Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS

1. Review Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


1.1 Anatomi Fisiologi Genitalia bagian Luar (Vulva)

Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis,
labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae externum,
kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.

1.1.1 Mons pubis / mons veneris


Lapisan lemak di bagian anterior simfisis os pubis. Pada masa pubertas daerah ini
mulai ditumbuhi rambut pubis.
1.1.2 Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak
mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada pria.
Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian
bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior).
1.1.3 Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut.
Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.
1.1.4 Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus
clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina. Homolog embriologik
dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak
pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.\
1.1.5 Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora.
Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae
externum, introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus
Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
1.1.6 Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis
bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk
bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau
trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan
robekan (misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous.
Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang tampak pada
wanita pernah melahirkan / para.
Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata)
menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi terkumpul di
rongga genitalia interna.
1.1.7 Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di
bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar
cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan
fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal
yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir
dan untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian atas vagina terbentuk dari duktus
Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices
anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri.
Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior
dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.
1.1.8 Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma
pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra).
Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

1.2 Anatomi Fisiologi Genitalia bagian Dalam

1.2.1 Uterus
Fungsi: tempat menerima, mempertahankan dan memberi makan ovum yang telah
dibuahi.
Bagian-bagian:
1.2.1.1 Fundus : terletak di atas muara tuba uterine
1.2.1.2 Corpus : terletak dibawah bagian tuba uterine
1.2.1.3 Cervix : bagian bawah korpus yang menyempit
Cervix ini menembus dinding anterior vagina dan menjadi 2:
 Portio supravaginalis
 Portio vaginalis cervicis uteri
Struktur Uterus:
Semua bagian diliputi oleh peritoneum kecuali pada bagian anterior dan di bawah
ostium histologicum uteri interni. Di tempat ini peritoneum berjalan ke depan di
atas vesica urinaria. Di lateral juga terdapat ruangan diantara tempat perlekatan
lapisan ligamentum latum.
1.2.2 Tuba Faloppi
Fungsi:
 Menerima ovum dari ovarium
 Saluran yang dilalui spermatozoa untuk mencapai ovum
 Tempat terjadinya fertilisasi (biasanya terjadi di ampulla)
 Menyediakan makanan untuk ovum yang terfertilisasi dan membawanya ke
cavitas uteri
Bagian-bagian:
1.2.2.1 Infundibulum
Ujung lateral tuba uterine. Berbentuk corong, menjorok ke luar
ligamentum latum dan terletak di atas ovarium. Ujung lateralnya
membentuk tonjolan seperti jari2 yang disebut fimbriae yang melingkupi
ovarium.
1.2.2.2 Ampulla
Bagian tuba yang paling luas.
1.2.2.3 Isthmus
Bagian tersempit tuba. Terletak lateral terhadap uterus.
1.2.2.4 Pars Uterina
Segmen tuba yang menembus dinding uterus.
Pendarahan:
 Uterine → cabang dari a. illiaca interna
 Arteri ovarica → cabang aorta abdominalis
1.2.3 Ovarium
Fungsi Ovarium:
 Mengembangkan dan mengeluarkan ovum
 Menghasilkan hormon steroid
Pendarahan
 Arteri ovarica → berasal dari aorta abdominalis setinggi L1
2. Konsep Abortus
2.1 Definisi
Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram
atau kurang, dari ibunya yang kira – kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan.
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi
belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gr.

2.2 Etiologi

Sebab-sebab abortus tersebut antara lain:

2.2.1 Etiologi dari keadaan patologis


Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan
keguguran.Prosentase abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebab-sebab
abortus spontan yaitu :
2.2.1.1 Faktor Janin
Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan
pertumbuhan yang sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup
terus. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum
berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu
bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin
besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum.
Beberapa sebab abortus adalah :
a. Kelainan kromosom
Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi
terjadinya aborsi adalah Trisomi dan Monosomi X. Trisomi
autosom terjadi pada abortus trisemester pertama yang disebabkan
oleh nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan pada
monosomi X (45, X) merupakan kelainan kromosom tersering dan
memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner).

b. Mutasi atau faktor poligenik


Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu
aborsi aneuploid dan aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi
karena adanya kelainan kromosom baik kelainan struktural
kromosom atau pun komposisi kromosom. Sedangkan pada abortus
euploid, pada umumnyanya tidak diketahuai penyebabnya. Namun
faktor pendukung aborsi mungkin disebabkan oleh : kelainan
genetik, faktor ibu, dan beberapa faktor ayah serta kondisi
lingkungan.
2.2.1.2 Faktor ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya :
a. Infeksi yang terdiri dari :
1) Infeksi akut
 Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis.

 Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.

 Parasit, misalnya malaria.


2) Infeksi kronis
 Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester
kedua.
 Tuberkulosis paru aktif.
b. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa.
c. Penyakit kronis, misalnya :
 hipertensi  jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu
 nephritis
 diabetes  angka abortus dan malformasi congenital meningkat
pada wanita dengan diabetes.
Resiko ini berkaitan dengan derajat control metabolic pada
trisemester pertama.
 anemia berat
 penyakit jantung
 toxemia gravidarum yang berat dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi pada plasenta
d. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan
abortus
e. Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang
pendek, retro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala,
selama ini dapat menimbulkan abortus.
f. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga
menyebabkan hiperemia dan abortus
g. Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda, mola)
2.2.1.3 Pemakainan obat dan faktor lingkungan
a. Tembakau
Merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita yang
merokok lebih dari 14 batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat
dobandingkan wanita yang tidak merokok.
b. Alkohol
Abortus spontan dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol
selama 8 minggu pertama kehamilan.
c. Kafein
Kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per hari tampak
sedikit meningkatkan abortus spontan
d. Radiasi
e. Kontrasepsi
Alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden
abortus septik setelah kegagalan kontasepsi.
f. Toxin lingkungan
Pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang
menunjukkan bahan tertentu di lingkungan sebagai penyebab.
Namun terdapat buktibahwa arsen, timbal, formaldehida, benzena
dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus.
2.2.1.4 Faktor Imunologis
a. Autoimun
b. Alloimun
2.2.1.5 Faktor ayah
Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus.

2.2.2 Etiologi non-patologis misalnya: aborsi karena permintaan wanita yang


bersangkutan

2.3 Tanda dan gejala


2.3.1 Abortus spontanea
Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau terjadi dengan
sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada gestasi bulan kedua dan ketiga.
Abortus spontan terdiri dari beberapa jenis yaitu:
2.3.1.1 Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam
uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Gejala-gejala abortus imminens antara lalin :
a. perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan. Perdarahan
biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari. Kadang-kadang
terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu.
b. nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri
dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan
tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di
garis tengah suprapubis.
2.3.1.2 Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

Gejala-gejala abortus insipiens adalah:

a. rasa mules lebih sering dan kuat

b. perdarahan lebih banyak dari abortus imminens.

c. Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat menyebabkan


pembukaan.

2.3.1.3 Abortus Inkompletus


Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di
uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda
utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan
kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia
berat.
Gejala-gejala yang terpenting adalah:
a. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan
berlangsung terus.
b. Servux sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim
yang dianggap corpus allienum, maka uterus akan berusaha
mengeluarkannya dengan kontraksi. Tetapi setelah dibiarkan lama,
cervix akan menutup.
2.3.1.4 Abortus kompletus
Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan
uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil
konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah
keluar dengan lengkap.

2.3.2 Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)


Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan sebelum janin
dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup
diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat
badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000
gram dapat terus hidup.

2.3.2.1 Missed abortion


Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati
itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed
abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone.
Pemakaian Hormone progesterone pada abortus imminens mungkin juga
dapat menyebabkan missed abortion.

Gejala missed abortion adalah :

a. tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara


spontan atau setelah pengobatan.

b. Gejala subyektif kehamilan menghilang,

c. mammae agak mengendor lagi,

d. uterus tidak membesar lagi malah mengecil,

e. tes kehamilan menjadi negatif

f. gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhoe


berlangsung terus.

2.3.2.2 Abortus Habitualis


Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi
kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose
dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding
rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi
rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted
Ovum”.
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara
dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14
minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin
dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti
kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes
ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau
fetus papiraseus.

2.5 Pathway
2.6 Pemeriksaan penunjang
2.6.1 Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
2.6.2 Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
2.6.3 Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data laboratorium tes
urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit
2.6.4 kultur darah dan urine
2.6.5 Pemeriksaan Ginekologi:
a. Inspeksi vulva
 Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
 Adakah disertai bekuan darah
 Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
 Adakah tercium bau busuk dari vulva
b. Pemeriksaan dalam speculum
 Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
 Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
 Apakah tampak jaringan keluar ostium
 Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
 Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
 Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
 Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia
kehamilan
 Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
 Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
 Adakah terasa tumor atau tidak
 Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak
2.7 Komplikasi
a. Perdarahan (haemorrogrie)
b. Perforasi
c. Infeksi dan tetanus
d. Payah ginjal akut
e. Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok
septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis)
f. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah

2.8 Penanganan medis


Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
2.8.1 Teknik bedah
2.8.1.1 Kuretose / dilatasi
Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai
alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong
harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus,
keadaan serviks. Mengan isi uterus dengan mengerok isinya disebut
kuretase tajam sedangang mengosongkan uterus dengan vakum disebut
kuretase isap.
2.8.1.2 Aspirasi haid
Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5
atau 6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu
setelah keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan
mini abortus.
2.8.1.3 Laporotomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk
abortus lebih disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada
penyakit yang cukup significanpada uterus, histerektomi mungkin
merupakan terpa ideal.
2.8.2 Teknik medis
2.8.2.1 Oksitosin
2.8.2.2 Prostaglandin
2.8.2.3 Urea hiperosomik
2.8.2.4 Larutan hiperostomik intraamnion.
3. Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Abortus
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Meliputi nama, usia, alamat, agama ,bahasa, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
3.1.2 Riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga
Riwayat kesehatan yang dimonitor adalah riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu(faktor pendukung terjadinya aborsi misalnya mioma uteri) dan
keluarga(faktor genetik), riwayat pembedahan ( seksio sesaria atau tidak), riwayat
penyakit yang pernah dialami(misal : hipertensi, DM, typhoid, dll), riwayat
kesehatan reproduksi, riwayat seksual, riwayat pemakaian obat(misalnya : obat
jantung), pola aktivitas sehari – hari.

3.1.3 Pemeriksaaan fisik


3.1.3.1 Inspeksi:
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi
terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fifik, dan seterusnya
3.1.3.2 Palpasi :
a. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
b. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
c. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal
3.1.3.3 Perkusi:
a. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
b. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
3.1.3.4 Auskultasi:
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin

3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : nyeri akut
3.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association For The Study Of Pain):
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
3.2.2 Batasan karakteristik
 Perubahan selera makan
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernafasan
 Mengekspresikan prilaku mis: gelisah, merengek, menangis
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Gangguan tidur
3.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen cedera biologis

Diagnosa 2 : kekurangan volume cairan


3.2.4 Definisi
Penurunan cairan intravaskular, interstitial, atau intraseluler. Ini mengacu pada
dehidrasi, kehilangan cairan saat tanpa perubahan pada natrium
3.2.5 Batasan karakteristik
3.2.5.1 perubahan status mental
3.2.5.2 penurunan tekanan nadi
3.2.5.3 penurunan volume nadi
3.2.5.4 penurunan turgor kulit
3.2.5.5 penurunan haluaran urin
3.2.5.6 penurunan pengisian vena
3.2.5.7 membran mukosa kering
3.2.5.8 peningkatan suhu tubuh
3.2.5.9 kelemahan
3.2.6 Faktor yang berhubungan
3.2.6.1 Kehilangan cairan aktif
3.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri akut
3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
 Pain level
 Pain control
 Comfort level
Kriteria hasil
3.3.1.1 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
3.3.1.2 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3.3.1.3 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
3.3.1.4 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

3.3.2 Intervensi keperawatan


2.3.2.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
2.3.2.2 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
2.3.2.3 Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
2.3.2.4 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
2.3.2.5 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
2.3.2.6 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
2.3.2.7 Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi
2.3.2.8 Kolaborasi pemberian analgetik

Diagnosa 2: Kekurangan volume cairan


3.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
 Fluid balance
 Hydration
 Nutritional status
 Fluid intake
3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional:
3.3.2.1 Monitor intake dan output
3.3.2.2 Monitor status hidrasi
3.3.2.3 Monitor vital sign
3.3.2.4 Kolaborasi pemberian cairan iv
3.3.2.5 Monitor status nutrisi
3.3.2.6 Dorong masukan oral
3.3.2.7 Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
3.3.2.8 Atur kemungkinan transfusi
3.3.2.9 Perisiapan transfusi
DAFTAR PUSTAKA
Hamilton, C. M. (1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6. EGC: Jakarta.

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1984). Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan
Ginekologi FK Unpad, Bandung.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Wilkinson, Judith.M;Ahern, Nancy.R. (2011). Diagnosa Keperawatan. Edisi 9.EGC.jakarta


Pelaihari, Februari 2019
Preseptor Klinik Ners Muda

( Suci Lestari, S.ST ) ( Endah Sevianawati,S.Kep)

Anda mungkin juga menyukai