Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PROLAPS UTERI

Disusun Oleh:

ANITA

ASTALIA

2021.04.082

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI 2022


A. DEFINISI
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh karena kelemahan
otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau turunnya uterus
melalui dasar panggul atau hiatus genitalis akan jadi longgar dan organ pelvis akan
turun ke dalamnya (Winkjosastro 2008).
Prinsip terjadinya prolapsus uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvis yang
disebabkan oleh proses melahirkan, akibat regangan dan robekan fasia endopelvik,
muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial pudenda juga
terlibat dalam proses persalinan. Sehingga wanita multipara sangat rentan terhadap
faktor resiko terjadinya prolaps uteri (Lazarou 2010).
B. ETIOLOGI
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik, terutama
ligamentum transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi elongatio colli
disertai prolapsus uteri. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan
(Persalinan lama yang sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding
vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot
panggul yang tidak baik) dan menopause (hormon estrogen telah berkurang/
Hipoestrogen sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah)
(Prawirohardjo 2009).
Walaupun insiden prolaps uteri tinggi, hanya sedikit yang diketahui dasar
patofisiologi yang mendasarinya. Umur, pekerjaan, berat badan, paritas, jenis
persalinan, persalinan pervaginam menggunakan alat vakum atau forceps, berat badan
anak yang terbesar yang dilahirkan, riwayat penyakit medis, status menopause dan
pemakaian terapi sulih hormon merupakan faktor resiko yang sering dikaitkan dengan
kejadian prolaps uteri (Barsoom 2009).
Prolaps uteri sering terjadi pada wanita multipara tetapi seringkali tidak
dilaporkan. Penyebab salah satunya yaitu partus pervaginam. Kehamilan, persalinan
dan kelahiran pervaginam dapat menyebabkan berbagai derajat kerusakan pada
struktur penunjang panggul termasuk ligamentum, fasia, otot dan suplai sarafnya.
Lebih banyak kerusakan disebabkan oleh persalinan lama, kepala bayi atau bahu yang
besar dan ketika tindakan dengan forsep yang sulit diperlukan untuk melahirkan bayi
(Norwitz 2006).
Penyebab prolaps uteri adalah multifaktoral, secara umum antara lain:
frekuensi partus yang tinggi, partus dengan penyulit, asites atau tumor- tumor daerah
pelvis, usia tua, defisiensi hormonal (hipoestrogen) akibat menopause, batuk kronis,
obesitas, aktivitas angkat berat, konstipasi kronis dan disfungsi neuromuskuler. Serta
ibu yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor.
Hal lain yang menyebabkan prolaps pada sejumlah kecil wanita nulipara
adalah gagalnya jaringan penunjang berkembang dengan baik (Liwelly 2002).
C. FAKTOR RISIKO
1. Pekerjaan
Pekerjaan mengangkat barang-barang berat yang dilakukan seperti orang mengejan
sehingga terdapat tekanan pada uterus. Pada saat itu otot- otot panggul ikut teregang
yang mengakibatkan otot-otot akan lemah pada ligamen endopelvik. Pekerjaan dan
aktifitas berat sering dikaitkan dengan pembentukan prolaps uteri.
2. Berat badan
Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada menopause, hal ini disebabkan oleh
faktor makanan ditambah lagi karena kurang berolahraga. Pada orang gemuk otot-otot
panggul yang dimiliki kurang bagus, mudah terjadi prolaps uteri, sehingga memerlukan
untuk olahraga atau senam keagle.
3. Jenis proses persalinan normal
Ligamentum latum uteri yang paling besar berfungsi untuk mempertahankan uterus pada
posisi anteversi sehingga meningkatkan tekanan intra-abdomen pada waktu regangan lebih
mendorong uterus ke kandung kemih daripada langsung mengarah ke vulva, sehingga mencegah
prolaps uteri, akan tetapi keadaan ini dapat berubah jika penunjang teregang pada waktu
melahirkan. Hal ini dapat terjadi apabila ibu berusaha mengeluarkan janin sebelum serviks
membuka lengkap, meneran lama pada persalinan kala dua. Dalam hal ini ligamentum kardinale
dapat mengendor, sehingga prolaps uteri dapat terjadi, hal ini akan terlihat setelah menopause,
karena estrogen menurun, jaringan kolagen ligamentum berkurang dan otot-otot vagina menjadi
lebih lemah sehingga prolaps dapat terjadi.
4. Riwayat persalinan multiparitas
Partus yang berulang kali dan terlampau sering dapat menyebabkan kerusakan otot-otot
maupun saraf-saraf panggul sehingga otot besar panggul mengalami kelemahan, bila ini
terjadi maka organ dalam panggul bisa mengalami penurunan.
5. Penatalaksanaan pengeluaran plasenta
Pada saat pengeluaran plasenta adanya tekanan intra-abdomen pada waktu regangan
lebih mendorong uterus ke kandung kemih, ligamen latum akan teregang dan kemudian
saat itu juga dikerahkan tenaga yang sangat besar untuk mengeluarkan plasenta. Dalam
hal ini ligamentum kardinale dapat mengendor, sehingga prolaps uteri dapat terjadi.
6. Menopause
Menopause juga dapat menyebabkan turunnya rahim karena produksi hormon estrogen
berkurang sehingga elastisitas dari jaringan ikat berkurang dan otot-otot panggul
mengecil yang menyebabkan melemahnya sokongan pada rahim. Proses atrofi ligamen
dan otot dalam jangka panjang dapat menyebabkan prolaps. Nyata sekali prolaps yang
parah, sering terjadi pada wanita yang berumur 50 tahun ke atas akibat kekurangan
hormon karena menopause.
Pada ibu menopause mengalami perubahan fisik yang terjadi pada alat genitalia seperti
lemahnya alat kelamin bagian dalam menyebabkan terasa tidak nyaman di sekitar liang
senggama, liang senggama terasa turun (menonjol) dalam bentuk tonjolan kandung
kencing (sistokel), tonjolan dinding bagian belakang (rektokel), dan mulut rahim terbuka
(Manuaba 2009).

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi prolaps uteri menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2004) :
1) Prolaps uteri tingkat I, yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien
keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan memeriksakan
keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps bertambah.
2) Prolaps uteri tingkat II, yaitu porsio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina.
Keadaan ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahim menjadi lemah dan
biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tua dan mempunyai banyak
anak. Gejala-gejala sering timbul setelah menopause ketika otot menjadi lemah,
gejala yang dirasakan pasien adalah punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada
perasaan yang mengganjal pada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini
tidak ada keluhan.
3) Prolaps uteri tingkat III, disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari
vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga tidak
mampu menopang uterus. Keadaan ini juga terjadi pada wanita dalam masa
menopause dikarenakan menurunnya hormon estrogen. Pada kasus ini prolapsus
uteri dapat disertai:
a. Sistokel yaitu Herniasi (atau penonjolan) dinding depan bagian atas vagina
di mana sebagian kandung kemih menonjol ke dalam vagina. Ini juga
disebut kandung kemih yang prolaps. Hal ini dapat menyebabkan frekuensi
kencing, urgensi, retensi, dan inkontinensia (kehilangan urin)
b. Enterokel yaitu Herniasi dinding vagina belakang bagian atas di mana
sebagian kecil usus menonjol ke dalam vagina. Berdiri menyebabkan
sensasi menarik dan sakit punggung yang hilang saat Anda berbaring.
c. Rektokel yaitu Herniasi dinding belakang vagina bagian bawah dimana
rektum menonjol ke dalam vagina. Ini membuat buang air besar menjadi
sulit, sampai-sampai Anda mungkin perlu mendorong bagian dalam vagina
untuk mengosongkan usus.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala penderita yang
satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolaps uteri ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan
yang hampir selalu dijumpai :
1) Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna.
2) Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau berkurang.
3) Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala :
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit, mula-mula pada siang hari, kemudian lebih
berat pada malam hari
b. Perasaan seperti kandung kemih tidak dapat dikosongkan seluruhnya

c. Stress Incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang
besar sekali.
4) Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi :
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel dan vagina.
5) Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :
a. pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan
dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai
luka dan dekubitus pada portio uteri.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada portio uteri.
6) Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di
vagina (Megadhana 2013).

F. PATOFISIOLOGI
1. Pekerjaan
2. Berat Badan
3. Jenis proses persalinan normal Peningkatan tekanan intra abdomen
4. Riwayat persalinan multi paritas
5. Penatalaksanaan pengeluaran plasenta
6. Menopause Hormon estrogen berkurang

Kelemahan ligamen endopelvic dan otot-otot dasar panggul

porsio kelihatan di introitus seluruh rahim keluar dari vulva/


(pintu masuk) vagina/ Prolaps Prolaps uteri tingkat III
uteri tingkat II MK: Gangguan
Rasa Nyaman
MK:,
Nyeri Punggung, Perasaan Risiko Gangguan integritas kulit, Nyeri
mengganjal pada vagina Akut (Histerektomi), Risiko Infeksi

Herniasi dinding superior Herniasi dinding posterior


Herniasi dinding anterior posterior vargina/ vargina/ Rektokel
vagina/ Sistokel enterokel

frekuensi kencing : sebagian kecil usus rektum menonjol ke


urgensi, retensi, dan menonjol ke dalam dalam vagina
inkontinensia vagina

MK: Gangguan sensasi menarik dan buang air besar menjadi


eliminasi urin sakit punggung , hilang sulit
saat berbaring

MK: Risiko Konstipasi

G. KOMPLIKASI
1) Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri
Mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-
putihan
2) Dekubitus

Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian
dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, lambat laun timbul ulkus dekubitus.
Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada
penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat
kepastian akan adanya karsinoma.
3) Hipertropi serviks uteri dan elongasioa koli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus
masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah – serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang
dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba
lebih panjang dari biasa.
4) Gangguan miksi dan stress inkontinensia
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing tidak
dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter, sehingga
bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah
bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress
incontinence
5) Infeksi saluran kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas
ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Sehingga hal tersebut dapat
menyebabkan gagal ginjal.
6) Infertilitas
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali keluar dari
vagina, tidak mudah terjadi kehamilan
7) Gangguan partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat timbul
kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8) Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul
hemoroid.
9) Inkarserasi usus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak dapat
direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang
terjepit itu.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Penderita pada posisi jongkok diminta untuk mengejan dan ditemukan dengan pemeriksaan
jari, apakah portio pada normal atau portio sampai introitus vagina atau apakah serviks uteri
sudah keluar dari vagina.
2) Penderita berbaring pada posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks
uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan Elongasio kolli.
3) Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri tekan.
Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika dimasukkan kedalam kandung
kencing kateter logam, kateter itu diarahkan kedalam sitokel, dapat diraba kateter tersebut
dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel.
4) Menegakkan diagnosis retrokel dapat dilihat dari menonjolnya rectum kelumen vagina 1/3
bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal kedistal, kistik
dan tidak nyeri.
5) Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rectum, dan selanjutnya dapat diraba
dinding retrokel yang menonjol kelumen vagina. Enterokel menonjol kelumen vagina lebih
keatas dari retrokel. Pada pemeriksaan rectal, dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina
terdapat di atas rectum.
I. PENATALAKSANAAN
Faktor-faktor yang harus diperhatikan: keadaan umum pasien, umur, masih bersuami atau
tidak, tingkat prolapsus, beratnya keluhan, keinginan memiliki anak lagi dan ingin
mempertahankan haid.
Penanganan dibagi atas :
1) Pencegahan
Faktor-faktor yang mempermudah prolapsus uteri dan dengan anjuran:
a. Istirahat yang cukup, hindari kerja yang berat dan melelahkan gizi cukup
b. Pimpin yang benar waktu persalinan, seperti : Tidak mengedan sebelum
waktunya, Kala II jangan terlalu lama, Kandung kemih kosongkan, episiotomi
agar dijahit dengan baik, Episiotomi jika ada indikasi, Bantu kala II dengan FE
atau VE
2) Pengobatan
a. Pengobatan Tanpa Operasi
Caranya : Latihan otot dasar panggul, Stimulasi otot dasar panggul dengan alat
listrik, Pemasangan pesarium, Hanya bersifat paliatif, Pesarium dari cincin plastik.
Prinsipnya : alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas vagina sehingga uterus
tak dapat turun melewati vagina bagian bawah. Biasanya dipakai pada keadaan:
Prolapsus uteri dengan kehamilan, Prolapsus uteri dalam masa nifas, Prolapsus
uteri dengan dekubitus/ulkus, Prolapsus uteri yang tak mungkin dioperasi: keadaan
umum yang jelek
b. Pengobatan dengan Operasi
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani juga. ada
kemungkinan terjadi prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan,padahal
Tidak ada prolapsus uteri,atau prolapsus uteri yang tidak ada belum perlu
dioperasi.Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina adalah adanya
keluhan.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa
factor,seperi umur penderita,keinginanya untuk mendapat anak atau untuk
mempertahankan uterus,tingkat prolapsus dan adanya keluhan. Beberapa
pembedahan yang dilakukan antara lain:
a)      Operasi Manchester/Manchester-Fothergill
b)      Histeraktomi vaginal
c)      Kolpoklelsis (operasi Neugebauer-La fort)
d)     Operasi-operasi lainnya :Ventrofiksasi/hlsteropeksi, Interposisi

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Data Subyektif
Sebelum Operasi
a) Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
b) Nyeri di daerah benjolan.
c) Nyeri pinggang dan punggung
d) Konstipasi.
e) Tidak nafsu makan.
Sesudah Operasi
a) Nyeri di daerah operasi.
b) Lemas.
c) Pusing.
d) Mual
b. Data Obyektif
Sebelum Operasi
a)      Nyeri bila benjolan tersentuh.
b)      Pucat, gelisah.
c)      Spasme otot.
d)     Demam.
e)      Dehidrasi
Sesudah Operasi
a)      Terdapat luka pada selangkangan.
b)      Puasa.
c)      Selaput mukosa mulut kering.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Rasa Nyaman b/d Gejala penyakit (perasaan mengganjal pada vagina)
b. Risiko Gangguan IntegritasKulit b/d faktor mekanis (adanya gesekan servik dengan paha
dan pakaian dalam)
c. Risiko Infeksi b/d Efek prosedur invasif
d. Gangguan Eliminasi urin b/d Kelemahan otot pelvis
e. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik (Prosedur Operasi)
3. Intervensi dan Implementasi
a. D.0074 : Gangguan Rasa Nyaman b/d Gejala penyakit (perasaan mengganjal pada
vagina)
Intervensi Keperawatan :
1) Pengaturan Posisi (1.01019)
Tindakan
 Observasi
 Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
 Terapeutik
 Tempatkan objek yang sering digunakan pada jangkauan
 Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan
 Atur posisi tidur yang disukai
 Berikan bantal yang tepat pada leher
 Minimalkan gesekan dan tarikan saat mengubah posisi
 Edukasi
 Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika tubuh yang
baik selama melakukan perubahan posisi
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi jika perlu
2) Perawatan Kenyamanan (1.08245)
Tindakan
 Observasi
 Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
 Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi, dan perasaannya
 Identifikasi masalah emosional dan spiritual
 Terapeutik
 Berikan posisi yang nyaman
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Dikusikan mengenai situasi dan pilihan terapi/pengobatab yang
diinginkan
 Edukasi
 Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi/ pengobatan
 Ajarkan terapi relaksasi
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik bila perlu
b. D.0139 : Risiko Gangguan Integritas Kulit b/d faktor mekanis (adanya gesekan servik
dengan paha dan pakaian dalam)
1) Perawatan integritas kulit (1.11353)
Tindakan
 Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
 Terapeutik
 Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
 Edukasi
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan untuk meningkatkan asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
 Terapeutik
 Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
 Edukasi
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan untuk meningkatkan asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

c. 0142 :Risiko Infeksi b/d Efek prosedur invasif


Tindakan Pencegahan Infeksi (1.14539)
 Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal/ sistemik
 Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan tehnik aseptik pada pasien berisiko tinggi
 Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
d. D.0040 : Gangguan Eliminasi urin b/d Kelemahan otot pelvis
Tindakan Manajemen eliminasi Urine (1.04152)
 Observasi
 Identifikasi tanda dan gejala retensi/inkontinensia urine
 Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi/ inkontinensia urine
 Monitor eliminasi urine (misal : frekuensi, konsistensi, aroma, volume,
dan warna)
 Terapeutik
 Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
 Batasi asupan cairan bila perlu
 Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejalainfeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
 Amjurkan mengurangi minum menjelang tidur
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra jika perlu
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

e. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik (Prosedur Operasi)


Tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
 Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas Nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikai respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperingan dan memperberat nyeri
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Terapeutik
 Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Edukasi
 Ajarkan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangii rasa nyeri
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Lazarou G. Pelvic Organ Prolapse, Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/276259-overview

Winkjosastro, H 2011, Ilmu Kandungan, YBPSP, Jakarta.

Barsoom, RS 2009, Uterine Prolapse, Available at : http://www.emedicine.com

Manuaba, Ida Ayu 2009, Kesehatan Reproduksi Wanita, EGC, Jakarta.

Sjamsuhidayat, R & Wim, DJ 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Megadhana, I Wayan 2013, Upaya Pencegahan Prolaps Organ Panggul‟, FK Universitas


Udayana Bali.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai