Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PROLAPSUS UTERI

Disusun Oleh :
HESTI WULANSARI

PROGRAM STUDI NERS


STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PROLAPSUS UTERI

A. PENGERTIAN
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau turunnya
uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis.
(Wiknjosastro, 2008)
Prolapsus uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama ligamentum
tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai prolapsus uteri
tanpa sistokel tetapi ada enterokel. Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik
pertumbuhannya dan kurang keregangannya.
(Mitayani, 2013)
Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus turun melalui hiatus genitalis
karena kelemahan otot atau fascia yang menyokongnya. Prolapsus uteri lebih sering
ditemukan pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita yang bekerja berat.
Pertolongan persalinan yang tidak terampil seperti memimpin meneran pada saat
pembukaan rahim belum lengkap, perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan
lemahnya jaringan ikat penyangga vagina, seorang ibu dengan multigravida sehingga
jaringan ikat di bawah panggul kendor, juga dapat memicu terjadinya prolaps uteri.
(Prawirohardjo, 2011)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi prolaps uteri menurut Friedman dan Little adalah sebagai berikut:
1. Prolapsus uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina; Prolapsus
uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari introitus vagina ; Prolapsus uteri
tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapsus ini juga disebut prosidensia
uteri.
2. Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina; Prolapsus uteri
tingkat III, serviks keluar dari introitus, sedang pada prosidensia uteri uterus
seluruhnya keluar dari vagina.
3. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina ; Prolapsus uteri tingkat II,
uterus keluar dari introitus kurang dari setengah bagian ; Prolapsus uteri tingkat III,
uterus keluar dari introitus lebih besar dari setengah bagian.
4. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosesus spinosus ; Prolapsus uteri tingkat
II, serviks terdapat antara prosesus spinosus dan introitus vagina ; Prolapsus uteri
tingkat III, serviks keluar dari introitus.
5. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV
(prosidensia uteri).
Dianjurkan klasifikasi berikut :
Desesnsus uteri, uterus turun, tetapi serviks masih di dalam vagina. Prolapsus uteri
tingkat 1, uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah sampai introitus vaginae;
Prolapsus uteri tingkat II, uterus untuk sebagian keluar dari vagina; Prolapsus uteri
tingkat III, atau posidensia uteri, uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai dengan
inversio vagina.
(Prawirohardjo, 2011)
C. ETIOLOGI
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit,
merupakan penyebab prolapsus genitalis, dan memperburuk prolaps yang sudah ada.
Faktor - faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaan belum lengkap, prasat
Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan sebagainya. Jadi, tidaklah
mengherankan bila prolapsus genitalis terjadi segera sesudah partus atau dalam masa
nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis pada nullipara, faktor penyebabnya adalah
kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan
yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina
bawah pada kala II, penataksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot - otot dasar
panggul yang tidak baik. Pada Menopause, hormon esterogen telah berkurang sehingga
otot - otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
(Wiknjosastro, 2008)
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda - tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan
apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan - keluhan yang hampir selalu dijumpai :
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna.
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala – gejala :
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian lebih berat
juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk, mengejan.
Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali.
4. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi :
a. Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan
dekubitus pada portio uteri. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah
serviks dan karena infeksi serta luka pada portio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di
vagina.
(Wiknjosastro, 2008)
E. PATOFISIOLOGI
Prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari yang paling ringan sampai
prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan per vaginam
yang susah, dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen-ligamen yang tergolong
dalam fasia endopelvik, dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan
tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus,
terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam manopause.
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut, dan
lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian
depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung
kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang
dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar
karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar, atau yang diselesaikan dalam
penurunan dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum
uretra. Pada divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang
uretra ada lubang, yang membuat kantong antara uretra dan vagina.
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau
sebab - sebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum kedepan dan menyebabkan
dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel
adalah hernia dari kavum dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan
menonjol kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum.
(Pearce, 2009)
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu
mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan berwarna keputih-
putihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan
pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun timbul
ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma,
lebih - lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu
dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya karsinoma.
3. Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong
uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah – serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi
panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada
periksa raba lebih panjang dari biasa.
4. Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing tidak
dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter,
sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat
menimbulkan stress incontinence.
5. Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat
meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya, hal itu
dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali keluar
dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat timbul
kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul
hemoroid.
9. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak
dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan
usus yang terjepit itu.
(Marmi, 2011)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum Sims
atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas
dengan meminta pasien meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung kemih kosong
dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih penuh dapat berbeda 1-2
derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya jika pasien meneran pada
pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien. Tanda - tanda
menurunnya estrogen : Berkurangnya rugae mukosa vagina, Sekresi berkurang, Kulit
perineum tipis, Perineum mudah robek
2. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi,
obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus
tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih.
Kultur getah serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge
purulen. Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan.
Jika terdapat gejala atau tanda obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar
kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.
3. Diagnosis
Keluhan - keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan mudah
dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Friedman dan Little, menganjurkan
cara pemeriksaan sebagai berikut :
a. Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan
pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal, atau porsio
sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
Selanjutnya dengan penderita berbaring dengan posisi litotomi, ditentukan pula
panjangnya servik uteri. Serviks uteri yang lebih panjang biasanya dinamakan
elongsio kolli.
b. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak
nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika
dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam, kateter itu diarahkan
kedalam sistokel, dapat diraba keteter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.
Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel, dekat pada orifisium urethrae
eksternum.
c. Menegakkan diagnosis rektokel mudah, yaitu menonjolnya rectum ke lumen
vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang
dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari
dimasukkan kedalam rectum, dan selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang
menonjol lumen vagina. Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari
rektokel. Pada pemeriksaan rectal dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina
terdapat diatas rectum.
(Wiknjosastro, 2010)
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Medis
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapsus uteri ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin
mendapatkan anak lagi, ata penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak
mengizinkan untuk dioperasi.
2. Latihan - latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang terjadi pada
pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot - otot
dasar panggul dan otot - otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama
beberapa bulan.
3. Stimulasi otot - otot dengan alat listrik
Kontraksi otot - otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik,
elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam vagina.
4. Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan
uterus ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu jika pessarium diangkat, timbul
prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan
tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta
uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang paling
baik untuk prolapsus genitalia adalah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar
panggul terlalu lemah dapat digunkan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas
suatu gagang (steam) dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa
lubang, dan ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan tali-
tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada pessarium.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara
teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina diperiksa dengan
inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium dibersihkan dan
disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali. Kontraindikasi terhadap
pemasangan pessarium adalah adanya radang pelvis akut atau sub akut, dan
karsinoma.
5. Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan
untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan
terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada
prolapsus uteri, atau prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Indikasi untuk
melakukan operasi pada prolapsus vagina ialah adanya keluhan dan tergantung
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan mendapat anak atau
mempertahankan uterus dan tingkat prolapsus. Macam- macam operasi:
6. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong masih muda dan masih menginginkan anak,
dilakukan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan
ligamentum rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut atau
dengan cara operasi Purandare.
7. Operasi Manchester
Dilakukan amputasi serviks uteri dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah
dipotong, di muka serviks; dilakukan pula kolporafia anterior dan
kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang
memanjang (elongation kolli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,
partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang penting dari
operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena
dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak
dalam posisi anteversifleksi dan turunnya uterus dapat dicegah.
8. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkat lanjut, dan pada
wanita yang telah menopause. Setalah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan
pada ligamentum rotundum kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum,
kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi
untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.
9. Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat - obat serta pemberian anastesi dan perawatan pra/ pasca operasi
belum baik untk wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi
sedarhana dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan dinding belakang,
sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak diatas vagina. Akan tetapi, operasi
ini tidak memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urine. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.
(Manuaba, 2009)
I. PENCEGAHAN
Pemendekan waktu persalinan, terutama kala pengeluaran dan kalau perlu dilakukan
elektif (umpama ekstraksi forceps dengan kepala sudah didasar panggul), membuat
episiotomy, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan lahir dengan baik,
memimpin persalinan dengan baik agar dihindarkan penderita meneran sebelum
pembukaan lengkap betul, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat
Crade), mengawasi involusi uterus pasca persalinan tetap baik dan cepat, serta mencegah
atau mengobati hal - hal yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk-
batuk ysng kronik. Menghidari benda - benda yang berat. Menganjurkan agar penderita
jangan terlalu banyak punya anak atau sering melahirkan.
(Doengoes, 2011)
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data Subyektif
Sebelum Operasi
 Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan
 Nyeri di daerah benjolan
 Mual, muntah, kembung
 Konstipasi
 Tidak nafsu makan
Sesudah Operasi
 Nyeri di daerah operasi
 Lemas
 Pusing
 Mual, kembung
b. Data Obyektif
Sebelum Operasi
 Nyeri bila benjolan tersentuh
 Pucat, gelisah
 Spasme otot
 Demam
 Dehidrasi
Sesudah Operasi
 Terdapat luka
 Puasa
 Selaput mukosa mulut kering
2. Diagnosa Keperawatan
Sebelum Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam diharapkan :
Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.
Kriteria Hasil : Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya,
Rencana tindakan :
1) Observasi tanda-tanda vital
2) Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
3) Jelaskan penyebab rasa sakit, cars menguranginya.
4) Beri posisi senyaman mungkin bunt pasien.
5) Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi = tarik nafas dalam.
6) Bed obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.
7) Ciptakan lingkungan yang tenang.
b. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam diharapkan : Ekspresi wajah
tenang.
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat kecemasan pasien.
2) Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktu puasa,
jam operasi.
3) Dengarkan keluhan pasien
4) Beri kesempatan untuk bertanya.
5) Jelaskan pada pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar operasi
dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
6) Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inkontenensia
urin
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam diharapkan : Turgor kulit
elastis.
Rencana tindakan
1) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2) Timbang berat badan tiap hari
3) Kalau perlu pasang infus clan NGT sesuai program dokter.
Sesudah Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam diharapkan : Nyeri berkurang,
secara bertahap.
Rencana tindakan :
1) Kaji intensitas nyeri pasien.
2) Observasi tanda-tanda vital dan keluhan pasien.
3) Letakkan klien di tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai dengan
pembedahan yang dilakukan.
4) Berikan posisi tidur yang menyenangkan clan
aman.
5) Anjurkan untuk sesegera mungkin beraktivitas secara bertahap.
6) Berikan therapi analgetik sesuai program medis.
7) Lakukan tindakan keperawatan dengan hati-hati.
Ajarkan tehnik relaksasi.
b. Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah
setelah pembedahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam diharapkan : Turgor kulit
elastis, tidak kering.
Kriteria Hasil : Mual dan muntah tidak ada
Rencana tindakan :
1) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2) Monitor pemberian infus.
3) Beri minum & makan secara bertahap
4) Monitor tanda-tanda dehidrasi.
5) Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
6) Timbang berat badan tiap hari.
Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya.
c. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam diharapkan : Luka operasi
bersih, kering, tidak ada bengkak. tidak ada perdarahan.
Rencana tindakan :
1) Observasi keadaan luka operasi dari tanda-tanda peradangan : demam, merah,
bengkak dan keluar cairan.
2) Rawat luka dengan teknik steril.
3) Jaga kebersihan sekitar luka operasi.
4) Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan.
5) Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi clan lingkungannya.
6) Kalau perlu ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.
d. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan
kurang informasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam diharapkan : Klien/ keluarga
mengerti tentang perawatan luka operasi dan dapat memelihara kebersihan luka
operasi.
Rencana tindakan :
1) Ajarkan kepada klien dan keluarga cara merawat luka operasi & menjaga
kebersihannya.
2) Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.
3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
4) Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah & kotor.
5) Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/ minum obat secara teratur di rumah,
dan kontrol kembali ke dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes E. Marlynn & Moerhorse, M. F. (2011). Rencana Perawatan Maternal / Bayi.


Jakarta: EGC.
Manuaba I. (2009). Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Operasi Prolaps Uteri.
Jakarta: EGC.
Marmi. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, E. C. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Saifuddin AB, Ed. (2009). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Wiknjosastro, H. (2008). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai