a) Nervus I
Pasien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan alkohol
b) Nervus II
Biasanya pandangan mata pasien jelas, dapat membaca papan nama
perawat pada jarak 30 cm.
c) Nervus III,IV, VI
Simetris kanan kiri, refleks terhadap cahaya positif, pasien dapat
menggerakan bola mata kedalalm dan keluar, dapat menggerakan
bola mata ke kanan dan ke kiri.
d) Nervus V
Fungsi sensorik dapat mengedip, reflek kornea, ada pada saat kapas
disentuh ke pinggir kornea.
e) Nervus VII
Fungsi sensorik : pasien dapat membedakan rasa asin dan manis.
Fungsi motorik : pasien mampu tersenyum, mengerutkan dahi dan
menutup kuat-kuat.
f) Nervus VIII
Pasien mampu mendengar bisikan dan merespon pertanyaan.
g) Nervus IX
Refleks menelan positif
h) Nervus X
Pasien mampu menelan makanan dengan baik, dan membuka
mulut dengan baik.
i) Nervus XI
Angkat bahu kanan kiri positif
j) Nervus XII
Gerakan lidah bisa ke segala arah
11) Abdomen
a. Inspeksi :
Striae Livida tidak ada, Linea Nigra tidak ada.
b. Palpasi :
 Tinggi fundus Uteri : 2 cm
 Kontraksi Uterus : Lemah
Terdapat nyeri tekan di perut.
Dan Kaji Nyeri dengan PQRST.
c. Perkusi :
Reflek patella +/-
d. Auskultasi :
Terdengar bising usus, dan peristaltik 15x/menit.
12) Sistem Intergumen
a. Inspeksi :
Kulit : Biasanya kulit sawo matang atau kuning langsat, turgor
kulit menurun, tidak terdapat lesi dan bersih,
CRT : < 3dtk.
Rambut : Keadaan rambut bersih, tidak ada ketombe, rambut lurus
panjang atau bergelombang.
Kuku : Warna putih bersih dan tidak ada sianosis.
13) Genetalia
Genetalia kotor, terpasang pembalut , terdapat pengeluaran darah
± 50 cc dan Di Genetalia tidak Terpasang alat.

14) Ekstermitas Atas dan Bawah


a. Inspeksi :
Adakah ascites, oedema, luka, cykatrik pada lipat paha
Ada pembatasan gerak/tidak, adaodem/tidak, varises ada/tidak,
tromboplebitis ada/tidak, ny eri/kemerahan (ada/tidak), tanda-tanda
infeksi (Ada/tidak), ada kelemahan tungkai/tidak, cairain intravena
terpasang pada ekstermitas atas kanan/kiri, atau ekstermitas bawah
kanan/kiri.
b. Palpasi :
Ada nyeri tekan pada daerah ekstermitas atas bawah/tidak.

7. Pemeriksaan Penunjang (Lab, Rontgen, EKG dll)


Menurut Purwaningsih, 2012 ada beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pasien mola hidatidosa dengan
A. HCG : nilai HCG meningkat dari normal nya.
Nilai HCG normal pada ibu hamil dalam berbagai tingkatan usia
kehamilan berdasarkan haid terakhir :
1) 3 minggu : 5-50 mlU/ml
2) 4 minggu : 5-426 mlU/ml
3) 5 minggu : 18-7,340 mlU/ml
4) 6 minggu : 1.080-56,500 mlU/ml
5) 7-8 minggu : 7,650-229,000 mlU/ml
6) 9-12 minggu : 25,700-288,000 mlU/ml
7) 13-16 minggu : 13,300-254,000 mlU/ml
8) 17-24 minggu : 4,060-165,400 mlU/ml
9) 25-40 minggu : 3,640-117,000 mlU/ml
10) Tidak hamil : <5.0 mlU/ml
11) Post-menopause : < 9.5 mlU/ml
B. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik
dan uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):
1) Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
2) Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar. Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau
imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif.
C. Pemeriksaan rontgen : Tidak ditemukan kerangka bayi
D. Pemeriksaan USG : Tidak ada gambaran janin dan denyut jantung janin
E. Uji sonde : Pada hamil mola, sonde mudah masuk. sedangkan pada
kehamilan biasa, ada tahanan dari janin.
F. Arteriogram khusus pelvis
G. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan
tidak terlihat janin.

8. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


A. Medis
1) Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
2) Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis.
Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas,
dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid
terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting,
pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri.
Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada
janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan
perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
3) Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
4) Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi
uterus).
5) Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari
penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus
yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera
lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi
berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau
RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan
preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi
terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan
Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber
vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3
set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan
kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti
tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah
prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus
600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG
diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat
trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi
MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan
USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk
menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak)
atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

B. Keperawatan
Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak
jarang disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya
harus segera dikeluarkan.

Terapi mola hidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :


1) Perbaikan keadaan umum Adalah transfusi darah untuk mengatasi
syok hipovolemik atau anemi, pengobatan terhadap penyulit,
seperti pre eklampsi berat atau tirotoksikosis.
Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :
a. Koreksi dehidrasi
b. Transfusi darah bila ada anemia ( Hb 8 ggr % atau kurang )
c. Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum
diobati sesuai dengan protokol penangan dibagian obstetrik
dan gynekologi.
d. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian
penyakit dalam.
2) Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi
a. Kuretase pada pasien mola hidatidosa :
1. Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai
(pemeriksaan
2. darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila
3. jaringan mola sudah keluar spontan
4. Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan
5. pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam
6. kemudian
7. Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan
8. pasang infuse dengan tetasan oksitosin 10 IU dalam 500
cc
9. dektrose 5%.
10. Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1
minggu
11. Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA
b. Histerektomi
Syarat melakukan histerektomi adalah :
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan
histerektomi adalah karena umur tua dan paritas tinggi
merupan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan.
Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup
tiga (Saifuddin, 2014).
3) Evakuasi
Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan
kuret vakum, kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret
tajam.Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali.Kuret ulangan
dilakukan hanya bila ada indikasi (Martaadisoebrata, 2007).
Segerakan lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses
evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml
NS atau RL dengan kecepatan 40- 60 tetes per menit (sebagai
tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas
kontraksi terhadap pengosongan uterus secaracepat). (Saifuddin,
2014).

9. Komplikasi
Menurut Mochtar (2013), Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi
beberapa komplikasi sebagai berikut :
A. Syok hipovolemik akibat perdarahan hebat dapat terjadi jika tidak
segera ditangani, bahkan dapat berakibat fatal
B. Anemia terjadi karena perdarahan berulang
C. Preeklampsia dan eclampsia
D. Infeksi sekunder
E. Tirotoksikosis, prognosis lebih buruk, biasanya meninggal akibat krisis
tiroid
F. Emboli sel trofoblas ke paru
G. Sering disertai kista lutein, baik unilateral maupun bilateral, kista
menghilang jika mola sudah dievakuasi.
H. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau koriokarsinoma.

10. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. DS : Perdarahan yang Kekurangan volume
 Biasanya mengeluh terus menerus cairan
lemas/lemah
 Biasanya mengeluh darah
yang keluar di pervagina
 Pasien mengeluh mual dan
muntah
DO :
 Kelemahan
 Penurunan turgor kulit
 Membran mukosa kering
dan pucat.
 Tampak darah yang keluar
 Pendarahan ± 50 cc
 Tanda-tanda Vital :
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 125 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37 °

2. DS : Kerusakan Nyeri Akut


 Biasanya mengeluh nyeri jaringan intrauteri
pada bagian bawah perut
DO :
 Keadaan umum lemah
 Klien tampak memegang
perutnya
 Tampak meringis menahan
sakit
 Tanda-tanda Vital :
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 125 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37°c
 Kaji PQRST
P : Saat atau tanpa
beraktivitas
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : perut bagian depan bawah
S : 1-10 = 6 (Nyeri Sedang )
T : Nyeri Hilang Timbul
3. DS : Perdarahan dan Resiko tinggi syok
 Biasanya mengeluh nyeri kondisi vulva hipovelemik
pada bagian bawah perut lembab
 Klien mengatakan
mengalami perdarahan
DO :
 Tampak pucat
 Tampak lemah
 Vulva tampak kotor
 Keluar cairan putih
kekuningan serta berbau
 Darah yang keluar disertai
gelembung-gelembung
cairan
 Pendarahan ± 50 cc
 Kulit tampak pucat
 CRT : < 3dtk
 Tanda-tanda Vital :
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 125 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37°c

11. Diagnosa Keperawatan


A. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Perdarahan yang terus
menerus
B. Nyeri akut berhubungan dengan Kerusakan jaringan intrauteri
C. Resiko tinggi syok hipovelemik berhubungan dengan perdarahan dan
kondisi vulva lembab

12. Nursing Care Planning (NCP)

NIC
NOC
No Diagnosa Keperawatan (Nursing Intervention
(Nursing Outcome)
Clasification)
1. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan FLUID MNAGEMENT
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam  Pertahankan catatan
Perdarahan yang terus diharapkan kekurangan volume intake dan output
menerus cairan dapat teratasi. yang akurat
Yang ditandai dengan : Kriteria Hasil :  Monitor status
DS : Indikator IR ER hidrasi (kelembaban
 Biasanya mengeluh  Tekanan darah
membran mukosa,
lemas/lemah dalam batas yang
nadi adekuat,
diharapkan
 Biasanya mengeluh  Nadi dan suhu tekanan darah
darah yang keluar di dalam batas ortostatik) jika
pervagina normal diperlukan.
 Pasien mengeluh mual  Membran  Mengetahui tanda
dan muntah mukosa lembab pendarahan
DO :  tidak ada tanda  Pertahankan cairan
 Kelemahan dehidrasi elektrolit
 Penurunan turgor kulit  mempertahankan  Monitor hasil lab
 Membran mukosa urin output dalam (BUN, HMT,
kering dan pucat. batas normal Osmolaritas urin)

 Tampak darah yang sesuai dengan  Monitor vital sign


keluar usia dan BB  Monitor status
 Pendarahan ± 50 cc  tidak ada nutrisi

 Tanda-tanda Vital : pendarahan  Kolaborasi


TD : 100/80 pemberian cairan
Ket :
mmHg 1. Keluhan ekstrim dan makanan
Nadi : 125 x/menit 2. Keluhan berat  Kolaborasikan
Respirasi : 22 x/menit 3. Keluhan sedang dengan dokter
Suhu : 37 ° 4. Keluhan ringan untuk pemberian
5. Tidak ada keluhan transfusi darah Jika
diperlukan

2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan PAIN MANAJEMENT


dengan Kerusakan jaringan keperawatan selama 2 x 24 jam  Pengkajian PQRST
intrauteri diharapkan nyeri akut dapat  Lakukan
Yang ditandai dengan : teratasi. pengkajian nyeri
DS : Kriteria Hasil : secara
 Biasanya mengeluh nyeri Indikator IR ER konprehensif
 Melaporkan
pada bagian bawah perut termasuk lokasi,
adanya nyeri
DO : karakteristik,durasi
 Mampu
 Keadaan umum lemah , frekuensi,kualitas
 Klien tampak memegang mengontrol nyeri dan faktor
perutnya  Ekspresi nyeri presipitasi.
 Tampak meringis pada wajah  Observasi reaksi
menahan sakit  Menyatakan rasa nonverbal
 Tanda-tanda Vital : nyaman  Kontrol lingkungan
TD : 100/80 mmHg  Mengungkapkan yang dapat
Nadi : 125 x/menit penurunan nyeri mempengaruhi
Respirasi : 22 x/menit  Perubahan nyeri seperti suhu
Suhu : 37°c ukuran pupil ruangan,
 Kaji PQRST  Keringat berlebih pencahayaan, dan
P : Saat atau tanpa  Perubahan nadi kebisingan.
beraktivitas dan tekanan  Kurangi faktor
Q : Seperti ditusuk-tusuk darah presipitasi nyeri
R : perut bagian depan Ket :  Berikan analgetik
1. Keluhan ekstrim
bawah untuk mengurangi
2. Keluhan berat
S : 1-10 = 6 (Nyeri nyeri
3. Keluhan sedang
Sedang )  Kolaborasikan
4. Keluhan ringan
T : Nyeri Hilang Timbul dengan dokter jika
5. Tidak ada keluhan
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil.

3. Resiko tinggi syok Setelah dilakukan tindakan  Monitor status


hipovelemik berhubungan keperawatan selama 2 x 24 jam sirkulasi, warna
dengan perdarahan dan diharapkan Resiko tinggi syok kulit, suhu kulit,
kondisi vulva lembab hipovelemik dapat teratasi. denyut jantung.
Yang ditandai dengan :  Monitor input dan
DS : Kriteria Hasil : output.
 Biasanya mengeluh Indikator IR ER  Berikan cairan Iv
 Pendarahan
nyeri pada bagian atau oral yang tepat.
berkurang
bawah perut  Ajarkan pasien dan
 Tanda-tanda vital
 Klien mengatakan keluarga tanda dan
dalam batas
mengalami gejala datangya
normal
perdarahan syok.
DO :  TD normal
 Kaji kondisi
 Tampak pucat  Kulit dalam batas
keluaran/dischart
normal
 Tampak lemah yang keluar :
Ket :
 Vulva tampak kotor 1. Keluhan ekstrim jumlah, warna, dan
 Keluar cairan putih 2. Keluhan berat bau.
kekuningan serta 3. Keluhan sedang  Terangkan pada
berbau 4. Keluhan ringan klien pentingnya
 Darah yang keluar 5. Tidak ada keluhan perawatan vulva
disertai gelembung- selama masa
gelembung cairan perdarahan.

 Pendarahan ± 50 cc  Lakukan perawatan

 Kulit tampak pucat vulva.

 CRT : < 3dtk  Terangkan pada


klien cara
 Tanda-tanda Vital :
mengidentifikasi
TD : 100/80 mmHg
tanda inveksi
Nadi : 125 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37°c

13. Implementasi Keperawatan

No Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan
1. Kekurangan FLUID MNAGEMENT S:
volume cairan  Mempertahankan catatan  Biasanya mengeluh lemah
berhubungan intake dan output yang mulai berkurang
dengan Perdarahan akurat  Biasanya mengeluh darah
yang terus menerus  Memonitor status hidrasi yang keluar di pervagina
(kelembaban membran  Pasien megatakan mual dan
mukosa, nadi adekuat, muntah sudah berkurang
tekanan darah ortostatik) O:
jika diperlukan.  Kelemahan
 Memonitor hasil lab  Penurunan turgor kulit
(BUN, HMT, Osmolaritas  Membran mukosa kering
urin)
 Penurunan Tekanan darah
 Memonitor vital sign
mulai stabil
 Memonitor status nutrisi
 Nadi menurun mulai stabil
 Mengkolaborasi pemberian
 Tampak darah yang keluar
cairan dan makanan
mulai berkurang
 Mengkolaborasikan dengan
 Tanda-tanda Vital :
dokter untuk pemberian
TD : 110/80 mmHg
transfusi darah. Jika
diperlukan Nadi : 98 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,5°c
A:
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan Perdarahan
yang terus menerus teratasi sebagian

Indikator IR ER
 Tekanan darah
dalam batas yang
diharapkan
 Nadi dan suhu
dalam batas
normal
 Membran
mukosa lembab
 tidak ada tanda
dehidrasi
 mempertahankan
urin output dalam
batas normal
sesuai dengan
usia dan BB
 tidak ada
pendarahan

Keterangan :
 Keluhan ekstrim
 Keluhan berat
 Keluhan sedang
 Keluhan ringan
 Tidak ada keluhan
P:
 Pemberian cairan RL drips
oksitocin 2 unit dengan 28
tetes/menit.
 Pemberian transfusi darah
jika diperlukan
 Pemberian obat analgetik dan
antibiotik
2. Nyeri akut PAIN MANAJEMENT S:
berhubungan  Melakukan pengkajian  Biasanya mengeluh nyeri pada
dengan Kerusakan nyeri secara bagian bawah perut sudah mulai
jaringan intrauteri konprehensif termasuk berkurang.
lokasi, O:
karakteristik,durasi,  Tampak meringis menahan sakit
frekuensi,kualitas dan mulai berkurang
faktor presipitasi.  Posisi analgik (Menghindari
 Mengobservasi reaksi nyeri)
nonverbal  Tampak pegang perut bagian
 Mengkontrol lingkungan bawah sudah mulai berkurang
yang dapat  Tanda-tanda Vital :
mempengaruhi nyeri TD : 110/80 mmHg
seperti suhu ruangan, Nadi : 98 x/menit
pencahayaan, dan Respirasi : 22 x/menit
kebisingan. Suhu : 36,5°c
A:
 Mengurangi faktor Nyeri akut berhubungan dengan
presipitasi nyeri Kerusakan jaringan intrauteri teratasi
 Memberikan analgetik sebagian
untuk mengurangi nyeri Indikator IR ER
 Mengkolaborasikan  Melaporkan adanya

dengan dokter jika ada nyeri

keluhan dan tindakan  Mampu mengontrol

nyeri tidak berhasil. nyeri


 Ekspresi nyeri pada
wajah
 Menyatakan rasa
nyaman
 Mengungkapkan
penurunan nyeri
 Perubahan ukuran
pupil
 Keringat berlebih
 Perubahan nadi dan
tekanan darah
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
P:
 Lanjutkan intervensi
 Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian nyeri yang masih ada
3. Resiko tinggi syok  Monitor status sirkulasi, S:
hipovelemik warna kulit, suhu kulit,  Biasanya mengeluh nyeri
berhubungan denyut jantung. pada bagian bawah perut
dengan perdarahan  Monitor input dan mulai berkurang
dan kondisi vulva output.  pasien mengatakan darah
lembab  Berikan cairan IV atau yang keluar lebih sedikit
oral yang tepat. O:
 Ajarkan pasien dan  Tampak pucat mulai
keluarga tanda dan berkurang
gejala datangya syok.  Tampak lemah
 Kaji kondisi  Vulva tampak kotor
keluaran/dischart yang  Keluar cairan putih
keluar : jumlah, warna, kekuningan serta berbau
dan bau.  Darah yang keluar disertai
 Terangkan pada klien gelembung-gelembung cairan
pentingnya perawatan  Pendarahan ± 50 cc
vulva selama masa  Kulit tampak pucat
perdarahan.  CRT : < 3dtk
 Lakukan perawatan  Tanda-tanda Vital :
vulva. TD : 110/80 mmHg
 Terangkan pada klien Nadi : 98 x/menit
cara mengidentifikasi Respirasi : 22 x/menit
tanda inveksi Suhu : 36,5°c
A:
Resiko tinggi syok hipovelemik
berhubungan dengan perdarahan dan
kondisi vulva lembab
Indikator IR ER
 Pendarahan
berkurang
 Tanda-tanda vital
dalam batas normal
 TD normal
 Kulit dalam batas
normal
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
P:
 Intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. 2013. Ilmu kandungan Edisi 3. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo
Manuaba, I. 2012. Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.Jakarta :
EGC
Mochtar, R. 2013. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Edisi 2.
Jakarta : EGC
Purwaningsih, W. 2012. Asuhan Keprawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha
Medika
Reeder, Martin, Koniak-Griffin. 2015. keperawatan maternitas Edisi 18 Jakarta :
EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sukarni, I. 2015. Patologi kehamilan, persalinan, nifas dan neonatus resiko tinggi
Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa, et al,. 2014. Ilmu Kandungan edisi kedua. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai