Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Prolapsus uteri merupakan suatu keadaan dimana turunnya uterus melalui hiatus

genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia (sarung)

dan otot dasar panggul yang menyokong uterus. Sehingga dinding vagina depan jadi

tipis dan disertai penonjolan kedalam lumen vagina. Sistokel yang besar akan menarik

utero vesical junction dan ujung ureter kebawah dan keluar vagina, sehingga kadang-

kadang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan ureter. Normalnya uterus

tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang membentuk dasar panggul.

Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause, persalinan lama

dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada

kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul menjadi

atrofi dan melemah. Oleh karena itu prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-

tingkat (Winkjosastro, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan

kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita 2 yang

mempunyai anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua anak.

Prolapsus uteri lebih berpengaruh pada perempuan di negaranegara berkembang yang

perkawinan dan kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan saat fertilitasnya masih

tinggi. Peneliti WHO menemukan bahwa laporan kasus prolapsus uteri jumlahnya jauh

lebih rendah daripada kasuskasus yang dapat dideteksi dalam pemeriksaan medik

(Koblinsky M, 2001).

Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti dilaporkan

di klinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidensinya 5,7%, dan pada periode


yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang

kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika dan Indonesia kurang.

Frekuensi prolapsus uteri di Indonesia hanya 1,5% dan lebih sering dijumpai pada

wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerja berat. Dari 5.372

kasus ginekologik di Rumah Sakit Dr. Pirngadi di Medan diperoleh 63 kasus prolapsus

uteri terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause dan pada wanita petani,

dari 63 kasus tersebut 69% berumur diatas 40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat

ditemukan pada seorang nullipara (Winkjosastro, 2010).

II. MANFAAT PENULISAN

A. Instalasi Rumah sakit

Agar dapat digunakan sebagai masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan

pada pasien dengan Prolaps Uteri, serta dapat meningkatkan mutu atau kualitas

pelayanan kesehatan pada pasien.

B. Instalasi pendidikan

Agar dapat digunakan sebagai wacana dan pengetahuan tentang perkembangan

ilmu keperawatan, terutama kajian pada pasien dengan Prolaps Uteri.

C. Penulis

Untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman tentang perawatan

pada pasien dengan Prolaps Uteri.

D. Pasien dan keluarga

Pasien dan keluarga dapat mengetahui cara pencegahan, perawatan, penyebab,

tanda dan gejala, serta pertolongan pertama yang dilakukan jika mengalami Prolaps

Uteri.
III. BATASAN MASALAH

Penulis hanya melakukan anamnesa dan asuhan keperawatan kepada pasien

dengan masalah Prolaps Uteri di Poli Kandungan RSUD H. Moch Anshari Saleh

Banjarmasin pada tanggal 22 Januari 2019.

IV. TUJUAN

A. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui Asuhan

keperawatan yang benar pada pasien Prolaps Uteri.

B. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan laporan ini adalah agar penulis mampu :

1. Melaksanakan pengkajian pada pasien dengan Prolaps Uteri

2. Menegakkan Diagnose keperawatan pada pasien dengan Prolaps Uteri

3. Melakukan perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Prolaps Uteri

4. Melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan Prolaps Uteri

5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah di lakukan pada pasien

dengan Prolaps Uteri


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KONSEP TEORI
A. Definisi

Prolaps uteri adalah keadaaan yang terjadi ketika ligamen kardinal yang

mendukung rahim dan vagina tidak kembali normal setelah melahirkan.

Prolapsus uteri adalah keadaan dimana turunnya uterus melalui hiatus

genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia

(sarung) dan otot dasar panggul yang menyokong uterus.

Prolaps uteri merupakan turun atau keluarnya sebagian atau seluruh

uterus dari tempat asalnya melalui vagina sampai mencapai atau melewati

introitus vagina.

B. Klasifikasi

Turunnya uterus dari tempat yang biasa disebut desensus uteri dan ini dibagi

dalam 3 tingkat yaitu :

1. Tingkat I apabila serviks belum keluar dari vulva atau bagian prolapsus

masih di atas introitus vagina.

2. Tingkat II apabila serviks sudah keluar dari vulva, akan tetapi korpus uteri

belum

3. Tingkat III apabila korpus uteri atau bagian prolapsus sudah berada diluar

vulva atau introitus vagina.

C. Etiologi

1. Dasar panggul yang lemah, karena kerusakan dasar panggul pada persalinan

yang terlampau sering dengan penyulit seperti ruptura perineum atau karena

usia lanjut.

2. Tarikan pada janin pada pembukaan yang belum lengkap.


3. Ekspresi yang berlebihan pada saat mengeluarkan plasenta.

4. Asites, tumor-tumor di daerah pelvis, batuk yang kronis dan pengejan

(obslipasi atau striktura pada traktus urinarius).

5. Relinakulum uteri yang lemah (asteni atau kelainan congenital berupa

kelemahan jaringan penyokong uterus yang sering pada nullipara.

6. Lanjut usia dan menopause

7. Riwayat persalinan tinggi

D. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.

Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak

mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan

mempunyai banyak keluhan.

Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:

1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia

eksterna.

2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita

berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.

3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:

a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula –mula pada siang hari, kemudian

lebih berat juga pada malam hari

b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.

c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika

batuk,mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada

sistokel yang besar sekali.

4. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:


a. Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.

b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.

5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:

a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu

berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan

lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.

b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena

infeksi serta luka pada portio uteri.

6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa

penuh di vagina.

E. Patofisiologi

Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan

sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya

persalinan pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan

ligament yang tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot serta fasia-fasia

dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intra abdominal yang meningkat

dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-

otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.

Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita

dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia

di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetric, ia akan

terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding

depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya

hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang
kurang lancar, atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan

urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum urethra.

Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal hanya

dibelakang urethra ada lubang yang membuat kantong antara urethra dan

vagina. kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma

obstetric atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum kedepan

dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol kelumen vagina yang

dinamakan retrokel. Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi. Dinding

vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat

berisi usus atau omentum.


F. Pemeriksaan diagnostic

1. Penderita pada posisi jongkok diminta untuk mengejan dan ditemukan

dengan pemeriksaan jari, apakah portio pada normal atau portio sampai

introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.

2. Penderita berbaring pada posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya

serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan

Elongasio kolli.

3. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan

tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan.

Jika dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam, kateter itu

diarahkan kedalam sitokel, dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada

dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel.

Menegakkan diagnosis retrokel dapat dilihat dari menonjolnya rectum

kelumen vagina 1/3 bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong,

memanjang dari proksimal kedistal, kistik dan tidak nyeri.

Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rectum, dan

selanjutnya dapat diraba dinding retrokel yang menonjol kelumen vagina.

Enterokel menonjol kelumen vagina lebih keatas dari retrokel. Pada

pemeriksaan rectal, dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat di

atas rectum.
G. Penatalaksanaan

Faktor-faktor yang harus diperhatikan: keadaan umum pasien, umur,

masih bersuami atau tidak, tingkat prolapsus, beratnya keluhan, keinginan

memiliki anak lagi dan ingin mempertahankan haid.

Penanganan dibagi atas:

1. Pencegahan

Faktor-faktor yang mempermudah prolapsus uteri dan dengan anjuran:

a. Istirahat yang cukup, hindari kerja yang berat dan melelahkan gizi cukup

b. Pimpin yang benar waktu persalinan, seperti: Tidak mengedan sebelum

waktunya, kala II jangan terlalu lama, kandung kemih kosongkan,

episiotomi agar dijahit dengan baik, episiotomi jika ada indikasi, bantu

kala II dengan FE atau VE.

2. Pengobatan

a. Pengobatan Tanpa Operasi

1) Caranya: latihan otot dasar panggul, stimulasi otot dasar panggul

dengan alat listrik, pemasangan pesarium, hanya bersifat paliatif,

pesarium dari cincin plastik.

2) Prinsipnya: alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas vagina

sehingga uterus tak dapat turun melewati vagina bagian bawah.

biasanya dipakai pada keadaan: prolapsus uteri dengan kehamilan,

prolapsus uteri dalam masa nifas, prolapsus uteri dengan

dekubitus/ulkus, prolapsus uteri yang tak mungkin dioperasi:

keadaan umum yang jelek


b. Pengobatan dengan Operasi

1) Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka,

jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina

perlu ditangani juga. ada kemungkinan terjadi prolapsus vagina yang

membutuhkan pembedahan,padahal tidak ada prolapsus uteri, atau

prolapsus uteri yang tidak ada belum perlu dioperasi.Indikasi untuk

melakukan operasi pada prolapsus vagina adalah adanya keluhan.

Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri

tergantung dari beberapa factor,seperi umur penderita,keinginanya

untuk mendapat anak atau untuk mempertahankan uterus,tingkat

prolapsus dan adanya keluhan. Beberapa pembedahan yang

dilakukan antara lain:

2) Operasi Manchester/Manchester-Fothergill

3) Histeraktomi vaginal

4) Kolpoklelsis (operasi Neugebauer-La fort)

5) Operasi-operasi lainnya: ventrofiksasi/histeropeksi, Interposisi


II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Anamnesa

Data Subyektif

1. Sebelum Operasi

a. Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan

b. Nyeri di daerah benjolan

c. Nyeri pinggang dan punggung

d. Konstipasi

e. Tidak nafsu makan

2. Sesudah Operasi

a. Nyeri di daerah operasi

b. Lemas

c. Pusing

d. Mual

Data Obyektif

1. Sebelum Operasi

a. Nyeri bila benjolan tersentuh

b. Pucat, gelisah

c. Spasme otot

d. Demam

e. Dehidrasi

2. Sesudah Operasi

a. Terdapat luka pada selangkangan

b. Puasa

c. Selaput mukosa mulut kering


B. Pemeriksaan fisik

1. Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi litotomi.

2. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.

3. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:

a. Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.

b. Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang

bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.

c. Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri dan penting untuk

mengetahui derajat prolapsus uteri dengan inspeksi terlebih dahulu

sebelum dimasukkan inspekulum.

4. Manuver Valsava

a. Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan

melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan

manuver Valsava.

b. Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior

vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan

perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah.

c. Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengejan pada posisi

berdiri di atas meja periksa.

d. Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk

menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolapsus.

5. Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan

otot levator ani.

6. Pemeriksaan rektovaginal, untuk memastikan adanya rektokel yang

menyertai prolapsus uteri.


C. Pemeriksaan penunjang

1. Urin residu pasca berkemih

Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan

mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih

yang penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume residu urin pasca

berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.

2. Skrining infeksi saluran kemih.

3. Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.

4. Pemeriksaan Ultrasonografi

5. Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif mudah

dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan informasi real

time.

6. Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun

belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar

panggul pada kasus POP

D. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdominal

Tujuan: Nyeri hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24

jam.

Hasil yang diharapkan:

a. Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.

b. Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya

c. Pasien dan keluarga dapat melakukan tekhnik distraksi-relaksasi

Rencana tindakan:

a. Observasi tanda-tanda vital


b. Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri

c. Jelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya.

d. Beri posisi senyaman mungkin untuk pasien.

e. Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi/ nafas dalam.

f. Beri obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.

g. Ciptakan lingkungan yang tenang.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka akibat pergeseran massa

uterus

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

diharapkan infeksi tidak terjadi

Hasil yang diharapkan:

a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, tumor, dolor,

fungsiolesa)

b. Luka tampak bersih

Rencana tindakan:

c. Kaji TTV, perhatikan peningkatan suhu.

d. Kaji tanda-tanda infeksi (tumor kalor rubor, dolor, fungsileisa).

e. Lakukan tehnik perawatan luka secara steril 1x/hari

f. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka.

g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic.

h. Lakukan Health Education kepada keluarga tentang pentingnya mencuci

tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien.

3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif dan

kurangnya keinginan mencari sumber informasi


Tujuan: Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 2 x pertemuan

tingkat pengetahuan pasien dan keluarga bertambah.

Kriteria hasil:

a. Pasien dan keluarga dapat mengetahui pengertian prolaps uteri

b. Pasien dan keluarga dapat mengetahui faktor penyebab prolaps uteri

c. Pasien dapat mengetahui cara perawatan sakitnya setelah pasien operasi

Rencana tindakan:

a. Kaji tingkat pemahaman pasien dan keluarga

b. Jelaskan pengertian, factor penyebab dan cara perawatan pasien dengan

prolaps uteri

c. Jelaskan pentingnya kebersihan

d. Anjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat.

e. Ajarkan perawatan pada pasien post op


DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/13613931/prolaps_uteri di akses pada tanggal 22 januari

2018 (20:13 WITA)

https://id.scribd.com/doc/178631273/Prolaps-Uteri-pdf di akses pada tanggal 22

januari 2018(19:20 WITA)

https://www.academia.edu/22085665/LAPORAN_PENDAHULUAN_Prolaps_Uteri

di akses pada tanggal 22 januari 2018 (19:17 WITA)

Anda mungkin juga menyukai