OLEH :
NIM : 19.31.1516
T.A 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN
KASUS MOLA HIDATIDOSA PADA STASE MATERNITAS
OLEH :
RIZKY ANANDA SARI, S.Kep
NIM : 19.31.1516
MENGETAHUI,
Banjarmasin, September 2020
( ) ( )
LEMBAR KONSULTASI
2. Etiologi
Menurut Purwaningsih, 2012 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah
pembengkakan vili (degenerasi pada hidrofibik) dan poliferasi trofoblas.
Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain :
A. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah
kehilangan nukleusnya atau ada serum memasuki ovum tersebut
sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan
B. Imunoselektif dari trofoblas, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh
darah pada stoma vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi sembab dan
akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast
C. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan
zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah maka untuk memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang
sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan janinnya
D. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola
hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi. Secara
genetic yang dapat diidentifikasi dan penggunaan stimulan drulasi seperti
menotropiris (pergonal).
E. Kekurangan protein, protein adalah zat untuk membangun jaringan
bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim. Keperluan
akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan
protein dalam makanan mengakibatkan akan lahir lebih kecil dari
normal.
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas, infeksi mikroba
dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit. Hal
ini sangat tergantung dari jumlah mikroba yang masuk virulensinya serta
daya tahan tubuh (Mochtar, 2013).
Faktor lainnya yang diketahui adalah sosial ekonomi rendah, keguguran
sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional sebelumnya, dan usia yang
sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang sangat jelas terlihat adalah
pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi lesi yang
terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang
berusi 20-40 tahun (Reeder, 2015).
Menurut Sukarni, 2015 faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk
kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi.
Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola hidatidosa :
A. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya
Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa
memiliki resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah
mengalami kehamilan mola hidatidosa.
B. Riwayat genetik
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola
hidatidosa memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen
C. Faktor makanan
Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan
peningkatan resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga
kekurangan vitamin A.
3. Klasifikasi Mola Hidatidosa
Klasifikasi mola hidatidosa menurut (Manuaba, 2012), yaitu :
Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi 2
jenis yaitu mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial
A. Mola Hidatidosa Komplit
Kehamilan mola hidatidosa komplit yaitu penyimpangan
pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan
seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik.
B. Mola Hidatidosa Parsial
Kehamilan mola parsial yaitu sebagian pertumbuhan dan
perkembangan villi korialis berjalan normal sehingga janin dapat
tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm.
5. Patofisiologi (Pathway)
Jonjot-jonjot tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan
kistakista anggur, biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara
histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan
bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah: satu janin
tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1
cm. Mola parliasis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung
mola.
Secara mikroskopik terlihat :
A. Proliferasi dan trofoblas
B. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
C. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel-sel langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan
adanya sel sinsial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium
dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih ( 25- 60%). Kista
lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola
hidatidosa sembuh (Mochtar, 2013). Sel telur seharusnya berkembang
menjadi janini justru terhenti perkembangannya karena tidak ada buah
kehamilan atau degenerasi sistem aliran darah terhadap kehamilan pada usia
3-4 minggu.
Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya
poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari
stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak
terjadi. Selain itu sel trofoblas juga mengeluarkan hormon HCG yang akan
mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa juga terjadi
perdarahan pervaginam, ini dikarenakan poliferasi trofoblas yang berlebihan,
pengeluaran darah ini kadang disertai juga dengan gelembuung vilus yang
dapat memastikan dignosis mola hidatidosa (Purwaningsih,2012).
PATHWAY
6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Penampilan umum, Tingkat Kesadaran dan Tanda-tanda Vital
Biasanya keadaan klien lemah tampak meringis kesakitan memengang
perutnya, klien tampak pucat, lesu, dan tampak mual atau muntah.
Kesadaran klien : composmentis dengan GCS 15 (E4 M5 V6).
Tanda-tanda Vital :
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 125 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37 °c
2) Kepala
a. Inspeksi :
Rambut, Distribusi, Kerontokan, Kebersihan dan Warna.
Biasanya bentuk kepala simetris, ,keadaan rambut bersih,tidak ada
lesi, warna rambut hitam, ekspresi wajah tampak pucat dan
meringis.
3) Mata
a. Inspeksi :
Bentuk, Fungsi, Konjungtiva (Anemis/tidak), Sclera (ikterik/tidak),
bentuk pupil.
Biasanya bentuk mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis,
sclera tidak ikterik, fungsi penglihatan baik.
4) Telinga
a. Inspeksi :
Bentuk, Fungsi, Kebersihan
Biasanya bentuk telinga simetris kiri dan kanan, fungsi
pendengaran baik.
5) Hidung
a. Inspeksi :
Betuk, Fungsi, Ada Polip/tidak, Kebersihan, Nyeri (ada/tidak),
Secret (ada/tidak).
Biasanya bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak terdapat
polip, hidung bersih, tidak ada nyeri tekan dan secret tidak ada.
6) Mulut
a. Inspeksi :
Bentuk, Mukosa bibir, Kelembaban, Keadaan gigi, Refleks
menelan, Kebersihan mulut.
Biasanya mukosa bibir pucat dan kering, keadaan gigi baik, refleks
menelan baik, kebersihan mulut baik.
7) Leher
a. Inspeksi
Bentuk baik, Pergerakan leher baik.
b. Palpasi :
Vena jugularis teraba, arteri karotis teraba, dan tidak ada
pembesaran kelenjer limfe/ tiroid.
8) Sistem pernafasan
a. Inspeksi :
Bentuk dada biasanya simetris, frekuensi nafas reguler Respirasi
22x/menit, buah dada simetris, terdapat pigmentasi puting susu dan
areola, cholostrum tidak ada.
b. Palpasi :
Biasanya tidak ada nyeri tekan , dan tidak ada benjolan
c. Perkusi :
Biasanya terdengar resonan
d. Auskultasi :
Biasanya tidak ada suara wheezing dan tidak ada suara rochi.
9) Kardiovaskuler
a. Inspeksi :
Dada bersih/tidak, bentuk dada simetris/tidak, bentuk nafas
teratur/tidak, retraksi dinding dada, normal/tidak, adanya batuk,
tidak ada sianosis, posisi trache normal, frekuensi nafas normal,
kedalaman pernafasan normal.
Biasanya Bentuk dada simetris, tidak terdapat adanya bantuan otot
pernafasan, bentuk nafas teratur, retraksi dinding dada normal,
tidak ada sianosis.
b. Palpasi :
Denyut nadi teraba jelas dengan 125 x/menit
c. Perkusi :
Batas paru normal/tidak, resonansi paru normal/tidak.
d. Auskultasi :
Suara nafas vesiculer, tidak ada ronchi atau wheezing, s1 Lup, S2
dup.
Payudara :
Bentuk,simetris, terdapat pigmentasi puting susu dan areola, cholostrum
belum keluar dan tidak ada lesi.
10) Sistem Persyarafan
Pemeriksaan Nervus Kranial
a) Nervus I
Pasien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan alkohol
b) Nervus II
Biasanya pandangan mata pasien jelas, dapat membaca papan nama
perawat pada jarak 30 cm.
c) Nervus III,IV, VI
Simetris kanan kiri, refleks terhadap cahaya positif, pasien dapat
menggerakan bola mata kedalalm dan keluar, dapat menggerakan
bola mata ke kanan dan ke kiri.
d) Nervus V
Fungsi sensorik dapat mengedip, reflek kornea, ada pada saat kapas
disentuh ke pinggir kornea.
e) Nervus VII
Fungsi sensorik : pasien dapat membedakan rasa asin dan manis.
Fungsi motorik : pasien mampu tersenyum, mengerutkan dahi dan
menutup kuat-kuat.
f) Nervus VIII
Pasien mampu mendengar bisikan dan merespon pertanyaan.
g) Nervus IX
Refleks menelan positif
h) Nervus X
Pasien mampu menelan makanan dengan baik, dan membuka
mulut dengan baik.
i) Nervus XI
Angkat bahu kanan kiri positif
j) Nervus XII
Gerakan lidah bisa ke segala arah
11) Abdomen
a. Inspeksi :
Striae Livida tidak ada, Linea Nigra tidak ada.
b. Palpasi :
Tinggi fundus Uteri : 2 cm
Kontraksi Uterus : Lemah
Terdapat nyeri tekan di perut.
Dan Kaji Nyeri dengan PQRST.
c. Perkusi :
Reflek patella +/-
d. Auskultasi :
Terdengar bising usus, dan peristaltik 15x/menit.
12) Sistem Intergumen
a. Inspeksi :
Kulit : Biasanya kulit sawo matang atau kuning langsat, turgor
kulit menurun, tidak terdapat lesi dan bersih,
CRT : < 3dtk.
Rambut : Keadaan rambut bersih, tidak ada ketombe, rambut lurus
panjang atau bergelombang.
Kuku : Warna putih bersih dan tidak ada sianosis.
13) Genetalia
Genetalia kotor, terpasang pembalut , terdapat pengeluaran darah
± 50 cc dan Di Genetalia tidak Terpasang alat.
B. Keperawatan
Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak
jarang disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya
harus segera dikeluarkan.
9. Komplikasi
Menurut Mochtar (2013), Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi
beberapa komplikasi sebagai berikut :
A. Syok hipovolemik akibat perdarahan hebat dapat terjadi jika tidak
segera ditangani, bahkan dapat berakibat fatal
B. Anemia terjadi karena perdarahan berulang
C. Preeklampsia dan eclampsia
D. Infeksi sekunder
E. Tirotoksikosis, prognosis lebih buruk, biasanya meninggal akibat krisis
tiroid
F. Emboli sel trofoblas ke paru
G. Sering disertai kista lutein, baik unilateral maupun bilateral, kista
menghilang jika mola sudah dievakuasi.
H. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau koriokarsinoma.
NIC
NOC
No Diagnosa Keperawatan (Nursing Intervention
(Nursing Outcome)
Clasification)
1. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan FLUID MNAGEMENT
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam Pertahankan catatan
Perdarahan yang terus diharapkan kekurangan volume intake dan output
menerus cairan dapat teratasi. yang akurat
Yang ditandai dengan : Kriteria Hasil : Monitor status
DS : Indikator IR ER hidrasi (kelembaban
Biasanya mengeluh Tekanan darah
membran mukosa,
lemas/lemah dalam batas yang
nadi adekuat,
diharapkan
Biasanya mengeluh Nadi dan suhu tekanan darah
darah yang keluar di dalam batas ortostatik) jika
pervagina normal diperlukan.
Pasien mengeluh mual Membran Mengetahui tanda
dan muntah mukosa lembab pendarahan
DO : tidak ada tanda Pertahankan cairan
Kelemahan dehidrasi elektrolit
Penurunan turgor kulit mempertahankan Monitor hasil lab
Membran mukosa urin output dalam (BUN, HMT,
kering dan pucat. batas normal Osmolaritas urin)
Indikator IR ER
Tekanan darah
dalam batas yang
diharapkan
Nadi dan suhu
dalam batas
normal
Membran
mukosa lembab
tidak ada tanda
dehidrasi
mempertahankan
urin output dalam
batas normal
sesuai dengan
usia dan BB
tidak ada
pendarahan
Keterangan :
Keluhan ekstrim
Keluhan berat
Keluhan sedang
Keluhan ringan
Tidak ada keluhan
P:
Pemberian cairan RL drips
oksitocin 2 unit dengan 28
tetes/menit.
Pemberian transfusi darah
jika diperlukan
Pemberian obat analgetik dan
antibiotik
2. Nyeri akut PAIN MANAJEMENT S:
berhubungan Melakukan pengkajian Biasanya mengeluh nyeri pada
dengan Kerusakan nyeri secara bagian bawah perut sudah mulai
jaringan intrauteri konprehensif termasuk berkurang.
lokasi, O:
karakteristik,durasi, Tampak meringis menahan sakit
frekuensi,kualitas dan mulai berkurang
faktor presipitasi. Posisi analgik (Menghindari
Mengobservasi reaksi nyeri)
nonverbal Tampak pegang perut bagian
Mengkontrol lingkungan bawah sudah mulai berkurang
yang dapat Tanda-tanda Vital :
mempengaruhi nyeri TD : 110/80 mmHg
seperti suhu ruangan, Nadi : 98 x/menit
pencahayaan, dan Respirasi : 22 x/menit
kebisingan. Suhu : 36,5°c
A:
Mengurangi faktor Nyeri akut berhubungan dengan
presipitasi nyeri Kerusakan jaringan intrauteri teratasi
Memberikan analgetik sebagian
untuk mengurangi nyeri Indikator IR ER
Mengkolaborasikan Melaporkan adanya