Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PROLAPS UTERI GRADE II dengan CYSTOCELE

A. PENGERTIAN
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau genitalis (Wiknjosastro, 2007).
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama
ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli
disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokel. Pada keadaan ini fasia
pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang keregangannya. (Wiknjosastro, 2010)
Prolapsus uteri adalah suatu keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus
menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser ke bawah dan dapat
menonjol keluar dari vagina. Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina
dan pada kasus yang sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vagina dan
berada di luar vagina. (Marmi, 2011)
Sistokel adalah turunnya kandung kemih melalui fasia puboservikalis,
sehingga dinding vagina depan jadi tipis dan disertai penonjolan kedalam lumen
vagina. Pada sistokel yang besar akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter
ke bawah dan keluar vagina, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan
penyumbatan dan kerusakan ureter bila tidak dikenal. (Wiknjosastro, 2010)

B. ETIOLOGI
Beberapa hal yang dapat memicu terjadinya prolapsus uteri antara lain:
1. Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk
prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada
pembukaan belum lengkap. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara,
faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus (Wiknjosastro, 2007).
2. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopouse.
Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,
laserasi dinding vagina bawah pad kala II, penatalaksanaan pengeluaran
plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada
menopouse, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar
panggul menjadi atrofi dan melemah (Wiknjosastro, 2007).

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi prolaps uteri menurut Friedman dan Little adalah sebagai berikut:
1. Prolapsus uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina;
Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari introitus vagina ;
Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapsus ini juga
disebut prosidensia uteri.
2. Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina; Prolapsus uteri
tingkat III, serviks keluar dari introitus, sedang pada prosidensia uteri uterus
seluruhnya keluar dari vagina.
3. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina ; Prolapsus uteri
tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari setengah bagian ; Prolapsus uteri
tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari setengah bagian.
4. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosesus spinosus ; Prolapsus uteri
tingkat II, serviks terdapat antara prosesus spinosus dan introitus vagina ;
Prolapsus uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus.
5. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri tingkat
IV (prosidensia uteri).
Dianjurkan klasifikasi berikut:
Desesnsus uteri, uterus turun, tetapi serviks masih di dalam vagina. Prolapsus uteri
tingkat 1, uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah sampai introitus
vaginae; Prolapsus uteri tingkat II, uterus untuk sebagian keluar dari vagina;
Prolapsus uteri tingkat III, atau posidensia uteri, uterus keluar seluruhnya dari vagina,
disertai dengan inversio vagina. (Wiknjosastro, 2010)\
Menurut beratnya, prolapsus dibagi menjadi :
1. Prolapsus tingkat I : prolapsus uteri dimana serviks uteri turun sampai introitus
vagina
2. Prolapsus tingkat II : prolapsus uteri dimana serviks menonjol keluar dari introitus
vagina
3. Prolapsus tingkat III : prolapsus totalis (prosidensia uteri, dimana seluruh uterus
keluar dari vagina). (Marmi, 2011)
D. Manifestasi klinis (tanda gejala)
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan
apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia
eksterna.
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita
berbaring,keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian
lebih berat juga pada malam hari
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika
batuk,mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada
sistokel yang besar sekali.
4. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu
berjalan dan bekerja.Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada portio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina. (Wiknjosastro, 2010).
E. PATOFISIOLOGIS
Prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan per
vaginam yang susah, dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen-ligamen yang
tergolong dalam fasia endopelvik, dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga
dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan
memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti
pada penderita dalam manopause.
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut,
dan lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di
bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh
kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina
kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja,
dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar, atau yang
diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus
dibedakan dari divertikulum uretra. Pada divertikulum keadaan uretra dan kandung
kencing normal, hanya dibelakang uretra ada lubang, yang membuat kantong antara
uretra dan vagina.
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau
sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum kedepan dan menyebabkan
dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel.
Enterokel adalah hernia dari kavum dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang
turun dan menonjol kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum.
(Wiknjosastro, 2010)
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum
Sims atau spekulum standar tanpa bilah anterior.
Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien meneran atau
berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi
pasien berdiri dan kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi
dan kandung kemih penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps.
Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya jika pasien meneran pada
pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien. Tanda-tanda
menurunnya estrogen:
1. Berkurangnya rugae mukosa vagina
2. Sekresi berkurang
3. Kulit perineum tipis
4. Perineum mudah robek

Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang
mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan
iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika
terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih
timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks purulen.

b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius
(infeksi, obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan
untuk kasus tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui
infeksi saluran kemih. Kultur getah serviks diindikasikan untuk kasus yang
disertai ulserasi atau discharge purulen.
Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan.
Jika terdapat gejala atau tanda obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan
kadar kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Urin residu pasca berkemih
 Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume
residu urin pasca berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
b. Skrining infeksi saluran kemih.
c. Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi
 Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif
mudah dikerjakan, cost-effective,banyak tersedia dan memberikan
informasi real time
 Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis.
Namun belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan
pencitraan dasar panggul pada kasus POP.Jadi, yang dimaksud
dengan prolapsus organ panggul adalah apabila jelas ada
penurunan organ ke dalam vagina.

H. PENATALAKSAAN
1. Pengobatan Medis
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapsus uteri ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin
mendapatkan anak lagi, ata penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya
tidak mengizinkan untuk dioperasi.
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang terjadi
pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi.
Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik,
elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam
vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu jika pessarium
diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga
bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati
vagina bagian bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalia
adalah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah
dapat digunkan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang
(steam) dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan
ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan tali-tali
dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada
pessarium.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita
diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali.
Vagina diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan,
pessarium dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali.
Kontraindikasi terhadap pemasangan pessarium adalah adanya radang pelvis
akut atau sub akut, dan karsinoma.
 Indikasi penggunaan pessarium adalah :
a. Kehamilan
b. Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi
c. Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan
d. Penderita menolak untuk dioperasi, lebih suka terapi konservatif
e. Untuk menghilangkan simpton yang ada, sambil menunggu
waktu operasi dapat dilakukan.
 Jenis-jenis Pessarium:
1. Pessarium Cincin
2. Pessarium Karet
3. Pessarium Napier
 Cara pemasangan pessarium
Pessarium diberi zat pelican dan dimasukkan miring sedikit ke dalam
vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersubut
ditempatkan ked lam forniks vaginae posterior. Prinsip pemakaian
pessarium adalah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada
dinding vagina bagian atas, sehingga bagain dari vagina tersebut
beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah.
2. Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada
kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal
tidak ada prolapsus uteri, atau prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina ialah adanya keluhan.
Dibawah ini dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus vagina :
1. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan adalah kolporafia anterior. Setelah
diadakan sayatan dan dinding vagina depan dilepaskan dari kandung kencing
dan uretra, kandung kencing didorong keatas, dan fasia puboservikalis sebelah
kiri dan sebelah kanan dijahit di garis tengah. Sesudah dinding vagina
berlebihan dibuang, dinding vagina yang terbuka ditutup kembali kembali.
Kolporafia anterior dilakukan pula pada urethrokel. Kadang-kadang operasi
ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress incontinence yang berat,
dalam hal ini perlu dilakukan tindakan-tindakan khusus.
2. Prolapsus Uteri
Seperti telah diterangkan, indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus
uteri tergasntung pada beberapa factor, seperti umur penderita, keinginannya
untuk masih mendapat anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat
prolapsus dan adanya keluhan. (Winkjosastro, 2010)

I. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2010), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
a. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu
mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan berwarna
keputih-putihan.
b. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan
pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun
timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan
karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi
perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya karsinoma.
c. Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong
uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah – serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi
panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri
pada periksa raba lebih panjang dari biasa.
d. Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing
tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan
ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel
dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat
menimbulkan stress incontinence.
e. Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat
meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya, hal itu
dapat menyebabkan gagal ginjal.
f. Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali
keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
g. Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat
timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
h. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul
hemoroid.
i. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan
tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk
membebaskan usus yang terjepit itu.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN DATA
a. Data Subyektif
1. Biodata
 Nama
Nama klien dan suami ditanyakan untuk mengenal dan memanggil
penderita dan agar tidak keliru dengan penderita lain (Bobak, 2005)
 Umur
tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam manopause
(Winkjosastro, 2010)
 Agama
Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh terhadap
kebiasaan kesehatan klien. Dengan mengetahui kebiasaan klien, maka
akan memudahkan bidan melakukan pendekatan didalam
melaksanakan asuhan kebidanan. Agama ini ditanyakn berhubungan
dengan perawatan penderita. (Bobak, 2005)
 Pendidikan
Dikaji untuk menyesuaikan dalam memberi pengetahuan sesuai dengan
tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan mempengaruhi sikap dan
perilaku kesehatan seseorang. (Bobak, 2005)
 Pekerjaan
Dikaji untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan social ekonomi
penderita agar nasehat yang diberikan sesuai. (Bobak, 2005)
 Alamat
Dikaji untuk maksud mempermudah hubungan bila dalam keadaan
mendesak. Dengan diketahui alamat tersebut, bidan mengetahui tempat
tinggal pasien dan linkungannya. (Bobak, 2005)
2. Keluhan Utama
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia
eksterna, rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita
berbaring,keluhan menghilang atau menjadi kurang. (Winjosastro, 2010)
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu menderita penyakit kencing manis
(gejala: sering minum, sering makan, sering kencing), tekanan darah tinggi,
menular seksual seperti HIV-AIDS (BB turun drastis, diare lebih dari 1 bulan,
nafsu makan berkurang, tidak enak badan ), GO (pengeluaran cairan dari alat
kelamin berwarna hijau, berbau), syifilis (ada borok sebesar uang logam jika
ditekan mengeluarkan cairan), sering berganti-ganti pasangan, endometritis
(keluar cairan dari alat kelamin berwarna kuning kehijauan). (Sudibyo, 2008:90)
4. Riwayat Kesehatan yang lalu
Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu menderita penyakit kencing manis
(gejala: sering minum, sering makan, sering kencing), tekanan darah tinggi (
menular seksual seperti HIV-AIDS (BB turun drastis, diare lebih dari 1 bulan,
nafsu makan berkurang, tidak enak badan ), GO (pengeluaran cairan dari alat
kelamin berwarna hijau, berbau), syifilis (ada borok sebesar uang logam jika
ditekan mengeluarkan cairan), sering berganti-ganti pasangan, endometritis
(keluar cairan dari alat kelamin berwarna kuning kehijauan). (Andrijono,
2007:139)
5. Riwayat kebidanan
a. Haid
Awal menstruasi (menarche) pada usia 11 tahun atau lebih muda. Siklus haid
tidak teratur, nyeri haid luar biasa, nyeri panggul setelah haid atau senggama
(Wiknjosastro, 2010).
b. Riwayat kehamilan
Faktor resiko yang menyebabkan prolaps uteri jumlah kelahiran spontan yang
banyak, berat badan berlebih, riwayat operasi pada area tersebut, batuk dalam
jangka waktu lama saat hamil.
c. Riwayat persalinan
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit
merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk prolaps yang
sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum
lengkap. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara, faktor penyebabnya
adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus
(Wiknjosastro, 2007). Pada menopouse, hormon estrogen telah berkurang
sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah (Wiknjosastro,
2010).
6. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Eliminasi
Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
 Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian
lebih berat pada malam hari
 Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
 Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel
yang besar sekali
Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi
 Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel
 Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel vagina
b. Aktivitas dan istirahat
Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat berjalan dan
beraktivitas. Gesekan portio uteri oleh celana dapat menimbulkan lecet
hingga dekubitus pada porsio.
c. Pola Nutrisi
Kekenduran atau kelemahan otot ini juga dapat dipengaruhi oleh pola makan
dan kesehatan yang agak rendah dibandingkan dengan mereka yang sehat dan
makanannya seimbang dan tercukupi dari segi semua zat seperti protein dan
vitamin. (Hanifa, 2010)
b. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Baik, sedang, lemah
b. Kesadaran : Composmentis, Apatis, Samnolen
c. Tekanan Darah : > 130/90 mmHg
2. Pemeriksaan Fisik
a. Muka
Tampak pucat pertanda adanya anemia, keluar keringat dingin bila terjadi
syok. Bila perdarahan konjungtiva tampak anemis. Pada klien yang disertai
rasa nyeri klien tampak meringis. (Manuaba, 1998 : 410).
b. Mulut
Mukosa bibir dan mulut tampak pucat, bau kelon pada mulut jika terjadi
shock hipovolemik hebat.
c. Dada dan payudara
Gerakan nafas cepat karena adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan O2
akibat kadar O2 dalam darah yang tinggi, keadaan jantung tidak abnormal.
d. Abdomen
 Adanya benjolan pada perut bagian bawah (Sastrawinata, 1981).
 Teraba adanya massa pada perut bagian bawah konsisten
keras/kenyal, tidak teratur, gerakan, tidak sakit, tetapi kadang-kadang
ditemui nyeri (Sastrawinata, 1981).
 Pada pemeriksaan bimanual akan teraba benjolan pada perut, bagian
bawah, terletak di garis tengah maupun agak kesamping dan sering
kali teraba benjolan-benjolan dan kadang-kadang terasa sakit
(Wiknjosastro, 2010).
 Pada pemeriksaan Sondage didapatkan cavum uteri besar dan rata
(Sastrawinata, 1981).
e. Genetalia
Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada kasus yang
sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vagina dan berada di luar
vagina.
f. Anus
Akan timbul haemoroid, luka dan varices pecah karena keadaan obstipasi
akibat penekanan mioma pada rectum.
g. Ekstremitas
Oedem pada tungkai bawah oleh karena adanya tekanan pada vena cava
inferior (Sastrawinata, 1981).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. sebelum Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan eliminasiurin (kesulitan eliminasi)
2. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inkontenensia urin
b. Setelah Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan lukaoperasi.
2. Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah
pembedahan.
3. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
4. ResikoTinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pada luka operasi.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang
informasi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Sebelum Operasi
1. Nyeriberhubungandenganeliminasiurin (kesulitan eliminasi)
Tujuan: Nyeri hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .. x 24 jam,
Hasil yang diharapkan :
 Nyeriberkurangsampaihilangsecarabertahap.
 Pasiendapatberadaptasidengannyerinya,
Rencanatindakan :
1. Observasitanda-tanda vital
2. Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
3. Jelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya.
4. Beri posisi senyaman mungkin buntu pasien.
5. Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi = tarik nafas dalam.
6. Beri obat-obat analgetik sesuai advis dokter.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang.
2. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
Tujuan: Cemas berkurang
Hasil yang diharapkan :
 Ekspresi wajah tenang.
Rencanatindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan pasien.
2. Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktupuasa,
jam operasi.
3. Dengarkan keluhan pasien
4. Beri kesempatan pasien untuk bertanya.
5. Jelaskan ada pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar operasi
dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
6. Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.

3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inkontenensia urin


Tujuan: Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Hasil yang diharapkan :
 Turgor kulitelastis.
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Timbang berat badan klien tiap hari.
3. Pasanginfus clan NGT sesuai program dokter.

b. SesudahOperasi
1. Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan: Nyeri hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam.
Hasil yang, diharapkan :
Nyeri berkurang, secara bertaha
Rencana tindakan :
1. Kaji intensitas nyeri pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital dan keluhan pasien.
3. Letakan pasien pada tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai dengan
pembedahan yang dilakukan.
4. Berikan posisi tidur yang menyenangkan dan aman.
5. Anjurkan untuk sesegera mungkin pasien beraktivitas secara bertahap.
6. Berikan therapi analgetik sesuai program medis.
7. Lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati-hati.
8. Ajarkan tehnik relaksasi.

2. ResikoTinggiKekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah


pembedahan.
Tujuan: Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Hasil yang diharapkan :
 Turgor kulitelastis
 Tidakkering
 Mual dan muntah tadak ada.
Rencanatindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Monitor pemberian infus.
3. Beri minum & makan secara bertahap
4. Monitor tanda-tanda dehidrasi.
5. Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
6. Timbang berat badan tiaphari.
7. Catat dan informasikan kedokter tentang muntahnya.

3. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.


Tujuan: Kerusakan integritas kulit teratasi
Hasil yang diharapkan :
 Luka operasibersih
 Kering
 Tidak ada bengkak.
 Tidak ada perdarahan.
Rencanatindakan :
1. Observasi keadaan luka operasi dari tanda-tanda peradangan : demam,
merah, bengkak dan keluar cairan.
2. Rawat luka dengan teknik steril.
3. Jaga kebersihan sekitar luka operasi.
4. Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan.
5. Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi dan lingkungannya.
6. Ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.

4. Resiko Tinggi hypertermi berhubungan denganinfeksi pada luka operasi.


Tujuan: Hipertermi teratasi
Hasil yang diharapkan :
 Luka operasibersih
 Kering
 Tidak bengkak
 Tidak ada perdarahan.
 Suhu dalam batas normal (36-37°C)
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
3. Beri kompres hangat.
4. Monitor pemberianinfus.
5. Rawat luka operasi dengan tehnik steril.
6. Jaga kebersihan luka operasi.
7. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar.

5. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang


informasi.
Tujuan: Klien tahu bagaimana cara merawat luka operasi
Hasil yang diharapkan :
 Pasien mengerti tentang perawatan luka operasi.
 Pasien dapat memelihara kebersihan luka operasi dan perawatannya.
Rencanatindakan :
1. Ajarkan kepada keluarga cara merawat luka operasi & menjaga
kebersihannya.
2. Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.
3. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
4. Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah & kotor.
5. Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/minum obat secara teratur di rumah,
dan kontrol kembali kedokter.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/29229881/Prolaps-Uteri (diunduh tanggal 22 Januari 2019 pukul


20.15 WIB)
http://www.scribd.com/doc/51522816/PROLAPS-UTERI (diunduh tanggal 22 januari 2019
pukul 20.45 WIB)
Junizaf. Ed.2004. Buku Ajar Uroginekologi. Jakarta: Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi
Bagian Obstetri dan GinekologiFKUI/RSUPN-CM
Mailhot T. Uterine prolapse (online) 24 Mei 2006 (Diunduh tanggal 22 Januari 2019).
Tersedia di URL: http://www.emedicine.com
Manuaba I.2004. Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Operasi Prolaps Uteri. Jakarta:
EGC.
Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
S, Saifuddin AB. Ed. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Wiknjosastro, Hanifa, dkk. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai