Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PROLAP UTERI

1.1 KONSEP ANATOMI FISIOLOGI PROLAP UTERI


1.1.1 Anatomi
Uterus adalah organ yang
tebal, berotot, berbentuk
buah pir, terletak di dalam
pelvis (panggul), antara
rektum di belakang dan
kandung kencing di depan.
Berfungsi sebagai tempat
calon bayi dibesarkan. Bentuknya seperti buah alpukat dengan berat
normal 30-50 gram. Pada saat tidak hamil, besar rahim kurang lebih
sebesar telur ayam kampung. Diding rahim terdiri dari 3 lapisan :
- Peritoneum
Yang meliputi dinding uterus bagian luar, dan merupakan penebalan
yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat saraf.
Bagian ini meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen (perut).
- Myometrium
Merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari otot polos yang
disusun sedemikian rupa hingga dapat mendorong isinya keluar saat
proses persalinan.Diantara serabut-serabut otot terdapat pembuluh
darah, pembulh lymfe dan urat syaraf.
- Endometrium
Merupakan lapisan terdalam dari uterus yang akan menebal untuk
mempersiapkan jika terjadi pembuahan. Tebalnya sususnannya dan
faalnya berubah secara siklis karena dipengaruhi hormon-hormon
ovarium. Dalam kehamilan endometrium berubah menjadi decidua.
Secara anatomis, organ panggul seperti vagina – uterus – kandung
kemih dan rektum dipertahankan pada posisi yang normal dalam
panggul oleh sepasang muskulus levator ani bilateral yang kearah
posterior mengalami fusi.
Celah muskulus levator ani di bagian anterior disebut sebagai hiatus
levator ani.
Kearah inferior, hiatus levator ani tertutup dengan diafragma
urogenitalis.
Saat masuk kedalam panggul, urethra – vagina dan rektum melintas
hiatus levator ani dan diafragma urogenitalis. Fascia endopelvikum
adalah fascia organ visera panggul yang membentuk kondensasi
bilateral dalam bentuk ligamentum (yaitu ligamentum pubourethralis –
kardinalis dan uterosakralis). Ligamentum tersebut menempelkan organ
dengan fascia dinding lateral pelvis dan tulang panggul.
Corpus Perineal
adalah titik pusat
seluruh otot
panggul.
Meskipun saat
meneran isi
cavum abdomen
mendesak organ
panggul, organ
panggul akan
tetap berada pada tempatnya dan berada diatas “levator sling” dan
corpus perinealis.

1.1.2 Fisiologi
Fungsi uterus yaitu untuk menahan ovum yang telah di buahi selama
perkembangan. Sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium, diantarkan
melalui tuba uterina ke uterus. (pembuahan ovum secara normal terjadi
di dalam tuba uterina). Endometrium disiapkan untuk penerimaan ovum
yang telah dibuahi itu dan ovum itu sekarang tertanam di dalamnya.
Sewaktu hamil, yang secara normal berlangsung selama kira-kira 40
minggu, uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis, tetapi lebih
kuat dan membesar sampai keluar pelvis masuk ke dalam rongga
abdomen pada masa pertumbuhan fetus.
Pada waktu saatnya tiba dan mulas tanda melahirkan mulai, uterus
berkontraksi secara ritmis dan mendorong bayi dan plasenta keluar
kemudian kembali ke ukuran normalnya melalui proses yang dikenal
sebagai involusi (Pearce, 2009).
1.2 KONSEP PENYAKIT PROLAP UTERI
1.2.1 Definisi
Prolaps uteri adalah keadaaan yang terjadi ketika ligamen kardinal yang
mendukung rahim dan vagina tidak kembali normal setelah melahirkan
(Bobak, 2002).
Prolapsus uteri adalah turunnya rahim beserta jaringan penunjangnya ke
dalam liang vagina. Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat
yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan
normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau
hiatus genitalis. (Pajario, 2004).
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh
karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal
menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis (Wiknjosastro, 2007).
Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus turun melalui hiatus
genitalis karena kelemahan otot atau fascia yang menyokongnya.
Prolapsus uteri lebih sering ditemukan pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua, dan wanita yang bekerja berat. Pertolongan
persalinan yang tidak terampil seperti memimpin meneran pada saat
pembukaan rahim belum lengkap, perlukaan jalan lahir yang dapat
menyebabkan lemahnya jaringan ikat penyangga vagina, seorang ibu
dengan multigravida sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor,
juga dapat memicu terjadinya prolaps uteri.
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama
ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi
elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada
enterokel.Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan
kurang ketegangannya.
KLASIFIKASI PROLAPSUS UTERI
 Tingkat I : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus
vagina
 Tingkat II : Uterus sebagian keluar dari vagina
 Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai
dengan inversio vagina (PROSIDENSIA UTERI)
1.2.2 Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk
porolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada
pembukaan belum lengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk
mengeluarkan plasenta dsb. Jadi tidaklah mengherankan jika prolapsus
genitalis terjadi segera setelah partus atau dalam masa nifas. Asdites dan
tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya hal tersebut.
Bila prolapsus uteri dijumpai pada multipara, faktor penyebabnya adalah
kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
(Wiknjosastro, 2007).
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.
Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,
laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penataksanaan pengeluaran
plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada
Menopause, hormon esterogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar
panggul menjadi atrofi dan melemah (Wiknjosastro, 2007).
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan prolapsus antara
lain (Hanifa, 2007):
1. Faktor bawaan
Setengah wanita akan mengalami masalah ini jika dalam keluarga
mereka khususnya ibu, saudara dari ibu, atau nenek mereka
mengalami masalah yang sama. Bagaimana penyakit ini diturunkan
tidak diketahui, mungkin bawaan menentukan kelemahan otot dan
ligamen pada peranakan. Kekenduran atau kelemahan otot ini juga
dapat dipengaruhi oleh pola makan dan kesehatan yang agak rendah
dibandingkan dengan mereka yang sehat dan makanannya seimbang
dan tercukupi dari segi semua zat seperti protein dan vitamin.
2. Exercise
Proses kehamilan dan persalinan memang melemahkan dan
melonggarkan otot dalam badan khususnya ligamen dan otot yang
memegang kemaluan dan rahim. Ini satu hal yang tidak dapat
dihindari tetapi dapat. dipulihkan walaupun tidak seratus persen jika
seorang wanita yang melakukan gerak tubuh atau exercise untuk
menguatkan otot-otot disekitar kemaluan dan lantai punggung.
Kegiatan exercise waktu hamil dan setelah persalinan sangat penting
untuk mencegah prolapsus. Oleh karena itu tidak melakukan exercise
ini merupakan salah satu yang menyebabkan kekenduran atau
prolapsus uteri.
3. Usia/Menopause
Keadaan menopause atau kekurangan hormon berlaku secara natural
yaitu ketika berumur 50 tahun keatas, ataupun akibat pembedahan
oleh karena penyakit seperti pengangkatan ovari dapat menyebabkan
hormon atau seterusnya dapat menyebabkan kelemahan otot dan
ligamen peranakan. Proses atrofi ligamen dan otot dalam jangka
panjang dapat menyebabkan prolaps. Nyata sekali prolaps yang parah
sering terjadi pada wanita yang berumur 60 tahun keatas akibat
kekurangan hormon karena menopause. Semakin bertambahnya
usia, otot-otot dasar panggul pun akan semakin melemah.
4. Riwayat persalinan multiparitas ( banyak anak )
Partus yang berulangkali dan terlampau sering dapat menyebabkan
kerusakan otot-otot maupun saraf-saraf panggul sehingga otot besar
panggul mengalami kelemahan, bila ini terjadi maka organ dalam
panggul bisa mengalami penurunan.
5. Faktor lain yang dapat menyebabkan rahim turun adalah peningkatan
tekanan di perut menahun.
Misalnya disebabkan obesitas,batuk berbulan-bulan, adanya tumor di
rongga perut, tumor pelvis, serta konstipasi atau susah buang air
besar berkepanjangan.

1.2.3 Tanda dan gejala


Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat
tidak mempunyai keluhan apapun,sebaliknya penderita lain dengan
prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
a. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di
genetalia eksterna.
b. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika
penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
c. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
1) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari,
kemudian lebih berat juga pada malam hari
2) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan
seluruhnya.
3) Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada
sistokel yang besar sekali.
d. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
1) Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
2) Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan
vagina.
e. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
1) Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana
menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
2) Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.
f. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan
rasa penuh di vagina.

1.2.4 Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya
persalinan per vaginam yang susah, dan terdapatnya kelemahan-
kelemahan ligamen-ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik, dan
otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan
intraabdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan
penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti
pada penderita dalam manopause (Wiknjosastro, 2007).
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut, dan lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus
dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya
trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga
menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang
dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja,
dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar,
atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel.
Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada divertikulum
keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang uretra
ada lubang, yang membuat kantong antara uretra dan vagina
(Wiknjosastro, 2007).
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma
obstetrik atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum
kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen
vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum
dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan menonjol
kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum
(Wiknjosastro, 2007).

1.2.5 Pathway

Faktor Exercise Usia / Riwayat Peningkatan


bawaan menopause persalaninan tekanan di
multiparitas perut
(banyak menahun
anak)

PROLAP GANGGUAN
UTERI RASA
NYAMAN

Gesekan Portio
Uteri

NYERI AKUT Lecet dan luka

RESIKO RESIKO
INFEKSI PERDARAHAN

1.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri menurut (Wiknjosatro,
2007). adalah:
1. Keratinasi mukosa vagina dan portio uteri
2. Dekubitus
3. Hipertropi servik uteri dan elangasio kolli
4. Gangguan miksi dan stress incontinence
5. Infeksi jalan kencing
6. Kemandulan
7. Kesulitan pada waktu partus
8. Hemoroid
9. Inkarserasi usus halus

1.2.7 Prognosis
Sebagian besar wanita dengan prolapsus uteri ringan tidak mengalami
gejala dan tidak butuh pengobatan. Pessarium vagina dapat sangat
efektif untuk banyak wanita dengan prolapsus uteri.tindakan operasi
selalu memberikan hasil yang memuaskan, meskipun beberapa wanita
mungkin membutuhkan pengobatan lagi di masa akan datang untuk
prolapsus dinding vagina yang berulang.

1.2.8 Penganan Medis


Faktor-faktor yang harus diperhatikan: keadaan umum pasien, umur,
masih bersuami atau tidak, tingkat prolapsus, beratnya keluhan,
keinginan punya anak lagi dan ingin mempertahankan haid. Penanganan
dibagi atas :
a. Pencegahan
Faktor-faktor yang mempermudah prolapsus uteri dan dengan
anjuran:
1) Istirahat yang cukup, hindari kerja yang berat dan melelahkan gizi
cukup
2) Pimpin yang benar waktu persalinan, seperti : Tidak mengedan
sebelum waktunya, Kala II jangan terlalu lama, Kandung kemih
kosongkan), episiotomi agar dijahit dengan baik, Episiolomi jika
ada indikasi, Bantu kala II dengan FE atau VE
b. Pengobatan
1) Pengobatan Tanpa Operasi
a) Tidak memuaskan dan hanya bersifat sementara pada prolapsus
uteri ringan, ingin punya anak lagi, menolak untuk dioperasi,
Keadaan umum pasien tak mengizinkan untuk dioperasi
b) Caranya : Latihan otot dasar panggul, Stimulasi otot dasar
panggul dengan alat listrik, Pemasangan pesarium, Hanya
bersifat paliatif, Pesarium dari cincin plastik.
Prinsipnya : alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas
vagina sehingga uterus tak dapat turun melewati vagina bagian
bawah. Biasanya dipakai pada keadaan: Prolapsus uteri dengan
kehamilan, Prolapsus uteri dalam masa nifas, Prolapsus uteri
dengan dekubitus/ulkus, Prolapsus uteri yang tak mungkin
dioperasi: keadaan umum yang jelek
2) Pengobatan dengan Operasi
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka,
jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri,prolapsus vagina
perlu ditangani juga.ada kemungkinan terjadi prolapsus vagina
yang membutuhkan pembedahan,padahal tidak ada prolapsus
uteri,atau prolapsus uteri yang tidak ada belum perlu dioperasi.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina adalah
adanya keluhan.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung
dari beberapa faktor, seperi umur penderita, keinginanya untuk
mendapat anak atau untuk mempertahankan uterus,tingkat
prolapsus dan adanya keluhan. Beberapa pembedahan yang
dilakukan antara lain:
a) Operasi Manchester/Manchester-Fothergill
b) Histeraktomi vaginal
c) Kolpoklelsis (operasi Neugebauer-La fort)
d) Operasi-operasi lainnya : Ventrofiksasi/hlsteropeksi, Interposisi
Jika Prolaps uteri terjadi pada wanita muda yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya cara yang terbaik adalah
dengan :
a) Pemasangan pesarium
b) Ventrofiksasi (bila tak berhasil dengan pemasangan pesarium)
1.3 RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN PENYAKIT PROLAP UTERI
1.3.1 Pengkajian
 Identitas
 Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
 Pemeriksaan fisik: Head To tool
1. Muka
Tampak pucat pertanda adanya anemia, keluar keringat dingin bila
terjadi syok. Bila perdarahan konjungtiva tampak anemis. Pada
klien yang disertai rasa nyeri klien tampak meringis.
2. Mulut
Mukosa bibir dan mulut tampak pucat, bau kelon pada mulut jika
terjadi shock hipovolemik hebat.
3. Dada dan payudara
Gerakan nafas cepat karena adanya usaha untuk memenuhi
kebutuhan O2 akibat kadar O-2 dalam darah yang tinggi, keadaan
jantung tidak abnormal.
4. Abdomen
Adanya benjolan pada perut bagian bawah. Teraba adanya massa
pada perut bagian bawah konsisten keras/kenyal, tidak teratur,
gerakan, tidak sakit, tetapi kadang-kadang ditemui nyeri. Pada
pemeriksaan bimanual akan teraba benjolan pada perut, bagian
bawah, terletak di garis tengah maupun agak kesamping dan
sering kali teraba benjolan-benjolan dan kadang-kadang terasa
sakit. Pada pemeriksaan Sondage didapatkan cavum uteri besar
dan rata
5. Genetalia
Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada
kasus yang sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium
vagina dan berada di luar vagina.
6. Anus
Akan timbul haemoroid, luka dan varices pecah karena keadaan
obstipasi akibat penekanan mioma pada rectum.
7. Ekstremitas
Oedema pada tungkai bawah oleh karena adanya tekanan pada
vena cava inferior.
 Pemeriksaan penunjang
1. Penderita pada posisi jongkok disuruh mengejan dan ditemukan
dengan pemeriksaan jari,apakah portio pada normal atau portio
sampai introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar dari
vagina.
2. Penderita berbaring pada posisi litotomi,ditentukan pula
panjangnya serviks uteri.Serviks uteri yang lebih panjang dari
biasanya dinamakan Elongasio kolli.
3. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik
lembek dan tidak nyeri tekan.Benjolan ini bertambah besar jika
penderita mengejan.Jika dimasukkan kedalam kandung kencing
kateter logam,kateter itu diarahkan kedalam sitokel,dapat diraba
kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.Uretrokel
letaknya lebih kebawah dari sistokel,dekat pada oue.
Menegakkan diagnosis retrokel mudah,yaitu menonjolnya rectum
kelumen vagina 1/3 bagian bawah.Penonjolan ini berbentuk
lonjong,memanjang dari proksimal kedistal,kistik dan tidak nyeri.
Untuk memastikan diagnosis,jari dimasukkan kedalam rectum,dan
selanjutnya dapat diraba dinding retrokel yang menonjol kelumen
vagina.Enterokel menonjol kelumen vagina lebih keatas dari
retrokel.Pada pemeriksaan rectal,dinding rectum lurus,ada benjolan
ke vagina terdapat di atas rectum.

1.3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Gangguan Rasa Nyaman
2.2.1 Definisi
Merasa kurang nyaman, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan,budaya dan/atau sosial.
2.2.2 Batasan karakteristik
 Ansietas  Iritabilitas
 Berkeluh kesah  Ketidakmampuan untuk
 Gangguan pola tidur relaks
 Gatal  Kurang puas dengan
 Gejala distres keadaan
 Gelisah  Menangis
 Merasa dingin  Merasa lapar
 Merasa kurang senang  Merasa tidak nyaman
dengan situasi  Merintih
 Merasa hangat  Takut
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Gejala terkait penyakit  Stimuli lingkungan yang
 Kurang kontrol situasi mengganggu
 Kurang pengendalian  Sumber daya tidak adekuat
lingkungan (mis., finansial,
 Kurang privasi pengetahuan, dan sosial)
 Program pengobatan

Diagnosa 2: Risiko Infeksi


2.2.4 Definisi
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan.
2.2.5 Faktor Risiko
 Kurang pengetahuan untuk  Obesitas
menghindari pemajanan  Penyakit kronis (mis.,
patogen diabetes melitus)
 Malnutrisi  Prosedur invasif
Pertahanan Tubuh Primer Tidak Adekuat
 Gangguan integritas kulit  Pecah ketuban lambat
 Gangguaan peristalsis  Penurunan kerja siliaris
 Merokok  Perubahan pH sekresi
 Pecah ketuban dini  Stasis cairan tubuh
Pertahan Tubuh Sekunder Tidak Adekuat
 Imunosupresi  Supresi respons inflamasi
 Leukopenia  Vaksinasi tidak adekuat
 Penurunan hemoglobin
Pemajanan Terhadap Patogen Lingkungan Meningkat
 Terpajan pada wabah
Diagnosa 3: Risiko Perdarahan
2.2.6 Definisi
Rentan mengalami penurunan volume darah, yang dapat
mengganggu kesehatan.
2.2.7 Faktor Risiko
 Aneurisma plasenta previa/abrupsio,
 Gangguan fungsi hati (mis., kehamilan kembar)
sirosis, hepatitis)  Komplikasi pascapartum
 Gangguan gastrointestinal (mis., atoni uterus, ritensi
(mis., penyakit ulkus plasenta)
lambung, polip, varises)  Kurang pengetahuan
 Koagulopati inheren (mis., tentang kewaspadaan
trombositopenia) perdarahan
 Koagulopati intravaskular  Program pengobatan
diseminata  Riwayat jatuh
 Komplikaasi kehamilan  Sirkumsisi
(mis., pecah ketuaban dini,  Trauma

1.3.3 Perencanaan
Diagnosa 1:Gangguan Rasa Nyaman
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
 Mampu mengontrol kecemasaan
 Status lingkungan yang nyaman
 Mengontrol nyeri
 Agresi pengendalian diri
 Status kenyamanan meningkat
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
 Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
presepsi
 Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi
 Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Diagnosa 2: Resiko Infeksi
2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai
 Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor kerentanan terhadap infeksi

Diagnosa 3: Resiko Perdarahan


2.3.5 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
 Tidak ada hematuria dan hematemesis
 Kehilangan darah yang terlihat
 Tekanan darah dalam batas normal sisstole dan diastole
 Tidak ada perdarahan pervagina
 Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal
2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
 Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
 Catat nilai Hemoglobin dan Hematokrit sebelum dan sesudah
terjadi perdarahan
 Monitor TTV ortostatik
 Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif
 Kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh
frozen plasma)
 Lindungi klien dari trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan
 Pertahankan potensi IV line
 Tinggikan ektermitas yang perdarahan
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather, & Kamitsuri, S. 2015. Nanda Internasional Inc.
Diagnosis Keperawatan: definisi & klarifikasi 2015-2017. Alih bahasa:
Keliat, B., A, et al. Edisi 10. Jakarta: EGC.
http://cheelpy.blogspot.co.id/2015/01/askep-prolapsus-uteri.html diakses pada
tanggal 27 Maret 2017
http://dannysatriyo.blogspot.co.id/2012/12/prolaps-uteri.html diakses pada
tanggal 27 Maret 2017
http://diahnurlitasari.blogspot.co.id/2012/11/asuhan-keperawatan-pasien-
prolaps-uteri.html diakses pada tanggal 27 Maret 2017
http://rubrikkebidanan.blogspot.co.id/2013/05/prolaps-uteri.html diakses pada
tanggal 27 Maret 2017
Nurarif, A.,H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
Mediaction.
Pearce, E. C. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia.
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai