Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PROLAPS UTERI

Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Maternitas (Ginekologi)

Ira Dewi Fortuna 4006200078


Disusun oleh Melinda Rosalina 4006200009
Kelompok Nanik Lestari 4006200017 3B :
Rina Rusmiati Juwandi 4006200043
Risma Agustin Mulyani 4006200079
Siti Ratna Nurpiyah 4006200058

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG

2021
PROLAPS UTERI

A. Pengertian
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau genitalis (Wiknjosastro, 211).
Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus turun melalui hiatus
genitalis. Prolapsus uteri lebih sering ditemukan pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua dan wanita yang bekerja berat. Pertolongan persalinan
yang tidak terampil seperti memimpin meneran pada saat pembukaan rahim
belum lengkap, perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan
ikat di bawah panggul kendor, juga dapat memicu terjadinya prolapsus uteri.
Prolapsus uteri adalah suatu keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus
menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser ke bawah dan dapat
menonjol keluar dari vagina. Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak
vagina dan pada kasus yang sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium
vagina dan berada di luar vagina. (Marmi, 2011)

B. Anatomi Dan Fisiologi Uterus


Uterus merupakan organ berongga dan berdinding tebal, terletak di
tengahtengah rongga panggul di antara kandung kemih dan rektum. Uterus pada
wanita nulipara dewasa berbentuk seperti buah avokad atau buah pir dengan
ukuran 7,5 x 5 x 2,5 cm (Anwar Mochamad, 2014)
Uterus terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu corpus uteri dan serviks uteri,
dimana kedua bagian tersebut menyatu pada bagian yang disebut ismus. Hampir
seluruh dinding uterus diliputi oleh serosa (peritoneum viseral) kecuali di bagian
anterior dan di bawah ostium histologikum uteri internum. Uterus mempunyai
tiga lapisan ( Chamberlain Geoffrey, 2013)
1. Lapisan serosa (peritoneum viseral). Di bawahnya terdapat jaringan ikat
subserosa; lapisan yang paling padat dan terdapat berbagai macam ligamen
yang memfiksasi uterus ke serviks.
2. Miometrium; lapisan otot uterus dan lapisan paling tebal, terdiri atas
serabutserabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat yang
mengandung pembuluh darah. Miometrium terdiri atas tiga lapisan, otot
sebelah luar berjalan longitudinal dan lapisan sebelah dalam berjalan sirkuler,
di antara kedua lapisan ini otot polos berjalan saling beranyaman.
Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.
Ketebalan miometrium sekitar 15 mm pada uterus perempuan nulipara
dewasa.
3. Endometrium; lapisan terdalam yang terdapat di sekitar rongga uterus.
Endometrium terdiri atas epitel selapis kubik, kelenjar-kelenjar dan stroma
dengan banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium
mengalami perubahan yang cukup besar selama siklus menstruasi. Bagian
atas uterus disebut fundus uteri dan merupakan tempat tuba Falopii kanan dan
kiri masuk ke uterus.
Umumnya uterus pada perempuan dewasa terletak di sumbu tulang
panggul dalam posisi anteversiofleksio, yaitu fundus uteri mengarah ke
depan, hampir horizontal, dengan mengadakan sudut tumpul antara korpus
uteri dan serviks uteri. Di Indonesia, uterus sering ditemukan dalam
retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak
memerlukan pengobatan (Anwar Mochamad, 2014).

C. Etiologi
Beberapa hal yang dapat memicu terjadinya prolapsus uteri antara lain:
1. Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk prolaps
yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan
belum lengkap. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara, faktor
penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus (Wiknjosastro, 2011).
2. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopouse.
Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,
laserasi dinding vagina bawah pad kala II, penatalaksanaan pengeluaran
plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada menopouse,
hormon estrogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi
atrofi dan melemah (Wiknjosastro, 2011).
D. Klasifikasi Prolaps Uteri
Menurut beratnya, prolapsus dibagi menjadi :
1. Prolapsus tingkat I : prolapsus uteri dimana serviks uteri turun
sampai introitus vagina
2. Prolapsus tingkat II : prolapsus uteri dimana serviks menonjol keluar
dari introitus vagina
3. Prolapsus tingkat III : prolapsus totalis (prosidensia uteri, dimana
seluruh uterus keluar dari vagina). (Marmi, 2011)

E. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai
keluhan apapun,sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai
banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir sering dijumpai menurut
Wiknjosastro, 2011:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang dan menjadi kurang
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian
lebih berat pada malam hari
b) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
c) Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel
yang besar sekali
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi
a) Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga retrokel
b) Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel vagina
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a) Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat
berjalan dan beraktivitas.
b) Gesekan portio uteri oleh celana dapat menimbulkan lecet hingga
dekubitus pada porsio.
c) Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada portio.
6. Entrokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina

F. Patofisiologi
Penyangga organ panggul merupakan interaksi yang kompleks antara otot
-otot dasar panggul, jaringan ikat dasar panggul, dan dinding vagina. Interaksi
tersebut memberikan dukungan dan mempertahankan fungsi fisiologis organ-
organ panggul. Apabila otot levator ani memiliki kekuatan normal dan vagina
memiliki kedalaman yang adekuat, bagian atas vagina terletak dalam posisi yang
hampir horisontal ketika perempuan dalam posisi berdiri. Posisi tersebut
membentuk sebuah “flap-valve” (tutup katup) yang merupakan efek dari bagian
atas vagina yang menekan levator plate selama terjadi peningkatan tekanan intra
abdomen.
Teori tersebut mengatakan bahwa ketika otot levator ani kehilangan kekuatan,
vagina jatuh dari posisi horisontal menjadi semi vertikal sehingga menyebabkan
melebar atau terbukanya hiatus genital dan menjadi predisposisi prolapsus organ
panggul. Dukungan yang tidak adekuat dari otot levator ani dan fascia organ
panggul yang mengalami peregangan menyebabkan terjadi kegagalan dalam
menyangga organ panggul.Mekanisme terjadinya prolapsus uteri disebabkan oleh
kerusakan pada struktur penyangga uterus dan vagina, termasuk ligamentum
uterosakral, komplek ligamentum kardinal dan jaringan ikat membran urogenital.
Faktor obstetri, dan non-obstetri yang telah disebutkan di awal diduga terlibat
dalam terjadinya kerusakan struktur penyangga tersebut sehingga terjadi
kegagalan dalam menyangga uterus dan organ-organ panggul lainnya. Meskipun
beberapa mekanisme telah dihipotesiskan sebagai kontributor dalam
perkembangan prolapsus, namun tidak sepenuhnya menjelaskan bagaimana
proses itu terjadi (Wenner C,2014).

G. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2011), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri
adalah:
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio),
karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan
berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha
dan pakaian dalam, hal ini dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat
laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan
kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita usia lanjut.
Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian
akan adanya karsinoma.
3. Hipertofi serviks dan Elangasio Kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina, sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian
uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah serviks uteri
mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan raba.
Pada elangasio kolli serviks uteri serviks uteri pada periksa raba lebih
panjang dari biasa.
4. Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat, miksi kadang-kadang, sehingga kandung kencing tidak
dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan
ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya
sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan
uretra yang dpat menimbulkan stress incontinence.
5. Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing, mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang
terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan
pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kesulitan saat partus
Jikaa wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan
akan timbul kesulitan saat kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan
menjadi terhalang.
7. Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
8. Haemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan
memicu timbulnya haemoroid.
9. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke entrokel dapat terjepit dengan kemungkinan
tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparatomi untuk
membebaskan usus yang terjepit itu.
A. PATHWAY
Faktor resiko

Otot levator ani melemah Gangguan


Vagina melebar eliminasi
Rektokel BAB
Hiatus genital terbuka

Gangguan
Sistokel eliminasi
Kegagalan menyangga organ panggul urin
Enterokell Nyeri akut

Prolaps Uteri

Grade 1 Grade 2
Grade 3
Serviks uteri turun Serviks menonjol keluar Seluruh uterus
keluar
Sampai introitus vagina dari introitus vagina dari
vagina

Gangguan
Rasa nyaman
Dekubitus Gangguan
mobilitas
Kerusakan integritas kulit

B. Analisa Data

DATA Masalah Etiologi


DS :
Mengeluh tidak nyaman Gangguan rasa nyaman Prolaps uteri Grade 1,2,3
Mengeluh sulit tidur
- Ada perasaan
DO : mengganjal atau menonjol
Gelisah pada area genitalia
Tampak merintih
Postur tubuh berubah Gangguan rasa nyaman
Iritabilitas

DS Nyeri akut Enterokel


Mengeluh nyeri
Inkarserata usus halus
DO
Tampak meringis Nyeri akut
Bersikap protektif
Gelisah
Frekuensi nadi
meningkat
Sulit tidur
Tekanan darah
meningkat
Berfokus pada diri sendiri
DS Gangguan mobilitas fisik Prolaps uteri grade 3
Mengeluh sulit
beraktifitas
Nyeri saat bergerak Ada yang mengganjal
Enggan bergerak karena ada organ yang
Cemas saat bergerak keluar

DO
ROM menurun Gangguan mobilisasi
Gerakan terbatas
DS Gangguan eliminasi urin Dinding anterior vagina
Desakan berkemih turun
Sering BAK

DO Penonjolan dinding
Berkemih tidak tuntas anterior vagina ke
posterior

Sistokel

BAK sedikit sedikit


BAK tidak tuntas

Gangguan eliminasi urin


DS Konstipasi Facia dinding posterior
Pengeluaran feses lama vagina menurun
dan sulit

DO Rektokel
Feses keras
Peristaltik usus menurun
Distensi abdomen
Konstipasi
DS Gangguan integritas kulit Prolaps uteri grade 2
-
DO
Kerusakan jaringan dan Gesekan fisik
atau lapisan kulit
Nyeri
Hematoma
Gangguan integritas
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut

2. Gangguan rasa nyaman

3. Gangguan eliminasi urin

4. Konstipasi

5. Gangguan monilitas fisik

6. Gangguan integritas kulit

D. INTERVENSI

E.

NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Nyeri akut Tingkat nyeri menurun Managemen nyeri
(D.0077) (L.08066) 1. Observasi
a. Identifikasi lokasi,  Mengetahui lokasi
Kriteria hasi : karakteristik dan dan penyebab nyeri
Mengeluh nyeri menurun kualitas nteri
(5) b. Indenstifikasi skala  Mengetahui tingkat
Tampak meringis nyeri nyeri
menurun (5) c. Identifikasi faktor  Untuk mendukung
Bersikap protektif yang memperberat tatalaksana
menurun (5) nyeri
Gelisah menurun (5)
Frekuensi nadi 2. Teurapeutik
meningkat membaik (5) a. Fasilitasi istirahat  Memberi rasa
Sulit tidur menurun (5) b. Terapi non nyaman
Tekanan darah farmakologi  Mengurangi nyeri
meningkat membaik (5)
Berfokus pada diri sendiri 3. Edukasi
menurun (5) a. Jelaskan  Meningkatkan
penyebab nyeri pengetahun klien
b. Jelaskan strategi  Meningkatkan
meredakan nyeri pengetahuan klien
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi  Membantu klien
tatalaksana medis mengetahui kondisi
sesuai indikasi dalam pengambilan
keputusan yang
sesuai kondisi
2 Gangguan Status kenyamanan Pengaturan posisi
rasa nyaman meningkat (L.08064) (I.01019)
(D.0074)
Kriteria hasil 1. Observasi
1. Mengeluh tidak  Identifikasi  Mengetahui
nyaman menurun (5) ketidaknyaman posisi yang
2. Mengeluh sulit tidur membuat tidak
menurun (5) 2. Terapeutik nyaman
3. Gelisah menurun (5)  Hindari posisi  Mengetahui
4. Tampak merintih yang posisi yang
menurun (5) meningkatkan meningkatkan
5. Postur tubuh rasa nyeri rasa tidak
berubah membaik nyaman
(5)  Imobilisasi  Membatasi
6. Iritabilitas menurun aktifitas untuk
(5) mengurangi
ketidaknyaman
 Atur posisi tidur  Meningkatkan
yang disuka rasa nyaman

 Meminimalkan  Mengurasi rasa


gesekan tidak nyaman

3. Edukasi
 Informasikan jika  Melibatkan
akan beraktifitas orang lain untuk
terkait posisi mencegah
cedera
 Ajarkan posisi  Meningkatkan
yang nyaman rasa nyaman
sesuai kondisi
klien
3 Gangguann Elininasi urin membaik Manajemem eliminasi urin
eliminasi urin (L.04034) (I.04152)
(D.0040)
Kriteria hasil 1. Observasi
1. Desakan berkemih  Identifikasi tanda,  Mengetahui
menurun (5) gejala dan penyebab
2. Sering BAK penyebab retensi retensi urin
membaik (5) urin
3. Berkemih tidak  Monitor eliminasi  Mengetahui
tuntas membaik (5) urin volume produksi
urin
2. Terapeutik
 Catat keluaran  Mengetahui
urin volume produksi
urin
 Ambil sample urin  Untuk
pemeriksaan
3. Edukasi urin
 Ajarkan tanda dan  Meningkatkan
gejala ISK pengetahun
klien
 Ajarkan terapi  Meningkatkan
modalitas pengetahuan
 Ajarkan kurangi  Mengurangi
minum menjelang keinginan
tidur berkemih
4. Kolaborasi
 Pemberian terapi  Memperbaiki
gangguan
 Tatalaksana medis  Mengatasi
masalah
4 Konstipasi Eliminasi fekal membaik Managemen konstipasi
(D.0049) (L.04033) (I.04155)

Kroteria hasil Kriteria hasil


1. Pengeluaran feses 1. Observasi
lama dan sulit  Periksa tanda  Mengetahui
membaik (5) gejala konstipasi kondisi klisn
2. Feses keras  Identifikasi tanda  Mengetahui
menurun (5) konstipasi kondisi klien
3. Peristaltik usus
menurun membaik 2. Terapeutik
(5)  Diet tinggi serat  Melancarkan
4. Distensi abdomen  Lakukan evakuasi eliminasi
membaik (5) feses jika perlu  Mengeluarkan
 Enema atau irigasi feses
jika perlu  Mengeluarkan
feses
3. Edukasi
 Jelaskan  Meningkatkan
penyebab pengetahuan
klien
 Latih BAB teratur  Mencegah
konstipasi
 Ajarkan cara  Mengurangi
mengatasi keluhan
konstipasi

5 Gangguan Integritas kulit dan Perawatan integriras kulit


integritas kulit jaringan meningkat (I.11353)
(D.0129) (L.14125)
1. Observasi
Kriteria hasil  Identifikasi  Mengetahui
1. Kerusakan jaringan penyebab penyebab
dan atau lapisan kulit integritas kulit
membaik (5)
2. Nyeri menurun (5) 2. Teurapetik
3. Hematoma membaik  Ubah posisi atau  Mengurangi
(5) batasi pergerakan integritas
yang
menyebabkan
gesekan
 Jaga kebersihan  Pencegahan
area

3. Edukasi
 Ajarkan penyebab  Meningkatkan
integritas pengetahun

Daftar Pustaka
Anwar Mochamad, Bazid Ali, Prabowo R. Prajitno. Ilmu Kandungan: Kelainan
Letak Alat-Alat Genital. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: 2014
Chanberlain, Geoffrey.2013. ABC Asuhan Persalinan. EGC: Jakarta
Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil. Yogyakarta: Penerbit Pelajar
Winkjosastro, H 2011, Ilmu Kandungan, YBPSP, Jakarta.
Wenner C, Moschos E, Griffith W, Beshay V , Rahn D, Richardson D, et al.
Williams Gynecology Study Guide, 2nd ed. United States: Mc Graw Hill
Professional: 2014

Anda mungkin juga menyukai