Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di
dalamorifisium vagina ( prolapsus derajat 1 ), serviks berada di luar orifisium (prolapsus
derajat 2 ),atau seluruh uterus berada di luar orifisium.Prolapsus uteri disebabkan oleh
beberapa faktor di antaranya karena kelemahan jaringan ikat dirongga panggul, perlukaan
jalan lahir. Menopause juga faktor pemicu terjadinya prolapsus uteri.Pada prolapsus
uteri gejala sangat berbeda – beda dan bersifat individual. Kadang
kala penderitadengan prolaps yang sangat berat tidak mempunyai keluhan
apapun, sebaliknya penderita laindengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi fisiologi
B. Definisi
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama ligamentum
tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai prolapsus uteri
tanpa sistokel tetapi ada enterokel.Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik
pertumbuhannya dan kurang ketegangannya. Faktor penyebab lain yang sering adalah
melahirkan dan menopause.Persalinan lama dan sulit,meneran sebelum pembukaan
lengkap,laserasi dinding vagina bawah pada kala II,penatalaksanaan pengeluaran
plasenta,reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.Oleh karena itu
prolaps uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat.

C. Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapses uteri terdapat perbedaan pendapat antara a
hli ginekologi. Friedman danlittle (1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang
dikenal yaitu:
1. Prolapsus uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus vaginae. Prolaps
us uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari introitus vaginae. Prolapsus
uteri tingakt III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapses ini juga dinamakan
prosidensia uteri.
2. Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada didalam vagina; Prolapsus uteri
tingkat II, serviks keluar dari introitus, sedang pada prosidensia uteri, uterus
seluruhnya keluar dari vagina.
3. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vaginae; Prolapsus uteri tingkat
II, uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian ; Prolapsus uteri tingkat III,
uterus keluar dari introitus lebih besar dari ½ bagian.
4. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosessusspinosus; Prolapsus uteri
tingkat II, serviks terdapatantara proses susspinosus dan introitus vaginae; Prolapsus
uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus.
5. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah denganprolapsus uteri tingkat IV
(prosidensia uteri).

Dianjurkan klasifikasi berikut:
Desensus uteri, uterus turun tetapi serviks masih didalam vagina.Prolapsus uteri tingkat I,
uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah sampai introitus vaginae; Prolapsus
uteri tingkat II, uterus untuk sebagian keluardari vagina; Prolapsus uteri tingkat III,
atau prosidensia uteri, uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai dengan inversion
vaginae.

D. Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit
merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk porolaps yang sudah ada.
Faktor – factor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap, prasat Crede
yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta dsb. Jadi tidaklah mengherankan jika
prolapsus genitalis terjadi segera setelah partus atau dalam masa nifas. Asdites dan tumor –
tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya hal tsb. Bila prolapsus uteri dijumpai pada
nullipara, factor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus.

E. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadang kala penderita yang
satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,sebaliknya
penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang
hampir selalu dijumpai:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksternal
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula – mula pada siang hari, kemudian lebih
berat juga pada malam hari
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk, mengejan.
Kadang – kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali.
d. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
1) obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
2) baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
e. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
1) pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan
dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai
luka dan dekubitus pada portio uteri.
2) lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada portio uteri.
f. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh
di vagina.

F. Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan sampai
prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervagina yang
susah dan terdapatnya kelemahan – kelemahan ligament yang tergolong dalam fasia
endopelviks dan otot – otot serta fasia – fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan
intraabdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama
apabila tonus otot – otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause. Serviks uteri
terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut dan lambat laun
menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding
vagina kendor biasanya trauma obstetric, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga
menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel.
Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan
berikutnya yang kurang lancar,atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan
urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum
keadaan urethra dan kandung kencing normal hanya dibelakang urethra ada lubang yang
membuat kantong antara urethra dan vagina. Kekendoran fasia dibagian belakang dinding
vagina oleh trauma obstetric atau sebab – sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum
kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang
dinamakan retrokel. Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi. Dinding vagina bagian
belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum.

G. Pemeriksaan Penunjang
Friedman dan Little (1961) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:
1. Penderita pada posisi jongkok disuruh mengejan dan ditemukan dengan pemeriksaan
jari, apakah portio pada normal atau portio sampai introitus vagina atau apakah
serviks uteri sudah keluar dari vagina.
2. Penderita berbaring pada posisi litotomi,ditentukan pula panjangnya serviks uteri.
Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan Elongasio kolli.
3. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak
nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika dimasukkan
kedalam kandung kencing kateter logam, kateter itu diarahkan kedalam sitokel, dapat
diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih
kebawah dari sistokel, dekat pada oue. Menegakkan diagnosis retrokel mudah,yaitu
menonjolnya rectum kelumen vagina 1/3 bagian bawah.Penonjolan ini berbentuk
lonjong,memanjang dari proksimal kedistal,kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan
diagnosis, jari dimasukkan kedalam rectum, dan selanjutnya dapat diraba dinding
retrokel yang menonjol kelumen vagina. Enterokel menonjol kelumen vagina lebih
keatas dari retrokel. Pada pemeriksaan rectal, dinding rectum lurus, ada benjolan ke
vagina terdapat di atas rectum.

H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin mendapat anak
lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengijinkan untuk
dioperasi.
1. Latihan – latihan otot dasar panggul
2. Stimulasi otot – otot dengan alat listrik
3. Pengobatan dengan pessarium, dengan indikasi: kehamilan, bila penderita belum siap
untuk dilakukan operasi, sebagai terapi tes, penderita menolak untuk dioperasi, untuk
menghilangkan simpton yang ada sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan
4. Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri,prolapsus vagina perlu ditangani juga. Ada
kemungkinan terjadi prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal
tidak ada prolapsus uteri,atau prolapsus uteri yang tidak ada belum perlu
dioperasi.Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina adalah adanya
keluhan. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari
beberapa factor, seperi umur penderita,keinginanya untuk mendapat anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus dan adanya keluhan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PROLAPS UTERI

1. Pengkajian
• Data Subyektif
♦ Sebelum Operasi
Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
Nyeri di daerah benjolan.
Mual, muntah, kembung.
Konstipasi.
Tidak nafsu makan.
Bayi menangis terns.
Pada saat bayi menangis/mengejan dan batuk¬batuk kuat timbul benjolan.
♦ Sesudah Operasi
Nyeri di daerah operasi.
Lemas.
Pusing.
Mual, kembung.
• Data Obyektif
♦ Sebelum Operasi
Nyeri bila benjolan tersentuh.
Pucat, gelisah.
Spasme otot.
Demam.
Dehidrasi.
Terdengar bising usus pada benjolan.
♦ Sesudah Operasi
Terdapat luka pada selangkangan.
Puasa.
Selaput mukosa mulut keying.
Anak / bayi rewel.

2. Diagnosa Keperawatan
• Sebelum Operasi
Diagnosa Keperawatan 1.
Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
Hasil yang diharapkan :
Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.
Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya,
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
3. Jelaskan penyebab rasa sakit, cars menguranginya.
4. Beri posisi senyaman mungkin bunt pasien.
5. Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi = tarik nafas dalam.
6. Bed obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Diagnosa Keperawatan 2.
Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
Hasil yang diharapkan :
Ekspresi wajah tenang.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan pasien.
2. Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktu puasa, jam
operasi.
3. Dengarkan keluhan pasien
4. Beri kesempatan anak untuk bertanya.
5. Jelaskan pada pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar operasi dengan
terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
6. Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.
Diagnosa Keperawatan 3.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inkontenensia urin
Hasil yang diharapkan :
Turgor kulit elastis.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Timbang berat baclan anak tiap hari.
3. Kalau perlu pasang infus clan NGT sesuai program dokter.
• Sesudah Operasi
Diagnosa Keperawatan 1.
Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang, diharapkan :
Nyeri berkurang, secara bertahap.
Rencana tindakan :
1. Kaji intensitas nyeri pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital clan keluhan pasien.
3. Letakkan anak pada tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai dengan
pembedahan yang dilakukan.
4. Berikan posisi tidur yang menyenangkan clan
aman.
5. Anjurkan untuk sesegera mungkin anak beraktivitas secara bertahap.
6. Berikan therapi analgetik sesuai program medis.
7. Lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati-hati.
8. Ajarkan tehnik relaksasi.
Diagnosa Keperawatan 2.
Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah
pembedahan.
Hasil yang diharapkan
Turgor kulit elastis, tidak kering.
Mual clan muntah ticlak ada.
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Monitor pemberian infus.
3. Beri minum & makan secara bertahaP.
4. Monitor tanda-tanda dehidrasi.
5. Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
6. Timbang berat badan tiap hari.
7. Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya.
Diagnosa Keperawatan 3.
Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang diharapkan
Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak. tidak ada perdarahan.
Rencana tindakan :
1. Observasi keadaan luka operasi dari tanda¬tanda peradangan : demam, merah,
bengkak dan keluar cairan.
2. Rawat luka dengan teknik steril.
3. Jaga kebersihan sekitar luka operasi.
4. Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan.
5. Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi clan lingkungannya.
6. Kalau perlu ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.
Diagnosa Keperawatan 4.
Resiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pads luka operasi.
Hasil yang diharapkan :
1. Luka operasi bersih, kering, ticlak bengkak. ticlak ada perdarahan.
2. Suhu dalam batas normal (36-37°C)
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
3. Beri kompres hangat.
4. Monitor pemberian infus.
5. Rawat luka operasi dengan tehnik steril.
6. Jaga kebersihan luka operasi.
7. Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
Diagnosa Keperawatan 5.
Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang
informasi.
Hasil yang diharapkan :
1. Orang tua mengerti tentang perawatan luka operasi.
2. Orang tua dapat memelihara kebersihan luka operasi clan perawatannya.
Rencana tindakan :
1. Ajarkan kepada orang tua cara merawat luka operasi & menjaga kebersihannya.
2. Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.
3. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
4. Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah & kotor.
5. Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/ minum obat secara teratur di rumah, dan
kontrol kembali ke dokter.

Anda mungkin juga menyukai